Apakah Noura setuju dengan penawaran yang Dean berikan? Jawabannya tentu tidak. Tapi, saat Noura mencoba dengan tetap bekerja di dua tempat setiap harinya selama seminggu ke depan, ia harus menyerah juga. Tidak sampai jatuh sakit, tapi lumayan membuat dirinya kelelahan sampai tak bisa berangkat bekerja. "Masih mau tidur sampai jam berapa? Ini sudah siang. Apa kamu tidak takut datang terlambat?" Dean bertanya karena masih melihat istrinya tidur. Dean yang sudah bersiap untuk sarapan pagi, tidak menemukan Noura di ruang makan. "Nona belum turun, Tuan."Alton memberi tahunya tadi, sehingga ia memutuskan untuk memeriksa kamar sang istri. Ternyata benar, perempuan itu masih nyenyak tertidur. Tirai sudah Dean buka. Matahari bahkan tanpa permisi langsung masuk dan menyinari seluruh ruangan kamar. "Eh, silau, Dean," ucap Noura ketika akhirnya membuka mata sebab sinar matahari yang menyerangnya tanpa sungkan. Dean tersenyum melihat penampilan Noura yang kusut dan mengantuk. Ia pun segera
Noura berjalan penuh semangat siang itu. Melewati lorong kantor Dean setelah sebelumnya meminta izin kepada seorang petugas front office agar tidak memberitahukan kedatangannya kepada suaminya itu. "Tapi, bagaimana kalau Tuan Dean marah?" Petugas itu sempat ragu. Namun, karena keyakinan yang Noura berikan, membuat izin itu akhirnya diberikan. Kink di sinilah ia berdiri. Di depan sebuah meja sekretaris tanpa penghuninya. "Masih setengah jam lagi istirahat, kenapa meja ini sudah kosong?" ucap Noura saat melihat jam yang melingkar di tangannya. Perempuan itu pun memilih tak peduli. Ia yang sudah tahu di mana letak ruangan Dean, memutuskan untuk segera masuk dengan terlebih dahulu mengetuk pintu. Sosok Steven muncul dan berdiri di hadapan Noura dengan raut muka terkejut. "No-Nona Anda sudah datang?" Aneh bagi Noura sebab suara Steven yang terbata. Saat Noura sedikit melongok ke arah dalam ruangan, tahulah ia apa yang membuat asisten pribadi Dean itu bersikap demikian. "Tenang saja
"Rencana apa maksudmu?" Renee tampak tak mengerti dengan ucapan Dean.Lelaki itu sendiri sudah duduk di depan meja di mana ada satu buah goodie bag yang istrinya bawa dan belum sempat ia buka. "Kamu sengaja datang ke sini supaya istriku melihat dan cemburu.""Hah! Mana aku tahu kalau perempuan itu akan datang ke sini, Dean. Lagipula, bukannya selama ini kamu memang tidak pernah meminta atau mengundangnya datang. Jadi, tahu dari mana kalau ia akan datang untuk melihatku ada di sini." Renee berkata sejujurnya. Tapi, keberuntungan baginya karena apa yang ia lakukan telah membuat wanita itu marah dan kesal. 'Aku tidak sengaja, tapi Tuhan membantuku secara tidak langsung. Bukankah ini namanya sebuat berkat. Ah, sungguh aku puas sekali melihatnya pergi, dan bahkan Dean tidak mencegahnya,' batin Renee senang. Kondisi kesehatan Renee memang menjadi alasan utama Dean untuk tidak membuat wanita itu tersinggung. Bukan karena Dean takut atau bertanggung jawab jika penyakit itu semakin parah. T
Noura berjalan pelan menuju kamarnya. Ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Sarah —kekasih Mat, di restoran tadi. "Tidak cerita bukan berarti ia tidak menganggapmu, Noura. Bisa jadi ada hal lain yang Dean simpan sehingga ia tidak atau belum memberitahukan hal itu padamu."'Itu memang benar. Tapi, minggu depan dia sudah harus berangkat dan aku belum tahu sama sekali,' batin Noura sedih. Sepertinya ia telah bertindak terlalu bodoh dengan mengakui perasaannya kepada Dean. Padahal kenyataannya ia bahkan tidak mendapatkan sambutan yang sama dari suaminya itu. Ucapan Mat pun tidak mempan buatnya. Meski lelaki itu sudah berkali-kali meyakinkan bahwa Dean mencintainya, tapi bagi Noura itu sangatlah mustahil. 'Dia belum mengatakannya.' Begitu kata Noura yang membuat Mat dan Sarah mengangkat kedua bahunya. Setelah sampai di kamarnya, Noura tidak langsung mandi ataupun membersihkan diri. Ia memilih untuk berbaring dan berleha-leha di atas tempat tidurnya. 'Seharusnya aku tidak me
"Ah, sepertinya keputusanku pergi darinya adalah hal yang benar. Dia pergi dengan Renee, aku pergi demi menyehatkan mentalku, itu sempurna.' Noura membatin senang. Perempuan itu tak mau sakit hati mendengar kabar jika sang suami akan pergi dengan perempuan lain. Hal itu sudah ia duga. Jadi, untuk apa ia berlarut dalam kemarahan yang tiada siapa pun peduli. "Aku sudah kenyang." Tiba-tiba Dean beranjak berdiri. Noura yang sedang mengatur strategi tampak kaget, tapi sedetik kemudian mencoba tersenyum saat melihat piring Dean yang masih utuh. "Kamu baru makan sedikit," ucap Noura. Dean tersenyum sinis. "Melihat ekspresimu pagi ini sudah membuatku kenyang tanpa memakan semua makanan ini," ucap Dean dingin. "Ehm, aku tidak tahu kalau mukaku terlihat seperti roti tawar atau sosis panggang," kekeh Noura mencoba melucu. Sayangnya Dean menanggapinya dengan memutar bola matanya seolah bosan. Dean benar-benar selesai dengan makanannya. Ia tampak bergegas pergi, hendak berangkat kerja. "Se
Di hari keberangkatannya ke luar negeri, Dean sudah rapi dan siap. Ia bahkan sudah selesai sarapan meski Noura belum turun dari kamarnya. "Sudah dibangunkan?" tanya Dean pada Alton, merujuk pada Noura yang masih belum juga muncul. "Sudah, Tuan. Nona sudah bangun ketika pelayan memanggil."Dean terlihat tak senang. 'Sudah bangun, tapi kenapa masih belum turun?' begitu pikirnya. "Lalu, sedang apa dia? Kenapa masih belum kelihatan?""Tadi pelayan bilang kalau nona masih belum selesai."Dean menatap Alton bingung. "Masih belum selesai? Sedangkan ia sudah sejak tadi dipanggil.""Maaf, Tuan. Sepertinya nona sedang kurang sehat.""Apa kamu bilang? Kata siapa?" tanya Dean cukup terkejut mendengar kabar yang Alton sampaikan tersebut. Dean segera bangkit dari kursi makan, lalu berjalan meninggalkan Alton yang berusaha menjelaskan. "Kemarin saat nona pulang bekerja, beliau sudah mengeluh sakit kepala. Saya sudah akan menyampaikan kabar tersebut semalam saat Anda pulang, tapi belum sempat sa
"Tenang saja. Aku akan langsung ke rumah sakit sepulang dari sini," ucap Noura yang akhirnya ikut juga ke bandara mengantar Dean. Kekesalannya tidak terjadi saat tahu bahwa Renee tidak ikut pergi bersama suaminya itu ke Kanada. Hanya ada Steven yang pastinya harus selalu mendampingi. "Kalau saja tadi kamu tidak terlambat, aku bisa mengantarmu dulu menemui dokter." Dean terlihat mengomel. "Sudahlah. Gak perlu marah-marah kaya gitu. Aku cuma sakit kepala biasa. Kamu lihat sendiri, aku masih bisa mengantarmu ke bandara 'kan. Jadi, gak ada yang perlu kamu khawatirkan."Noura memang terlihat jauh lebih baik dibanding ketika bangun tidur tadi. Tapi, Dean masih merasa belum tenang sebelum istrinya itu diperiksa. "Lebih baik kamu medical check up sekalian. Bukannya waktu itu juga kamu mau rutin kontrol ke dokter spesialis bukan? Tapi, sampai detik ini rencana itu tidak juga kamu lakukan.""Ya ampun, Dean. Aku udah gak sakit lagi, makanya aku putusin buat gak check up ke dokter.""Tapi, bu
"Baru seminggu yang lalu?" tanya dokter memastikan. Noura terlihat ragu. "Eh, maksud saya seharusnya seminggu yang lalu saya haid. Tapi ....""Tapi?""Tapi, saya belum haid juga sampai hari ini."Dokter pun tersenyum mendengar jawaban Noura dengan gerakannya yang tampak ragu dan malu. "Berarti sudah seminggu Anda terlambat datang bulan. Jadi, kalau begitu lebih baik kita periksa dulu. Langsung tes urine saja, yah, Ibu?"Noura tampak gelagapan. Ia sepertinya tak siap bila harus mengetahui fakta seandainya benar ia hamil. "Te-tes urine, Dok?""Iya," jawab dokter sambil mengangguk. Senyumnya yang manis sama sekali tidak mampu membuat Noura tenang. "Biar cepat kelihatan hasilnya."Mau tak mau akhirnya Noura mengikuti juga tawaran sang dokter. Meski jantungnya memompa cepat, menandakan ia tengah gugup luar biasa, tapi ia harus melakukannya. Noura mungkin tidak fokus saat ini, tapi ia berusaha memperhatikan semua yang dokter lakukan. Termasuk ketika ia kemudian harus pergi ke toilet un
Meski awalnya Dean menolak, pada akhirnya ia menyetujui permintaan Mat yang menginginkannya untuk menjadi bagian dari panitia pernikahannya. Ia membantu Mat dengan menjadi panitia penyambutan para tamu undangan dari keluarga dan kawan bisnis. "Sayang, apa kamu sudah siap?" Dean bertanya pada istrinya yang masih sibuk berdandan. "Sudah. Ini tinggal pakai lipstik saja.""Lama sekali," sahut Dean yang sejak pagi merasakan dadanya berdebar. "Ya ampun, aku cuma pakai bedak dan lipstik saja disebut lama. Lalu, yang sejak tadi subuh bolak balik ke kamar mandi siapa. Sampai aku mau mandi saja tidak kebagian.""Haha, maafkan aku, Sayang. Tapi, aku sendiri tidak mengerti kenapa aku hatiku tak tenang begini. Aku mulas tapi tidak mau buang air. Noura tersenyum, memasukkan lipstik ke dalam tas. " Mungkin karena kamu bahagia. Sahabatmu akan menikah. Menempuh hidup baru dengan wanita yang dicintainya.""Mungkin," sahut Dean terdiam. Tapi, sedetik kemudian ia tersenyum dan menatap Noura seolah me
Setelah pulih dari cedera, Dean kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Dia dan Noura memutuskan untuk memulai hidup baru, meninggalkan kenangan pahit di belakang.Setelah rumah mereka terbakar, Dean kemudian memboyong semua orang ke istana miliknya yang lain. Sebuah rumah yang tak kalah besar dan mewahnya yang terletak di pinggiran kota, yang selama ini memang ia siapkan untuk istri dan anaknya. Di sana terdapat taman yang indah dan pemandangan alam yang menenangkan. Noura pun mulai mengatur rumah baru mereka, sementara Dean kembali bekerja."Dokter berpesan agar kamu tidak terlalu memporsir kegiatanmu di kantor. Tubuhmu masih pemulihan, Dean. Jadi, menurutku lebih baik kamu serahkan sementara pekerjaanmu kepada Steven," ucap Noura di satu malam. "Iya, Sayang. Aku mengerti. Sebelum kamu mengatakan hal itu, aku sudah menyerahkan tugas dan beberapa tanggung jawabku kepadanya." Dean tersenyum menatap sang istri. "Hem, baguslah. Aku bisa tenang sekarang."Mendengar kata tenang, seket
Komandan mendekati mobil dengan hati-hati. "Alvin, jangan buat keadaan semakin buruk. Lepaskan senjata dan keluarlah!"Alvin menjawab, "Kami tidak akan menyerah! Kita memiliki rencana cadangan!"Renee tiba-tiba muncul di jendela mobil dengan senjata di tangan. "Kita tidak takut mati!"Komandan tetap tenang. "Jangan lakukan kebodohan, Nona. Kita bisa menyelesaikan ini dengan tenang."Renee berteriak, "Tidak ada jalan keluar! Kami akan mati di sini!"Tiba-tiba, benda kecil di telinga sang komandan bersuara. "Komandan, kami siap menembak."Komandan menggelengkan kepala. "Tunggu, kita harus menyelamatkan nyawa mereka."Penembak jitu yang sudah bersiap di posisi, menahan tembakan sebab belum mendapat persetujuan. "Letakkan senjata kalian, lalu angkat kedua tangan ke atas kepala." Komandan kembali bicara pada Alvin dan Renee, mencoba menggunakan cara baik-baik dibanding cara tegas yang bisa saja mereka lakukan sejak awal penyergapan. Alvin dan Renee saling menatap, ragu-ragu. Alvin berbis
Dean dibawa ke ruang operasi. Noura menunggu dengan cemas di luar, memanjatkan doa.Stevens meminta pada timnya untuk membantu pihak kepolisian. "Tangkap Renee dan Alvin sekarang juga! Kita harus membuat mereka membayar apa yang sudah diperbuatnya."Sementara itu, dokter memimpin tim medis untuk menyelamatkan Dean. Tak pernah Noura sangka jika suaminya mengalami keadaan yang lumayan kritis. Padahal tadi Dean masih sempat menggendong Zayn dan menggenggam tangannya. Bahkan, ketika sampai di rumah sakit, Dean sempat marah saat mengetahui bahwa semua yang terjadi adalah ulah Renee dan Alvin. Noura berdoa, "Ya Tuhan, selamatkan Dean."Kali ini giliran Noura yang harus merasakan ketegangan sebab menunggu suaminya berjuang di meja operasi. Bersama ibunya, Noura menggendong bayinya di depan ruangan. Sang ibu yang juga sempat mendapatkan perawatan medis karena luka lecet di lengannya, terus memberi semangat pada sang putri. "Yang bisa kita lakukan hanya berdo'a. Seperti juga Dean yang berdo
Renee tersenyum sinis. "Aku sudah mempersiapkan segalanya. Dean dan Noura tidak akan selamat lagi."Steven dan polisi saling menatap khawatir. Mereka harus bertindak cepat."Tunggu, Renee! Jangan lakukan hal bodoh!" teriak Steven.Renee tertawa. "Terlambat! Aku sudah memicu bom di rumah Dean. Mereka akan mati!"Semua orang terkejut. Polisi segera menghubungi tim bomb disposal.Dean dan Noura, yang tidak menyadari bahaya, berada di rumah. Tiba-tiba, alarm berbunyi."Apa itu?" tanya Noura khawatir.Dean memeriksa sistem keamanan. "Ada bom di rumah kita!"Mereka berdua panik. Dean dan Noura berlari keluar rumah, mencari tempat aman. Mereka mendengar suara bom menghitung mundur."Kita harus segera pergi dari sini!" teriak Dean. Semua penghuni keluar dari rumah. Mereka cemas dan takut jika sampai bom meledak sebelum dapat keluar. Noura menggenggam tangan Dean erat. "Aku takut!"Sedangkan Dean terlihat menggendong bayinya di tangan yang lain. Ibu Noura mengikuti dari belakang. Suara bom
Steven segera menghubungi Dean dan memberitahu tentang hasil penggeledahan."Apa kata polisi?" tanya Dean."Mereka menemukan bukti tambahan, tapi Renee tidak ditemukan di rumah keluarganya," jawab Steven."Apa maksudnya?" tanya Dean penasaran."Renee bersembunyi di tempat lain. Kami harus mencari lagi," kata Steven serius."Apakah kalian menemukan petunjuk?""Ya, dan sekarang kami sedang meluncur ke sana.""Baiklah, Steven. Lanjutkan! Aku terus menunggu perkembangan kalian.""Siap, Tuan. Nanti saya akan hubungi lagi."Setelah itu panggilan kembali berakhir. Dean yang tengah mengambil air minum di ruang makan, memilih duduk sebelum kembali ke atas. "Renee, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Dean seolah ada perempuan itu di depannya. Renee Abigail Willow adalah anak kedua dari pasangan Federick dan Vivian Willow. Ia adalah saudara kembar Rachel Willow —mantan tunangan Dean, yang cantik dan populer. Renee kecil sudah merasa kesal karena kerap dibandingkan dengan Rachel dan merasa tidak
Dean merasa cemas memikirkan keselamatan Noura dan Zayn. Ia meminta para pengawal meningkatkan keamanan di rumah. Sementara itu pihak kepolisian dan Steven masih mencoba menyusuri semua area gudang. Seluruh pihak mencari dan memeriksa apa saja yang ada di sana. Meski target yang mereka cari tidak ada di sana. "Kita sepertinya harus mendatangi langsung kediaman keluarga Willow," ucap Steven memberi saran. "Apakah selama ini wanita itu tinggal di sana bersama keluarganya?""Sejauh yang saya tahu, iya. Dia masih tinggal bersama kedua orang tuanya.""Baiklah. Kalau begitu lebih baik kita meluncur ke sana."Bapak polisi itu kemudian memerintahkan pasukannya meninggalkan area dan berpindah pencarian. Mereka akan menyergap Renee di rumah orang tuanya. "Kami akan mencari Nona Renee di rumahnya, Tuan." Steven memberi kabar Dean mengenai rencana penyergapan ke rumah keluarga Willow. "Benarkah? Baiklah, kabari aku terus."Dean memutuskan panggilan. Di sebelahnya Noura memeluknya erat. "Ada
Dean terlihat serius, pikirannya mulai menghubungkan antara kejadian yang menimpa Ronald dan kaburnya Alvin dari penjara. Ia meminta Steven untuk segera menghubungi polisi dan meminta mereka untuk menyelidiki lebih lanjut.Sementara itu, Noura yang tadinya sudah kembali ke kamar, tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia kembali turun dan mendengarkan pembicaraan Dean dan Steven tanpa sepengetahuan mereka."Apakah kita bisa yakin kalau Alvin-lah pelakunya?" tanya Dean."Belum, Tuan. Tapi, ada kemungkinan besar dia terlibat," jawab Steven.Noura merasa bulu kuduknya berdiri. Ia ingat akan kejadian beberapa waktu lalu ketika Alvin mencoba mencelakakannya. Noura kembali ke kamar, pikirannya dipenuhi kecemasan. Ia takut Alvin akan kembali melakukan aksi serupa. Ia takut lelaki itu melakukan berbagai cara untuk membunuhnya. Sementara itu, Dean meminta Steven untuk meningkatkan keamanan di rumah."Pastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa izin," perintah Dean.Steven mengangguk dan segera mela
Renee melaju kencang, terobsesi untuk membalas dendam pada Ronald. Ia tidak peduli dengan risiko yang akan dihadapi. Satu-satunya pikiran yang ada di kepalanya adalah memastikan Ronald tahu bahwa ia tidak bisa dianggap remeh.Di sisi lain, Dean dan Noura menikmati malam mereka, terlepas dari bayang-bayang Renee. Mereka berdua terjebak dalam kebahagiaan yang baru ditemukan.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu yang otomatis mengganggu keintiman mereka."Siapa itu?" tanya Dean dengan kesal. Mereka baru mau masuk intinya, tapi seseorang malah mengganggu keintiman ia dan Noura. "Aku tidak tahu," jawab Noura yang kemudian mendekati pintu sembari merapikan kembali penampilannya yang sudah acak-acakan. Ingin ia tertawa melihat kekesalan Dean, tapi ketukan di pintu tidak mungkin ia abaikan."Ya?" sapa Noura sesaat setelah membuka pintu. Sosok Alton berdiri di depannya dengan raut muka tak enak hati. "Maafkan saya mengganggu waktu istirahat Anda, Nona. Tapi, di bawah ada Steven