Berita tentang Mawar dan Zulfi yang dibawa oleh polisi sudah menyebar di kalangan karyawan dan kolega bisnis Bara, termasuk kedua orang tuanya. Karena itulah kini Bara dimintai Roki untuk datang ke rumahnya.“Apa yang sebenarnya terjadi? Coba jelaskan,” pinta Riko dan Diana.Tidak langsung menjawab, Bara lantas mengembuskan napas dengan kasar terlebih dahulu. “Sebenarnya ingatanku sudah kembali,” ujar Bara membuat kedua orang tuanya kaget bukan main.“Jadi kamu sudah mengingat semuanya, Bara?”“Iya, Mam.” “Lalu kenapa tidak menceritakannya kepada kami?” Roki menuntut penjelasan lebih.“Karena aku ingin mengungkap lebih dulu pelaku dibalik kecelakaan yang kualami.”“Artinya kamu kembali bersama Mawar itu juga bagian dari rencana?” “Iya, Pap.” Bara mengangguk membenarkan membuat Roki mengusap wajahnya kasar. “Kamu keterlaluan, Bara!”Bentakan dari Roki membuat Bara terkejut. Ia pikir pria paruh baya itu akan senang karena ingatannya sudah kembali.“Keterlaluan bagaimana?” “Kamu sud
“Mohon maaf, Pak, tapi keinginan Anda tidak bisa saya lakukan,” ujar Dokter Kristi yang membuat Bara murka.“Kenapa tidak bisa? Bukankah teknologi semakin maju!” “Itu karena akan membahayakan janin dan ibunya, Pak. Terlebih dengan kondisi Nona Indah yang kurang baik.” Dokter Kristi mencoba memberi pengertian agar Bara tidak memaksakan kehendak.“Aku tidak peduli! Lakukan atau karirmu hancur,” cetus Bara membuat Dokter Kristi ketakutan.Bagaimanapun bagi Bara akan mudah menghancurkan karirnya. “Pak, tolong pertimbangkan kembali,” ujarnya mulai goyah. “Tidak, keputusanku sudah bulat!”Mendengar perdebatan suaminya dengan Dokter Kristi membuat Indah kecewa. Perempuan yang sejak tadi hanya diam itu bangkit membuat Bara dan Dokter Kristi langsung menoleh ke arahnya. “Mau ke mana kamu?” tanya Bara.“Sudah cukup, Mas. Kalau memang kamu tidak mempercayai aku hamil anakmu tidak apa-apa. Anggap saja aku memang melakukan seperti apa yang kamu pikirkan, Mas.” Terang saja ucapan Indah memancing
"Sial!"Bara mengumpat ketika rem mobil yang dikendarainya tiba-tiba saja tidak dapat bekerja. Padahal, mobil itu rutin di-service. Jalanan yang menurun juga tidak membantu. Justru, semakin membuat Bara kesulitan dalam mengendalikan kemudi. Dengan pasti, mobil CEO muda itu meluncur bebas menuju pembatas jalan.Brak!Kecelakaan tunggal tidak bisa dielakkan. Tampak asap mulai keluar dari mobil tersebut. Sementara Bara, tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya seketika terhimpit bangku mobil."Arrgh!" pekik Bara.Sayang, tidak ada yang mendengar karena hari sudah sangat malam. Jalanan itu begitu sepi dan jarang dilewati. Hanya saja, Tuhan seperti mendengar permintaan Bara dan tak meninggalkannya sendiri. Tampak seorang perempuan tengah mengendarai motornya dan melewati jalanan tersebut. Indah juga langsung menyadari mobil milik Bara yang terus mengeluarkan asap, hingga menepikan kendaraanya. Ragu-ragu Indah turun dari motor.Indah berjalan menghampiri mobil lalu mencoba mencari seseorang y
"Udah selesai, Indah? Nanti, pulangnya kita jalan, yuk!" Mendengar ucapan temannya, Indah yang sedang mengerjakan sesuatu menegakkan kepala sambil mengerutkan dahi. "Kamu lupa kalau kita harus lembur, Si?" "Ck! Aku lupa kalau harus lembur," keluh Rosi.Indah menggeleng kecil mendengar penuturan teman kantornya yang pelupa itu. "Dulu, kita jarang lembur. Tapi, setelah perusahaan dipegang Pak Zulfi, semua jadi kacau! Kita dipaksa lembur dengan upah yang enggak sesuai. Keluar pun, harus bayar penalti dengan jumlah yang enggak wajar,” gerutu Rosi, “Pak Bara kapan siuman, sih? Pertolongan pertamanya gak telat, kan?"Deg!Indah sontak teringat dengan kecelakaan bosnya satu bulan lalu. Bayangan wajah Bara yang berlumuran darah kembali membuat perasaan Indah tidak tenang. Seandainya, dia dapat memberikan pertolongan lebih cepat, apakah Bara dapat lebih cepat pulih? “Dah? Indah?!” panggil Rosi yang menyadari temannya itu tampak terdiam."E–eh? Ada apa? Sorry gak denger, Si." Indah menyahut
"Arrgh!" ringis Bara sambil memegang kepalanya. Sudah seminggu setelah Bara bangun dari komanya. Selama itu pula, ia melakukan serangkaian pemeriksaan di rumah sakit.Amnesia pasca trauma. Jenis amnesia yang disimpulkan tim dokter yang menangani Bara. Menurut mereka, ini terjadi pada pasien yang mengalami cedera kepala parah. Meski demikian, ini hanya bersifat sementara dan bantuan keluarga dapat membantu proses pemulihan ingatan."Ada apa, Bar?" Dona terlihat khawatir saat melihat anaknya yang meringis kesakitan."Kepalaku sakit.""Kamu pasti memaksakan lagi," keluh Dona dengan helaan napas berat. "Jangan terlalu memaksa diri. Biarkan ingatan itu kembali dengan alami."Bara memang sedang berkeliling rumah mewah–kediaman dirinya bersama kedua orang tuanya. Hanya saja, pria tersebut memang berusaha keras mengingat kenangan yang ada di sana. Namun, bukan ingatan yang ia dapat, melainkan nyeri pada kepalanya."Aku ingin kembali mengingat semuanya.""Papa paham, tapi jangan dipaksakan,"
"Ck!"Bara tampak murung setelah penyambutan tadi. Dia merasa bingung dengan reaksi para karyawannya. Namun, Bara memendamnya sendiri. Kini, bahkan Bara sudah dengan santai berkeliling perusahaan diarahkan oleh sang Papa. Roki memang ingin sang anak mengenal struktur perusahaan secara nyata. Tidak seperti sebelumnya yang hanya lewat tulisan dan gambar, Roki juga berharap dengan berkeliling perusahaan membuat percahan memori Bara kembali.Bruk! Tanpa sengaja Bara menabrak seorang karyawan yang sedang memegang setumpuk kertas karena pria itu memperhatikan banyak hal dan tidak fokus ke depan. Sontak, hal itu membuat kertas-kertas yang dipegang karyawan itu berhamburan.Segera, Bara berjongkok untuk memunguti kertas yang berserakan. Melihat itu, Zulfi pun ikut berjongkok untuk membantu atasannya. Begitu juga dengan karyawan yang ditubruk oleh Bara."Saya minta maaf karena sudah membuat kekacauan seperti ini." Bara berkata sambil memberikan kertas-kertas yang sudah dikumpulkan kepada ka
“Indah.” Bara terus mengulang nama itu sambil melihat ke arah Indah dengan berbinar. "Jadi, apa yang membuat kamu beranggapan jika Indah adalah penyelamat hidupmu, Nak?" tanya Dona lebih lembut.Setelah bersitegang karena Bara yang tidak mau melepaskan tangan Indah tadi, pria itu akhirnya dengan berat hati melepaskan saat Indah yang memintanya. Kini, mereka tengah duduk di sofa dengan saling berhadapan."Ayo Bara, jawab." Dona kembali berkata ketika Bara hanya diam saja.Bara melihat sekilas ke arah Indah lalu menghela napas panjang sebelum menjawab. "Karena dia yang menolongku saat kecelakaan itu." Sontak jawaban Bara membuat semua orang yang tengah duduk itu menatap Bara dengan tidak percaya. Mereka tidak menyangka jika Bara bisa tahu kalau Indahlah yang menolongnya. Namun, bagaimana bisa pria tersebut mengetahuinya? "Ka-kamu, bagaimana bisa mengetahuinya?" "Aku mengenal suaranya.”"Jadi, saat itu kamu dalam keadaan sadar?" tanya Dona."Aku enggak tahu, karena yang aku ingat han
Meski memikirkan bahwa pengirim pesan tersebut adalah Bara, tetapi tangan Indah segera bergerak untuk melihat foto profil dari nomor tersebut. Dia ingin memastikannya lagi. Namun, betapa kagetnya, ia saat gambar Bara terpampang jelas di sana. "Ja-jadi, ini nomor Pak Bara?" gumam Indah lirih.Meski pelan, ternyata Rosi yang memang mejanya berdekatan dengan Indah, dapat mendengar gumaman Indah barusan. "Kamu SMS-an sama Pak Bara, Indah?" pekik Rosi dengan keras.Sontak semua orang yang sejak tadi memperhatikan Indah pun menatapnya menjadi penuh selidik. Bagaimana tidak? Kejadian Bara yang tanpa sengaja menabrak Indah sudah menyebar luas di kalangan para pegawai.Bahkan, selentingan gosip yang tidak benar sudah sampai di telinga semua orang. Lalu, sekarang mereka mengetahui jika Indah berkirim pesan dengan Bara. Bukankah itu terlalu mencurigakan? "Ini ... aku—""--Indah dipindahkan tugaskan jadi sekretaris pribadi Pak Bara," potong Kepala Administrasi sebelum Indah selesai berbicara.
“Mohon maaf, Pak, tapi keinginan Anda tidak bisa saya lakukan,” ujar Dokter Kristi yang membuat Bara murka.“Kenapa tidak bisa? Bukankah teknologi semakin maju!” “Itu karena akan membahayakan janin dan ibunya, Pak. Terlebih dengan kondisi Nona Indah yang kurang baik.” Dokter Kristi mencoba memberi pengertian agar Bara tidak memaksakan kehendak.“Aku tidak peduli! Lakukan atau karirmu hancur,” cetus Bara membuat Dokter Kristi ketakutan.Bagaimanapun bagi Bara akan mudah menghancurkan karirnya. “Pak, tolong pertimbangkan kembali,” ujarnya mulai goyah. “Tidak, keputusanku sudah bulat!”Mendengar perdebatan suaminya dengan Dokter Kristi membuat Indah kecewa. Perempuan yang sejak tadi hanya diam itu bangkit membuat Bara dan Dokter Kristi langsung menoleh ke arahnya. “Mau ke mana kamu?” tanya Bara.“Sudah cukup, Mas. Kalau memang kamu tidak mempercayai aku hamil anakmu tidak apa-apa. Anggap saja aku memang melakukan seperti apa yang kamu pikirkan, Mas.” Terang saja ucapan Indah memancing
Berita tentang Mawar dan Zulfi yang dibawa oleh polisi sudah menyebar di kalangan karyawan dan kolega bisnis Bara, termasuk kedua orang tuanya. Karena itulah kini Bara dimintai Roki untuk datang ke rumahnya.“Apa yang sebenarnya terjadi? Coba jelaskan,” pinta Riko dan Diana.Tidak langsung menjawab, Bara lantas mengembuskan napas dengan kasar terlebih dahulu. “Sebenarnya ingatanku sudah kembali,” ujar Bara membuat kedua orang tuanya kaget bukan main.“Jadi kamu sudah mengingat semuanya, Bara?”“Iya, Mam.” “Lalu kenapa tidak menceritakannya kepada kami?” Roki menuntut penjelasan lebih.“Karena aku ingin mengungkap lebih dulu pelaku dibalik kecelakaan yang kualami.”“Artinya kamu kembali bersama Mawar itu juga bagian dari rencana?” “Iya, Pap.” Bara mengangguk membenarkan membuat Roki mengusap wajahnya kasar. “Kamu keterlaluan, Bara!”Bentakan dari Roki membuat Bara terkejut. Ia pikir pria paruh baya itu akan senang karena ingatannya sudah kembali.“Keterlaluan bagaimana?” “Kamu sud
Bara pulang dalam keadaan mabuk parah, membuat Indah yang sedang terlelap tersentak ketika tiba-tiba Bara menjatuhkan diri di sampingnya. “Mas, Bara,” ucap Indah lantas bangkit.Bau menyengat yang menguar dari tubuh Bara membuat Indah mual. Meski begitu, Indah tetap membantu Bara melepaskan sepatu juga jas yang masih melekat di tubuh tegap suaminya. “Kenapa senang sekali minum minuman terlarang?” gumam Indah.*** Mata setajam elang itu mengerjap beberapa kali hingga akhirnya dibuka dengan sempurna. Bara mengedarkan pandangannya dan mendapati jika dirinya sudah berada di kamar. Ia bangkit sambil memegang kepalanya yang terasa pening. “Mas, Bara,” ucap Indah yang baru saja masuk kamar.Bara lantas menoleh sebentar lalu membuang muka ketika ingatannya kembali pada saat kemarin ia mendapati Indah di mushola bersama Dirga. “Kau, dari mana kemarin?” tanyanya.Pria itu sudah tidak tahan lagi dengan praduganya selama ini. Pria itu menatap Indah nyalang. Membuat Indah menelan ludahnya kasar
Bara mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, menyalip kendaraan lain yang sekiranya menghalangi jalan bagi dirinya. Pria itu bahkan mengabaikan protes yang dilakukan oleh pengguna jalan lain. Tidak peduli klaksonan atau pun umpatan yang terdengar. Dalam pikirannya ia hanya ingin melampiaskan kekesalannya karena Indah dengan tega melakukan hal tercela di kantor dengan pria lain. Sungguh, pria itu tidak menyangka jika Indah sampai hati melakukan hal tersebut. Padahal ia pernah berpikir jika perempuan yang menjadi penyelamat hidupnya merupakan perempuan baik-baik. “Haha … hahaha ….” Pria itu tertawa seperti kesetanan. Ia merasa bodoh karena berhasil dibodohi oleh wajah polos Indah. Ternyata di balik wajah lugu Indah tersimpan sebuah kenyataan yang membuat Bara tidak habis pikir. Bagaimana bisa? Hanya itu yang ada dalam benak Bara sekarang. Pertanyaan mengenai Indah yang bisa-bisanya malah melakukan hal seperti itu terus berputar di pikiran Bara. Sampai pria itu tidak sadar ji
Bara yang berjalan tergesa tentu menjadi pusat perhatian semua orang. Meski begitu tidak ada yang berani bertanya atau sekedar menyapa. Semuanya memilih menyingkir–memberikan jalan untuk pria tersebut. Sampai akhirnya Bara tiba di ruangannya. Dengan keras ia membuka pintu kemudian menutupnya kembali. Sehingga Mawar yang berniat masuk untuk menyusul pun mengurungkan niat kala ia akan masuk, tetapi pintu dengan keras tertutup. Wanita itu hanya mampu berdiri mematung sambil memegang dadanya dengan kedua tangan. Sementara matanya melebar dengan napas yang terengah akibat berlari menyusul Bara. Dengan kasar ia mendengus kemudian berbalik–berniat ke meja kerjanya. Namun, Mawar malah dikagetkan dengan kehadiran Zulfi yang sudah ada di belakangnya entah sejak kapan. “Sepertinya ada hal penting yang sedang dilakukan Pak Bara,” ujar Zulfi yang dibalas delikan oleh Mawar. “Hemm, aku tau! Tapi entah apa itu. Bisakah kamu menyeledikinya?” Permintaan itu ditanggapi Zulfi dengan mengangkat satu
Tiba di rumah Indah lantas turun dari mobil setelah membayar ongkosnya. Perempuan itu berjalan dengan langkah gontai menuju gerbang yang menjulang tinggi. Tidak perlu banyak bicara, penjaga rumah pun sudah mengetahui jika Indah adalah nyonya di rumah tersebut. Sehingga dengan sedikit keheranan karena tidak biasanya Indah pulang sangat cepat pun membukakan gerbang. “Siang, Nyonya,” sapa Pak satpam yang berjaga. Dengan seulas senyum yang sangat tipis Indah membalas sapaan satpam tersebut. Bukan karena ia tidak ramah, tetapi ia yang lelah membuat Indah ingin segera tiba di kamar. Setelahnya Indah masuk rumah kemudian menaiki anak tangga untuk tiba di kamar.Begitu tiba, Indah membuka kerudung yang sejak tadi menutupi kepalanya. Lantas setelahnya ia merebahkan diri di atas ranjang. Meringkuk sambil menutup tubuhnya dengan selimut. Sementara di tempat lain, Bara sedang melakukan pertemuan dengan lawan bisnisnya di salah satu restoran. Mereka melakukannya di sana sekalian untuk makan sia
Raut wajah Dirga nampak khawatir ketika melihat Indah yang malah melamun. Meski terkejut dan sedikit tidak terima karena perempuan yang ia cintai mengandung anak dari pria lain, tetapi Dirga tetap mengkhawatir andai sesuatu terjadi dengan calon anak Indah. “Apakah kandungannya baik-baik saja?” Pertanyaan itu membuat Indah tersenyum miris. Ia berharap pria yang menanyakan hal itu adalah Bara, bukan Dirga. Namun, ia sadar diri karena Bara belum mengetahui kehamilannya.Lagi pula andai tahu, apakah Bara akan menerimanya? Atau sebaliknya, dan menuduh dirinya yang tidak-tidak karena pernah mendapati sebuah foto yang memperlihatkan dirinya dengan seorang pria pada malam hari. Yang tidak lain adalah Dirga. “Kandungannya baik-baik aja, Mas. Enggak ada yang perlu dikhawatirkan,” jawab Indah dengan seulas senyum untuk menyembunyikan kerisauan dalam dirinya. Mendengar jawaban Indah seharusnya membuat Dirga bisa bernapas lega, tetapi pria itu malah semakin khawatir lantaran melihat dari ekspr
Tiba di rumah sakit Indah diarahkan oleh Dirga untuk mendaftarkan diri terlebih dahulu di bagian resepsionis. Baru setelahnya mereka menunggu di depan ruang dokter kandung. Agak heran bagi Dirga karena Indah malah memilih dokter kandungan dan bukan dokter umum.“Mas, Kayaknya aku masih lama, apa enggak sebaiknya Mas kembali ke kantor? Aku yakin Ibu Santi sekarang sedang mencari-cari, Mas.” Indah merasa tidak enak lantaran Dirga malah menemaninya di rumah sakit, sedangkan pekerjaan pria itu diabaikan begitu saja. “Enggak masalah, Indah. Aku di sini aja temani kamu,” ujar Dirga yang kukuh ingin menemani Indah. “Tapi–” “Udah, kamu enggak maksa. Di sini aku yang mau, jadi enggak perlu enggak enak.” Dirga dengan cepat menyela ucapan Indah. Sehingga Indah tidak dapat melanjutkan kalimatnya.Karena Indah sedang merasa lemas dan kesakitan, sehingga ia memilih untuk diam dan tidak lagi banyak bicara. Perempuan itu memilih mencoba menghilangkan rasa sakit, meski rasanya mustahil. Sementara D
Selama pertemuan berlangsung di salah satu restoran Bara tidak bisa fokus karena dalam benaknya terus berputar nama Indah yang tidak dapat ia liat di ruangan. Rasanya ingin segera menyelesaikan pertemuan. Namun, sayangnya hal itu tidak bisa dilakukan karena ini merupakan pertemuan penting yang tidak semua orang bisa dapatkan.Semetara di tempat lain, Indah nampak meringkuk di mushola sambil memeluk perutnya yang sakit. Tadi saat perempuan itu ke ruangannya, ia meminta izin kepada Santi untuk beristirahat terlebih dahulu di mushola karena perutnya yang melilit. Tentu saja Santi yang melihat wajah pucat Indah pun memilih membiarkan. “Indah, apa baik-baik saja?” Dirga yang merasa khawatir memilih menyusul Indah untuk memastikan keadaan tambatan hatinya.Perlahan Indah yang memejamkan mata, tetapi tidak tertidur pun membuka matanya. Nampak manik yang biasanya memancarkan keindahan kini terlihat sangat sayu, membuat semua orang yang melihatnya akan merasa iba. “Iya, Mas,” sahutnya pelan.