Enam tahun kemudian.
“Aiden, apa kamu serius akan melakukan ini pada pamanmu?! Apa kamu ingat nama keluargaku masih Ridley! Kamu juga seorang Ridley! Beraninya kamu melakukan ini pada kerabatmu sendiri!”
Aiden memperbaiki dasinya dari pantulan cermin besar wastafel toilet. Earbuds terpasang di telinga pria dingin itu. Ekspresi wajahnya acuh tak acuh membalas, “Karena nama keluargaku Ridley, jadi aku harus menyingkirkan sampah tak berguna di keluarga Ridley.”
“Aiden Ridley!”
“Paman tidak bisa menyalahkanku. Paman sudah cukup lama menjabat sebagai Direktur RDY Group, tetapi kinerjamu sangat buruk, dan aku juga mendapat banyak laporan jika Paman melecehkan karyawan wanita.” Aiden berhenti sesaat dan menatap tajam ke depan.
“Paman juga sudah menggelapkan dana perusahaan untuk membesarkan wanita simpananmu. Sangat banyak catatan burukmu di perusahaan. Kami tidak bisa mempertahankan direktur korup sepertimu. Aku terlalu malu mengakuimu sebagai kerabat Ridley.”
“Ka-kamu ...! Apa ibumu tahu apa yang sudah kamu lakukan?! Aiden, jangan salahkan aku melaporkan perbuatanmu pada Kakak Ipar! Mari kita lihat apa dia akan menendangmu dari jabatanmu atau tidak!” Suara lawan bicara Aiden di earbuds terdengar puas dan mengancam.
Sudut bibir Aiden terangkat dan ekspresi wajahnya semakin dingin. “Paman, jangan lupa RDY Group didirikan oleh keluarga Ridley. Esme hanya ibu tiriku dan tidak memiliki saham lebih dari 30%. Dia tidak memiliki suara bulat untuk mengatur RDY Group.”
“Tapi Esme yang membuatmu menjadi Presiden Direktur RDY Group. Aiden Ridley, jangan jadi anak tidak tahu diri!” rutuk pria tua itu di telepon.
“Posisi Presdir sudah ditentukan di rapat pemegang saham. Esme hanya salah satu pemegang saham, dia tidak memiliki suara bulat mengatur siapa yang akan menjadi Presdir.” Aiden menyeringai dingin. “Paman, kamu sudah terlalu lama menjilat sepatu ibu tiriku,” lanjutnya mencibir.
“Aiden Ridley, kamulah yang hidup di bawah belas kasihan ibu tirimu!”
Aiden tak menanggapi ocehan pria itu.
“Jika Paman tidak ingin dipenjara, maka lepaskan sahammu dan hidup damai dengan istrimu. Yah, jika bibiku memaafkan perselingkuhanmu,” balas Aiden sarkastis.
“Omong kosong! Aku tidak akan melepaskan sahamku!”
“Kalau begitu selamat menikmati hidup di penjara dan kehilangan semua yang Paman miliki.” Aiden menutup panggilan teleponnya.
Dia bergeming menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah tampan yang terpantul di cermin itu menatap balik dirinya dengan muram.
Hidup di bawah belas kasihan ibu tiri?
Aiden mendengus muram.
Ibu kandungnya meninggal dalam kecelakaan ketika dia masih berusia lima tahun. Dua tahun kemudian, ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang sepuluh tahun lebih muda. Esme Spinet, selingkuhan ayahnya.
Esme mampu menggenggam hati ayahnya dan telah menekan Aiden sejak kecil.
Setelah ayah kandung Aiden meninggal ketika dia berusia 13 tahun, Esme telah menggenggam setengah pemegang saham RDY Group dan memenangkan hati kerabat keluarga Ridley.
Esme selalu menjadi penghalang di setiap langkah Aiden.
Beruntung bagi Aiden, Esme tidak bisa hamil. Jika Esme memiliki anak, Aiden sudah pasti disingkirkan oleh wanita tua itu sejak lama.
Aiden menggenggam erat tepian wastafel. Dia bersumpah akan mengambil kembali semua miliknya dari tangan wanita itu.
“Paman, bisakah kamu minggir? Aku harus mencuci tangan.”
Sebuah suara anak kecil yang terdengar sombong menyadarkan Aiden dari lamunannya.
Aiden melirik ke kanan dan kiri mencari sumber suara. Tetapi, tidak menemukan siapa pun di sebelahnya. Hanya dia sendiri di toilet pria.
“Paman, kamu melihat ke mana? Aku di sini!”
Tarikan di celananya membuat Aiden menunduk ke bawah. Dia mengangkat alis melihat anak laki-laki kecil yang sebatas lutut menarik-narik celananya.
Anak kecil itu menyilangkan tangan mungil di depan dadanya sambil mengerucutkan bibirnya lucu.
Dia mengenakan setelan abu-abu pendek dengan pita kupu-kupu merah, membuatnya terlihat menggemaskan. Wajahnya putih bersih dan lembut seperti bayi.
Aiden tersenyum tanpa sadar dan berlutut di depan anak kecil itu. “Kamu begitu kecil hingga paman tidak melihatmu.”
Mata anak itu melotot. “Paman yang kecil! Aku hanya baru tumbuh! Saat aku dewasa nanti, aku akan lebih tinggi dari Paman!” serunya dengan suara anak laki-laki kecil yang menggemaskan.
Aiden tertawa kecil dan tidak bisa menahan diri untuk menggoda anak kecil ini. “Kamu harus banyak minum susu jika ingin lebih tinggi,” ujarnya mengacak-acak rambut anak itu sambil tersenyum.
Anak itu mengingatkan Aiden pada putranya, Zein.
Aiden menghela napas.
“Apa Paman juga minum susu hingga tumbuh tinggi seperti ini?” Mata besar dan hitam anak itu menatap Aiden dengan pandangan kagum.
“Tentu. Semua anak seusiamu banyak minum susu agar tumbuh tinggi.”
“Hmph! Susu hanya untuk bayi! Dimitri sudah besar tidak perlu minum susu. Kata Nenek, Dimitri pasti akan tumbuh tinggi. Dimitri bisa lebih tinggi dari Paman!” ujar anak itu mengangkat dagu angkuh.
Aiden menatap anak itu tampak sangat tertarik. Suara anak kecil ini begitu lucu dan menggemaskan, sangat menarik hatinya.
“Tapi, kamu memang masih bayi.” Aiden menjawil hidung mungil anak kecil itu. "Butuh dua puluh tahun agar kamu bisa setinggi paman.”
“Berapa lama dua puluh tahun itu? Aku ingin setinggi dan dewasa seperti Paman,” ujar Dimitri dengan ekspresi serius di wajah mungilnya.
Aiden mengangkat alis menatap anak laki-laki kecil itu penasaran. “Kenapa kamu begitu ingin cepat-cepat tinggi? Jika sudah dewasa nanti, yang ada kamu hanya akan pusing.”
“Aku ingin cepat tumbuh tinggi dan dewasa agar bisa melindungi Mommy.”
“Mommy? Bukankah ada ayahmu yang bisa melindungi ibumu?”
Ekspresi anak itu langsung berubah muram. Dia tertunduk sedih. Meski begitu dia tetap terlihat menggemaskan. “Aku tidak punya ayah.”
Aiden terdiam, merasa agak bersalah.
Dia mengusap rambut Dimitri.
'Ibumu pasti tidak akan kekurangan pria untuk mencarikanmu ayah baru', pikir Aiden ketika melihat penampilan anak itu sangat terawat dan tampan. Ibu anak ini pasti cantik.
Tentu saja Aiden tidak mengutarakan pikirannya di depan anak itu karena hanya akan membuat anak kecil itu sedih. Siapa yang mau punya ayah tiri?
“Apa yang kamu lakukan di sini? Apa ibumu tidak mencarimu?” tanya Aiden mengalihkan pembicaraan.
“Aku harus ke toilet. Mommy tidak mungkin ikut masuk ke toilet,” balas Dimitri mencoba melompat-lompat meraih tepian wastafel. Tetapi, tubuh kecilnya tidak mampu menjangkau wastafel.
Aiden terkekeh lucu melihat Dimitri melompat-lompat dengan tubuh kecilnya. Dia membungkuk dan menggendong anak itu dengan satu tangan.
“Wow, Paman, kamu keren. Kamu bisa menggendongku dengan satu tangan!” seru Dimitri kagum melihat bayangan mereka di cermin.
Tubuh Aiden tinggi dan kekar membuatnya terlihat gagah menggendong Dimitri di lengannya.
Ibu Dimitri sudah biasa menggendongnya, tetapi Dimitri malu karena merasa seperti anak bayi. Namun, kalau Paman tampan ini yang menggendongnya justru jadi terlihat keren.
Aiden tersenyum mengacak-acak rambutnya. Menggendong anak itu membuatnya merindukan seorang anak. Sekarang usia Aiden 35 tahun, tetapi dia masih belum menikah setelah bercerai dan tidak memiliki anak lagi.
“Ayo, paman akan membantumu mencuci tangan lalu mencari ibumu.”
"Terima kasih, Paman." Anak itu tidak menolak dan patuh membiarkan Aiden membantunya mencuci tangan.
Sekelompok orang tampak berdebat di depan sebuah pintu ganda ruang VVIP restoran untuk pertemuan makan malam.“Nona Kelly, apa yang harus kita lakukan?! Tuan Muda hilang!” Seorang pria yang terlihat seperti pengawal bertanya cemas pada wanita di sebelahnya.“Kamu masih berani bertanya?! Tuan Muda hilang karena kelalaianmu! Jika Nona Wallington tahu, kamu yang akan dipecat!” bentak wanita yang dipanggil Nona Kelly.Pengawal itu menggaruk kepalanya tampak bersalah.“Saya hanya menoleh sesaat, mungkin hanya tiga menit untuk berbicara dengan pelayan restoran. Saya tidak menyangka Tuan Muda begitu lihai menyelinap pergi,” ujarnya tampak menyesal. “Haruskah kita melapor pada Nona Wallington?” lanjutnya kemudian cemas.Sebelum Kelly membalas si pengawal, terdengar suara seseorang yang menanggapi dari belakang mereka. “Apa yang harus dilaporkan padaku?” Semua orang langsung berbalik ke belakang. Seorang wanita cantik dan anggun keluar dari ruang VVIP tersebut. Dia mengenakan gaun biru lembut
Jantung Iris menegang. Dia menggenggam tangan Dimitri erat. Matanya membelalak menatap wajah cantik wanita di depannya.Felicia tersenyum dan menatap Iris anggun. “Wah, sungguh kebetulan sekali bertemu denganmu.” Kemudian menyilangkan tangannya di depan dada dan menatap Iris dari atas sampai bawah. Matanya berkilat melihat penampilan Iris lebih baik daripada enam tahun yang lalu.Mata Felicia sangat jeli melihat gaun, tas dan aksesoris yang dikenakan Iris berasal dari brand eksklusif yang hanya bisa dikenakan orang-orang kelas atas.Iris tidak jauh berbeda dengan seorang wanita yang hidup terawat dari keluarga kaya. Penampilannya bukan lagi gadis miskin dan seorang pelayan bar seperti tujuh tahun yang lalu.Senyum di wajah Felicia tampak aneh dan merendahkan. “Lama tidak bertemu, Iris. Sepertinya kamu hidup dengan sangat baik. Perubahan nasib yang luar biasa dari seorang pelayan bar dan wanita yang bercerai,” lanjutnya tersenyum lembut, namun suaranya terdengar menghina.Kelly terliha
Iris memandang wajah damai putranya yang tidur nyenyak. Dia tersenyum mengusap wajah Dimitri. Menatap wajah putranya mengingatkan wanita itu pada seseorang yang seharusnya sudah terlupakan.Namun, pertemuan malam ini membuka kembali kenangan enam tahun yang lalu.Iris tersenyum sedih meraih tangan mungil Dimitri dan mencium punggung tangan putranya yang kecil. Baginya, Dimitri adalah keajaiban yang dikirim Tuhan di tengah titik terendah hidupnya setelah kehilangan anak dan seorang ayah yang berharga.“Aku dengar pertemuan dengan Houre Corporation dibatalkan. Apa yang terjadi?”Iris mengalihkan pandangannya dan menatap seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan berpakaian kasual tengah bersandar di daun pintu sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Di bawah cahaya lampu, wajah wanita itu hampir terlihat mirip dengan wajah Iris. Dia berusia awal lima puluhan tahun, namun tidak ada kerutan di wajahnya yang membuat wanita paruh baya itu terlihat lebih muda sepuluh tah
Iris dan Aiden membeku saling menatap satu sama lain selama beberapa saat.Aiden tidak bisa mengalihkan pandangan dari wanita di depannya dan hampir tidak bisa mengenali mantan istrinya ini.Penampilan Iris sangat jauh berbeda dengan sosok dirinya enam tahun yang lalu. Saat ini, Iris terlihat glamor dan menjadi lebih cantik seperti dua orang yang berbeda.Felicia gelisah dan menggertakkan gigi menginterupsi mereka. “Iris, lama tidak bertemu, mengapa kamu ada di sini? Apa kamu salah masuk ruangan?” Felicia menyapa Iris dengan ramah seakan mereka baru bertemu setelah sekian lama. Dia kemudian mengalihkan pandangan pada pelayan di sebelah Iris dan menegurnya, “Apa yang kamu lakukan membiarkan orang lain salah masuk ruangan dan mengganggu pertemuan penting?”Interupsi Felicia memutuskan pandangan Iris dan Aiden.Aiden mengalihkan pandangannya dan berdeham. Wajahnya kembali dingin dan acuh tak acuh. Tidak mengatakan sepatah kata pun dan membiarkan Felicia menangani situasi canggung yang me
Iris mencengkeram berkas di tangannya. Setelah beberapa saat dan menenangkan diri, dia tersenyum profesional menatap semua orang.“Tentu saja kita harus bekerja sama, mengapa tidak? Kami sudah mengatur pertemuan ini berbulan-bulan dengan Houre Corporation. Dengan RDY Group mengambil alih tentu akan membuat nilai proyek ini lebih menguntungkan.”Iris berdiri dan mengulurkan tangannya pada Aiden. “Tuan Ridley, senang bisa bekerja sama dengan Anda.”Aiden menatapnya intens selama beberapa saat sebelum kemudian berdiri menyambut jabatan tangan Iris. “Tentu, semoga Anda bisa bertahan, Nona Wallington,” balasnya sedikit meremas tangan Iris.Iris mengerutkan kening dan menarik tangannya.“Omong-omong ....” Iris menatap Felicia sebelum mengalihkan pandangannya pada Aiden. “Selamat atas pertunangan kalian. Kuharap kamu akan mengundangku hadir di pernikahanmu dengan Nona Hills.”Wajah Felicia berubah pucat.“Pertunangan? Apa maksudmu?” balas Aiden mengerutkan keningnya.“Tentu saja pertunanganm
Jika itu dari keluarga Ridley, Aiden tidak melepaskan mereka karena sudah membunuh putranya.Esme atau Alice adalah orang yang mengatur urusan di kediaman Ridley.Dia tidak akan melepaskan orang-orang itu! Akan tetapi ....Aiden menatap punggung Iris dingin.Dia tidak akan melupakan perselingkuhan Iris enam tahun yang lalu.....Di gedung WLT Group, kantor Direktur.Iris mengetuk-ngetuk pulpen ke meja kerja dan menatap laptop di depannya. Tetapi, perhatiannya tidak terkonsentrasi pada laptop di depannya.Pikiran Iris berkelana pada pertemuan terakhirnya dengan Felicia beberapa waktu lalu.Aiden dan Felicia sudah meninggalkan Negara S tanpa penundaan.Iris mencoba untuk tidak memikirkan hal itu namun, kata-kata Felicia membekas di kepalanya.Iris tidak akan bisa berdamai jika kematian putranya bukan karena alergi kacang semata, tetapi sudah diatur oleh seseorang. Apa kesalahan putranya? Dia hanya anak kecil yang baru berusia satu tahun dan tidak mengerti masalah orang dewasa.Bagaima
“Lalu bagaimana dengan Aiden Ridley? Bagaimana jika dia tahu tentang Dimitri?”Iris terdiam sesaat sebelum menjawab dengan wajah kaku.“Aku tidak bisa selamanya memisahkan mereka. Tetapi, bahkan jika Aiden tahu tentang Dimitri, dia tidak akan bisa mengambil Dimitri dariku. Aku bukan lagi Iris yang lemah dan pengecut seperti enam tahun lalu,” balas Iris tegas menoleh menatap Hugo memohon.“Jadi, Hugo, tolong bantu aku berbicara dengan ibuku. Ibuku tidak akan melepaskan Dimitri pergi ke mana pun. Meskipun aku ibu kandung Dimitri, aku tidak bisa melawan ibuku. Dimitri sudah seperti harta berharga yang akan mewarisi WLT Group bagi ibuku,” ujarnya tersenyum kecut.Dimitri adalah anak laki-laki yang didambakan Lilian di keluarga Wallington. Selama dua generasi keluarga Wallington hanya memiliki wanita sebagai pewaris WLT Group hingga membuat mereka diremehkan oleh kerabat yang juga merupakan pemegang saham di WLT Group.Dimitri akan menjadi tonggak perusahaan bagi Lilian hingga dia memperla
Iris tak berkutik menghadapi pertanyaan putranya.Dia menggertakkan gigi dalam hati. Apa Lilian sengaja melakukan ini padanya karena Iris membawa Dimitri meninggalkan Negara S?“Mommy, di mana Daddy? Aku ingin bertemu Daddy.” Dimitri menarik lengan baju Iris meminta perhatiannya.Iris menatap putranya lemah. “Dimi, dengarkan mommy, jangan mencari Daddy lagi, okey?”Dimitri mengerutkan bibirnya cemberut dan sedih. “Mengapa? Apa Daddy tidak suka dengan Dimitri?”Iris tidak sanggup melihat ekspresi Dimitri dan buru-buru menenangkannya. “Tentu saja tidak. Daddy yang paling menyukai Dimi.”Iris menampar mulutnya. Kata-katanya hanya membuat masalah pada dirinya sendiri. Namun, dia tidak bisa menarik kembali kata-katanya setelah melihat mata Dimitri berbinar bahagia.“Benarkah? Daddy paling menyukai Dimitri?”Iris meringis tetapi tetap menganggukkan kepalanya.“Ya, selama Dimi berperilaku baik dan tidak membuat masalah, Dimi bisa bertemu Daddy.”“Sungguh? Mommy tidak berbohong, 'kan?” Iris
Mereka pun telah selesai makan malam bersama. Lily dan Candra melangkah menuju ke arah ruang tamu. Sementara itu Aurelio sudah terlelap di kamarnya. Candra sengaja menemani putra tunggal Hugo hingga ia terlelap agar dirinya bisa pergi meninggalkan Aurelio tanpa merasa terbebani oleh rasa bersalah, karena sang putra tak ingin melepaskannya. “Candra apakah kamu yakin tetap balik hotel malam ini? Sudah larut malam Candra, apa tidak sebaiknya besok pagi-pagi sekali kamu kembali ke hotel. Kurasa belum terlambat jika kamu memang akan kembali besok ke Italia.” Ucap Lily seraya melangkah di sisi Candra. “Sekali lagi aku minta maaf Bibi Lily. Aku harus kembali malam ini ke hotel, jika aku harus menginap malam ini di sini dan kembali pagi harinya ke hotel, rasanya aku tak punya banyak waktu untuk berberes-beres barang-barangku yang berada di hotel, karena besok pagi aku harus segera berangkat ke Italia.” Jelas Candra menanggapi tawaran dari nyonya Wallington. “Ya sudah. Jika memang demikian,
Lily mengerucutkan bibirnya melihat sikap dingin Hugo. Dia menatap Candra dan menepuk lengannya menenangkan.“Jangan berkecil hati. Hugo selalu seperti ini.”Candra mengangguk, dia tidak mengambil sikap dingin Hugo, apalagi setelah mendengar kata-kata Aurelio bahwa Hugo menyimpan foto dirinya.Lily menyruh pelayan menyiapkan camilan ringan dan menghabiskan waktu mengobrol bersama Candra dan bermain dengan Aurelio.Sepanjang hari itu Hugo tidak turun dan berada di ruang kerjanya. Entah dia sengaja untuk menghindari Candra atau pria itu memang seperti itu. Candra tidak terlalu memikirkannya. Dia menikmati bermain dengan Aurelio. Candra tampak bahagia ia menikmati kebersamaannya bersama Aurelio di rumah Hugo Wallington. Meskipun Hugo terlihat cuek tak mengacuhkannya, namun Candra tidak mempedulikannya.Ia justru semakin akrab dan dekat dengan putra tunggal CEO berwajah tampan tersebut.Lily menyukai Candra, setelah melihat ketika Candra begitu pintar mengambil hati cucunya. Ini peluang te
“Tidak kok nyonya. Aku tidak memikirkan apapun, dan aku baik-baik saja kok nyonya,” ucapnya kembali berbohong menutupi jika sesungguhnya pikirannya justru melayang ke arah Hugo berada.“Candra. Aku minta maaf, jika selama ini sikapku sudah sangat keterlaluan padamu. Aku sadar, seharusnya aku tak memperlakukanmu seperti itu, hingga akhirnya kamu pergi meninggalkan putraku Hugo. Aku berharap kamu bisa memaafkanku Candra, meskipun aku akui kesalahanku mungkin sudah terlalu besar terhadapmu.”Candra tak menyangka, jika nyonya Wallington bisa berkata demikian padanya. Mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap Candra.Candra menyentuh tangan nyonya Wallington, seraya menganggukkan kepalanya pelan. Candra tersenyum begitu juga dengan nyonya Wallington.“Iya nyonya. Aku sudah memaafkanmu nyonya, jauh sebelum nyonya minta maaf padaku,” jawab Candra seketika membuat nyonya Wallington berbinar-binar wajahnya.“Sungguhkah? Kamu memaafkanku Candra..? Kam
"Ya, ibu bantu cari pengasuh yang lebih kompenten.”“Kamu tidak butuh pengasuh untuk Aurelio, tapi seorang ibu untuk anakmu,” ujar Lily melirik Hugo dengan hati-hati.“Ibu ....” Hugo menatap ibunya tidak suka topik itu di bahas lagi.“Kamu tidak berniat mencari ibu untuk Aurelio? Apa karena kamu tidak bisa melupakan Candra?”Hugo terdiam, pikirannya kembali memikirkan Candra. Wanita itu memperlakukan Aurelio dengan baik saat itu dan dia pula yang menemukan putranya.Hugo menggelengkan kepala mengusir bayangan gadis itu dan berpura-pura mengetik sesuatu di laptop. "Aku sibuk, tolong tinggalkan aku, Bu.”Lily mendesah pasrah dan meninggalkan Hugo untuk mengurus pekerjaannya.....Beberapa hari kemudian sejak pertemuannya dengan Paman Hugo, Candra masih tidak memiliki keberanian mencari pria itu.Gadis berparas manis itu, bolak-balik tak jelas dan gelisah di ruang tamu kamar hotelnya seolah-olah mengukur ruang luas di kamar hotel tempat ia menginap selama berada di kota tersebut. Pikira
Candra merasa sedih atas sikap Hugo Wallington bersikap dingin dan mengabaikannya. Dia meninggalkan taman hiburan dan kembali ke hotel tempat dia menginap. Candra gelisah terus memikirkan pertemuannya dengan Hugo. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang pria itu selama lima tahun sejak dia meninggalkannya. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan keinginannya dan menelepon seorang asisten yang mengurus semua keperluannya. Dia menyuruh asistennya mencari tahu tentang Hugo selama lima tahun ini. Setelah itu Candra menunggu informasi dari asistennya semalaman. Beberapa jam kemudian asistennya datang ke kamar hotelnya. “Bagaimana, Vivi?” Candra bertanya gelisah meraih tangan wanita itu. “Nona muda, Tuan Wallington tidak pernah menikah, tapi dia memiliki seorang anak yang sampai saat ini masih dia sembunyikan dari mata publik. Ibu dari anak itu, mantan pelacur Tuan Wallington meninggal saat melahirkan.” Mata Candra melebar, jantung berdegup kencang merasa senang karena
“Kamu tidak usah takut dengan kakak. Kakak tidak jahat kok, jadi adik kecil jangan menangis lagi ya. Tenang saja, Kakak akan bantuin kamu kok.” Candra terus mengajak anak kecil tersebut berbicara, meskipun ia tetap bungkam tak mau bicara sepatah kata pun.“Ayo sini..! Ikut dengan kakak. Kita cari keberadaan orang tua kamu ya,” ujar Candra mengulurkan tangannya pada anak kecil itu.Anak itu seolah mengerti dan menghapus air matanya. dia mengulurkan tangan kecilnya meraih tangan wanita di depannya.Candra tersenyum hangat meremas tangan kecilnya. Dia pun menggendong dan mengajaknya menuju ke arah ruangan bagian informasi. Candra berpikir jika anak tersebut adalah anak hilang, mungkin dengan bantuan bagian informasi dapat mempertemukan kembali anak kecil yang terpisah dari orang tuanya bisa berkumpul lagi dengan keluarganya.Anak kecil tersebut saat ini berada dalam gendongan Candra tidak menangis dan memeluk leher Candra saat dibawa masuk ke pusat informasi taman hiburan.Candra mendeka
Lima tahun kemudian.Langit biru cerah dan angin bertiup lembut. Taman hiburan tampak hidup dan meriah.Gadis itu memandang langit musim panas dan memejamkan mata menikmati sinar matahari bersinar cukup cerah.Dia cantik berada di usia muda 25 tahun, kecantikannya mekar dengan indah. Jejak naif dan polos seorang gadis memudar dengan kecantikan wanita dewasa. Dia menarik perhatian beberapa pria yang lewat.Candra memuka mata, memperlihat matanya yang cerah dan cemerlang, namun menyimpan jejak kesedihan.Lima tahun telah berlalu, kota ini tak begitu banyak perubahannya. Kerinduannya begitu besar terhadap kota ini, begitu banyak kenangan yang tak mudah dilupakan di sini. Candra telah kembali ke kota di mana dulu ia memiliki story dan kenangan yang begitu membekas untuk dirinya.Bagaimana kabarnya kamu paman Hugo?Pasti saat ini dia sudah bahagia menikah dengan perempuan itu.Candra mendesah. Tak ada gunanya lagi mengingat semuanya jika saat ini paman Hugo sudah menjadi milik perempua
Candra tidak menjawab, dia menatap bibir tipis Hugo sebelum menundukkan kepala mencium bibirnya. Ciumannya agak grogi dan gugup. Hugo merasa terkejut. Sudah lama sekali Candra tidak mengambil inisitif menciumnya. Tapi dia tidak membalas ciuman Candra dan menahan keinginannya untuk melumat bibirnya menggoda. Dia harus memberinya pelajaran hari ini. Merasa Hugo tidak membalas ciumannya membuat Candra agak cemas dan malu. Tapi Hugo tidak mendoronya. Candra agak berani memperdalam ciumannya, bibir menghisap bibir bawah pria itu dan menyapu lidahnya di sepanjang bibir Hugo. Hugo mengerang pelan dalam bibirnya, tangannya mencengkeram pinggang ramping gadis itu. Candra semakin berani menyelipkan lidahnya menggoda bibir Hugo, tanganya mengusap-ngusap dada pria itu dengan gerakan menggodanya. Pinggulnya mengosok pangkal paha Hugo, menggoda ‘junior’ pria itu. Napas Hugo semakin dalam, dia mengcengkeram pinggang gadis itu semakin erat. Salah satu tangannya meremas pantat Candra di balik cel
“Tidak,” balas Candra serak dan menundukkan kepala agar Hugo tidak melihat dia menangis.“Benarkah?” Hugo meraih dagu gadis agar mendongak menatapnya. Dia melihat mata Candra berkaca-kaca dan basah. “Kamu menangis? Mengapa kamu menangis?” tanyanya dengan kening berkerut.Candra menggelengkan kepala. “Tidak, aku hanya mengantuk kok.”Candra mengusap matanya dan berpura-pura menguap. “Aku tidak tidur nyenyak semalam dan bangun pagi-pagi sekali untuk membuat bubur.”Hugo menatapnya lekat-lekat seolah mencari kebohongan dari mata gadis itu.Candra menguap hingga air matanya keluar. “Aku mengantuk. Bangunkan aku jika makan malam sudah selesai ....” Lalu dia dengan hati-hati memeluk pinggang Hugo agar menekan luka di perutnya dan bersandar di dada Hugo. Matanya terpenjam, dalam hitungan beberapa menit, dia sudah tertidur.Hugo mengamati gadis yang tertidur itu dan mendesah memeluk kepalanya di dadanya. Dia mencium kepala Candra dan memejamkan mata mencoba untuk tidur.Satu jam kemudian, Hug