Tidak langsung masuk kamar, Noura memaksa Dean untuk duduk di ruang tamu. "Kita bisa bicara di dalam setelah istirahat, Noura," ucap Dean berharap istrinya mengerti. "Kita sudah ada di dalam. Lagipula istirahatku sudah cukup. Bahkan, aku sudah bikin kamu pegal karena di sepanjang jalan berlaku kurang ajar dengan bersandar di kakimu.""Tidak ada yang kurang ajar. Kamu istriku, hal itu bukanlah masalah." Entah apa mimpi apa barusan, tiba-tiba Noura berkata sinis kepada Dean. "Tapi, aku mau tahu maksud ucapanmu tadi tentang Renee. Benarkah kalau wanita itu telah melakukan sesuatu sehingga membuatku pergi? Apa yang sudah dilakukannya?"Dean sepertinya tak ada pilihan lain. Mau tak mau ia harus menjelaskan semua yang sudah ia tahu. "Sebetulnya aku sendiri tidak terlalu yakin, tapi sepertinya apa yang aku lakukan membuatnya senang dan malah ikut mengimbangi.""Maksudmu apa?" Noura mengernyit, tak paham. "Ya, seperti yang aku katakan padamu sebelumnya, aku melakukan semua yang kamu san
Setelah lama tidak tidur di kamar yang saat ini Noura berada di dalamnya, membuat wanita itu terdiam hingga waktu melewati tengah malam. Dean yang tadinya sudah tidur, tiba-tiba terbangun dan melihat sang istri masih memainkan ponselnya. "Kau belum tidur?" tanya Dean yang kemudian memeluk tubuh istrinya yang masih duduk itu. "Aku belum ngantuk." Dean yang merasa aneh sebab perut Noura yang sudah besar, begitu malah menikmati bentuk perut istrinya tersebut. Ia mengusap dan mengelusnya lembut. "Jam berapa sekarang?" tanya Dean kemudian menatap sang istri. "Jam satu." "Ini sudah malam, Noura. Apa yang bikin kantukmu tak datang?" tanya Dean seraya bangun dan memposisikan tubuhnya bersejajar dengan Noura. "Tidak tahu, belum ngantuk saja." Noura menjawab, tapi pandangannya tak lepas dari layar ponsel. Melihat betapa seriusnya Noura dengan gadget-nya, Dean berinisiatif untuk mengambil benda pipih tersebut dari tangan sang istri. "Dean, itu ...." Kalimat Noura menggantung kare
"Mana aku tahu. Sejak awal kamu tidak memberi tahu siapa namanya. Lagipula aku cuma mau mendengarkan ceritamu, tidak perlu tahu juga siapa yang kamu bicarakan."Dean menatap sebal istrinya. Entah apakah Noura yang terlalu bodoh atau memang istrinya itu bukan tipe perempuan yang mau tahu urusan orang lain. Satu yang pasti, Dean jadi harus terus melanjutkan cerita. "Ya, baiklah. Aku akan beri tahu nanti setelah ceritanya selesai."Noura pun mengangguk, menanggapi. Rasa kantuk semakin menjalar, membuatnya berkali-kali menguap. "Seperti yang aku bilang tadi, awalnya lelaki itu memang tidak punya perasaan cinta sama sekali. Namun, seiring berjalannya waktu, ia dan pasangannya yang kemudian hidup dan tinggal bersama membuat perasaan cinta di hatinya tumbuh."Dean menjeda ceritanya untuk melihat ekspresi Noura setelah mendengar setengah dari ceritanya. Tapi, perempuan di sebelahnya itu masih terlihat sama. Tidak ada ekspresi mencurigakan selain tatapan ingin lebih banyak mendengarkan. Dea
Untuk kali ini Dean membisu. Ia yang sejak tadi mencecar Noura dengan cerita, akhirnya terjebak sendiri dengan ceritanya. Ia yang mau memojokkan Noura, justru sekarang yang terpojokkan.Keduanya sama-sama diam. Noura yang menunggu Dean menjawab pertanyaan, sedangkan Dean tampaknya mulai berpikir tentang ucapan Mat bahwa seharusnya ia mengatakan kepada Noura mengenai isi hatinya. "Lelaki itu belum mengungkapkan perasaannya." Akhirnya Dean menjawab. "Nah, kita sudah tahu sekarang apa alasan perempuan itu keras kepala. Ia tidak mau terus menerus menjadi lilin yang terbakar.""Apa maksudmu? Kenapa kamu bawa-bawa lilin dalam ceritaku?""Itu hanya kata kiasan saja," sahut Noura kesal. "Arti sebenarnya, yaitu ia tidak mau mencintai lelaki itu sendirian hingga akhirnya menderita dengan perasaannya tanpa ada balasan. Jadi, wajar jika perempuan itu berpikir kalau si lelaki berbohong tentang perempuan lain dalam kehidupan mereka. Andai ada ungkapan cinta yang tulus disampaikan, aku yakin perem
Suasana meja makan tiba-tiba heboh ketika sosok Renee hadir sembari marah-marah. Di belakangnya ada seorang pelayan yang terlihat cemas. "Dean! Ada apa ini? Kenapa aku tidak diizinkan masuk oleh pelayanmu?" Renee berseru kesal. Pelayan yang tadi melarang Renee masuk tampak ketakutan ketika Dean menatapnya. "Maaf, Tuan, saya sudah berusaha. Tapi, Nona ...."Dean mengangkat tangan —memberi kode supaya sang pelayan tidak perlu menjelaskan. Pelayan itu seketika paham ketika Dean memintanya pergi. Renee tersenyum sinis saat pelayan melewatinya, masuk ke area dapur. Wanita itu mungkin berpikir kalau si pelayan telah melakukan kesalahan karena telah bermain menghadangnya masuk. Setelah kehebohan usai, Renee lalu menjatuhkan pantatnya di bangku yang bersebelahan dengan Dean meski sang tuan rumah belum mempersilakannya duduk. "Dean, kamu ini kenapa? Sudah tiga hari aku menghubungi kamu tapi tak ada respon. Aku kirim pesan juga enggak kamu balas. Bolak balik aku ke sini, tapi Alton bilang
Noura menatap Renee tajam. Sudah banyak kalimat mengumpul di otaknya minta dilontarkan, tapi ia masih bertahan sebab ingin melihat pembelaan apa yang akan Dean berikan. "Kamu jangan berkata sembarangan. Anak itu adalah anakku." Dean melihat Renee penuh amarah. "Tahu dari mana, Dean? Apa kamu percaya begitu saja waktu perempuan ini bicara?" Renee berkata sinis. "Tidak ada yang salah dengan itu. Aku percaya padanya.""Jangan bodoh, Dean. Aku pun bisa kalau cuma bicara seperti itu.""Kau mau bicara apa? Hamil anakku begitu?"Pertanyaan Dean sontak membuat Noura menoleh. 'Apa maksudnya?' batin Noura dengan raut bingung. "Ya. Aku bisa saja bicara demikian, mengaku-aku hamil anak kamu seperti yang perempuan ini bilang.""Dean, apa maksud perempuan ini?" Tiba-tiba Noura menyahut. Mendengar pertanyaan Noura, membuat Dean mengalihkan pandangannya dari Renee ke sang istri. "Entahlah apa maksud dia bicara begitu. Tidak usah kamu dengarkan." Dean berkata santai. "Sekarang lebih baik kita sa
Sebenarnya Dean tidak mengabaikan ancaman yang Renee berikan padanya. Tapi, ia tidak mau Noura khawatir atau takut demi mendengar rencana jahat yang mungkin bisa saja wanita itu lakukan tanpa takut. Renee pasti akan berbuat nekat dan Dean tak mau sang istri ketakutan. Kondisi hamilnya yang sudah besar membuat Dean harus bersikap waspada. "Semua hal yang Tuan minta sudah saya catat di sana!"Steven yang mendapat tugas dari Dean supaya mencari tahu kegiatan harian Renee selama beberapa waktu terakhir, berhasil mengumpulkan banyak data dan informasi. Salah satu informasi penting yang menjadi catatan untuk Dean adalah pertemuan-pertemuan yang hampir setiap hari wanita itu lakukan selepas pulang dari tempatnya bekerja. "Nona Renee memang senang berpesta, tapi beberapa hari terakhir ia selalu pergi ke tempat yang sama dan bersama orang-orang yang sama juga. Klub malam yang lusa kemarin ia datangi, sebenarnya sempat didatangi oleh pihak berwajib sebab diduga sebagai sentra transaksi para
Alton terlihat khawatir. Melihat pelayan panik dan lari menuju kolam renang, membuatnya tak peduli ketika harus melanggar aturan sang nona. 'Aku sudah katakan supaya Anda tidak mengabaikan perintah tuan, tapi kenapa Anda keras kepala, Nona,' batin Alton sambil berlari mengejar si pelayan. Di sisi kolam, Alton melihat pelayan berusaha mengangkat Noura yang hampir tenggelam. Dua orang pelayan lain Alton panggil untuk membantu. Meski ia sudah melanggar aturan Noura, tetap ia tak berani berlaku lebih dengan menyentuh istri tuannya itu. "Cepat, bantu!" teriak Alton pada dua orang pelayan yang berlari tergopoh-gopoh ke arahnya. Dua pelayan dan seorang yang sudah lebih dulu menarik tangan Noura, akhirnya berhasil mengangkat perempuan itu ke atas tepi kolam. "Nona! Nona Noura!" panggil pelayan sembari menekan-nekan dada sang nona. Mereka jelas tidak berani melakukan hal lain selain melakukan pertolongan pertama. Mencoba membuang air kolam yang mungkin saja sudah ada yang tertelan masuk
Meski awalnya Dean menolak, pada akhirnya ia menyetujui permintaan Mat yang menginginkannya untuk menjadi bagian dari panitia pernikahannya. Ia membantu Mat dengan menjadi panitia penyambutan para tamu undangan dari keluarga dan kawan bisnis. "Sayang, apa kamu sudah siap?" Dean bertanya pada istrinya yang masih sibuk berdandan. "Sudah. Ini tinggal pakai lipstik saja.""Lama sekali," sahut Dean yang sejak pagi merasakan dadanya berdebar. "Ya ampun, aku cuma pakai bedak dan lipstik saja disebut lama. Lalu, yang sejak tadi subuh bolak balik ke kamar mandi siapa. Sampai aku mau mandi saja tidak kebagian.""Haha, maafkan aku, Sayang. Tapi, aku sendiri tidak mengerti kenapa aku hatiku tak tenang begini. Aku mulas tapi tidak mau buang air. Noura tersenyum, memasukkan lipstik ke dalam tas. " Mungkin karena kamu bahagia. Sahabatmu akan menikah. Menempuh hidup baru dengan wanita yang dicintainya.""Mungkin," sahut Dean terdiam. Tapi, sedetik kemudian ia tersenyum dan menatap Noura seolah me
Setelah pulih dari cedera, Dean kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Dia dan Noura memutuskan untuk memulai hidup baru, meninggalkan kenangan pahit di belakang.Setelah rumah mereka terbakar, Dean kemudian memboyong semua orang ke istana miliknya yang lain. Sebuah rumah yang tak kalah besar dan mewahnya yang terletak di pinggiran kota, yang selama ini memang ia siapkan untuk istri dan anaknya. Di sana terdapat taman yang indah dan pemandangan alam yang menenangkan. Noura pun mulai mengatur rumah baru mereka, sementara Dean kembali bekerja."Dokter berpesan agar kamu tidak terlalu memporsir kegiatanmu di kantor. Tubuhmu masih pemulihan, Dean. Jadi, menurutku lebih baik kamu serahkan sementara pekerjaanmu kepada Steven," ucap Noura di satu malam. "Iya, Sayang. Aku mengerti. Sebelum kamu mengatakan hal itu, aku sudah menyerahkan tugas dan beberapa tanggung jawabku kepadanya." Dean tersenyum menatap sang istri. "Hem, baguslah. Aku bisa tenang sekarang."Mendengar kata tenang, seket
Komandan mendekati mobil dengan hati-hati. "Alvin, jangan buat keadaan semakin buruk. Lepaskan senjata dan keluarlah!"Alvin menjawab, "Kami tidak akan menyerah! Kita memiliki rencana cadangan!"Renee tiba-tiba muncul di jendela mobil dengan senjata di tangan. "Kita tidak takut mati!"Komandan tetap tenang. "Jangan lakukan kebodohan, Nona. Kita bisa menyelesaikan ini dengan tenang."Renee berteriak, "Tidak ada jalan keluar! Kami akan mati di sini!"Tiba-tiba, benda kecil di telinga sang komandan bersuara. "Komandan, kami siap menembak."Komandan menggelengkan kepala. "Tunggu, kita harus menyelamatkan nyawa mereka."Penembak jitu yang sudah bersiap di posisi, menahan tembakan sebab belum mendapat persetujuan. "Letakkan senjata kalian, lalu angkat kedua tangan ke atas kepala." Komandan kembali bicara pada Alvin dan Renee, mencoba menggunakan cara baik-baik dibanding cara tegas yang bisa saja mereka lakukan sejak awal penyergapan. Alvin dan Renee saling menatap, ragu-ragu. Alvin berbis
Dean dibawa ke ruang operasi. Noura menunggu dengan cemas di luar, memanjatkan doa.Stevens meminta pada timnya untuk membantu pihak kepolisian. "Tangkap Renee dan Alvin sekarang juga! Kita harus membuat mereka membayar apa yang sudah diperbuatnya."Sementara itu, dokter memimpin tim medis untuk menyelamatkan Dean. Tak pernah Noura sangka jika suaminya mengalami keadaan yang lumayan kritis. Padahal tadi Dean masih sempat menggendong Zayn dan menggenggam tangannya. Bahkan, ketika sampai di rumah sakit, Dean sempat marah saat mengetahui bahwa semua yang terjadi adalah ulah Renee dan Alvin. Noura berdoa, "Ya Tuhan, selamatkan Dean."Kali ini giliran Noura yang harus merasakan ketegangan sebab menunggu suaminya berjuang di meja operasi. Bersama ibunya, Noura menggendong bayinya di depan ruangan. Sang ibu yang juga sempat mendapatkan perawatan medis karena luka lecet di lengannya, terus memberi semangat pada sang putri. "Yang bisa kita lakukan hanya berdo'a. Seperti juga Dean yang berdo
Renee tersenyum sinis. "Aku sudah mempersiapkan segalanya. Dean dan Noura tidak akan selamat lagi."Steven dan polisi saling menatap khawatir. Mereka harus bertindak cepat."Tunggu, Renee! Jangan lakukan hal bodoh!" teriak Steven.Renee tertawa. "Terlambat! Aku sudah memicu bom di rumah Dean. Mereka akan mati!"Semua orang terkejut. Polisi segera menghubungi tim bomb disposal.Dean dan Noura, yang tidak menyadari bahaya, berada di rumah. Tiba-tiba, alarm berbunyi."Apa itu?" tanya Noura khawatir.Dean memeriksa sistem keamanan. "Ada bom di rumah kita!"Mereka berdua panik. Dean dan Noura berlari keluar rumah, mencari tempat aman. Mereka mendengar suara bom menghitung mundur."Kita harus segera pergi dari sini!" teriak Dean. Semua penghuni keluar dari rumah. Mereka cemas dan takut jika sampai bom meledak sebelum dapat keluar. Noura menggenggam tangan Dean erat. "Aku takut!"Sedangkan Dean terlihat menggendong bayinya di tangan yang lain. Ibu Noura mengikuti dari belakang. Suara bom
Steven segera menghubungi Dean dan memberitahu tentang hasil penggeledahan."Apa kata polisi?" tanya Dean."Mereka menemukan bukti tambahan, tapi Renee tidak ditemukan di rumah keluarganya," jawab Steven."Apa maksudnya?" tanya Dean penasaran."Renee bersembunyi di tempat lain. Kami harus mencari lagi," kata Steven serius."Apakah kalian menemukan petunjuk?""Ya, dan sekarang kami sedang meluncur ke sana.""Baiklah, Steven. Lanjutkan! Aku terus menunggu perkembangan kalian.""Siap, Tuan. Nanti saya akan hubungi lagi."Setelah itu panggilan kembali berakhir. Dean yang tengah mengambil air minum di ruang makan, memilih duduk sebelum kembali ke atas. "Renee, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Dean seolah ada perempuan itu di depannya. Renee Abigail Willow adalah anak kedua dari pasangan Federick dan Vivian Willow. Ia adalah saudara kembar Rachel Willow —mantan tunangan Dean, yang cantik dan populer. Renee kecil sudah merasa kesal karena kerap dibandingkan dengan Rachel dan merasa tidak
Dean merasa cemas memikirkan keselamatan Noura dan Zayn. Ia meminta para pengawal meningkatkan keamanan di rumah. Sementara itu pihak kepolisian dan Steven masih mencoba menyusuri semua area gudang. Seluruh pihak mencari dan memeriksa apa saja yang ada di sana. Meski target yang mereka cari tidak ada di sana. "Kita sepertinya harus mendatangi langsung kediaman keluarga Willow," ucap Steven memberi saran. "Apakah selama ini wanita itu tinggal di sana bersama keluarganya?""Sejauh yang saya tahu, iya. Dia masih tinggal bersama kedua orang tuanya.""Baiklah. Kalau begitu lebih baik kita meluncur ke sana."Bapak polisi itu kemudian memerintahkan pasukannya meninggalkan area dan berpindah pencarian. Mereka akan menyergap Renee di rumah orang tuanya. "Kami akan mencari Nona Renee di rumahnya, Tuan." Steven memberi kabar Dean mengenai rencana penyergapan ke rumah keluarga Willow. "Benarkah? Baiklah, kabari aku terus."Dean memutuskan panggilan. Di sebelahnya Noura memeluknya erat. "Ada
Dean terlihat serius, pikirannya mulai menghubungkan antara kejadian yang menimpa Ronald dan kaburnya Alvin dari penjara. Ia meminta Steven untuk segera menghubungi polisi dan meminta mereka untuk menyelidiki lebih lanjut.Sementara itu, Noura yang tadinya sudah kembali ke kamar, tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia kembali turun dan mendengarkan pembicaraan Dean dan Steven tanpa sepengetahuan mereka."Apakah kita bisa yakin kalau Alvin-lah pelakunya?" tanya Dean."Belum, Tuan. Tapi, ada kemungkinan besar dia terlibat," jawab Steven.Noura merasa bulu kuduknya berdiri. Ia ingat akan kejadian beberapa waktu lalu ketika Alvin mencoba mencelakakannya. Noura kembali ke kamar, pikirannya dipenuhi kecemasan. Ia takut Alvin akan kembali melakukan aksi serupa. Ia takut lelaki itu melakukan berbagai cara untuk membunuhnya. Sementara itu, Dean meminta Steven untuk meningkatkan keamanan di rumah."Pastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa izin," perintah Dean.Steven mengangguk dan segera mela
Renee melaju kencang, terobsesi untuk membalas dendam pada Ronald. Ia tidak peduli dengan risiko yang akan dihadapi. Satu-satunya pikiran yang ada di kepalanya adalah memastikan Ronald tahu bahwa ia tidak bisa dianggap remeh.Di sisi lain, Dean dan Noura menikmati malam mereka, terlepas dari bayang-bayang Renee. Mereka berdua terjebak dalam kebahagiaan yang baru ditemukan.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu yang otomatis mengganggu keintiman mereka."Siapa itu?" tanya Dean dengan kesal. Mereka baru mau masuk intinya, tapi seseorang malah mengganggu keintiman ia dan Noura. "Aku tidak tahu," jawab Noura yang kemudian mendekati pintu sembari merapikan kembali penampilannya yang sudah acak-acakan. Ingin ia tertawa melihat kekesalan Dean, tapi ketukan di pintu tidak mungkin ia abaikan."Ya?" sapa Noura sesaat setelah membuka pintu. Sosok Alton berdiri di depannya dengan raut muka tak enak hati. "Maafkan saya mengganggu waktu istirahat Anda, Nona. Tapi, di bawah ada Steven