"Maafkan saya, Tuan," ucap anak buah Galih yang merasa bersalah karena merek lupa membuka penutup mulut pria yang mereka tangkap tadi. "Jadi, bagaimana? Apa yang harus kita lakukan. Aish, ada saja pun. Bro, apa kamu tau siapa pelakunya?" tanya Galih kepada Barra. Barra hanya diam dan mengangkat bahunya. Dia tidak tau siapa, tapi dia menduga kalau ini ulah Miko. Saat mengingat mafia itu, dia berpikir sesuatu apakah dia yang saat ini menjadi selingkuhan istrinya? Barra meninggalkan tempat tersebut di susul oleh Galih. Mereka akan datang kembali ke tempat ini setelah urusan mereka selesai. Mobil melaju menuju markas mereka yang di sebelah timur. Jarak yang lumayan jauh membuat Barra bosan. Dirinya, mengirimkan pesan kepada Zanna, akan tetapi tidak dibalas sampai dia tiba di markas. "Kamu kenapa? Dari tadi gelisah terus. Apa kamu memikirkan Zanna? Memangnya dia kenapa? Apa dia berbuat masalah lagi ya? Kali ini apa yang dia buat?" tanya Galih kepada sahabatnya ini. Sedari tadi, Galih
"Mertuaku," jawab Barra mengatakan siapa yang menghubungi dirinya. Barra tidak menjawabnya, dia enggan untuk menjelaskan apa yang terjadi. Barra berpikir kalau mertuanya sudah tau apa yang terjadi untuk itu dia tidak menjawab panggilan dari mereka. Galih melihat Barra menyimpan kembali ponselnya. "Kenapa disimpan lagi? Bukannya mertua kamu yang telpon angkat telponnya nanti dia mengomel seperti jalur kereta api. Nggak berhenti sama sekali, bisa-bisa kamu diminta untuk meninggalkan anaknya, sedih ga tuh seperti waktu itu. Ingat, nggak Arya apa yang dulu terjadi," ujar Galih membuat Arya yang mengemudi mobil menganggukkan kepala. Barra mendengar perkataan dari Galih hanya membolakan matanya. Dirinya tau kalau dulu dia terlalu di budak cinta, selalu Zanna yang dia utamakan. Wajar dia lakukan itu karena dia cinta tapi karena kelakuan dan sikapnya kepada dirinya tidaklah baik dia jadi sedikit ilfil. "Biarkan saja kalau dia mau apa. Aku sudah tidak peduli sama sekali," jawab Barra. Ga
Barra hanya menggelengkan kepala mendengar percakapan antara Maya dan sahabatnya. Mereka masih bertengkar dan membahas masalah yang menurut mereka penting. Arya memberikan ponsel tuannya kembali. Ayang menatap Barra yang terlihat tenang dan fokus dengan ponselnya. "Ay, kamu tau tidak, kalau sesungguhnya dia perhatian dengan kamu. Apa dia sudah nyatakan cintanya?" tanya Kitty kepada Ayang. "Aku harap dia selalu perhatian kepadaku. Dan aku juga tidak minta dia untuk terus bersama aku, karena dia punya Mbak Zanna," jawab Ayang dengan tatapan sendu. Dia sangat ingat bagaimana kemarahan Zanna saat tau dirinya istri kedua suaminya. Dan Zanna bertanya kepadanya apa salah dia dan saat itu dia naluri wanitanya tercubit. Bagaimana jika diposisi Zanna itu dia. Maka dia akan bertanya seperti itu juga. "Apa kamu merasa bersalah, Ay?" tanya Kitty dengan hati-hati karena dia tidak mau Ayang tersinggung. Walaupun bagaimana pun, Ayang lakukan ini semua ada maksudnya bukan karena memang ke
Suara benda jatuh dari dapur terdengar cukup keras, Ayang yang masih dikamar dan bersiap ingin pergi ke kantor terkejut dengan suara jatuh dari luar. "Suara apa itu?" tanya Ayang pada dirinya sendiri. Ayang segera keluar dari kamar dan berlari ke sumber suara. Saat tiba di tempat tersebut, Ayang terkejut melihat ibunya sudah terjatuh di lantai. "Ibu, ya Tuhan. Ibu kenapa? Apa yang terjadi? Bangun, Bu!" Ayang terus membangunkan Ibunya tapi tidak ada reaksi sama sekali. Ayang bergegas keluar meminta bantuan tetang sebelah. Dengan berurai air mata, Ayang teriak dengan kencang memanggil sang empunya rumah. "Pak Noto, Bu Noto, tolong saya. Ibu saya pingsan, tolong Pak, Bu!" Ayang menjerit kencang memanggil kedua pasutri tersebut."Pak, itu suara Ayang. Kenapa dengan dia? Apa ibunya terkena serangan jantung lagi? Ayo, Pak kita keluar sekarang, siapa tau dia butuh bantuan kita!" ajak Isti Pak Noto bernama Marni. "Ayo, Bu kita lihat," sahut Pak Noto yang bergegas keluar dari rumah untu
"Ini hasil pemeriksaan Ibu kamu," jawab Dokter. Ayang segera membukanya. Dia perhatikan satu persatu hasilnya.Ayang terkejut saat melihat hasil akhirnya. Ayang melihat dokter dengan tatapan sendu. Air mata yang dipelupuk mata Ayang mulai terlihat dan hampir menetes. "Dok, ini bohong, 'kan?" tanya Ayang dengan suara bergetar dan tangannya gemetar saat dia bertanya apakah hasilnya benar atau tidak. "Itu benar, tidak bohong," jawab Dokter dengan serius. Ayang menutup mulutnya dengan tangan dan air matanya yang sudah dia tahan akhirnya pecah. Ayang tidak sanggup untuk mengatakan kepada ibunya jika ditanya dia sakit apa. "Saya juga sudah tes berkali-kali dan hasilnya benar. Ibu Anda mengidap kanker ovarium dan jantungnya juga lemah. Dia harus segera di operasi." Operasi? Dapat dari mana uang untuk operasi. Gaji sebagai OG saja cukup untuk makan, sekarang operasi. Darimana dia bisa mendapatkan uang untuk operasi. "Dok, apa tidak ada cara lain untuk obati ibu saya selain operasi? Say
Orang tersebut pergi setelah melihat Barra dengan seorang wanita. Walaupun ada satu wanita dan satu pria di sana, tetap saja orang tersebut penasaran dengan wanita cantik dan mungil di depan Barra. Karena pandangan Barra ke wanita tersebut berbeda itulah membuat orang tersebut curiga siapa wanita itu. Barra berdehem dan kembali duduk, dia tidak begitu memperdulikan wanita yang di kenalkan temannya tersebut. Melihat Barra tidak peduli, Galih hanya menghela napas. "Barra, kalau mau bicara silahkan. Kalian mungkin butuh waktu untuk bicara. Karena semua ini tergantung kamu. Dan satu lagi, pikirkan yang aku katakan tadi. Ayo, Sayang, kita pergi biarkan mereka berdua!" ajak Galih kepada Cantika. Cantika menganggukkan kepala dan mendekati Ayang dan membisikkan sesuatu kepada Ayang dengan pelan. "Semoga ini yang terbaik buat kamu dan ibumu," bisik Cantika dengan pelan agar tidak didengar oleh Barra dan Galih. Ayang hanya menganggukkan kepala pelan, dia sudah pasrah karena tidak ada cara
Barra masih menunggu jawaban dari Ayang. Apalagi yang dia mau katakan. Ayang yang takut melihat gestur Barra hanya bisa meremas ujung bajunya dan telapak tangannya saat ini berkeringat dan dingin. Entah kenapa, saat Barra memandangnya dengan raut wajah seperti itu, membuat suasana menjadi horor. "Kalau tidak mau bicara, ya sudah, merepotkan saja!" ketus Barra segera pergi. Ayang terdiam mendengar jawaban dari Barra, sebenarnya dia ingin meminta izin kepada Barra untuk bertemu ibunya dan menjaganya. Tapi, rasa takut membuat Ayang mengurungkan niatnya. Ayang merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan saat ini. Air matanya mengalir mengingat ibunya. "Ibu, maafkan Ayang. Ayang tahu perbuatan Ayang ini salah dan melanggar agama kita, tapi Ayang tidak punya pilihan lagi. Ayang harus melakukan ini demi pengobatan Ibu. Ayang, nggak mau ibu pergi tinggalkan Ayang. Ayang takut sendiri, Bu!" tangis Ayang pecah saat mengingat ibunya dan apa yang dia lakukan saat ini. Sedangkan, Barra yang m
"Apanya, bagaimana?" tanya Barra dengan suara datar. Galih menghela napas mendengar apa yang dikatakan oleh Barra. Dia bertanya malah ditanya balik. Galih merapatkan dirinya ke Barra, dia ingin bicara soal semalam. Dia ingin tau apa tanggapan dari Barra. Barra yang melihat Galih merapatkan diri ke arahnya menaikkan alisnya. "Kenapa?" tanya Barra. Galih yang hampir dekat dengan Barra seketika mendengus kesal. "Kenapa kata lo? Kurang ajar lo ya, bisa-bisanya lo katakan itu pada gue. Gue tanya hubungan lo dan dia bagaimana sudah seperti apa progresnya? Siapa namanya?" tanya Galih. "Ayang," jawab Barra singkat. "Iya, Ayang. Apakah kalian sudah itu? Dan apa saja yang dia minta? Gue dapat informasi dari Cantika, kalau dia harus bayar operasi ibunya. Dan, gue dengar juga dia gadis baik-baik, Bar. Gue harap, lo jangan sakiti dia," ucap Galih. Barra yang memeriksa berkas milik Galih menutup kembali berkas itu. Galih yang melihat Barra menutup berkas itu menaikkan alisnya ke atas. "Woi,