Baru saja Mawar keluar, tiba-tiba pintu kembali diketuk dari luar. Bara yang baru selesai mencuci muka agar terlihat lebih segar pun mengerutkan kening. “Cepat sekali,” gumamnya, menyangka yang mengetuk pintu itu seorang office boy. “Masuk!” seru Bara sambil membawa langkahnya menuju jendela besar yang menghadap ke taman. Terdengar pintu yang terbuka setelah Bara berseru. “Bersihkan semua kekacauan ini,” ujarnya tanpa menoleh terlebih dulu. Tatapan pria itu menatap lurus ke depan. Sehingga tidak sadar siapa yang datang. Sampai akhirnya sapaan dari Zulfi menyadarkan Bara kalau yang datang ternyata bukan seorang cleaning service. “Selamat siang, Tuan.” Sontak Bara langsung menoleh untuk memastikan, tetapi pria itu kembali menatap lurus ke depan. “Hemm, ada apa?” “Saya ingin menyerahkan laporan dari bagian pembelian,” ujar Zulfi mendekat lalu berhenti di samping Bara. Pria itu menyerahkan berkas yang ia bawa kepada atasannya. Bara yang mulai bisa menguasai dirinya pun men
“Indah, kamu mau ke kantin?” tanya Dirga ketika jam makan istirahat tiba. Indah yang sedang fokus melihat layar monitor pun menoleh lalu menggeleng. “Nanti saja, Mas, aku lagi nanggung.” Dirga yang mendengarnya mendesah pelan. Ia khawatir dengan kondisi Indah yang nampak pucat dan lebih tirus dari sebelumnya. “Jangan sampai melupakan makan, Indah, bagaimanapun masalah yang sedang kamu hadapi … kamu harus kuat menghadapinya, dan untuk kuat kamu perlu makan.” Ucapan Dirga memang benar adanya, tetapi Indah tetap kukuh akan ke kantin nanti. Ia merasa tanggung dengan pekerjaannya. Lagi Pula ia tidak ingin pulang terlalu malam nanti, sehingga memutuskan untuk menunda makan siang terlebih dahulu. Indah tersenyum tipis lalu mengangguk. “Terima kasih atas perhatiannya, Mas, tapi aku makan nanti saja.” Pria itu berdecap kesal kaena Indah yang keras kepala. Tidak bisa memaksa karena ia bukan siapa-siapa sekarang, sehingga Dirga hanya mampu mengangguk mengiyakan. “Ya udah, kalau gitu aku
Dapat Bara liat di layar monitor jika Dirga baru saja tiba di ruangan. Pria itu nampak membawa kotak makan yang langsung disimpan di atas meja kerja Indah. Tentu Indah yang menyadari perlakuan Dirga pun langsung mendongak. Bara menggeram ketika melihat Indah yang tersenyum. Entah apa yang Indah katakan kepada Dirga karena tidak bisa ia dengar meski volume sudah dikeraskan secara maksimal. Namun yang pasti, keduanya nampak akrab membuat Bara kembali dirundung rasa sesak. Sementara di ruangan, Dirga meminta Indah untuk segera makan. “Indah, makan dulu.” “Mas, kenapa repot-repot?” Indah nampak tidak enak dengan perhatian yang diberikan Dirga.Perempuan itu takut jika terjadi kesalahpahaman andai sikap Dirga terus baik seperti ini. Lebih dari itu, Indah takut goyah karena perhatian yang diberikan Dirga selalu mengingatkannya pada masa lalu. Meski begitu, Indah meyakini jika hatinya tetap untuk Bara seorang sekalipun dirinya sering disakiti. Dirga tersenyum mendengar pertanyaan dari I
Indah tersenyum tipis mendengar tawaran yang diberikan Dirga. Sejujurnya ia memang lelah, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menolak. Perempuan itu tidak ingin memperumit masalah dengan kesalahpahaman andai Bara melihatnya.Padahal tanpa Indah sadari memang Bara sudah mengetahui kedekatannya bersama Dirga. Hal itu juga yang membuat kesalahpahaman terus berlanjut sampai akhirnya Bara berada dalam titik bingung. Iya, pria itu merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Merasa marah dan kecewa dengan pikirannya tentang Indah yang berselingkuh di belakangnya. Mungkinkah Bara sudah jatuh hati pada sosok Indah yang menjadi istri penyelamat dalam hidupnya? Entahlah, Bara sendiri tidak mengerti dengan perasaannya sekarang. Namun yang pasti, hatinya benar-benar sakit saat melihat Indah dekat dengan Dirga. Seperti sekarang ini, pria itu sedang memantau kegiatan Indah dan Dirga melalui layar ponselnya. Bara sengaja bukan hanya menyambungkan rekamanan CCTV di ruangan Indah pada laptop
Indah menghentikan langkahnya begitu mendengar pertanyaan dari Bara. Perempuan itu menoleh lalu menjawab, “Mau ke dapur, Mas, ambil minum.” Bara tidak menyahut dan kembali mengalihkan perhatiannya pada layar ponsel. Mendapati Bara yang bersikap dingin dan tak acuh membuat Indah kembali berbalik lalu melanjutkan langkahnya untuk keluar kamar. “Kenapa jadi seperti ini?” gumamnya sambil menuruni anak tangga. Perempuan itu merasa hubungannya dengan Bara semakin hambar. Jaraknya semakin jauh dan itu membuat Indah begitu sulit menjangkau hati bara sekarang. Entah harus dengan cara apa lagi agar Bara kembali seperti semula, atau setidaknya tidak lagi bersikap dingin. Tiba di dapur Indah mengambil minum. Niat awalnya memang hanya minum saja, tetapi tiba-tiba perutnya keroncongan karena tadi ia sudah melewatkan makan malam. Akhirnya perempuan itu putuskan untuk makan malam terlebih dahulu. Beruntungnya ada sisa makanan tadi saat sarapan. Sehingga tinggal menghangatkan saja. Sambil menu
Indah menarik diri secara perlahan setelah memastikan jika Bara sudah terlelap. Perempuan itu memunguti pakaiannya lalu membawanya ke kamar mandi. Dari dalam Indah segera membersihkan diri. Setelah selesai Indah putuskan untuk keluar dari kamar. Karena sudah melewati makan malam membuat Indah lemas, terlebih setelah ia melakukan kewajibannya sebagai istri. Tenaganya sungguh terkuras habis. Sehingga memutuskan untuk ke dapur. Bukan untuk makan karena Indah yang penurut mengingat jika Bara pun belum makan. Perempuan itu memilih untuk membuat susu hamil yang diam-diam ia beli sebelum berangkat kerja beberapa hari yang lalu kemudian dituangkan pada toples agar Bara tidak curiga. Selesai membuat susu, Indah membawanya ke halaman depan. Hari memang sudah sangat larut, tetapi Indah ingin mencari udara segar untuk mengganti pasokan udaranya yang terasa sesak. Ia duduk termangu di kursi yang ada di teras sambil memegang erat gelas berisi susu panas. “Apa akan seperti ini terus, Mas?” gumam
Indah yang sudah siap dengan pakaian kantornya pun beranjak dari kamar. Perempuan itu membawa langkahnya menuju ruang makan. Dapat ia lihat jika makanan yang ia siapkan sama sekali tidak Bara sentuh, membuat Indah mendesah pelan. Karena merasa sayang jika dibuang, Ara putuskan untuk membekal makanan tersebut ke kantor. Perempuan itu memasukan makanan tersebut ke dalam kotak makan. Karena ia membuat dua porsi, akhirnya Indah putuskan untuk membawa dua kotak makan. Niatnya yang satu akan dimakan sebagai sarapan, dan satu lagi akan ia makan ketika jam makan siang tiba. Sayangnya rencana Indah tidak sesuai realita. Begitu tiba perempuan itu sudah disuguhkan dengan setumpuk pekerjaan, padahal kemarin ia sudah menyelesaikannya. “Indah, maaf karena saya memberikan begitu banyak pekerjaan. Tapi ini semua dilakukan karena pekerjaan ini cocok untukmu, sedangkan yang lain harus mengerjakan pekerjaan lain.” Sinta nampak merasa bersalah, tetapi tidak memiliki pilihan lain. Meski Indah istri da
“Sial!” umpat Bara sambil memukul meja dengan tangan terkepal.Pria itu merasa kesal karena makanan yang seharusnya untuknya malah dimakan oleh pria lain. “Seharusnya dibuang saja, kenapa malah dibawa ke kantor?” Sedang asyik mengumpat, tiba-tiba pintu terbuka tanpa diketuk lebih dulu. Nampak Mawar membawa langkahnya menghampiri Bara yang tidak menyadari akan kedatangannya. Tentu hal itu membuat Mawar heran karena ketukan yang ditimbulkan dari sepatu hak tingginya sama sekali tidak Bara sadari. “Honey,” panggil Mawar dengan manja. Wanita itu berdiri tepat di depan Bara, membuat Bara baru menyadari kedatangannya. Buru-buru Bara mematikan layar monitornya sebelum Mawar melihatnya. Pria itu mendongak untuk menatap Mawar yang ada di hadapannya.“Ada apa? Bukankah ini waktunya istirahat?” tanya Bara setelah menormalkan perasaannya. “Justru karena itu, aku mau mengajak kamu makan siang bersama.” Mawar mengutarakan niat awalnya kenapa mendatangi Bara yang tidak kunjung keluar dari ruanga