“Mohon maaf, Pak, jika informasi yang saya bawakan kurang mengenakan.” Mendengar ucapan dari seseorang di seberang sana tentu membuat Bara gelisah. Pria itu mengepalkan tangannya kuat. “Katakan saja, tidak perlu ragu!” perintahnya tidak sabaran. “Baik, Pak. Saya menemukan sebuah fakta bahwa pria yang Anda cari tahu bertemu dengan istri Anda malam itu.” Jeder! Bagai petir di siang bolong, Bara kaget bukan main mengetahui informasi tersebut. Rahangnya mengetat hingga urat di leher begitu nampak tercetak. Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya jika Indah akan diam-diam menemui seorang pria yang merupakan bagian dari masa lalu perempuan tersebut. Tanpa menunggu penjelasan lebih, Bara langsung mematikan panggilan teleponnya. Padahal detektif itu belum selesai menjelaskan semuanya. Ponsel Bara kembali berdering, tetapi kali ini ia membiarkan begitu saja. Pikirannya sedang kacau, dadanya terasa sesak. Bara benar-benar kecewa mendapati kenyataan ini. “Indah, aku enggak akan tinggal di
Indah melangkah dengan gontai menuju meja kerjanya. Begitu tiba ia langsung menjatuhkan diri di kursi. Ia menyalakan monitor yang ada di depannya, tetapi tatapannya begitu kosong. Melihat Indah yang seperti itu tentu saja membuat Dirga khawatir. Pria itu dapat menebak kalau istri dari bosnya itu sedang memikirkan sesuatu yang berhubungan dengan pertemuannya barusan. Padahal tadi Indah nampak baik-baik saja “Indah, ada apa?” tanya Dirga merasa tidak dapat menahan rasa penasarannya. Perempuan itu menoleh lalu menggeleng pelan dengan seulas senyum sangat tipis–nyaris tidak terlihat. “Enggak ada apa-apa, Mas.” “Hemm, aku kira Pak Bara marahin kamu gara-gara laporan yang kamu serahkan.” Dirga berseloroh untuk mencairkan suasana hati Indah. “Enggak kok, barusan langsung diserahkan tanpa protes.” Indah berdusta untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Dirga mengangguk paham. “Syukur kalau begitu.” “Iya, Mas.” “Kalau gitu lanjutin kerjanya.” Indah mengangguk lalu kembali m
Baru saja Mawar keluar, tiba-tiba pintu kembali diketuk dari luar. Bara yang baru selesai mencuci muka agar terlihat lebih segar pun mengerutkan kening. “Cepat sekali,” gumamnya, menyangka yang mengetuk pintu itu seorang office boy. “Masuk!” seru Bara sambil membawa langkahnya menuju jendela besar yang menghadap ke taman. Terdengar pintu yang terbuka setelah Bara berseru. “Bersihkan semua kekacauan ini,” ujarnya tanpa menoleh terlebih dulu. Tatapan pria itu menatap lurus ke depan. Sehingga tidak sadar siapa yang datang. Sampai akhirnya sapaan dari Zulfi menyadarkan Bara kalau yang datang ternyata bukan seorang cleaning service. “Selamat siang, Tuan.” Sontak Bara langsung menoleh untuk memastikan, tetapi pria itu kembali menatap lurus ke depan. “Hemm, ada apa?” “Saya ingin menyerahkan laporan dari bagian pembelian,” ujar Zulfi mendekat lalu berhenti di samping Bara. Pria itu menyerahkan berkas yang ia bawa kepada atasannya. Bara yang mulai bisa menguasai dirinya pun men
“Indah, kamu mau ke kantin?” tanya Dirga ketika jam makan istirahat tiba. Indah yang sedang fokus melihat layar monitor pun menoleh lalu menggeleng. “Nanti saja, Mas, aku lagi nanggung.” Dirga yang mendengarnya mendesah pelan. Ia khawatir dengan kondisi Indah yang nampak pucat dan lebih tirus dari sebelumnya. “Jangan sampai melupakan makan, Indah, bagaimanapun masalah yang sedang kamu hadapi … kamu harus kuat menghadapinya, dan untuk kuat kamu perlu makan.” Ucapan Dirga memang benar adanya, tetapi Indah tetap kukuh akan ke kantin nanti. Ia merasa tanggung dengan pekerjaannya. Lagi Pula ia tidak ingin pulang terlalu malam nanti, sehingga memutuskan untuk menunda makan siang terlebih dahulu. Indah tersenyum tipis lalu mengangguk. “Terima kasih atas perhatiannya, Mas, tapi aku makan nanti saja.” Pria itu berdecap kesal kaena Indah yang keras kepala. Tidak bisa memaksa karena ia bukan siapa-siapa sekarang, sehingga Dirga hanya mampu mengangguk mengiyakan. “Ya udah, kalau gitu aku
Dapat Bara liat di layar monitor jika Dirga baru saja tiba di ruangan. Pria itu nampak membawa kotak makan yang langsung disimpan di atas meja kerja Indah. Tentu Indah yang menyadari perlakuan Dirga pun langsung mendongak. Bara menggeram ketika melihat Indah yang tersenyum. Entah apa yang Indah katakan kepada Dirga karena tidak bisa ia dengar meski volume sudah dikeraskan secara maksimal. Namun yang pasti, keduanya nampak akrab membuat Bara kembali dirundung rasa sesak. Sementara di ruangan, Dirga meminta Indah untuk segera makan. “Indah, makan dulu.” “Mas, kenapa repot-repot?” Indah nampak tidak enak dengan perhatian yang diberikan Dirga.Perempuan itu takut jika terjadi kesalahpahaman andai sikap Dirga terus baik seperti ini. Lebih dari itu, Indah takut goyah karena perhatian yang diberikan Dirga selalu mengingatkannya pada masa lalu. Meski begitu, Indah meyakini jika hatinya tetap untuk Bara seorang sekalipun dirinya sering disakiti. Dirga tersenyum mendengar pertanyaan dari I
Indah tersenyum tipis mendengar tawaran yang diberikan Dirga. Sejujurnya ia memang lelah, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menolak. Perempuan itu tidak ingin memperumit masalah dengan kesalahpahaman andai Bara melihatnya.Padahal tanpa Indah sadari memang Bara sudah mengetahui kedekatannya bersama Dirga. Hal itu juga yang membuat kesalahpahaman terus berlanjut sampai akhirnya Bara berada dalam titik bingung. Iya, pria itu merasa bingung dengan perasaannya sendiri. Merasa marah dan kecewa dengan pikirannya tentang Indah yang berselingkuh di belakangnya. Mungkinkah Bara sudah jatuh hati pada sosok Indah yang menjadi istri penyelamat dalam hidupnya? Entahlah, Bara sendiri tidak mengerti dengan perasaannya sekarang. Namun yang pasti, hatinya benar-benar sakit saat melihat Indah dekat dengan Dirga. Seperti sekarang ini, pria itu sedang memantau kegiatan Indah dan Dirga melalui layar ponselnya. Bara sengaja bukan hanya menyambungkan rekamanan CCTV di ruangan Indah pada laptop
Indah menghentikan langkahnya begitu mendengar pertanyaan dari Bara. Perempuan itu menoleh lalu menjawab, “Mau ke dapur, Mas, ambil minum.” Bara tidak menyahut dan kembali mengalihkan perhatiannya pada layar ponsel. Mendapati Bara yang bersikap dingin dan tak acuh membuat Indah kembali berbalik lalu melanjutkan langkahnya untuk keluar kamar. “Kenapa jadi seperti ini?” gumamnya sambil menuruni anak tangga. Perempuan itu merasa hubungannya dengan Bara semakin hambar. Jaraknya semakin jauh dan itu membuat Indah begitu sulit menjangkau hati bara sekarang. Entah harus dengan cara apa lagi agar Bara kembali seperti semula, atau setidaknya tidak lagi bersikap dingin. Tiba di dapur Indah mengambil minum. Niat awalnya memang hanya minum saja, tetapi tiba-tiba perutnya keroncongan karena tadi ia sudah melewatkan makan malam. Akhirnya perempuan itu putuskan untuk makan malam terlebih dahulu. Beruntungnya ada sisa makanan tadi saat sarapan. Sehingga tinggal menghangatkan saja. Sambil menu
Indah menarik diri secara perlahan setelah memastikan jika Bara sudah terlelap. Perempuan itu memunguti pakaiannya lalu membawanya ke kamar mandi. Dari dalam Indah segera membersihkan diri. Setelah selesai Indah putuskan untuk keluar dari kamar. Karena sudah melewati makan malam membuat Indah lemas, terlebih setelah ia melakukan kewajibannya sebagai istri. Tenaganya sungguh terkuras habis. Sehingga memutuskan untuk ke dapur. Bukan untuk makan karena Indah yang penurut mengingat jika Bara pun belum makan. Perempuan itu memilih untuk membuat susu hamil yang diam-diam ia beli sebelum berangkat kerja beberapa hari yang lalu kemudian dituangkan pada toples agar Bara tidak curiga. Selesai membuat susu, Indah membawanya ke halaman depan. Hari memang sudah sangat larut, tetapi Indah ingin mencari udara segar untuk mengganti pasokan udaranya yang terasa sesak. Ia duduk termangu di kursi yang ada di teras sambil memegang erat gelas berisi susu panas. “Apa akan seperti ini terus, Mas?” gumam