"Kamu mau ke mana, Noura?" tanya Feli di satu pagi saat ia mengunjungi kawannya itu di rumah kontrakan. Noura yang sudah akan bersiap pergi, seketika menghentikan langkah begitu melihat Feli muncul bersama si kecil. "Aku mau ke supermarket. Beberapa barang dan keperluanku sudah habis.""Sendirian? Kenapa kamu tidak bilang padaku semalam? Kalau pagi ini aku tidak datang, mungkin kamu benar-benar pergi sendirian."Noura tersenyum demi melihat kekhawatiran yang tampak terlihat di wajah kawannya itu. "Aku memang berencana pergi sendiri.""Setelah Hans memintamu untuk hati-hati?" sahut Feli cepat. Noura mengangguk. "Suamimu memang memintaku untuk berhati-hati, tapi ia tidak melarangku pergi bukan?""Yeah. Tapi, bukankah itu termasuk bahaya.""Bahaya kenapa? Apa karena beberapa waktu lalu ada seseorang yang dicurigai mengejarku?""Salah satunya itu. Tapi, dengan kondisi kehamilanmu saat ini," ucap Feli yang spontan melihat perut Noura juga dirinya. "Aku saja sudah tidak kuat berjalan ja
Noura tidak menjawab. Ia malah berbalik dan berjalan cepat meninggalkan laki-laki yang kini mengejarnya. Langkah Noura sebagai seorang perempuan, ditambah beban di perut yang ia bawa kalah cepat dengan lelaki tadi. Lelaki itu berhasil mengejar bahkan sebelum Noura sampai ke pintu masuk supermarket. Lengannya ditarik cukup kencang sehingga membuatnya tertarik mundur dan hampir terjerembab kalau saja tubuhnya tidak ditopang. "Mau pergi ke mana lagi, Noura? Tujuh purnama kau pergi meninggalkan aku dan sekarang setelah aku berhasil menemukanmu, kau ingin kembali pergi?""Lepaskan aku, Dean!" seru Noura seraya mencoba melepas pegangan di pergelangan tangannya. Lelaki yang sudah membuat Noura mengambil langkah seribu itu ternyata adalah suaminya. Dengan bantuan Mat, Dean berhasil menemukan istrinya itu. "Melepaskan kamu setelah sekian lamanya aku mencari, itu hal mustahil yang akan aku lakukan sekarang."Terlihat pertengkaran yang terjadi antara Noura dan Dean, tidak hanya membuat be
Pada akhirnya Noura harus pasrah ketika Dean membawanya ke dalam mobil. Bersama pelayan yang sejak tadi menemaninya, Noura mau masuk dan duduk di sebelah Dean, duduk di bangku penumpang. "Aku mau bicara denganmu berdua. Jadi, biar perempuan ini menunggu di luar." Dean bicara pada Noura sembari memberi kode pada perempuan muda yang duduk di bangku samping supir. "Tidak. Aku tidak mau ....""Aku tak akan macam-macam!" sahut Dean cepat, menatap serius sang istri. Sejenak Noura berpikir. Ia ragu karena sudah mengenal sifat Dean. Tapi, ia mau semua berjalan cepat, tidak berlarut-larut karena keengganannya. "Baiklah."Mengerti maksud dari perkataan Noura, pelayan yang Feli perintahkan itu kemudian keluar dan berdiri di depan pintu mobil bersama dua orang pengawal yang sejak tadi mengawasi tuannya. Sekarang Noura berdua saja dengan Dean. Ketegangan yang sejak ia rasakan masih terasa meski kini sudah tidak ada siapa pun di dekat mereka. Sedetik kemudian, masih dengan usaha Noura menormal
Kembali Dean mencium Noura. Tapi, kali ini aksinya mendapat perlawanan. "Jangan kamu menganggap bahwa semua masalah akan selesai dengan sebuah ciuman!" seru Noura marah. Dean menatap istrinya kesal. "Siapa yang berkata begitu? Aku tidak mengatakan apapun. Aku cuma mau menciummu karena aku ingin. Tidak ada urusannya dengan masalah kita.""Lalu, kenapa tidak selesaikan dulu masalah di antara kita sebelum kamu melakukan hal tadi?""Baiklah. Kalau mau maunya begitu, sekarang kamu mau kita selesaikan masalah yang mana?"Noura terkejut mendengar ucapan Dean. Apakah lelaki itu tidak menyadari ada masalah di antara mereka. Yakni, masalah hubungan pernikahan yang maunya diakhiri. "Aku ingin kita bercerai.""Apa?" sahut Dean tak percaya. "Ya. Aku mau kita menyudahi hubungan kerja sama di antara kita.""Kenapa? Apa yang membuatmu ingin melakukan itu?"Noura menarik napas panjang. Entah apakah Dean sedang stress atau apa sampai tidak menyadari ucapan demi ucapan yang sudah ia lontarkan sebelu
Keadaan di parkiran sudah tak lagi kondusif. Apalagi setelah anak buah Dean terlibat perkelahian dengan anak buah Hans, yang membuat banyak pengunjung supermarket melihat dan berdiri di dekat kejadian. Dean yang kini tinggal sendirian terlihat menahan amarah sebab perkataan Noura yang sepertinya lebih memilih untuk pergi bersama Hans. "Jadi, tuduhan ku tidak salah. Kamu pergi dariku karena hamil anak lelaki ini!" seru Dean yang membuat orang-orang di sekitar mereka mulai berisik sembari menatap Noura. Noura menyadari ucapan Dean telah membuatnya terpojokkan. Ia telah dianggap pelaku perselingkuhan dari seorang suami yang saat ini terlihat marah. "Terserah apa katamu, Dean. Kalau begitu prasangkamu, segera kabulkan permintaanku. Ceraikan aku secepatnya supaya kamu atau aku bisa melanjutkan hidup dengan tenang."Setelah berkata demikian, Noura kemudian pergi bersama Hans menuju mobil yang terparkir tak jauh dari mobil Dean. Namun, baru selangkah Noura pergi, Dean sudah bereaksi. "
Dean hanya mengedip sekali saat telinganya mendengar satu kabar yang mengejutkan. "Anak ini anakku?" tanya Dean memastikan. "Aku sudah menduganya bahwa kamu tidak akan mau mengakui anak ini. Itu sebabnya aku memilih pergi tanpa sedikit pun mau memberi tahumu." Noura mengalihkan pandangannya ke arah lain. Nyeri hatinya begitu mendengar pertanyaan Dean yang seolah tak percaya akan kabar yang ia berikan."Itu kebodohanmu. Kapan aku bilang aku tak mau mengakui? Andai kamu memberi tahuku waktu itu, tak perlu ada drama seperti ini." Dean membalas kesal. Lelaki itu merasa dibodohi setelah kabar membahagiakan yang seharusnya ia tahu sejak dulu. Noura benar-benar melakukan tindakan egois dengan menyembunyikan kabar tersebut. "Kamu yang membuatku melakukan hal itu." Noura menjawab tak mau kalah. "Aku berbuat apa? Apakah kamu masih mau membahas sosok Renee lagi?" Dean menatap istrinya sebal. Suasana ramai rumah sakit tidak mampu membuat keributan antara Dean dan Noura mengganggu Hal itu me
Feli sudah dipindah ke ruang perawatan. Ditemani Hans, wanita yang baru melahirkan itu terlihat lelah. Tapi, kecantikannya masih terpancar meski wajahnya tampak sedikit pucat. Noura yang masuk bersama Dean, merasa canggung ketika Feli terus menatap suaminya dengan tatapan sebal. "Jadi, kamu mau pergi bersamanya, Noura?" tanya Feli yang tangannya dielus pelan oleh sang suami, jaga-jaga khawatir mengamuk. "Maafkan aku, Feli. Sepertinya aku harus menyelesaikan masalahku dulu dengannya sebelum kemudian memutuskan untuk kembali ke sini.""Kamu tak akan kembali ke sini." Dean tiba-tiba menyahut, dan itu berhasil membuat Feli bergerak merespon. Di sebelahnya, Hans mengusap-usap lengannya supaya tenang. "Biar Noura menjelaskan dulu, Sayang. Kamu tenang dulu."Feli menatap Hans, lalu kata 'maaf' terucap samar di bibirnya. "Ya, aku sadar selama beberapa bulan ini perasaan dan pikiranku tidak sepenuhnya tenang. Aku mau hubunganku dengan Dean benar-benar jelas sebelum aku membuat keputusan
Noura tertidur di pangkuan Dean setelah mereka berada di dalam mobil yang menjemput mereka di bandara. Kini mereka sudah sampai di kota, tempat di mana mereka tinggal. Perjalanan yang cukup jauh, yang membuat Noura kecapekan hingga tertidur. Dean tak masalah ketika kepala sang istri bersandar menahan kantuk. Ia justru menariknya dan membuat istrinya itu tertidur dalam pangkuan. Perdebatan mereka belum selesai. Noura yang memilih diam usai perkataan Dean tentang kondisi paska kepergiannya, seperti menyadarkan sesuatu. 'Aku tidak pernah mau mengatakan hal itu, tapi aku seperti tak punya pilihan lain. Biar saja aku dikatakan lemah, yang penting buatku kamu mau kembali,' gumam Dean sambil membelai rambut Noura. Mobil terus melaju menuju kediaman Dean. Suasana jalanan yang sudah mulai gelap membuat suasana semakin terasa hening. Teringat dengan pesan Mat yang belum sempat Dean balas, membuatnya merogoh saku kemejanya. Di layar tampak notifikasi panggilan tak terjawab dari beberapa ora
"Membunuh? Apa lagi ini, Dean?" Renee berurai air mata sembari menghampiri Dean. Namun, Dean tetap tak bergeming ketika Renee mendekatinya, bahkan tak sungkan saat memegang lengannya. "Dean, aku tahu mungkin kehadiranku tidak istrimu sukai, tapi apakah harus memfitnah seperti ini? Siapa yang mau membunuh? Apakah menurutmu aku segila itu?"Noura dan ibunya menatap sebal. Bisa-bisanya wanita itu bersandiwara dengan mengatakan bahwa ia telah memfitnah. "Dean, tolong katakan sesuatu. Kenapa kamu diam saja?" Renee tampak merengek. Noura kesal melihat bungkamnya Dean. Dalam pikirannya ia mengira bahwa sang suami lebih mempercayai wanita itu daripada dirinya. Satu keputusan yang ia ambil jika Dean lebih mendengar wanita itu dibanding ucapannya, yaitu menyudahi hubungan pernikahan mereka. "Renee, lepaskan aku," ucap Dean meminta Renee melepaskan pegangannya. Renee tampak kaget ketika melihat ekspresi Dean yang mendadak dingin. Lelaki itu seperti kembali ke mode awal perkenalan mereka du
Setelah hampir seminggu menginap di kediaman Dean, Feli dan Hans akhirnya pamit pulang. Meskipun Noura sedikit tak rela, ia tetap melepaskan kepergian sang kawan beserta keluarganya itu. "Mainlah nanti." Feli berbicara pada Noura sesaat hendak masuk ke dalam mobilnya. "Nanti kalau bayiku sudah besar, aku pasti akan main ke sana.""Untuk apa menunggu bayimu besar?" sahut Feli menatap aneh. "Kita ini bukan orang tua zaman dulu yang apa-apa harus menunggu. Zaman kita sudah jauh berbeda. Mau anak kita masih bayi atau sudah besar, mereka akan aman. Karena fasilitas penunjang zaman sekarang yang sudah jauh lebih baik.""Ya, aku tahu.""Ya, terus?"Noura tersenyum menatap kawannya itu. "Setidaknya aku harus meminta izin pada Dean untuk masalah itu.""Ya, itu jelas. Kamu memang harus meminta izin padanya." Feli berkata kemudian masuk dan menutup pintu mobil. "Tapi, ngomong-ngomong ... bagaimana kelanjutan hubungan kalian? Akan lanjut atau bagaimana?" Rasa penasaran Feli akhirnya bisa dilua
"Mat bodoh, Noura." Sarah masih kesal dengan kelambatan Mat dalam berpikir. Untuk itu ia sengaja memberi tahukan semua orang tentang kekesalannya tersebut. "Sarah, apakah harus semua orang kamu beri tahu tentang masalah ini?" Mat ikutan kesal sekarang. Harga dirinya sebagai lelaki merasa direndahkan oleh kekasihnya itu. "Tidak. Aku hanya memberi tahu Dean dan Mat." Sarah terlihat berkilah. "Nanti ada yang datang, kau beri tahu juga?""Tidak." Sarah menjawab cepat. "Oh iya, Noura. Bisakah kita bicara berdua?" lanjut wanita itu seraya beranjak berdiri. Mat melihat Dean dengan ekspresi kesal yang masih belum hilang. "Dean, apakah sedang ada konspirasi saat ini antara dua wanita di depan kita?""Kamu ini bicara apa sih, Mat? Konspirasi apa?" Noura menyahut sambil tertawa geli. "Ya ... ini. Antara aku dan Sarah belum selesai bicara, tapi dia malah mengajakmu pergi. Aku yakin sekali, dia mau membicarakan atau menjelekkan aku padamu."Tidak hanya Noura, Sarah bahkan menatap tak percaya
Mat menatap Feli yang tengah ditenangkan oleh suaminya, Hans. Di sebelahnya Sarah menyenggol lengannya dengan pandangan kesal.'Apa?' gumam Mat pada kekasihnya itu, tidak paham apa yang terjadi. "Apakah Dean belum cerita pada kalian, bahwa Noura terindikasi kena sindrom baby blues?" Hans berkata pada sejoli di depannya. "Hah! Benarkah?" Sarah menyahut kaget. Di sampingnya —Mat, terlihat seperti orang bodoh dengan wajah bengong dan mata berkedip lambat. "Ya, saat di rumah sakit aku sudah menyadarinya. Ketika kalian asik mengobrol seru sembari melihat si kecil, saat itu aku mendapati kesedihan yang Noura alami.""Kenapa dia sedih?" Sarah tampak penasaran. "Itu karena doa Dean.""Doa Dean?" Mat dan Sarah berseru kompak. Dean yang namanya disebut, menengok pada kumpulan sahabatnya yang ada di ruang makan. Tatapannya curiga bahwa ia tengah dibicarakan. Namun, Mat memberi respon senyum seolah tidak terjadi apa-apa. Alhasil, Dean kembali berbincang seru dengan para kerabat yang mengunju
Seluruh penghuni kediaman Waverly sangat berbahagia dengan kehadiran bayi tampan nan lucu yang otomatis akan menjadi pewaris tunggal keluarga kaya tersebut. Kehadirannya di tengah-tengah keheningan rumah membuat bayi Dean dan Noura menjadi satu-satunya pusat perhatian. Feli dan Hans turut gembira dengan kebahagiaan yang terasa di rumah mewah tersebut. Bahkan, keduanya tidak sungkan menyambut para kerabat jauh Dean bersama Mat dan Sarah.Kedua pengusaha itu seperti memiliki chemistry satu sama lain, termasuk istri dan pacar mereka yang terlihat ramah dan cepat akrab. "Saya tidak menyangka bahwa rumah ini akan ramai." Alton, salah satu penghuni terlama di rumah tersebut tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang dirasakannya. "Kau beruntung, Alton, bisa menyaksikan ini semua," ujar Mat menimpali. "Ya, Tuan Mat. Andai saya dulu resign ketika Tuan dan Nyonya Waverly wafat, tentu saya tidak akan melihat ini semua. Betapa bahagianya Tuan Dean memiliki anak yang bahkan tidak pernah ia impi
"Itu tidak masalah. Berarti benar dia bahagia bukan?" Noura membalas ucapan Renee yang masih semangat memprovokasi. "Sekali lagi aku katakan, itu bukan bahagia. Tapi, lebih ke beruntung karena tidak perlu capek-capek mencari perempuan lain untuk ia jadikan mesin pembuat anak.""Jaga ucapan Anda, Nona!" Ibunya Noura menyahut kesal. Raut wajahnya terlihat menahan emosi karena ucapan-ucapan Renee yang dinilainya tidak mendasar. Renee tidak kalah saat berhadapan dengan dua orang wanita di depannya yang kini sudah mulai terbawa emosi. Ia memang sengaja melakukan itu sebab rasa sakit hatinya karena Dean yang lebih memilih Noura dibanding dirinya."Terserah kalian saja mau percaya aku atau tidak." Renee berkata seraya berbalik hendak meninggalkan ruangan. "Kau bisa tanyakan sendiri kepada Dean," ucapnya menghentikan langkah. Ia kemudian berbalik, "Ah, tapi aku tidak yakin dia mau mengaku. Karena beda ceritanya padaku, lain juga kepadamu nanti. Entahlah, aku sangat hapal dirinya." Renee te
Seperti saran yang Feli berikan, Dean kemudian menemui dokter untuk berkonsultasi mengenai kondisi Noura. "Saya awalnya tidak memperhatikan hal tersebut, Dok. Tapi, temannya yang menyadari bahwa istri saya berubah menjadi sensitif.""Sensitif seperti apa?""Saya sendiri tidak tahu pasti, tapi Noura terlalu berlebihan saat menganggap suatu hal. Seketika ia cemas dan khawatir. Seperti serangan panik, Dok. Bahkan, kemarin tiba-tiba ia menangis. Dan saat saya tanya, ia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja."Dokter mengangguk dan begitu serius saat mendengar cerita Dean. Bukan perkara baru ketika seorang ibu yang baru melahirkan mengalami hal tersebut. Dokter tahu itu. "Begini, Tuan Dean. Kecurigaan saya, kemungkinan Bu Noura mengalami sindrom baby blues. Perubahan hormon membuat hal tersebut muncul.""Baby Blues? Apa itu berbahaya?" Dean seperti baru mendengar penyakit tersebut. "Pada dasarnya sindrom baby blues tidaklah berbahaya jika ditangani dengan baik. Tapi, akan membahayakan
Semua hal yang baru Dean alami, entah mengapa terasa mudah terjadi. Noura yang terjatuh ke kolam dan mengalami keram, tiba-tiba harus melahirkan. Setelah ia menyetujui tindakan operasi, nyatanya ia harus dihadapkan pada pilihan antara istri atau anaknya. Namun, ketika ia sudah memilih supaya dokter menyelamatkan sang istri, Tuhan justru memberi keduanya. Tidak ada yang ditakdirkan meninggal lebih dulu. Hal tersebut membuat Dean tak berhenti mengucap rasa syukur. Lain kebahagiaan yang Dean alami dengan apa yang Noura pikirkan saat ini. Setelah beberapa menit kemudian ia siuman, Dean memberi tahu padanya tentang kondisi yang sudah mereka lalui. Noura jelas tidak menyangka jika dirinya sempat berada di fase kritis seseorang yang akan melahirkan. Tapi, begitu ia mendengar tidak ada hal buruk yang terjadi, seketika ia menyadari sesuatu. "Keberuntungan apa yang kamu tukarkan pada Tuhan demi menyelamatkan hidup kami, Dean?" tanya Noura setelah beberapa waktu sudah bisa kembali normal. Efe
Tuhan, mungkin aku bukan seorang hamba yang taat. Bukan juga seorang hamba yang baik. Keburukan serta maksiatku mungkin lebih banyak dibanding kebaikanku selama ini. Tapi, Tuhan, andai aku boleh meminta. Sebagai seorang hamba yang jauh dari kata sempurna, aku ingin Engkau menyelamatkan istri dan anak hamba." Di dalam sebuah rumah ibadah yang terdapat di area luar rumah sakit, Dean menengadahkan tangan untuk berdoa. "Pikiran warasku tidak bisa memilih mana yang harus diselamatkan dan mana yang harus dikorbankan. Keduanya sama berharganya." Suara Dean mulai bergetar. "Dulu mungkin aku membencinya. Ia yang aku tuduh sebagai seorang pembunuh, nyatanya sekarang mampu meluluhlantakkan hati dan jiwaku. Aku tak mau kehilangannya, Tuhan. Sama seperti ketika aku menyesal atas kepergian anakku yang pertama, saat ini juga aku tak mau anakku yang lain pergi sebelum aku melihat dan membesarkannya."Dean sudah mulai menangis. Tangisnya terdengar pilu seiring suaranya yang semakin lirih berdo'a.