Home / Romansa / Istri Presdir yang Berkuasa / Hubungan yang Telah Berakhir

Share

Hubungan yang Telah Berakhir

Iris menegang dan berhenti terisak. Matanya membelalak menatap ke sebelah. 

Dia mendorong Felicia dan tergagap. “F-Felicia ... kamu ... apa maksudmu?”

Felicia tersenyum anggun menjauh dari Iris. Mata indahnya yang beberapa saat lalu menatap Iris bersahabat, kini menjadi acuh tak acuh. “Karena kamu akan pergi dari sini, aku akan jujur. Aku membencimu sejak lama.” Dia melirik Iris dari atas ke bawah dan mencibir dingin, “Kamu hanya seorang pelayan bar penjual anggur, tetapi bagaimana bisa kamu menikahi Aiden dan membuatku menjadi bahan tertawaan yang tidak bisa dibandingkan dengan seorang pelayan bar?”

Felicia menyeringai, “Aiden itu milikku. Beraninya seseorang sepertimu merebutnya dariku,” desisnya dingin. “Tapi untunglah, meski nasibmu berubah dari seorang pelayan bar menjadi istri CEO RDY Group, tetapi kamu tidak menjalani kehidupan yang baik dan Aiden tidak pernah mencintaimu.” Dia menatap Iris dengan tatapan provokatif menekan kalimat terakhirnya.

Iris merasa seperti disiram air dingin dan menggigil. Felicia yang sudah dia anggap baik ternyata selama ini membencinya dan bermuka dua. “F-Felicia, bagaimana bisa kamu ....” Dia tergagap tidak bisa mempercayai perubahan sikap seseorang yang sudah dianggap cukup dekat sebagai teman baginya.

“Aku bermuka dua? Iris, kamu sangat naif.” Felicia terkekeh. “Hanya karena kamu diperlakukan dengan baik, lantas kamu menganggapku teman? Kamu sudah lama bekerja sebagai pelayan bar masih belum mengerti juga cara kerja dunia rupanya.” Dia menggelengkan kepalanya merendahkan Iris.

Wajah Iris pucat dan terluka. 

Felicia tampak puas melihat raut wajahnya yang terluka. “Sudahlah, karena kita tidak akan bertemu lagi, aku tidak akan meladenimu. Selamat tinggal.”

Setelah mengatakan itu dia berjalan anggun melewati Iris.

Iris memejamkan mata dan membiarkan air matanya mengalir di pipinya.

Semua kata-kata Felicia penuh dengan hinaan yang menusuknya. Mengapa dia tidak menyadari Felicia mencintai Aiden selama ini? Benarkah dia naif seperti yang dikatakan Felicia?

Di lingkaran keluarga kolongmerat, dia adalah semut yang mudah mereka injak-injak.

Seperti yang dikatakan Felicia, seharusnya dari awal dia tak pernah masuk ke kehidupan Aiden Ridley.

Tin, tin, tin.

Sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan Iris dan seorang pria keluar.

“Iris!” panggil pria itu mendekati Iris.

“Tuan Wallington, kenapa kamu di sini?” Iris terkejut melihat pria itu.

“Aku datang untuk melihatmu. Apa yang terjadi dengan wajahmu?” Pria itu mengerutkan kening melihat pipi kiri Iris merah dan sudut bibirnya terluka. Tangannya terangkat untuk menyentuh luka di sudut bibir Iris.

Namun, wanita itu menghindar.

“Apa mereka menindasmu lagi?!” Pria itu tampak marah memelototi gerbang di depannya. “Iris, aku tidak akan membiarkan mereka yang menindasmu begitu saja. Ayo ikut aku memberi mereka pelajaran.” Dia meraih tangan Iris dan membawanya masuk gerbang.

“Tuan Wallington, tolong berhenti!” Iris buru-buru menahan pria itu.

“Lepaskan aku, Iris. Aku harus memberi mereka pelajaran!”

Iris menggelengkan kepalanya masih menahan pria itu dan berkata pelan, “Aku sudah meninggalkan keluarga Ridley. Aku tidak ingin masuk ke rumah ini lagi.”

“Apa maksudmu?” 

Iris tersenyum pahit. “Aku akan bercerai.”

Pria itu terdiam sesaat. “Apa karena aku yang memintamu?” 

“Tidak, ini memang sudah keputusanku. Zein sudah pergi, tidak ada lagi yang membuatku bertahan di keluarga Ridley,” bisiknya serak mencoba menahan air matanya setiap kali mengingat putra kecilnya yang sudah tiada.

Ekspresi pria itu melunak. “Kamu membuat keputusan yang benar. Aku akan membawamu kembali ke keluarga Wallington.”

Iris menggelengkan kepalanya menolak. 

“Aku tidak bisa kembali ke keluarga itu. Aku ingin menemui ayahku di rumah sakit. Tuan Wallington, bisakah kamu membawaku ke rumah sakit?”

“Iris ....” Pria itu menatapnya dengan ekspresi hati-hati. “Ayahmu ... sudah meninggal.”

Iris membeku. “A-apa kamu bilang?” 

“Aku baru dari rumah sakit untuk melihat kondisi ayahmu. Tetapi, ketika aku ke sana, ayahmu sedang kritis. Dokter berusaha menghubungimu tapi ponselmu tidak aktif, dan keluarga Ridley sudah menarik kembali perawatan VIP yang diterima ayahmu kemarin, karena itu kondisinya menjadi kritis.” Pria itu menghela napas pelan dan berujar, “Tetapi, pagi ini kondisi ayahmu sudah tidak bisa ditolong. Ayahmu dinyatakan meninggal.” Pria itu menatap Iris prihatin. “Aku datang untuk menjemputmu. Kamu bisa melihat ayahmu untuk terakhir kalinya.”

Air mata mengalir di pipi Iris.

Keluarga satu-satunya di dunia ini, ayahnya telah meninggalkannya sendiri di dunia.

Iris menutup mulutnya menahan tangisnya.

“Ti-tidak mungkin ayahku ... ayahku ....” Dia tak bisa menahan tangisnya. Kesedihannya sangat luar biasa. Setelah putra kecilnya, ayahnya juga ikut meninggalkannya.

“Ayah .....” 

Pria itu menarik Iris ke pelukannya mencoba menghibur.

“Iris, ikut aku ke keluarga Wallington. Kami adalah keluargamu sekarang.”

.....

Aiden bangun dengan kepala pening. Matanya menyipit karena silau cahaya matahari dari tirai jendela. Dia menarik selimut hendak turun dari tempat tidur.

Suhu kamarnya yang dingin seketika menerpa tubuhnya dan membuatnya menggigil. Aiden menyadari dia tidak mengenakan pakaian di tubuhnya. Dia melirik ke sebelah di mana istrinya selalu tidur di sampingnya. 

Namun, ia tidak menemukan Iris di tempat tidur.

"Pergi ke mana dia?" gumam Aiden sambil memijat pelipisnya merasakan sakit kepala hebat. Tampaknya semalam dia minum sangat banyak.

Kenangan kejadian semalam mulai muncul di kepalanya. Suasana hatinya tak pernah baik sejak putranya meninggal dan dia mendapat kiriman paket misterius berisi foto-foto mesra istrinya bersama pria asing yang tak dikenal. 

Meskipun dia marah dan tidak percaya, dia tidak segera menyelidikinya tetapi justru bergegas untuk menghadiri acara para pemegang saham penting yang terdiri dari para kerabat dan koleganyanya, dan minum-minum sampai mabuk.

Aiden selalu memiliki toleransi alkohol. Namun, itu semua karena kematian putranya dan istrinya yang berselingkuh. Saat dia pulang, istrinya justru meminta cerai yang membuatnya sangat marah.

Aiden mengusap belakang lehernya mengingat apa yang dia lakukan pada Iris semalam. “Sial,” umpatnya pelan. Semalam dia hilang kendali hingga memperkosa istrinya.

Ujung mata Aiden menangkap dokumen di atas meja. Dia meraih dokumen itu dan membuka isinya.

Mata pria itu langsung menyipit.

“Perjanjian cerai?” gumamnya dengan suara rendah melihat tanda tangan istrinya di sudut kertas. “Iris Jessen, kamu rupanya tidak mengambil hati peringatanku semalam,” desisnya dengan ekspresi gelap.

Aiden meraih celana panjang hitam di lantai dan mengenakannya, lalu beranjak ke luar kamar ketika Aiden menoleh mendengar suara klakson mobil dari luar. Dia beringsut mendekati jendela dan melihat ke luar jendela.

Aiden melihat sebuah mobil hitam mewah yang tampak asing di depan gerbang kediaman Ridley. Matanya menyipit melihat siluet seorang pria yang terlihat familiar. Pria itu adalah pria yang dia lihat di foto bersama istrinya. Apa yang dilakukannya di sini? Aiden mengepalkan tangannya mengalihkan pandangannya pada sosok lain di depan pria itu.

Itu adalah Iris, istrinya.

Ekspresi Aiden menjadi gelap melihat mereka berpelukan.

“Iris Jessen, bagus sekali. Belum juga bercerai kamu sudah menemukan pria lain.” Aiden mengepalkan tangannya sambil menggertakkan gigi.

Terdengar suara pintu kamar dibuka dengan kasar.

“Aiden!”

Aiden berbalik dengan ekspresi gelap ketika melihat Alice masuk ke kamarnya.

“Siapa yang mengizinkanmu masuk ke kamarku? Keluar!”

Alice berhenti sesaat. Matanya tampak terpesona melihat tubuh kekar Aiden tanpa mengenakan atasan.

“Alice, keluar dari kamarku!” bentak Aiden tidak sabar.

Felicia muncul dari belakangnya dan melihat kemarahan Aiden. “Alice, pergi dari sini.” Dia menarik lengan Alice agar meninggalkan kamar Aiden. “Aiden maafkan kami, kami tidak akan mengganggumu."

Alice tersadar dari keterpakuannya dan kemudian ingat tujuannya ke sini. Dia menepis tangan Felicia dan tiba-tiba mendekati Aiden. “Aiden, Iris pergi membawa kopernya. Aku mencoba menghentikan istrimu, tapi dia menamparku dan memarahi Bibi. Dia bilang sudah menceraikanmu. Dia bahkan bersumpah tidak akan kembali ke sini lagi bahkan jika kamu memohon untuk kembali bersamanya.”

Ekspresi Aiden menjadi semakin gelap. 

“Alice, hentikan, ayo keluar. Jangan mengganggu Aiden.” Felicia meraih tangan Alice dan menoleh menatap Aiden lembut. “Aiden, aku yakin Iris punya alasan. Dia tidak mungkin pergi dari rumah ini apalagi bercerai denganmu. Aku akan menemui Iris dan berbicara dengannya.”

Aiden mengalihkan pandangannya kembali ke jendela. Mobil sedan hitam itu sudah meninggalkan kediaman Ridley. Sosok Iris tidak ada lagi, dia sudah pergi bersama pria itu.

Wajah Aiden tanpa ekspresi hingga tidak ada yang bisa menebak pikiran pria itu. “Tidak perlu. Antara aku dan dia sudah berakhir. Jangan pernah menyebut namanya lagi di depanku.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status