Prang!
“Cecilia!”“Ma-maafkan saya, Nyonya,” ujarku sembari membungkuk pada seorang wanita paruh baya yang mengelola tempat ini.Kepalaku sangat pusing, ini sudah kedua kalinya aku memecahkan piring tentu saja Nyonya akan marah. Dia memarahiku habis-habisan di depan karyawan lain.“Aku akan memotong gajimu untuk bulan ini!”“Ti-tidak Nyonya. Jangan!”Jangan potong gajiku, gaji sebulan saja masih belum cukup untuk hidup disini dan jika dia memotongnya lagi aku akan benar-benar di usir dari rumah sewa. Ini juga pekerjaan yang kudapatkan setelah sekian lama, masa aku harus hidup di jalanan lagi?“Kalau kau tidak mau, jangan lakukan kesalahan yang sama atau kau akan kupecat,” ujarnya yang kemudian pergi meninggalkan ku dengan kesal.“Baik Nyonya.”Untung saja dia memberiku kemurahan hati, aku harus lebih berhati-hati. Pelanggan hari ini lebih banyak dari biasanya karena ada pesta perayaan panen. Avalon memang terkenal karena pertanian mereka yang berkembang pesat dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas.Aku menepuk-nepuk pipiku sendiri dan beralih dari tempat cuci piring menjadi pengantar minuman. “Ayo. Fokuskan dirimu Cecilia!”Brak!Hari sial ini … aku baru berjalan beberapa langkah dan seseorang sudah menabrakku lagi dari belakang. Kali ini pasti akan langsung di pecat, nyonya yang melihatku dari kejauhan langsung berjalan ke arahku. Siapa sih orang yang berjalan tanpa mata itu!“Hei, Tuan!”“Apa?!” tanyanya dengan suara rendah.Astaga aura mematikan apa ini. Dia memakai tudung jadi aku kesulitan melihat wajahnya. Ayo tahan Cecilia, dia orang yang menabrakmu. “K-kau harusnya meminta maaf!”“Untuk apa?”Mendengar suaranya membuatku semakin kesal. “Apa maksudmu? Aku akan kehilangan pekerjaan karenamu!”“Cecilia!”Ugh, kenapa wanita itu cepat sekali datangnya. Aku bahkan belum selesai memarahi pria di hadapanku ini.“Kau benar-benar! Keluar dari sini sekarang. Kau di pecat!” seru Nyonya.“Tapi Nyonya dia yang menabrak saya.”“Aku menolak alasan." Tegasnya.Sial, Pria tadi juga hanya diam saja melihatku di usir. Kalau seperti ini aku harus mencari pekerjaan dimana lagi. Selama ini aku hanya hidup seorang diri dengan berkelana dan mencari makan dimana saja. Aku bahkan tidak tahu siapa orang tua yang sudah membuangku itu.Baru saja aku hidup nyaman dengan bekerja di bar tapi karena pria itu semuanya berantakan, aku menyusuri jalanan di ibukota dengan pikiran kemana lagi aku harus pergi. Apalagi rasa sakit kepalaku semakin kuat.“Permisi, Nona?” panggil seseorang yang berdiri tepat di hadapanku hanya beberapa langkah saja kami bisa bertabrakan.Siapa ini? Aku tidak mengenalnya tapi dia terlihat seperti seorang bangsawan. “Ya? Ada yang bisa kubantu?”Dia terlihat seperti orang kaya mungkin aku bisa mendapat uang jika membantunya.“Apa anda mau ikut bersama saya?”“Hah?”Mataku terbelalak mendengar tawarannya. Apa ini motif penculikan baru? Kudengar akhir-akhir ini banyak penculikan gadis untuk di jual.“Seseorang yang saya kenal sepertinya bisa membantumu,” lanjut orang itu.“Maaf, Nyonya. Tapi saya tidak tertarik.”Haduh. Aku harus segera pergi sebelum wanita aneh ini terus mengangguku. Dia bahkan langsung mengajakku pergi begitu saja, apa dia pikir aku bodoh.“Aku akan memberimu tempat tinggal yang nyaman," ujar seseorang yang langsung menghentikan langkahku.Siapa lagi pria yang tiba-tiba muncul itu. Ini benar-benar hari yang sial, setelah di pecat aku harus berurusan dengan penculik. Apa hariku bisa lebih sial lagi? Aku menoleh ke belakang dan seorang pria paruh baya berdiri disana dengan pakaian mewahnya.“Maaf Tuan, tapi-““Aku belum selesai berbicara.”Aku juga belum selesai. Mentang mentang dia lebih tua jadi seenaknya memotong perkataan orang lain.“Aku akan ubah kata-katanya. Apa kau mau menjadi putri angkatku?”Pertanyaannya sukses membuatku terngaga. “Tuan, ugh ... begini ..." Aku memegangi kepalaku rasanya semakin pusing saja. "Saya bukan orang bodoh yang akan langsung ikut karena di beri sebuah permen.”“Aku bisa membuktikan kalau aku bukan orang yang berbahaya. Mari berbicara di tempat yang lebih nyaman.”“Tidak.”“Kau harus ikut denganku.”Dia mengeluarkan sebuah kantong dan memberikannya padaku. Astaga. Apa itu benar-benar uang? Dia membawa satu kantong emas penuh.“Ambil itu,” ucapnya."Tuan, ini ....?" aku tidak tahu apa mereka melihat tanganku bergetar. Uang ini terlalu banyak, apa aku terima saja tawarannya. Lagipula aku sudah tidak punya tempat tinggal."Bagaimana?"Kata orang tidak baik menolak rejeki. Tentu saja aku langsung setuju. Kami melanjutkan pembicaraan di tempat yang lebih tertutup seperti yang dikatakannya. Yaitu di dalam café terbesar di ibukota, lebih tepatnya tempan pribadi yang memang sudah di siapkan khusus. Level orang kaya benar-benar berbeda.“Jadi, apa kita bisa melanjutkannya sekarang?” tanyanya yang kini sudah berhadapan-hadapan denganku.“Tentu saja. Silahkan anda jelaskan detailnya, apa maksud anda mengadopsi saya?”“Sebelumnya perkenalkan saya Marquis Magrita.”“Saya Cecilia, setidaknya orang-orang memanggil saya begitu.”Aku tidak ingat pasti siapa nama lengkapku, nama Cecilia kudapatkan dari tempat pertamaku bekerja.“Baiklah. Cecilia, Sebenarnya kau terlihat begitu mirip dengan putriku yang meninggal setahun yang lalu.”“Putri anda?”“Benar, aku sangat menyayanginya dan ingin melihatnya lagi.”Kalau putrinya sudah mati. Apa itu artinya dia memintaku untuk mengisi posisi putrinya itu hanya karena wajahku yang terlihat mirip? Sekarang dia mulai bercerita banyak tentang putrinya dan sesekali menangis.“Jadi, apa kau bersedia menjadi putri angkatku?”“Saya tidak setega itu membiarkan orang tua yang begitu menyayangi anaknya menangis. Saya akan pergi bersama anda.”“Baguslah. Kita akan kembali setelah kau menghabiskan makananmu. Dan kau bisa memanggilku Ayah mulai sekarang,” ujarnya dengan mata yang masih sembab dan suara serak karena menangis."Iya, Ayah," jawabku.Lagipula buat apa membuang kesempatan emas seperti ini? Dia bangsawan yang kaya, aku hanya perlu berpura-pura jadi anaknya saja dan hidup bergelimang harta.Uang benar-benar yang terbaik.Mereka membawaku keluar dari ibukota dan perjalanan ini membutuhkan waktu empat hari untuk mencapai wilayah Marquis.*****Wah … dari kejauhan saja rumah megahnya sudah terlihat kerlap-kerlip. Aku tidak pernah membayangkan akan hidup di tempat seperti ini sebelumnya.Semua pelayan keluar untuk menyambut kami, benar-benar orang kaya. Aku harus menyembunyikan ekspresiku sebelum air liurku jatuh.“Sekarang ini adalah rumahmu, Cecil.”Aku tidak bisa melepaskan mataku dari kemagahan rumah Marquis ini.“Pelayan antarkan anak ini ke kamar yang sudah di siapkan," perintah Marquis pada seorang pelayan.“Baik, Tuan," jawab pelayan itu.“Nah, Putriku, kau ikuti saja dia. Aku harus mengurus surat adopsimu.”“Iya Ayah.”“Sampai jumpa lagi, Putriku.”Dia mengelus ujung kepalaku dengan lembut, seperti inikah rasanya memiliki seorang ayah?Pelayan itu mengantarku ke sebuah ruangan yang sangat luas, mereka mengatakan bahwa ini adalah kamarku tapi ini terlihat lebih luas bahkan dua kali lipat rumah yang kusewa.“Kami akan berjaga di luar, silahkan bunyikan loncengnya jika anda membutuhkan sesuatu.”“Iya. Terima kasih.”Akhirnya aku punya ruanganku sendiri, astaga kasurnya sangat empuk. Marquis juga memasang foto-foto putrinya di ruangan ini.“Kami benar-benar mirip.”Dari warna mata biru, rambut pirang, bahkan wajah. Tidak akan ada yang curiga jika aku mengatakan bahwa putri marquis kembali hidup. Itu pasti akan menjadi cerita yang menarik. Aku menjadi kaya hanya dalam semalam, jika saja orang tua asliku tahu sepertinya aku harus berterima kasih pada mereka telah mewariskan wajah ini padaku.“Terima kasih sudah membuangku.”****Sudah setahun lamanya sejak aku tinggal bersama Marquis sebagai putri angkatnya, selama itu juga aku sudah menempuh Pendidikan bangsawan yang membuat kepalaku rasanya mau pecah. Banyak sekali hal yang perlu kupelajari.“Bagus, Nona Cecilia. Jika terus seperti ini kita bisa lanjut ke pelajaran berikutnya.”Hari ini aku mempelajari politik di kerajaan Avalon dan harus menghafalkan banyak nama bangsawan. Mungkin ada lebih dari serratus nama bangsawan di tumpukan kertas yang ada di hadapanku ini.“Kau melakukannya dengan sangat baik Putriku, terima kasih atas bimbinganmu Countess Afrina.”Hari ini Marquis memantau ujianku secara langsung, dari dulu dia memang sering datang setiap ujian untuk melihat perkembanganku. Dia selalu memberiku pujian setelah mendapat nilai yang bagus karena berhasil mempelajari semuanya dengan cepat.“Kalau begitu sampai jumpa di kelas berikutnya, Nona Cecilia.”“Iya, terima kasih atas bimbingan anda Countess.”Wanita ini selalu terlihat elegan, bahkan saat memberikan courtesy, dia meninggalkanku bersama Marquis.“Ayah?”“Kerja bagus, Putriku. Apa kau ingin aku membelikan perhiasan baru?” tanya dengan senyum yang selalu membuatku senang."Tidak perlu Ayah, aku senang bisa membuat ayah bangga."Entah sejak kapan aku merubah pikiranku dan mengutamakan Marquis daripada uang ataupun perhiasan. Mungkin karena kebaikan yang terus dia berikan. Aku merasa punya keluarga asli sekarang.“Selamat pagi, Nona cecil,” sapa pengurus kandang kuda begitu melihatku masuk. “Apa anda akan pergi sendirian lagi? Saya tidak melihat kesatria penjaga anda.”“Pagi, Andre. Iya, aku ingin berjalan-jalan ke bukit belakang bersama Lily.”Dia adalah Kuda putih yang di berikan Marquis padaku saat aku menjadi anak angkatnya. “Hai, Lily. Bagaimana keadaanmu?”“Nona, sepertinya dia sangat merindukan anda. Lily bahkan tidak mau di rawat siapapun selain anda,” jawab Andre sembari memberi makan kuda yang lainnya.“Itu karena dia mengenali pemiliknya.” Aku mengeluarkan Lily dari kandang dan membawanya setelah memberinya sebuah apel, dia adalah kuda terbaik yang bisa aku tunggangi. “Ayo kita pergi Lily!”“Hati-hati di jalan Nona!” seru Andre.Kandang kuda itu terletak cukup dekat dengan hutan dan bukit belakang mansion Magrita. Aku bisa langsung melihat bukitnya begitu keluar dari hutan. Ada satu tempat yang sangat sering kudatangi ketika sendirian.Tempat itu adalah taman dandelion yang sangat luas, letaknya ada jauh di atas bukit sehingga cukup tenang dan jarang ada orang yang datang kesana. Angin sepoi-sepoi langsung menyapaku begitu sampai. “Kau lihat Lily? Sangat indah bukan?”Kami berhenti di tengahnya. Tiduran disini sangat nyaman apalagi cuacanya cukup bagus. Kadang semuanya masih terlihat seperti mimpi. “Langitnya sangat indah. Lily, apa kau percaya bahwa dulu orang tua kandungku membuangku? Tapi aku tidak sedih karena sekarang aku mempunyai Tuan Marquis, dia ayah yang baik.”Sepertinya aku akan segera tertidur karena ini sangat nyaman.…….“Bagaimana perkembangan putriku, William?”Seorang pria berkacamata memberikan berkas-berkas yang dibawanya pada Marquis. “Putri sudah mengalami banyak perkembangan. Beliau sudah bisa berjalan meskipun dengan bantuan tongkat.”“Bagus, lanjutkan perawatannya. Aku akan mengurus Cecil. Dia akan berguna untukku."Satu bulan lagi adalah pesta kedewasaanku dan sekarang Marquis memanggilku ke ruang kerja untuk membicarakan tentang persiapannya. Dia memutuskan untuk mengadakan pesta ini semewah mungkin dan akan mengenalkanku kepada para bangsawan Avalon secara resmi sebagai putrinya. Yah, aku tahu dia sangat menyayangi putrinya tapi bukankah terlalu berlebihan untuk merayakan pesta kedewasaan dengan sangat mewah? Dia memberiku berkas rencana pesta yang sudah dia siapkan “Ayah, apa ini tidak terlalu berlebihan?” Marquis yang sedang membaca berkas-berkasnya kini melihat kearahku dan mengerutkan dahinya. “Apa maksudmu putriku?” “Itu … pesta kedewasaan saya. Bukankan ini terlalu mewah?” Aku suka sih karena ini juga hari bersejarah untukku tapi dengan begitu bukankah para bangsawan akan menganggapku sebagai wanita yang matre. Seorang putri angkat yang menghabiskan uang ayahnya untuk memamerkan kesombongan. Mereka pasti akan berfikir begitu. Kesan pertama mereka padaku saja sudah buruk dan jika dia
"Apa anda melihat saya sedang bermain? Bahkan anak kecil tahu kalau ini bukan tempat bermain. Sepertinya ada yang salah dengan mata anda, Tuan." Dia hampir saja melemparkan palunya dan menggertakkan giginya mendengar jawabanku. "Hah! Memangnya apa yang bisa dilakukan orang rendahan sepertimu?!" Disaat seperti ini pun mereka hanya diam melihatku di permalukan apalagi penjaga yang di berikan Marquis, dia bahkan tidak mengeluarkan suaranya sedikit pun untukku. "Saya tidak punya kewajiban menjawab pertanyaan Anda, yang saya cari adalah pemilik tempat ini." Wajah pria ini memerah karena marah. "Apa?! Kau mau di pukul ya?!" "Pukul saja." Jika kau memukulku harga dirimu pasti akan jatuh. Dia sudah mengangkat tangannya, jika aku hanya diam pukulan itu akan mengenai wajahku. Kurasa itu cukup setimpal asalkan aku tidak membuat kerusuhan lebih lama. "Berhenti! Apa yang kau lakukan Fleur?!" seru seorang pria yang sedang menuruni tangga. "Tuan?" "Kau akan membuat semua pelanggan kita kabu
Sehari sebelumnya. "Putriku! Apa yang terjadi?!" seru Marquis yang langsung berlari menghampiriku. Kurasa sia-sia aku meminta mereka tutup mulut. Marquis pasti sangat khawatir, dia memelukku dengan tubuhnya yang bergetar. "Aku baik-baik saja Ayah." "Bagaimana bisa kau bertemu dengannya?" "Kami tidak sengaja berpapasan dan ... emm ... itu, sepertinya aku salah mengatakan sesuatu padanya. Tapi Ayah tenang saja. Semuanya sudah selesai dengan baik." "Tidak. Ayah akan membuatnya meminta maaf padamu." Jika kau melakukannya, sepertinya bukan hanya aku yang mati tapi kau juga Marquis. Dia bahkan lebih gila daripada yang dibicarakan rumor. "Tidak. Aku baik-baik saja, Duke juga sudah meminta maaf." Mari hentikan semuanya disini dan jangan bertemu lagi dengannya. Aku juga harus mengurus sisa persiapan pesta. Marquis tidak menjawabku dan hanya menatapku sebentar lalu langsung memelukku lagi. "Baiklah, aku cukup senang dengan melihatmu masih hidup, Putriku." Ah, dia pasti takut kehilangan
Hari ini kepalaku rasanya sangat pusing mengingat pria itu terus saja membuat nyawaku terasa terancam dan Marquis malah menjadikannya pasangan pesta kedewasaanku. Sebenarnya apa yang di pikirkan Marquis? Aku menghela nafas panjang dan menarik perhatian Mario. "Ada yang salah Nona? Apa perlu saja pesankan yang lain?" tanya Mario yang sedang membawa beberapa contoh dekorasi pesta. "Tidak," jawabku. Sepertinya aku harus mencari udara segar sebelum kembali bertemu Duke Arcelio hari ini. Entah kenapa pria itu semakin sering berkunjung. Kurasa dia tidak punya pekerjaan sampai membuang banyak waktu mengancam nyawaku. Apalagi kemarin saat kami selesai makan malam tanpa ada Marquis dia hampir melemparkan pisaunya padaku namun meleset dan justru mengenai pelayan yang berdiri di belakangku. Aku sungguh tidak tahu apa motivasi pria itu hidup. "Mario, aku akan pergi keluar. Tolong sampaikan pada Ayah, aku akan pulang sebelum makan malam bersama Tuan Duke." "Baik, Nona." Hari ini aku pergi b
"Ayah apa maksudnya? Aku bertunangan dengan Tuan Revanov?" Sepertinya bukan hanya aku tapi Revanov pun juga terkejut ketika pertunangan kami di umumkan. Saat kulirik wajahnya terlihat menahan marah. Apa dia benar-benar tidak tahu tentang pertunangan ini? "Ayah akan jelaskan nanti," bisik Marquis padaku. Banyak sekali orang yang memberiku ucapan selamat. Namun tidak satupun dari mereka yang berani berbicara langsung dengan Revanov apalagi dengan wajahnya yang seperti ingin melahap orang hidup-hidup. Bisakah aku hidup dengan orang seperti ini? Membayangkannya saja membuatku merinding. Setelah beberapa saat akhirnya aku bisa keluar dari ruang pesta dengan Revanov, pria itupun sedari tadi hanya diam. Aku jadi penasaran dengan apa yang sedang dia pikirkan. "Apa kau berencana untuk membunuhku?" Aku memberanikan diri untuk mulai berbicara. Kami duduk di tepi air mancur yang ada di taman, ini lebih baik daripada harus menjawab satu persatu pertanyaan para bangsawan di dalam sana. "Kena
Revanov benar-benar membuat keributan dengan ulahnya. Padahal tadi dia terlihat tidak menyukai pertunangan kami, lalu kenapa dia melakukan hal bodoh di depan orang banyak seperti ini. Apa pria juga mengalami perubahan mood yang cepat seperti wanita?Rasanya aku sangat ingin membedah otak gilanya itu."Apa kau melihatnya juga?""Dia benar-benar Duke yang haus darah itu?""Astaga mereka nampak sangat serasi."Dan banyak lagi suara berisik yang mereka buat. Apanya yang serasi? Mereka belum tahu saja bagaimana perlakuan pria ini terhadapanku. Rasanya seperti terombang ambing di lautan kematian. Aku meliriknya yang masih berdiam diri di hadapanku seolah tidak terganggu dengan suara-suara bising itu. "Aku lupa kalau dia tidak normal," gumamku, kali ini gantian aku yang menarik tangannya. "Ikut aku!"Sekuat tenaga aku menariknya dari tengah pesta dan membawanya ke teras. Disini hanya ada sedikit orang yang akan melihat kami. Angin malam yang menerpa membuat rambutku berantakan, aku ingin me
Aku bersyukur kali ini pesta berjalan dengan lancar dan Revanov tidak membuat kekacauan apapun di pesta seperti yang biasa dia lakukan pada pesta-pesta yang lain. Hari ini terasa begitu panjang, aku merebahkan diri di atas ranjang dan menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan berbagai ukiran indah. "Baguslah mereka menerima hadiah itu dengan baik. Sekarang aku hanya perlu menunggu penjelasan dari Marquis, kira-kira apa yang akan dia katakan?" Kumeraih pisau buah yang ada di atas nakas dan menyembunyikannya di balik gaun sebelum beranjak dari tempat tidur menuju depan cermin. Pantulan wajahku di dalamnya benar-benar sangat jelas karena bulan purnama, bahkan bayangan dari dedaunan di luar juga terlihat. Kupikir wajah ini membawa keberuntungan tapi rupanya malah membawaku pada petaka. "Wajah yang cantik, apa aku harus membuat luka pada wajah ini?" gumamku sembari mengelus pantulan diriku sendiri yang ada di dalam cermin. Lalu detik berikutnya bayangan seseorang ikut terpantul
Ketika aku bangun Revanov sudah tidak ada di kamarku begitu pula jasad pembunuh bayaran itu. Semalam aku pasti sudah ikutan gila, bagaimana bisa kami tidur bersama?! "Permisi Nona," ujar seorang pelayan yang baru saja masuk membawa sarapanku dan air untuk mencuci muka. "Letakkan saja disana. Kau boleh pergi sekarang." "Baik." Perlahan aku beranjak dari ranjang dan membasuh wajahku sendiri yang kini terpantul dalam air di baskom. Aku tidak pernah berfikir bahwa akan ada seseorang yang menyewa pembunuh bayaran seperti semalam. Mereka tidak mungkin utusan dari Marquis. "Haah, siapa lagi yang mencari gara-gara denganku sekarang." Hari ini aku akan menerima surat penyerahan tambang batu bara dari Marquis sekaligus penjelasan tentang pertunangan mendadak yang dia umumkan semalam. Ruang kerjanya nampak sepi tanpa ada Mario ataupun Sillia. "Kau sedang mencari siapa Putriku?" tanya Marquis yang baru saja selesai menandatangani berkasnya. "Dimana Mario dan Sillia?" "Oh, mereka kuberi t
Sehari sebelumnya."Apa kau yakin Kinsey bekerja sama dengan Gabriel? Bukankah tidak ada alasan untuk Kinsey bekerjasama dengan orang seperti itu?" Tanya Bian sembari menandai beberapa ttitik di peta yang dia temukan.Kemungkinana untuk keluarga Kinsey bekerjasama dengan Gabriel sangatlah kecil terlebih mereka adalah keluarga yang selalu mencoba menghindari sekandal. Itulah sebabnya Amelia tidak terlalu memperlihatkan kedekatan dirinya dengan mereka karena resikonya begitu besar."Tidak ada satupun kemungkinan untuk mereka bekerjasama dengan Gabriel, Rev." Tambah Bian.Sedangkan pria itu memilih tidak menjawab pertanyaan temannya dan mempelajari peta untuk mengingat beberapa titik yang mungkin bisa mereka gunakan untuk menyelamatkan Cecilia. Dia bersandar pada meja dan mulai menjelaskan sedikit kemungkinan yang tengah dia pikirkan."Bukankah kita tahu bahwa Amelia bekerja sama dengan Kinsey, adikmu itu juga bekerja sama dengan Gabriel," jelas Revanov."Lalu apa hubungannya? kau pikir
Sudah berapa lama aku ada disini, semua yang kulihat hanyalah kegelapan dan secercah cahaya dari lilin yang di bawa oleh Marquis. Apa aku benar-benar sudah di campakan oleh Revanov. Kenapa berisik sekali di luar? "Kau sudah bangun rupanya," ujar seseorang yang suaranya terdengar tidak asing, dia berdiri di hadapanku dengan jubah yang menutupi wajahnya namun tidak bisa menyembunyikan betapa kuatnya aura keberadaan manusia satu ini."Gabri ... el?""Oh, kau mengenaliku." Dia menyingkap tudung yang menyembunyikan wajahnya. "Sudah kuduga Revanov memilih wanita yang tepat untuk kujadikan umpan. Lihatlah dia dengan bodohnya melawan para monster itu. Heh, dia tidak pernah berubah karena itulah dia akan tetap kalah," jelas Gabriel dengan senyum sinis di wajahnya."Monster?" "Kau baru bertanya sekarang?" Ujarnya dengan tawa yang menggema.Apa itu berarti selama ini aku sedang ada di hutan selatan? Tapi bagaimana bisa itu terjadi?! Sial, pikiranku menjadi semakin sulit mencerna apa yang terja
Pandangan yang buram, suara tetesan air yang jatuh adalah satu-satunya hal yang menemaniku disini dan membuatku tetap tersadar bahwa aku masih hidup. Sudah berapa hari aku ada disini aku tidak tahu, yang pasti adalah orang-orang itu sesekali datang menemui untuk melampiaskan amarah mereka seperti saat ini."Kau sudah gila? Bagaimana jika Tuan Gabriel tahu tentang hal ini?" tanya seorang pria dengan suara seraknya pada Marques."Gabriel? Ha! Apa maksudmu? Dia anakku jadi aku bebas melakukan apapun," jawab Marquis dengan nada mengejek.Akupun tidak tahu pasti apa yang sedang mereka bicarakan ataupun rencanakan, tapi Gabriel? Bukankah dia kakak Revanov, kenapa mereka tiba-tiba membawa nama itu. "Ack!" rintihku saat Marquis lagi-lagi menendangku dan menjambak rambutku."Lihatlah! Anak pembawa petaka ini! Dia yang membuat bisnis kita bangkrut!" ujar Marquis dengan nada geram sebelum kembali menjatuhkan tubuhku.Sudah berapa lama aku seperti ini, semuanya membuatku kembali mengingat kenang
Tidak ada satupun yang berhasil kuingat saat tak sadarkan diri setelah acara minum teh bersama Putri Amelia dan sekarang aku sudah berada di sebuah tempat yang sangat asing. Tanpa ada seorang pun di sampingku, kedua tanganku terikat termasuk kakiku dan saat itu aku baru sadar bahwa semua ini mungkin adalah rencana dari Amelia. Bagaimana bisa dia menculikku bahkan saat aku ada di kediamanku sendiri. "Revanov? Apa itu kau?" Sialnya suaraku juga seolah hilang, tak butuh waktu lama karena setelah aku terbangun sebuah bayangan menghampiriku di dalam ruangan yang gelap ini, dia membawa sebuah lentera di tangannya. "Kau sudah bangun? Putriku?" Deg! Jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat mendengar suara yang begitu familiar. Dan apa yang kulihat sekarang benar-benar di luar perkiraanku, aku lengah ketika berfikir sudah berhasil menghancurkannya. Pria tua itu sudah berdiri di hdapanku dengan sebuah benda pisau di tangan yang satunya. "Marquis?" "Apa kau merindukan Ayahmu ini?" t
Entah Seperti yang di katakan melalui surat bahwa Putri Amelia akan datang berkunjung. Ternyata dia langsung datang hari ini dengan membawa beberapa pengawal dan pelayannya."Salam untuk matahari Avalon," sapaku bersamaan dengan Revanov yang juga menyambutnya."Terima kasih atas sambutan hangat kalian, tapi kudengar Duches sedang sakit. Apa tidak masalah jika anda pergi keluar seperti ini?" tanya Amelia.Dia memberikan isyarat pada salah satu pelayannya untuk memberikan sebuah mantel padaku."Anda harus menjaga suhu tubuh saat berada di Arcelio, tempat ini lebih dingin dari daerah-daerah lainnya," jelas Amelia begitu menempatkan mantel tadi padaku."Terima kasih Yang mulia," ucapku.Apa ini perasaanku saja atau memang ada sesuatu yang salah disini? Dia berkata seolah dirinya yang paling tahu tempat ini bahkan dia juga memberikan beberapa mantel kepada pelayan yang ikut menyambutnya."Kuharap kalian juga bisa bekerja lebih nyaman disini," ucap Amelia begitu memberikan mantel-mantel tad
Pada akhirnya aku tidak bisa menemui Alfonso sampai aku tiba di Arcelio. Orang-orang di kediaman itu membuat keributan setelah melihat luka yang ada pada tubuhku.Padahal aku sudah mencoba menyembunyikannya sebisa mungkin tapi ternyata bekasnya lebih parah dari yang kukira."Fred, aku menunggu penjelasanmu nanti," ujar Revanov pada Frederick begitu melihatku kembali dengan badan penuh lebam.Frederick hanya mengangguk hormat dan dengan cepat memanggil tabib untuk mengobatiku. Sedangkan Revanov kini menatap tajam padaku, lebih tepatnya pada luka lebam yang ada di pipiku."Kenapa?" tanyaku karena dia tak kunjung bicara namun malah mengepalkan tangannya."Tidak apa-apa, masuklah kau harus segera di obati," ucapnya."Iya, tapi kau mau kemana?"Kupikir dia akan mengantarku masuk untuk diobati tapi ternyata malah meminta seorang pelayan untuk menyiapkan kudanya. Dia nampak terburu-buru, apa mungkin urusan dengan orang yang mengaku sebagai kakaknya itu belum selesai?"Aku akan segera kembali
Setelah tubuhku di pontang pantingkan oleh Marquis sebagian baju yang kupakai akhirnya robek dan ada banyak bekas goresan di sekujur tubuhku. Meskipun aku tahu bahwa dia sangat marah tapi apa memang harus sampai seperti ini? Tidak ada yang bisa kulakukan selain menerima semua serangannya."Kau hanya anak bodoh yang tak berguna!" serunya tiap kali menjambak rambutku."Tapi kenapa kau menggunakan aku sebagai jaminan perjanjian itu?"Plak!!Bekas tangannya pasti sangat kentara di wajahku. "Harusnya kubiarkan saja kau di jalanan saat itu. Dasar putri tidak tahu diri. Kau sudah kubiarkan hidup harusnya kau berterima kasih bukannya malah mengkhianati ayahmu seperti ini!""Lihat siapa yang berbicara sekarang, anda mengatakan saya berkhianat? Lalu anda sebut apa perlakuan yang anda lakukan pada ibu saya?!""Berhentilah mengelak! Itu karena ibumu saja yang tak mau mengerti keinginan suaminya. Harusnya dia tahu bahwa menuruti perkataan suami itu hal yang harus dilakukan.""Haha..."Tanganku y
Malam telah larut ketika aku dan Revanov kembali ke kediaman Arcelio. Kami membahas tentang pengembangan wilayah sebentar sebelum tidur.Kali ini sudah kupikirkan dengan matang bahwa besok aku akan memenuhi panggilan Marquis, apalagi pria tua itu sudah mulai mengancamku melalui surat-suratnya. "Kurasa kau menyukai hadiahku ya, Ayah," gumamku pada langit-langit kamar.Kamar ini sengaja di buat sedikit redup karena aku yang memintanya, kupikir cahaya bukanlah hal yang cocok untukku. Dan kegelapan akan membuatku terus tersadar tentang apa tujuanku sebenarnya.Tidak ada cahaya yang benar-benar hadis di hidup ini, sekarang yang bisa kulakukan hanyalah berfokus pada pembalasan dendam.******Suara telapak kaki kuda mengiringi perjalananku menuju Magrita, tak kusangka akan secepat ini kembali ke tempat itu.Revanov tidak membiarkanku pergi sendirian karena dia mengirimkan Frederick untuk pergi bersamaku."Dia pasti sangat mempercayaimu sampai memberikan tugas seperti ini," ujarku pada Frede
Ke esokan harinya aku keluar bersama dengan Revanov untuk melihat kondisi para penduduk, Meskipun tempat ini sangat dingin ta[i aku senang melihat banyak orang yang maih mau tinggal disini. Kulihat perdagangan disini berjalan dengan lancar lalu penyupaian bahan pangan juga berjalan dengan baik. "Selain tambang, sumber penghasilan di Arcelio ada apa saja?" tanyaku pada Revanov yang setia berjalan berdampingan denganku. "Tidak ada sumber penghasilan lain, sejauh ini Arcelio terus bertahan dengan mengandalkan pertambangan," jawab Revanov. Selama kami mengunjungi wilayah, para penduduk menyambut dengan baik bahkan mereka memberikan beberapa buah untukku dan Revanov sebagai tanda terima kasih sudah merawat wilayah ini. Saat menghadapi para penduduk sifat revanov sangat berbeda, dia menjadi orang yang lebih lembut dan terlihat seperti pemimpin yang sangat mengayomi. Pasti berat baginya setelah memberikan tambang berlian pada Marquis dan hanya mendapatkan aku sebagai gantinya. Apa tidak