\Dengan menggunakan motor Indah tiba di rumah tepat waktu. Perempuan itu memilih untuk membersihkan diri lebih dulu. Sehingga ketika ia sedang berada di dalam kamar mandi, Indah tidak menyadari jika Bara sudah pulang lebih awal. Pria itu melihat ke arah pintu kamar mandi yang tertutup–membuatnya yakin jika Indah ada di sana. Karena tidak ingin mengganggu, ia memilih membiarkan. Sementara dirinya mulai membuka jas dan dasi yang membelit lehernya kemudian dilempar pada keranjang kotor. Tidak lama pintu kamar mandi terbuka, membuat Bara yang sedang berdiri menghadap ke arah jendela menoleh. Tentu hal itu membuat tubuh Indah menegang. Pasalnya ia hanya menggunakan handuk saja karena berpikir jika Bara akan pulang terlambat. Sehingga tidak mengganti pakaian di kamar mandi. “Ma-mas Bara, sudah pulang?” Pertanyaan itu refleks keluar dari mulut Indah, padahal sudah jelas jika pria itu baru saja pulang. Terlihat dengan pakaian yang dikenakan Bara merupakan kemeja yang sama dengan yang ta
Setelah kepergian Indah ke dapur, Bara mengambil ponselnya dari dalam tas lalu menyusul perempuan itu. Nampak dari kejauhan Indah sedang menyiapkan bahan makanan untuk dimasak. Entah apa yang akan dimasak Indah, Bara sama sekali tidak tahu.Yang Bara tahu hanya ia yang sudah tidak sabar memakan masakan dari Indah. Pria itu duduk di meja makan–memperhatikan Indah dari jarak yang cukup jauh, tetapi masih bisa melihat dengan jelas karena sekat antara ruang makan dan dapur hanya menggunakan kaca tebal. Terlebih dengan pintu dapur yang tadi lupa Indah tutup, membuat Bara semakin jelas melihat Indah.Diam-diam ia mengambil beberapa gambar saat Indah sedang memasak. Pria itu tanpa sadar menyunggingkan senyum tipis kala melihat-lihat hasil tangkapan gambarnya. Entah mendapatkan dorongan dari mana, salah satu fotonya Bara jadikan sebagai wallpaper pada ponselnya. Sementara Indah yang tidak menyadari jika sedang diperhatikan masih fokus dengan alat dan bahan yang ada di depannya. Kali ini ia
Seperti permintaan Bara kemarin, pagi ini Indah sudah berkutat dengan bahan dan alat masak. Perempuan itu benar-benar melakukan seperti apa yang diinginkan Bara untuk makan makanan enak. Sehingga dengan mengkerahkan kemampuan, masakan yang diharapkan bisa memuaskan mulut dan perut Bara berhasil.Indah menghidangkannya di atas meja, baru setelahnya ia kembali ke kamar. Tampak dari ambang pintu Bara yang sudah selesai mandi. Pria itu kini tengah mengancingkan kemeja yang tadi sempat Indah siapkan untuknya. Dengan langkah perlahan, Indah masuk. Sementara Bara yang mendengar derap langkah pelan dari Indah langsung menoleh. “Kebetulan sekali,” ucap Bara yang membuat langkah Indah terhenti.Perempuan itu menoleh lalu bertanya, “Iya, Mas, ada yang bisa aku bantu?” tanyanya bersikap sopan, tetapi masih menjaga jarak. Sepertinya Indah benar-benar ingin menjaga perasaannya agar tidak terlalu terbuai dengan perlakuan Bara yang sering berubah-ubah. Andai ia terlalu terbuai dan masuk ke dalam pe
“Kenapa lama sekali? Aku ini banyak kerjaan, malah harus menunggu kamu siap-siap.” Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Bara kala Indah baru saja tiba di ruang makan. Pria itu menatap Indah dari ujung kaki hingga ujung kepala–memperhatikan penampilan Indah yang menurutnya sangat cantik. “Aku tidak suka dengan warna lipstik yang kamu pakai! Lebih baik ganti dulu sana,” cetusnya tiba-tiba. Tentu saja Indah yang mendengar perintah dari Bara mendesah pelan. Perempuan itu sudah berusaha bersiap dengan cepat, tetapi masih mendapatkan protes dari Bara. Lalu sekarang Bara malah memintanya untuk mengganti warna lipstik. Apa-apaan ini? Pertanyaan itu muncul begitu saja dalam benak Indah. Ingin sekali Indah protes, tetapi perempuan itu tidak mau membuat suasana paginya menjadi kacau dengan perdebatan. Sehingga ia memilih untuk mengalah dan menuruti kemauan Bara. Anggap saja Bara sedang mengidam, sehingga menjadi lebih sensitif. Toh Indah sedang mengandung anaknya. “Baik, aku gant
“Berangkat saja bersamaku,” ujar Bara setelah ia mengelap mulutnya dengan tisu.Sontak Indah yang baru saja akan minum langsung menghentikan gerakannya. Perempuan itu menatap Bara dengan heran karena tiba-tiba saja mengajak berangkat bersama. Sementara Bara yang melihat Indah yang diam saja menyimpulkan spekulasinya sendiri. “Kenapa diam? Enggak mau berangkat bersamaku karena tidak bebas untuk mampir ke sana ke mari dulu, hemm?” Jelas saja tuduhan Bara membuat Indah merasa hatinya nyeri. Meski begitu ia mencoba untuk tetap bersabar karena ini bukan pertama kalinya Bara melakukan hal itu kepadanya. “Bukan begitu, Mas, aku hanya merasa heran saja. Lagi pula apa Mas tidak akan menjemput Mawar lebih dulu?” Bara tersenyum sini mendengar pertanyaan Indah. “Aku sedang buru-buru, jadi tidak bisa menjemputnya. Tapi jika kamu mau, aku bisa menjemputnya lebih dulu. Makanya ayo kita berangkat sekarang!” Tentu saja Indah menolak. Membayangkan Bara satu mobil bersama Mawar saja sudah menyesak
“Indah, aku bilang masuk!” Sentakan kembali Bara lakukan karena Indah masih saja diam padahal ia sudah memintanya beberapa kali. Tentu saja Bara merasa geram dengan tingkah Indah. Namun, Indah lebih geram lagi dengan apa yang dilakukan Bara. “Aku bilang enggak mau, Mas!” “Aku tidak menyukai penolakan, Indah.” “Aku tidak peduli!” balas Indah dengan nada yang lebih tinggi. Tangannya ia ayunkan dengan keras, sehingga cekalan Bara terlepas begitu saja. Setelahnya Indah berbalik dan berniat pergi. Namun, baru saja akan melangkah ia malah merasakan tubuhnya melayang. Sontak Indah memekik karena Bara memanggulnya seperti karung beras. “Mas, turunin!” Indah menggerakan kakinya, sedangkan tangannya memukul-mukul punggung Bara. Tidak mengindahkan rasa sakit yang tidak seberapa dari pukulan Indah, Bara terus melangkah. Ia bahkan menepuk bokong Indah agar berhenti bergerak. Namun, Indah sama sekali tidak bergerak dan malah semakin menjadi. “Diam, Indah!” “Turunin dulu makanya.” “Aku t
Bara masih mematung di tempat, padahal Indah sudah tidak terlihat. Sampai akhirnya ia tersadar kala Mawar menegurnya. “Honey, mau sampai kapan di sini? Ayo kita ke ruangan karena kita memiliki pertemuan penting pagi ini.” Mengerjap beberapa kali, Bara baru teringat dengan pertemuan dengan pihak investor yang akan menanamkan saham di perusahaannya. Sehingga pria itu bergegas pergi dari sana tanpa menoleh ke arah Mawar terlebih dahulu. Tentu saja yang itu membuat Mawar melongo karena lagi-lagi ia diabaikan begitu saja. Kakinya sengaja ia entak-entakan sebagai protes kepada Bara yang mengabiaknnya. Namun, sekeras apa ketukan hak sepatu yang ia kenakan, tidak membuat Bara menoleh ke arahnya. Semakin kesal saja Mawar dibuatnya. Akhirnya karena terlanjur, wanita itu berlari menghampiri Bara yang sudah jauh di depan sana. Kebetulan ketika ia tiba, pintu lift terbuka. Sehingga ia langsung saja masuk menyusul Bara yang sudah lebih dulu masuk. “Kenapa aku ditinggilin, Honey? Padahal kepal
Selama pertemuan berlangsung di salah satu restoran Bara tidak bisa fokus karena dalam benaknya terus berputar nama Indah yang tidak dapat ia liat di ruangan. Rasanya ingin segera menyelesaikan pertemuan. Namun, sayangnya hal itu tidak bisa dilakukan karena ini merupakan pertemuan penting yang tidak semua orang bisa dapatkan.Semetara di tempat lain, Indah nampak meringkuk di mushola sambil memeluk perutnya yang sakit. Tadi saat perempuan itu ke ruangannya, ia meminta izin kepada Santi untuk beristirahat terlebih dahulu di mushola karena perutnya yang melilit. Tentu saja Santi yang melihat wajah pucat Indah pun memilih membiarkan. “Indah, apa baik-baik saja?” Dirga yang merasa khawatir memilih menyusul Indah untuk memastikan keadaan tambatan hatinya.Perlahan Indah yang memejamkan mata, tetapi tidak tertidur pun membuka matanya. Nampak manik yang biasanya memancarkan keindahan kini terlihat sangat sayu, membuat semua orang yang melihatnya akan merasa iba. “Iya, Mas,” sahutnya pelan.