Prang!“Cecilia!” “Ma-maafkan saya, Nyonya,” ujarku sembari membungkuk pada seorang wanita paruh baya yang mengelola tempat ini.Kepalaku sangat pusing, ini sudah kedua kalinya aku memecahkan piring tentu saja Nyonya akan marah. Dia memarahiku habis-habisan di depan karyawan lain.“Aku akan memotong gajimu untuk bulan ini!” “Ti-tidak Nyonya. Jangan!” Jangan potong gajiku, gaji sebulan saja masih belum cukup untuk hidup disini dan jika dia memotongnya lagi aku akan benar-benar di usir dari rumah sewa. Ini juga pekerjaan yang kudapatkan setelah sekian lama, masa aku harus hidup di jalanan lagi?“Kalau kau tidak mau, jangan lakukan kesalahan yang sama atau kau akan kupecat,” ujarnya yang kemudian pergi meninggalkan ku dengan kesal.“Baik Nyonya.” Untung saja dia memberiku kemurahan hati, aku harus lebih berhati-hati. Pelanggan hari ini lebih banyak dari biasanya karena ada pesta perayaan panen. Avalon memang terkenal karena pertanian mereka yang berkembang pesat dan selalu menghasilka
Satu bulan lagi adalah pesta kedewasaanku dan sekarang Marquis memanggilku ke ruang kerja untuk membicarakan tentang persiapannya. Dia memutuskan untuk mengadakan pesta ini semewah mungkin dan akan mengenalkanku kepada para bangsawan Avalon secara resmi sebagai putrinya. Yah, aku tahu dia sangat menyayangi putrinya tapi bukankah terlalu berlebihan untuk merayakan pesta kedewasaan dengan sangat mewah? Dia memberiku berkas rencana pesta yang sudah dia siapkan “Ayah, apa ini tidak terlalu berlebihan?” Marquis yang sedang membaca berkas-berkasnya kini melihat kearahku dan mengerutkan dahinya. “Apa maksudmu putriku?” “Itu … pesta kedewasaan saya. Bukankan ini terlalu mewah?” Aku suka sih karena ini juga hari bersejarah untukku tapi dengan begitu bukankah para bangsawan akan menganggapku sebagai wanita yang matre. Seorang putri angkat yang menghabiskan uang ayahnya untuk memamerkan kesombongan. Mereka pasti akan berfikir begitu. Kesan pertama mereka padaku saja sudah buruk dan jika dia
"Apa anda melihat saya sedang bermain? Bahkan anak kecil tahu kalau ini bukan tempat bermain. Sepertinya ada yang salah dengan mata anda, Tuan." Dia hampir saja melemparkan palunya dan menggertakkan giginya mendengar jawabanku. "Hah! Memangnya apa yang bisa dilakukan orang rendahan sepertimu?!" Disaat seperti ini pun mereka hanya diam melihatku di permalukan apalagi penjaga yang di berikan Marquis, dia bahkan tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun untukku. "Saya tidak punya kewajiban menjawab pertanyaan Anda, yang saya cari adalah pemilik tempat ini." Wajah pria ini memerah karena marah. "Apa?! Kau mau di pukul ya?!" "Pukul saja." Jika kau memukulku harga dirimu pasti akan jatuh. Dia sudah mengangkat tangannya, jika aku hanya diam pukulan itu akan mengenai wajahku. Kurasa itu cukup setimpal asalkan aku tidak membuat kerusuhan lebih lama. "Berhenti! Apa yang kau lakukan Fleur?!" seru seorang pria yang sedang menuruni tangga. "Tuan?" "Kau akan membuat semua pelanggan kita kabu
Sehari sebelumnya. "Putriku! Apa yang terjadi?!" seru Marquis yang langsung berlari menghampiriku. Kurasa sia-sia aku meminta mereka tutup mulut. Marquis pasti sangat khawatir, dia memelukku dengan tubuhnya yang bergetar. "Aku baik-baik saja Ayah." "Bagaimana bisa kau bertemu dengannya?" "Kami tidak sengaja berpapasan dan ... emm ... itu, sepertinya aku salah mengatakan sesuatu padanya. Tapi Ayah tenang saja. Semuanya sudah selesai dengan baik." "Tidak. Ayah akan membuatnya meminta maaf padamu." Jika kau melakukannya, sepertinya bukan hanya aku yang mati tapi kau juga Marquis. Dia bahkan lebih gila daripada yang dibicarakan rumor. "Tidak. Aku baik-baik saja, Duke juga sudah meminta maaf." Mari hentikan semuanya disini dan jangan bertemu lagi dengannya. Aku juga harus mengurus sisa persiapan pesta. Marquis tidak menjawabku dan hanya menatapku sebentar lalu langsung memelukku lagi. "Baiklah, aku cukup senang dengan melihatmu masih hidup, Putriku." Ah, dia pasti takut kehilangan
Hari ini kepalaku rasanya sangat pusing mengingat pria itu terus saja membuat nyawaku terasa terancam dan Marquis malah menjadikannya pasangan pesta kedewasaanku. Sebenarnya apa yang di pikirkan Marquis? Aku menghela nafas panjang dan menarik perhatian Mario. "Ada yang salah Nona? Apa perlu saja pesankan yang lain?" tanya Mario yang sedang membawa beberapa contoh dekorasi pesta. "Tidak," jawabku. Sepertinya aku harus mencari udara segar sebelum kembali bertemu Duke Arcelio hari ini. Entah kenapa pria itu semakin sering berkunjung. Kurasa dia tidak punya pekerjaan sampai membuang banyak waktu mengancam nyawaku. Apalagi kemarin saat kami selesai makan malam tanpa ada Marquis dia hampir melemparkan pisaunya padaku namun meleset dan justru mengenai pelayan yang berdiri di belakangku. Aku sungguh tidak tahu apa motivasi pria itu hidup. "Mario, aku akan pergi keluar. Tolong sampaikan pada Ayah, aku akan pulang sebelum makan malam bersama Tuan Duke." "Baik, Nona." Hari ini aku pergi b
"Ayah apa maksudnya? Aku bertunangan dengan Tuan Revanov?" Sepertinya bukan hanya aku tapi Revanov pun juga terkejut ketika pertunangan kami di umumkan. Saat kulirik wajahnya terlihat menahan marah. Apa dia benar-benar tidak tahu tentang pertunangan ini? "Ayah akan jelaskan nanti," bisik Marquis padaku. Banyak sekali orang yang memberiku ucapan selamat. Namun tidak satupun dari mereka yang berani berbicara langsung dengan Revanov apalagi dengan wajahnya yang seperti ingin melahap orang hidup-hidup. Bisakah aku hidup dengan orang seperti ini? Membayangkannya saja membuatku merinding. Setelah beberapa saat akhirnya aku bisa keluar dari ruang pesta dengan Revanov, pria itupun sedari tadi hanya diam. Aku jadi penasaran dengan apa yang sedang dia pikirkan. "Apa kau berencana untuk membunuhku?" Aku memberanikan diri untuk mulai berbicara. Kami duduk di tepi air mancur yang ada di taman, ini lebih baik daripada harus menjawab satu persatu pertanyaan para bangsawan di dalam sana. "Kena
Revanov benar-benar membuat keributan dengan ulahnya. Padahal tadi dia terlihat tidak menyukai pertunangan kami, lalu kenapa dia melakukan hal bodoh di depan orang banyak seperti ini. Apa pria juga mengalami perubahan mood yang cepat seperti wanita?Rasanya aku sangat ingin membedah otak gilanya itu."Apa kau melihatnya juga?""Dia benar-benar Duke yang haus darah itu?""Astaga mereka nampak sangat serasi."Dan banyak lagi suara berisik yang mereka buat. Apanya yang serasi? Mereka belum tahu saja bagaimana perlakuan pria ini terhadapanku. Rasanya seperti terombang ambing di lautan kematian. Aku meliriknya yang masih berdiam diri di hadapanku seolah tidak terganggu dengan suara-suara bising itu. "Aku lupa kalau dia tidak normal," gumamku, kali ini gantian aku yang menarik tangannya. "Ikut aku!"Sekuat tenaga aku menariknya dari tengah pesta dan membawanya ke teras. Disini hanya ada sedikit orang yang akan melihat kami. Angin malam yang menerpa membuat rambutku berantakan, aku ingin me
Aku bersyukur kali ini pesta berjalan dengan lancar dan Revanov tidak membuat kekacauan apapun di pesta seperti yang biasa dia lakukan pada pesta-pesta yang lain. Hari ini terasa begitu panjang, aku merebahkan diri di atas ranjang dan menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan berbagai ukiran indah. "Baguslah mereka menerima hadiah itu dengan baik. Sekarang aku hanya perlu menunggu penjelasan dari Marquis, kira-kira apa yang akan dia katakan?" Kumeraih pisau buah yang ada di atas nakas dan menyembunyikannya di balik gaun sebelum beranjak dari tempat tidur menuju depan cermin. Pantulan wajahku di dalamnya benar-benar sangat jelas karena bulan purnama, bahkan bayangan dari dedaunan di luar juga terlihat. Kupikir wajah ini membawa keberuntungan tapi rupanya malah membawaku pada petaka. "Wajah yang cantik, apa aku harus membuat luka pada wajah ini?" gumamku sembari mengelus pantulan diriku sendiri yang ada di dalam cermin. Lalu detik berikutnya bayangan seseorang ikut terpantul
Sehari sebelumnya."Apa kau yakin Kinsey bekerja sama dengan Gabriel? Bukankah tidak ada alasan untuk Kinsey bekerjasama dengan orang seperti itu?" Tanya Bian sembari menandai beberapa ttitik di peta yang dia temukan.Kemungkinana untuk keluarga Kinsey bekerjasama dengan Gabriel sangatlah kecil terlebih mereka adalah keluarga yang selalu mencoba menghindari sekandal. Itulah sebabnya Amelia tidak terlalu memperlihatkan kedekatan dirinya dengan mereka karena resikonya begitu besar."Tidak ada satupun kemungkinan untuk mereka bekerjasama dengan Gabriel, Rev." Tambah Bian.Sedangkan pria itu memilih tidak menjawab pertanyaan temannya dan mempelajari peta untuk mengingat beberapa titik yang mungkin bisa mereka gunakan untuk menyelamatkan Cecilia. Dia bersandar pada meja dan mulai menjelaskan sedikit kemungkinan yang tengah dia pikirkan."Bukankah kita tahu bahwa Amelia bekerja sama dengan Kinsey, adikmu itu juga bekerja sama dengan Gabriel," jelas Revanov."Lalu apa hubungannya? kau pikir
Sudah berapa lama aku ada disini, semua yang kulihat hanyalah kegelapan dan secercah cahaya dari lilin yang di bawa oleh Marquis. Apa aku benar-benar sudah di campakan oleh Revanov. Kenapa berisik sekali di luar? "Kau sudah bangun rupanya," ujar seseorang yang suaranya terdengar tidak asing, dia berdiri di hadapanku dengan jubah yang menutupi wajahnya namun tidak bisa menyembunyikan betapa kuatnya aura keberadaan manusia satu ini."Gabri ... el?""Oh, kau mengenaliku." Dia menyingkap tudung yang menyembunyikan wajahnya. "Sudah kuduga Revanov memilih wanita yang tepat untuk kujadikan umpan. Lihatlah dia dengan bodohnya melawan para monster itu. Heh, dia tidak pernah berubah karena itulah dia akan tetap kalah," jelas Gabriel dengan senyum sinis di wajahnya."Monster?" "Kau baru bertanya sekarang?" Ujarnya dengan tawa yang menggema.Apa itu berarti selama ini aku sedang ada di hutan selatan? Tapi bagaimana bisa itu terjadi?! Sial, pikiranku menjadi semakin sulit mencerna apa yang terja
Pandangan yang buram, suara tetesan air yang jatuh adalah satu-satunya hal yang menemaniku disini dan membuatku tetap tersadar bahwa aku masih hidup. Sudah berapa hari aku ada disini aku tidak tahu, yang pasti adalah orang-orang itu sesekali datang menemui untuk melampiaskan amarah mereka seperti saat ini."Kau sudah gila? Bagaimana jika Tuan Gabriel tahu tentang hal ini?" tanya seorang pria dengan suara seraknya pada Marques."Gabriel? Ha! Apa maksudmu? Dia anakku jadi aku bebas melakukan apapun," jawab Marquis dengan nada mengejek.Akupun tidak tahu pasti apa yang sedang mereka bicarakan ataupun rencanakan, tapi Gabriel? Bukankah dia kakak Revanov, kenapa mereka tiba-tiba membawa nama itu. "Ack!" rintihku saat Marquis lagi-lagi menendangku dan menjambak rambutku."Lihatlah! Anak pembawa petaka ini! Dia yang membuat bisnis kita bangkrut!" ujar Marquis dengan nada geram sebelum kembali menjatuhkan tubuhku.Sudah berapa lama aku seperti ini, semuanya membuatku kembali mengingat kenang
Tidak ada satupun yang berhasil kuingat saat tak sadarkan diri setelah acara minum teh bersama Putri Amelia dan sekarang aku sudah berada di sebuah tempat yang sangat asing. Tanpa ada seorang pun di sampingku, kedua tanganku terikat termasuk kakiku dan saat itu aku baru sadar bahwa semua ini mungkin adalah rencana dari Amelia. Bagaimana bisa dia menculikku bahkan saat aku ada di kediamanku sendiri. "Revanov? Apa itu kau?" Sialnya suaraku juga seolah hilang, tak butuh waktu lama karena setelah aku terbangun sebuah bayangan menghampiriku di dalam ruangan yang gelap ini, dia membawa sebuah lentera di tangannya. "Kau sudah bangun? Putriku?" Deg! Jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat mendengar suara yang begitu familiar. Dan apa yang kulihat sekarang benar-benar di luar perkiraanku, aku lengah ketika berfikir sudah berhasil menghancurkannya. Pria tua itu sudah berdiri di hdapanku dengan sebuah benda pisau di tangan yang satunya. "Marquis?" "Apa kau merindukan Ayahmu ini?" t
Entah Seperti yang di katakan melalui surat bahwa Putri Amelia akan datang berkunjung. Ternyata dia langsung datang hari ini dengan membawa beberapa pengawal dan pelayannya."Salam untuk matahari Avalon," sapaku bersamaan dengan Revanov yang juga menyambutnya."Terima kasih atas sambutan hangat kalian, tapi kudengar Duches sedang sakit. Apa tidak masalah jika anda pergi keluar seperti ini?" tanya Amelia.Dia memberikan isyarat pada salah satu pelayannya untuk memberikan sebuah mantel padaku."Anda harus menjaga suhu tubuh saat berada di Arcelio, tempat ini lebih dingin dari daerah-daerah lainnya," jelas Amelia begitu menempatkan mantel tadi padaku."Terima kasih Yang mulia," ucapku.Apa ini perasaanku saja atau memang ada sesuatu yang salah disini? Dia berkata seolah dirinya yang paling tahu tempat ini bahkan dia juga memberikan beberapa mantel kepada pelayan yang ikut menyambutnya."Kuharap kalian juga bisa bekerja lebih nyaman disini," ucap Amelia begitu memberikan mantel-mantel tad
Pada akhirnya aku tidak bisa menemui Alfonso sampai aku tiba di Arcelio. Orang-orang di kediaman itu membuat keributan setelah melihat luka yang ada pada tubuhku.Padahal aku sudah mencoba menyembunyikannya sebisa mungkin tapi ternyata bekasnya lebih parah dari yang kukira."Fred, aku menunggu penjelasanmu nanti," ujar Revanov pada Frederick begitu melihatku kembali dengan badan penuh lebam.Frederick hanya mengangguk hormat dan dengan cepat memanggil tabib untuk mengobatiku. Sedangkan Revanov kini menatap tajam padaku, lebih tepatnya pada luka lebam yang ada di pipiku."Kenapa?" tanyaku karena dia tak kunjung bicara namun malah mengepalkan tangannya."Tidak apa-apa, masuklah kau harus segera di obati," ucapnya."Iya, tapi kau mau kemana?"Kupikir dia akan mengantarku masuk untuk diobati tapi ternyata malah meminta seorang pelayan untuk menyiapkan kudanya. Dia nampak terburu-buru, apa mungkin urusan dengan orang yang mengaku sebagai kakaknya itu belum selesai?"Aku akan segera kembali
Setelah tubuhku di pontang pantingkan oleh Marquis sebagian baju yang kupakai akhirnya robek dan ada banyak bekas goresan di sekujur tubuhku. Meskipun aku tahu bahwa dia sangat marah tapi apa memang harus sampai seperti ini? Tidak ada yang bisa kulakukan selain menerima semua serangannya."Kau hanya anak bodoh yang tak berguna!" serunya tiap kali menjambak rambutku."Tapi kenapa kau menggunakan aku sebagai jaminan perjanjian itu?"Plak!!Bekas tangannya pasti sangat kentara di wajahku. "Harusnya kubiarkan saja kau di jalanan saat itu. Dasar putri tidak tahu diri. Kau sudah kubiarkan hidup harusnya kau berterima kasih bukannya malah mengkhianati ayahmu seperti ini!""Lihat siapa yang berbicara sekarang, anda mengatakan saya berkhianat? Lalu anda sebut apa perlakuan yang anda lakukan pada ibu saya?!""Berhentilah mengelak! Itu karena ibumu saja yang tak mau mengerti keinginan suaminya. Harusnya dia tahu bahwa menuruti perkataan suami itu hal yang harus dilakukan.""Haha..."Tanganku y
Malam telah larut ketika aku dan Revanov kembali ke kediaman Arcelio. Kami membahas tentang pengembangan wilayah sebentar sebelum tidur.Kali ini sudah kupikirkan dengan matang bahwa besok aku akan memenuhi panggilan Marquis, apalagi pria tua itu sudah mulai mengancamku melalui surat-suratnya. "Kurasa kau menyukai hadiahku ya, Ayah," gumamku pada langit-langit kamar.Kamar ini sengaja di buat sedikit redup karena aku yang memintanya, kupikir cahaya bukanlah hal yang cocok untukku. Dan kegelapan akan membuatku terus tersadar tentang apa tujuanku sebenarnya.Tidak ada cahaya yang benar-benar hadis di hidup ini, sekarang yang bisa kulakukan hanyalah berfokus pada pembalasan dendam.******Suara telapak kaki kuda mengiringi perjalananku menuju Magrita, tak kusangka akan secepat ini kembali ke tempat itu.Revanov tidak membiarkanku pergi sendirian karena dia mengirimkan Frederick untuk pergi bersamaku."Dia pasti sangat mempercayaimu sampai memberikan tugas seperti ini," ujarku pada Frede
Ke esokan harinya aku keluar bersama dengan Revanov untuk melihat kondisi para penduduk, Meskipun tempat ini sangat dingin ta[i aku senang melihat banyak orang yang maih mau tinggal disini. Kulihat perdagangan disini berjalan dengan lancar lalu penyupaian bahan pangan juga berjalan dengan baik. "Selain tambang, sumber penghasilan di Arcelio ada apa saja?" tanyaku pada Revanov yang setia berjalan berdampingan denganku. "Tidak ada sumber penghasilan lain, sejauh ini Arcelio terus bertahan dengan mengandalkan pertambangan," jawab Revanov. Selama kami mengunjungi wilayah, para penduduk menyambut dengan baik bahkan mereka memberikan beberapa buah untukku dan Revanov sebagai tanda terima kasih sudah merawat wilayah ini. Saat menghadapi para penduduk sifat revanov sangat berbeda, dia menjadi orang yang lebih lembut dan terlihat seperti pemimpin yang sangat mengayomi. Pasti berat baginya setelah memberikan tambang berlian pada Marquis dan hanya mendapatkan aku sebagai gantinya. Apa tidak