Lunar tidak tahu bahwa pria di depannya mengenal sang suami. Tubuhnya terasa dingin karena takut jika Langit curiga dan mengetahui hubungannya dengan Bumi. "Hm, masuk!" ucap Bumi menarik pelan bahu istrinya agar mempersilakan Langit masuk ke unit mereka. "Mas, bagaimana kalau dia tahu hubungan kita?" seru Lunar dengan perasaan takut. Bumi mengelus bahu sang istri sambil menutup pintu unitnya. "Dia sudah tahu!"Deg! Perasaan perempuan itu makin tidak karuan. Tubuhnya gemetar saat sang suami membawanya para Langit yang sudah duduk di single sofa. "Selamat datang di tempat Kakak Iparmu, Lang!" kata Bumi dengan senyum miringnya. Lunar menoleh pada suaminya yang bilang kalau dia adalah kakak ipar Langit. Artinya pria yang bertamu ke rumahnya memang adik Bumi. Pantas saja wajah mereka mirip, tetapi tidak ada media yang mengetahui hal itu. "Jadi Abang sungguh-sungguh sudah menikah lagi?" tanya Langit dengan wajah datarnya. Lunar tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Langit, tetapi m
Tidak ada jawaban dari Langit tentang pertanyaan yang Lunar lontarkan. Perempuan itu juga tidak menuntut, malah membantu adik iparnya menggoreng atau pun menyajikan dalam piring. "Aku adalah adik tiri Bang Bumi. Kami memiliki ibu yang berbeda. Lebih tepatnya, aku anak yang lahir tanpa diharapkan," ucap Langit dengan senyum getir.Sedangkan Lunar tidak tahu harus bersikap seperti apa selain terkejut dan tidak menyangka bahwa keluarga Mahendra menyimpan rahasia seperti itu. "Papa kandungku acuh dan Ibu kandungku meninggal dunia saat melahirkan aku. Sedangkan Ibu Bang Bumi ... dia seperti malaikat yang dengan senang hati menerimaku, begitu pula dengan Bang Bumi," kali ini pria itu tersenyum penuh hari. "Hanya Papa kandungku yang tidak mau menerimaku, makanya tidak ada yang tahu tentangku. Sekarang kamu sudah tahu bagaimana kisahku. Jadi, jagalah rahasia ini. Kalau sampai terbongkar, Bang Bumi juga pasti akan malu."Menurut Lunar Bumi tidak mungkin malu, jika lelaki itu merasa demikian
Siapa yang menduga jika ternyata Lunar akan bertemu dengan seorang wanita yang harusnya dia jauhi, Clara. Ya, istri dah Bumi ada di sana dengan pakaian yang amat ketat dan menggoda. "Kenapa kamu bersama perempuan ini, Lang?! Dia ini perempuan tidak jelas!" kata Clara dengan nada ketus. Dahi Lunar mengerut mendengar kata tidak jelas. "Maksudnya tidak jelas seperti apa ya, Mbak?""Apa kamu bilang? Mbak? Kamu pikir aku wanita kampungan sepertimu dipanggil Mbak!" sentak istri pertama Bumi. Lunar memutar bola matanya dengan malas. Sungguh tidak dia duga ternyata istri pertama suaminya akan berlebihan seperti itu. Tidak ada yang salah dari panggilan Mbak, Kakak, Ayuk, atau lainnya. Yang penting tujuannya bukan untuk menghina, tetapi agar terkesan sopan. "Intinya kamu tidak jelas, seperti suami atau ayah dari anakmu! Bisa saja kalau anak itu ... .""Itu anakku! Dan Lunar adalah istriku!" seru Langit dengan cepat hingga memotong ucapan wanita di depannya. Mata Clara membola tidak percaya
Terik matahari pagi bersinar begitu cerah. Namun, tidak dengan Lunar yang bangun dengan perasaan murung, bahkan sampai dia sudah membersihkan diri tetap saja raut wajahnya seperti itu. Bukan karena tidak ada Bumi di sampingnya, toh dia sudah biasa mengalami hal itu. Hanya saja, dia sedih setelah pembicaraannya dengan Bumi semalam. Lelaki itu tidak menjawab pertanyaannya, malah pergi setelah mengelus kepalanya. "Apa baginya seorang anak hanya sebagai pengukuh kedudukan? Apakah dia bisa menyayangi anak yang lahir dari rahimku?" serunya dengan sendu. Tok ... tok ... tok ... "Lunar, kamu sudah bangun?"Itu bukan suara Bibi, tetapi suara pria yang sudah menjadi tetangganya. Entah bagaimana lelaki itu bisa keluar masuk unitnya begitu saja. "Ada apa, Langit?" tanya Lunar dengan wajah kesal. "Sudah waktunya sarapan, ayo!" ajak pria itu memegang bahu kakak iparnya dan membawa perempuan itu menuju ke ruang makan. Di sana sudah ada Bibi yang menata makanan. Banyak sekali makanan yang ada d
Berita tentang Lunar seorang perempuan jalang masih tersebar di media sosial. Orang yang pertama kalinya bertanya keadaannya adalah Langit. Ya, seseorang yang tadi pagi menghubunginya bukan Bumi, tetapi adik iparnya. "Maafkan aku atas kejadian ini, Lunar. Aku tidak berpikir Kak Clara akan melakukan hal selicik ini," seru Langit yang sedari tadi meminta maaf. "Andai saja aku bisa konfirmasi kalau ... ."Lunar segera menatap adik iparnya. "Kamu mau bilang kalau sebenarnya aku istri rahasia Mas Bumi atau mau mengakui aku istri kii lagi?"Perasaan masih kurang baik, jadi dia akan sensitif dengan hal-hal yang kurang terdengar nyaman di telinganya. "Bukan begitu! Sebenarnya aku mau mengakui kalau kamu hamil anak temanku dan mengatakan seperti itu agar Kak Clara menjauhiku! Dengan begitu serangan pasti akan berbalik padanya!" balas Langit dengan lirih. "Mana mungkin Mas Bumi mengijinkan kamu melakukannya? Dia pasti tidak mau kalau Mbak Clara malu apalagi sampai karirnya hancur! Berbeda de
Seperti biasa Bumi akan terdiam jika Lunar mulai bertanya tentang hal yang cukup serius bagi perempuan itu. Bahkan Lunar yakin bahwa sebentar lagi suaminya pasti akan menghindar lalu pergi. "Tidak apa Mas tidak bisa menjawabnya. Aku sadar kalau pernikahan kita hanyalah sebuah rahasia dan tidak ada perasaan apa pun di dalamnya! Jadi, dengan Mas menyayangi anak kita sudah lebih dari cukup," katanya dengan senyum paksa. "Kamu yakin?" seru Bumi saat istrinya melanjutkan makan. "Apakah selama ini tidak ada satu pun tindakanku yang menunjukkan bagaimana perasaanku padamu sebenarnya?" Tatapan Bumi begitu intens pada perempuan yang melihatnya. Menurut lelaki itu, apa yang selama ini dia lakukan sudah cukup menjadi bukti apa yang dia rasakan pada Lunar. Dia lupa kalau istrinya sama seperti perempuan lain yang juga butuh sebuah ucapan, bukan hanya tindakan. "Tindakan Maw Bumi yang mana? Banyak sekali tindakan yang Mas lakukan padaku. Apalagi akhir-akhir ini Mas yang sering keluar masuk apar
"Enak, ternyata kamu pintar masak juga!" ucap seorang wanita paruh baya. Lunar yang berada di depannya merasa ketar-ketir dengan keringat dingin di dahinya. Sesekali netra perempuan itu melirik pada Langit yang terlihat tenang dan santai menikmati makanan di atas meja. Sangat berbeda dengannya yang bahkan untuk menyuap, memegang sendok saja sudah gemetar. "Kenapa kamu tidak makan? Mau makanan lain?" tanya Nyonya Della pada Lunar yang tersenyum begitu kaku. "Atau kamu takut padaku?"Ingin sekali perempuan itu menjawab 'ya' tetapi dia memilih untuk berbohong dengan menggelengkan kepalanya. "Kalau begitu makanlah! 'Kan kamu yang masak," kata wanita paruh baya itu sambil kembali menikmati makanan di depannya. Lunar pun ikut memakan capcay, sosis serta sedikit nasi. Tak lama kemudian, Langit datang membawa dessert berupa salad buah yang sering pria itu buatkan untuknya. "Kamu harus banyak makan-makanan sehat," seru Langit dengan perhatian. Semua itu tidak luput dari padangan Nyonya D
Tatapan demi tatapan diterima oleh Lunar yang masih merasa gemetar, hingga sebuah tangan menyentuh lengannya. "Jangan terlalu mendesaknya! Aku yang salah dan aku akan menyelesaikannya tanpa melibatkan Papa dan Bang Bumi! Toh, dunia tidak pernah tahu kalau aku adalah bagian dari kalian!" seru Langit menyembunyikan tubuh Lunar di belakang tubuhnya. "Langit, apa yang kamu lakukan?!" bisik perempuan itu dengan pelan. Pria itu menoleh sedikit. "Diamlah, Lunar. Kamu belum kenal siapa pria di depan ini!""Tetapi Lang, aku ... ."Lunar menghentikan ucapannya karena mendengar perkataan dari Tuan Mahendra pada sang anak bungsu. "Kamu begitu membelanya, Langit! Apakah kamu mulai menyukai istri orang lain?" seru Tuan Mahendra dengan senyum mencibir. "Bukan masalah suka atau tidak, Tuan Mahendra! Saya membelanya karena memang saya yang salah! Saya yang refleks mengatakan bahwa Lunar adalah istri saya! Jadi, semua kesalahan adalah ulah saya dan tentu saja orang yang menyebarkannya! Saya sudah