“Jangan bercanda! Atas dasar apa Anda ingin membawa kasus ini ke ranah hukum?!” Aretha memberang dengan wajah kaku.Tangannya yang berada di bawah meja menggenggam telapak Denver amat kuat, tapi Jade yang tengah menatapnya penuh tuntutan tak ada niat memberinya pengampunan.Suami Anais Devante itu merapatkan alisnya sembari menyahut, “apa Anda tidak sadar dengan apa yang Anda lakukan? Anda telah melakukan kejahatan dan nyaris melenyapkan nyawa seseorang. Bukankah wajar jika Anda harus menanggung hukuman?!”Tuan dan Nyonya Devante yang melihat putri kandungnya terhimpit situasi sulit, merasa canggung jika ingin memihak Aretha di hadapan Hans. Namun, Pineti juga tak bisa berpangku tangan dan hanya melihat sang putri jatuh tanpa melakukan apapun.“Maaf jika saya ikut bicara, tapi bisakah kita selesaikan masalah ini baik-baik? Bisa saja Aretha memang tidak sengaja melakukannya,” tukas istri Tigris itu menginterupsi.Seketika Jade pun memutar kepala ke arah Pineti dengan tampang garang. Su
‘Kelinci nakal ini terlihat manis setiap kali tegang,’ batin Jade memamerkan seringainya.Bagaimana mungkin dia berhenti menggoda Anais jika respon sang wanita selalu bisa menghiburnya?Jade pun mengikis jarak hingga kini hidungnya nyaris bersinggungan dengan hidung Anais. Leher istrinya menegang, meski tahu Anais tak nyaman, tetapi Jade terus menatapnya dengan intens.Anais memutar bola matanya dan lantas menarik kepala untuk menjaga jarak. Dengan tegas, dia pun melepas kaitan tangannya dari Jade sembari berkata, “katakan saja apa maksudmu?”“Maksud apa, Istriku? Sudah jelas semua orang tahu bahwa kita suami istri. Jadi, bukankah wajar jika aku membela pasanganku?” balas Jade seiring dengan alisnya yang naik sebelah.Anais mengerutkan kening dengan tatapan curiga. “Apa kau pikir aku akan percaya?”
“A-apa yang baru saja Ibu katakan?!” Denver mendongak ke atas, menatap wajah Leah yang kini terpampang amat tegas. Ekspresi dingin yang selama ini ditunjukan sang ibu pada Jade, kini diarahkan padanya.“Bukankah kau bilang menyesal? Jika kau benar-benar menyesal, maka tinggalkan istrimu itu. Dengan begitu kau bisa kembali ke mansion Herakles sekarang juga!” sambar Leah yang setiap katanya mengandung tekanan.Memang, hanya karena rencana sang istri yang gagal, Denver harus menanggung hukuman dari Hans. Akankah dia sanggup mengikuti kata-kata ibunya untuk mangkir dari sisi Aretha dan kembali ke mansion Herakles?“Ibu sudah memperingatkanmu, sejak kau menghancurkan pertunangan dengan Anais dan memilih adiknya. Kau bilang dengan menikahi putri kedua Tuan Tigris akan mempermudah langkah kita, sekarang apa kenyataannya, Denver?! Kau bahkan ditendang dari tempatmu sendiri karena wanita bodoh itu!” Leah mendecak sengit.“Kau lihat anjing liar itu?! Dia memungut wanita yang kau buang dan mala
“Berhenti, Aretha!” Pineti memekik begitu melihat sang putri menggores lengan kiri dengan pecahan kaca. Wanita itu bergegas menghampiri Aretha yang bersimpuh di sandaran ranjang dan berada di antara beling yang berserakan. Sangat jelas bahwa putrinya mengamuk dan menghacurkan segala benda yang ada di depan mata. Namun, yang paling mengejutkan adalah Aretha tak segan menyakiti dirinya sendiri karena ledakan emosi. Pineti merebut beling dari tangan sang putri dan lantas memekik kencang. “Apa kau sudah gila, Aretha?!” Akan tetapi, lawan bincangnya tak membalas. Tubuh istri Denver Herakles itu lemas, bahkan ketika Pineti meraihnya malah tumbang. Ya, Aretha ambruk karena sudah tak sadarkan diri. “Aretha? Aretha?! Bangunlah, Aretha!” Pineti memanggil nama putrinya dengan buncah, tapi Aretha terkulai tak mau membuka matanya. “Apa yang terjadi pada putri kita, Sayang? Aretha tidak mau bangun ….” Nyonya Devante itu berpaling dengan wajah gelisah ke arah Tigris. Kepala keluarga Devante te
‘A-apa maksudnya? Dia … tidak mungkin bicara tentang kejadian saat bulan madu itu ‘kan?!’ Anais merasa cemas dalam hatinya. ‘Tidak, tidak … itu tidak mungkin!’Tak bisa dipungukiri bahwa ucapan Jade menggiring pikirannya pada insiden di Pelican Reef Resort, kala dirinya tak sengaja melihat sang pria yang telanjang di kamar mandi. Kebuncahan menyerang wajahnya. Anais was-was, terlebih kini Jade malah menatapnya intens seolah sedang membaca pikirannya.“Apa yang ada di otak kecilmu, istriku?” Jade berkata selaras dengan alis sebelah kirinya yang terangkat.Sungguh, kata-kata dan puduan ekspresinya benar-benar tampak seperti ejekan bagi Anais.Wanita itu lekas mendorong suaminya sembari menyergah, “aish … menyingkirlah dariku!”Dia bangkit dari ranjang dan buru-buru merapatkan tali piyamanya. Dia begitu keras menyembunyikan rasa malunya, wajahnya terpampang angkuh meski sangat merah.Melihat tindakan Anais yang kelakaban, Jade pun menahan seringainya. ‘Astaga, kelinciku benar-benar memil
“Mengapa Kak Denver hanya diam? Apa Kak Denver tak sanggup melakukannya?! Kak Denver lebih memilih nyawa Kak Anais dibanding Aretha?!” Denver hanya bungkam mendengar seluruh tuntutan sang istri. Dirinya menatap wajah berang wanita itu, yang hanya menampilkan hasrat menguasai yang besar. ‘Aku yakin, pilihanku menikahi Aretha tidak salah. Dia sangat berambisi, sama persis sepertiku. Karena kita berdua sangat mirip, aku yakin kita bisa mencapai puncak bersama-sama. Meski sekarang tidak mengakui Aretha, tapi Ibu pasti segera menerimanya setelah melihat kemampuannya,’ batin Denver dalam senyap. Tangannya menjulur, merengkuh pipi istrinya yang kini basah karena air mata. “Tenanglah, Sayang. Walau kau tidak memintanya, aku pasti akan memusnahkan jalang itu, beserta anjing liar yang terus mengganggu jalan kita!” tukasnya meyakinkan. “Lihatlah aku, kau bisa memegang janjiku. Hanya kau, wanita yang pantas berdiri di sisiku. Mari kita tunjukan pada semua, bahwa kita bisa mencapai segalanya!”
“Si-siapa dia?” Anais mengernyit dengan tatapan curiga saat melihat sosok anak lelaki kecil memegang kamera di bawah pohon.Sang suami yang berada di dekatnya pun ikut berpaling. Sorot matanya yang tajam membuat bocah tadi bergidik ketakutan. Namun, Jade tak bisa melepas begitu saja mengingat istrinya sangat rentan dengan gosip. Jadi, dia pun waspada pada siapapun, terlebih wartawan. Apalagi anak kecil tadi juga mengambil potret Anais dan dirinya.“Apa yang kau lakukan?” tukas Jade dengan air muka datarnya.Mulanya anak kecil tersebut tak bergerak sedikitpun, dia terlanjur ketakutan karena pandangan Jade yang seolah memberinya tekanan.“Bawa kamera itu ke sini, atau aku menghancurkannya.” Jade kembali berkata dengan sengitnya.Akan tetapi, Anais yang mendengarnya pun seketika menyahut, “mengapa kau sangat kasar padanya? Dia hanya anak kecil, kau tidak perlu membuatnya ketakutan.”Alih-alih menuruti permintaan sang istri, Jade malah tak peduli. Dia berpaling ke arah anak kecil tadi, me
“Jangan menyesal jika kau kalah!” Anais berkata tedas seiring dengan sorot matanya yang kian tajam.Dirinya yang telah mengganti pakaian dengan baju khusus berkuda dari petugas arena tersebut, tersenyum miring ke arah sang suami yang kini mengelus kuda di sebelahnya. Pria itu hanya bungkam, tapi raut wajahnya yang dingin seakan mengejek Anais yang tampak percaya diri.Sang wanita meraih helm sembari berkata, “kau yang menantangku dan mengatakan sendiri bahwa pemenang bisa meminta apapun. Jadi, bersiaplah mengabulkan permintaanku!”Alih-alih langsung membalas ucapan sang istri, Jade hanya mengedutkan alisnya. Dia perlahan mendekati Anais dan tiba-tiba merengkuh helm wanitanya. Seketika, Anais pun tersentak, dirinya hendak menghindar, tetapi rupanya Jade malah membenarkan posisi helmnya yang miring. Bahkan suaminya itu juga memasang kaitannya agar aman.“Pakailah dengan benar. Setidaknya jika nanti kau kalah, kau tidak terlihat menyedihkan, istriku,” tuturnya dengan alis terangkat sebel