“Kenapa makannya enggak disentuh sama sekali, Honey?” tanya Mawar keheranan kala melihat Bara yang sama sekali tidak menyentuh makananya. Padahal menu makanan yang dihidangkan merupakan menu yang disukai Bara. Namun, hal itu sama sekali tidak menggugah selera Bara untuk makan. Pria itu hanya diam, melamun seolah sedang memikirkan sesuatu. Sementara Mawar malah asyik berceloteh sampai tidak sadar jika Bara sama sekali tidak mendengarnya. Sampai akhirnya wanita itu menyadari kala ia bertanya, tetapi Bara sama sekali tidak membalas pertanyaannya. Membuat Mawar kesal, tetapi juga heran.“Aku sedang tidak bernafsu,” balas Bara yang mengatakan apa adanya. Memang setelah melihat kotak makan yang diberikan Indah kepada Dirga membuat Bara tidak ingin makan. Nafsu makannya seolah hilang dan sulit kembali. Padahal tadi pagi pria itu tidak sarapan. Alis Mawar mengkerut mendengar ucapan Bara. “Apa ada yang sedang kamu pikirkan, Honey? Aku melihatmu sejak tadi melamun dan mengabaikan aku bicar
Selama rapat berlangsung Bara terus uring-uringan tidak jelas. Pria itu bahkan tidak mendengarkan dengan baik presentese yang dilakukan bawahannya dalam mengerjakan proyek baru perusahaan. Bara bahkan malah memarahi mereka saja yang menurutnya sudah berbuat salah. Hal itu lantas membuat rapat kali ini tidak membuahkan hasil yang baik. Padahal selama ini Bara adalah pemimpin yang bijak sana. Ia terkenal dengan otaknya yang jenius, meski kehilangan ingatannya, tetapi Bara mampu mengerjakan semua proyek dengan baik. Namun, tidak dengan hari ini. Bara nampak kacau, membuat orang-orang keheranan dan bertanya-tanya apa yang terjadi dengan bos mereka. Termasuk Zulfi dan Mawar yang sejak tadi menemani Bara rapat. “Honey, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Mawar ketika mereka baru saja keluar dari ruang rapat. “Tidak ada yang terjadi,” balas Bara dengan pandangan lurus ke depan dan langkah yang lebar dengan sedikit tergesa. Sehingga Mawar yang memiliki langkah tidak selebar Bara kesulitan
Indah yang sudah selesai mengerjakan pekerjaan pun langsung membuat laporan dan diserahkan kepada Santi. “Karena sudah selesai, kamu bisa pulang tepat waktu.” Mendengar itu tentu membuat Indah senang bukan kepalang. Sudah lama ia tidak pulang tepat waktu karena berbagai alasan. Senyum terukir di bibirnya yang tipis. “Baik, Bu, terima kasih.” “Sama-sama, Indah, kerja yang bagus.” Indah kembali tersenyum saat mendapatkan pujian dari Santi selaku kepala divisi. “Kalau begitu saya pamit undur diri.” “Iya, Indah.” Segera Indah keluar dari ruangan Santi. Perempuan ia membawa langkahnya menuju meja kerjanya lalu duduk di sana. Dirga yang melihat Indah nampak antusias pun bertanya, “Indah, apa sesuatu yang baik terjadi?” Perempuan itu menoleh dan tersenyum tipis. “Enggak ada, Mas, cuman hari ini aku enggak akan lembur karena semuanya selesai tepat waktu.” Mendengarnya tentu saja Dirga ikut senang. “Aku ikut senang, Indah. Setidaknya kalau kamu pulang tepat waktu, kamu bisa istirahat d
\Dengan menggunakan motor Indah tiba di rumah tepat waktu. Perempuan itu memilih untuk membersihkan diri lebih dulu. Sehingga ketika ia sedang berada di dalam kamar mandi, Indah tidak menyadari jika Bara sudah pulang lebih awal. Pria itu melihat ke arah pintu kamar mandi yang tertutup–membuatnya yakin jika Indah ada di sana. Karena tidak ingin mengganggu, ia memilih membiarkan. Sementara dirinya mulai membuka jas dan dasi yang membelit lehernya kemudian dilempar pada keranjang kotor. Tidak lama pintu kamar mandi terbuka, membuat Bara yang sedang berdiri menghadap ke arah jendela menoleh. Tentu hal itu membuat tubuh Indah menegang. Pasalnya ia hanya menggunakan handuk saja karena berpikir jika Bara akan pulang terlambat. Sehingga tidak mengganti pakaian di kamar mandi. “Ma-mas Bara, sudah pulang?” Pertanyaan itu refleks keluar dari mulut Indah, padahal sudah jelas jika pria itu baru saja pulang. Terlihat dengan pakaian yang dikenakan Bara merupakan kemeja yang sama dengan yang ta
Setelah kepergian Indah ke dapur, Bara mengambil ponselnya dari dalam tas lalu menyusul perempuan itu. Nampak dari kejauhan Indah sedang menyiapkan bahan makanan untuk dimasak. Entah apa yang akan dimasak Indah, Bara sama sekali tidak tahu.Yang Bara tahu hanya ia yang sudah tidak sabar memakan masakan dari Indah. Pria itu duduk di meja makan–memperhatikan Indah dari jarak yang cukup jauh, tetapi masih bisa melihat dengan jelas karena sekat antara ruang makan dan dapur hanya menggunakan kaca tebal. Terlebih dengan pintu dapur yang tadi lupa Indah tutup, membuat Bara semakin jelas melihat Indah.Diam-diam ia mengambil beberapa gambar saat Indah sedang memasak. Pria itu tanpa sadar menyunggingkan senyum tipis kala melihat-lihat hasil tangkapan gambarnya. Entah mendapatkan dorongan dari mana, salah satu fotonya Bara jadikan sebagai wallpaper pada ponselnya. Sementara Indah yang tidak menyadari jika sedang diperhatikan masih fokus dengan alat dan bahan yang ada di depannya. Kali ini ia
Seperti permintaan Bara kemarin, pagi ini Indah sudah berkutat dengan bahan dan alat masak. Perempuan itu benar-benar melakukan seperti apa yang diinginkan Bara untuk makan makanan enak. Sehingga dengan mengkerahkan kemampuan, masakan yang diharapkan bisa memuaskan mulut dan perut Bara berhasil.Indah menghidangkannya di atas meja, baru setelahnya ia kembali ke kamar. Tampak dari ambang pintu Bara yang sudah selesai mandi. Pria itu kini tengah mengancingkan kemeja yang tadi sempat Indah siapkan untuknya. Dengan langkah perlahan, Indah masuk. Sementara Bara yang mendengar derap langkah pelan dari Indah langsung menoleh. “Kebetulan sekali,” ucap Bara yang membuat langkah Indah terhenti.Perempuan itu menoleh lalu bertanya, “Iya, Mas, ada yang bisa aku bantu?” tanyanya bersikap sopan, tetapi masih menjaga jarak. Sepertinya Indah benar-benar ingin menjaga perasaannya agar tidak terlalu terbuai dengan perlakuan Bara yang sering berubah-ubah. Andai ia terlalu terbuai dan masuk ke dalam pe
“Kenapa lama sekali? Aku ini banyak kerjaan, malah harus menunggu kamu siap-siap.” Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Bara kala Indah baru saja tiba di ruang makan. Pria itu menatap Indah dari ujung kaki hingga ujung kepala–memperhatikan penampilan Indah yang menurutnya sangat cantik. “Aku tidak suka dengan warna lipstik yang kamu pakai! Lebih baik ganti dulu sana,” cetusnya tiba-tiba. Tentu saja Indah yang mendengar perintah dari Bara mendesah pelan. Perempuan itu sudah berusaha bersiap dengan cepat, tetapi masih mendapatkan protes dari Bara. Lalu sekarang Bara malah memintanya untuk mengganti warna lipstik. Apa-apaan ini? Pertanyaan itu muncul begitu saja dalam benak Indah. Ingin sekali Indah protes, tetapi perempuan itu tidak mau membuat suasana paginya menjadi kacau dengan perdebatan. Sehingga ia memilih untuk mengalah dan menuruti kemauan Bara. Anggap saja Bara sedang mengidam, sehingga menjadi lebih sensitif. Toh Indah sedang mengandung anaknya. “Baik, aku gant
“Berangkat saja bersamaku,” ujar Bara setelah ia mengelap mulutnya dengan tisu.Sontak Indah yang baru saja akan minum langsung menghentikan gerakannya. Perempuan itu menatap Bara dengan heran karena tiba-tiba saja mengajak berangkat bersama. Sementara Bara yang melihat Indah yang diam saja menyimpulkan spekulasinya sendiri. “Kenapa diam? Enggak mau berangkat bersamaku karena tidak bebas untuk mampir ke sana ke mari dulu, hemm?” Jelas saja tuduhan Bara membuat Indah merasa hatinya nyeri. Meski begitu ia mencoba untuk tetap bersabar karena ini bukan pertama kalinya Bara melakukan hal itu kepadanya. “Bukan begitu, Mas, aku hanya merasa heran saja. Lagi pula apa Mas tidak akan menjemput Mawar lebih dulu?” Bara tersenyum sini mendengar pertanyaan Indah. “Aku sedang buru-buru, jadi tidak bisa menjemputnya. Tapi jika kamu mau, aku bisa menjemputnya lebih dulu. Makanya ayo kita berangkat sekarang!” Tentu saja Indah menolak. Membayangkan Bara satu mobil bersama Mawar saja sudah menyesak