Perusahaan Arkana GrupSaat berhadapan langsung dengan para karyawan yang sudah diundang datang oleh papa Arkana, Dika terlihat sangat cool dan juga tenang. Meskipun selama ini Dika terus menolak untuk menggantikan papa Arkana di perusahaan, namun hari ini ia terlihat begitu siap dengan semua tugas yang akan ia pikul setelah penyerahan kekuasaan dialihkan padanya. Papa Arkana terlihat penuh bangga ketika memperkenalkan Dika pada seluruh karyawannya, dan nampaknya mereka pun menerima keberadaan Dika dengan baik setelah perkenalkan itu selesai. "Selamat bergabung pak Dika, semoga Bapak senang dengan jabatan yang saat ini Bapak terima," ucap papa Arkana mengulurkan tangan hendak menjabat tangan Dika, putra yang ia banggakan. "Terima kasih tuan Arkana, saya akan berusaha mengelola perusahaan ini dengan baik," seru Dika melempar senyum. "Untuk semuanya, mohon kerja samanya ya." sambung Dika menatap para karyawan yang ada di hadapannya. Beberapa saat kemudian sesi perkenalan pun berkah
"Mas, kalau mau mandi, aku sudah siapkan air hangat di bathtub, mungkin kamu bisa sedikit rileks," ucap Tasya setelah melepaskan sepatu yang Dika kenakan. "Ya, terima kasih." singkat Dika menjawab, lalu ia pun pergi meninggalkan Tasya. Tasya melempar senyum, belum cukup pelayanan yang Tasya lakukan untuk suaminya masih ada satu PR lagi yang akan ia lakukan, yaitu menyajikan makan malam, karena melihat Dika terlihat sangat kelelahan, akhirnya Tasya memutuskan untuk membawa makanan tersebut ke kamar. Saat hendak mengetuk pintu, Tasya menyadari bahwa pintu kamar Dika tidak tertutup. Tasya pun masuk tanpa permisi, betapa terkejutnya Tasya saat melihat Dika yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk, kain putih bersih yang menutupi sebagain tubuh kekar Dika membuat Tasya berteriak kencang sambil memejamkan kedua matanya. Dika spontan menyilangkan kedua tangannya di dada, ia juga terkejut ketika tiba-tiba Tasya datang dan masuk ke kamarnya. "Kenapa kamu ada di k
"Mas, ngomong-ngomong kamu sekarang kerja di mana, dan dengan jabatan apa?" tanya Zahra penasaran, setelah sekian lama ia tidak bertemu dengan kekasih yang ia tinggalkan itu. "Aku bekerja di perusahaan papa, menggantikan papa sebagai CEO di sana," ucap Dika, terlihat santai namun tetap cool. "Wah, sudah berapa lama Mas, kamu kerja? Aku pikir kamu akan selamanya jadi pengangguran," ledek Zahra. "Dulu aku masih belum siap, mengemban banyak tanggung jawab di perusahaan. Tapi sejak kamu meninggalkan aku, aku jadi bisa fokus melakukan pekerjaan itu dengan baik." jelas Dika tersenyum tipis. Zahra tertegun, ia tak menyangka jika ternyata Dika justru menjadi orang sukses setelah ia memilih pergi, rupanya memang Dika bukan pria yang bisa diatur oleh orang lain, tetapi ia memiliki pikiran sendiri saat ia sudah memiliki keinginan. Makan siang itu berlalu begitu saja, Zahra yang ingin sekali ditanya bagaimana pernikahannya dengan Cahyo, justru sama sekali tidak mendapatkan pertanyaan apapun
"Zahra, kenapa kamu ada di ruangan saya?"Dika terkejut ketika ia membuka pintu ruangannya, lalu tiba-tiba ada Zahra yang sudah duduk dengan santai di sofa, Zahra pun tersenyum menyambut kedatangan pria yang sudah ia tunggu itu. "Mas Dika, aku ke sini karena aku ingin tahu jawaban kamu kemarin, apa aku diterima menjadi sekertaris kamu di kantor ini?" Zahra tersenyum manja, di hadapan Dika. "Zahra, kenapa kamu berprilaku seolah kamu tidak pernah memiliki kesalahan terhadap saya. Saya sudah bilang bahwa saya akan pikir-pikir dulu," protes Dika menahan marah. "Mas, aku sudah menunggu dari semalam, aku menunggu jawaban yang akan kamu berikan padaku. Mas, aku benar-benar butuh pekerjaan, tolong berikan aku pekerjaan itu," rengek Zahra terlihat memasang wajah melas. "Baik, saya akan memberikan keputusan sekarang karena kamu memaksa. Saya akan menerima kamu kerja, tapi tidak di kantor ini," ucap Dika, ia duduk di kursi singgasananya. "Maksud kamu, apa Mas?" Zahra menghampiri Dika seraya
"Bu, gimana kalau Ibu saja yang masuk," usul Tasya gemetar. "Loh, memangnya kenapa Tasya, di dalam itu adalah suami kamu, jadi kamu berhak hadir," ucap bu Nirma menatap wajah putrinya. "Ya Bu, tapi aku tidak yakin mas Dika akan menerima kehadiranku, aku pulang saja ya, Bu." jawab Tasya masih ragu. Bu Nirma menahan ketika Tasya memilih untuk pulang, mencoba untuk terus merayu dan berusaha agar Tasya mengurungkan niatnya itu. Sampai akhirnya bu Nirma memakai senjata dengan menyebut nama mama Riri dan juga papa Arkana, berharap jika mendengar nama mereka Tasya menjadi luluh. Benar saja, mereka yang tidak pernah terpikirkan sejak tadi, kini menjadi beban Tasya saat memutuskan hendak pergi, ia terlihat bimbang antara masuk atau justru pergi."Tasya, lihat penampilan kamu sekarang ini, semua adalah usaha mama Riri untuk membuat kamu secantik mungkin hari ini, untuk suami kamu tentunya, sekarang ayo kita masuk, pasti mama Riri dan papa Arkana sudah menunggu," ajak bu Nirma masih merayu.
Dika masih memandangi Tasya tak percaya, ia benar-benar tidak menyangka melihat penampilan Tasya yang tak kalah cantik dan menarik dibandingkan dengan para tamu yang ia undang, selama ini memang yang Dika lihat adalah paras dan penampilan Tasya yang biasa saja, karena pekerjaannya ada di dalam rumah, berbeda dengan teman-teman bisnis Dika yang mayoritas semua adalah wanita karir. Melihat tatapan Dika yang sejak tadi memperhatikan dirinya, membuat Tasya hanya mampu menundukkan kepala penuh malu, ia tidak pernah sekalipun mendapatkan tatapan itu dari suaminya selama mereka menikah. Sementara mama Riri, menghampiri Zahra yang masih menatap mereka dengan penuh tanya, nampak dengan bangga mama Riri memperkenalkan siapa Tasya. "Kamu pasti bertanya-tanya tentang wanita cantik ini, kan?" tanya mama Riri seraya menatap Tasya di sampingnya. "Kenalkan, wanita ini adalah Tasya, istri dari Dika Mahendra Jaya, pemilik perusahaan ini," sambung mama Riri bangga. "A-apa, jadi Mas Dika sudah menik
Tring... Tring.... Dering telpon masuk pun membangunkan Dika yang baru saja hendak memejamkan mata, setelah kejadian siang tadi, ia terlihat sangat gelisah, hingga memutuskan untuk meraih ponselnya yang ada di atas nakas. Dika heran, karena yang menelpon dirinya adalah Zahra, tengah malam begini mengapa wanita itu menghubunginya? Karena penasaran telpon yang terus berlanjut, akhirnya Dika memutuskan untuk mengangkatnya saja. Setelah menyambungkan telpon tersebut, Dika mendengar suara seorang pira yang mengatakan bahwa saat ini Zahra tengah mabuk berat, ia pun mendapati nomor telpon Dika lantaran Zahra sengaja memberikan nama yang cukup sepesial di kontaknya, sehingga meyakinkannya untuk menghubungi Dika langsung, Dika terkejut ketika mendengar kabar tersebut, ia akhirnya meminta alamat pada pria itu dan segera keluar dari kamar. Saat menuruni anak tangga, Tasya baru saja keluar dari kamarnya hendak mengambil air minum yang akan ia bawa, dan saat melihat suaminya turun dengan keada
"Lain kali, jangan memotong sesuatu kalau hati sedang marah, agar tidak terjadi seperti ini," ucap Dika, yang sudah mengobati jari telunjuk Tasya. "Siapa juga yang sedang marah, aku tidak marah," cetus Tasya berpaling muka, menutupi rasa cemburu yang sebenarnya telah disadari oleh Dika. "Kalau begitu kenapa dari pagi kamu terlihat sangat berbeda dari biasanya? Cara mu membersihkan rumah pun tidak seperti biasanya, wajah dan juga tubuh mu itu berbicara," pandangan Dika menatap lurus ke arah Tasya. "Sejak kapan Mas jadi pengintai ku?" Tasya melotot membalas tatapan Dika. Melihat itu Dika merasa sangat gemas, wanita yang tidak pernah ia anggap selama ini rupanya terlihat sangat lucu ketika sedang cemburu, ia tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Tasya saat itu. Ceklek! saat itu Zahra membuka pintu, ia tersadar bahwa saat ini ia tidak ada di kamar pribadinya, rasa pusing dan haus, membuatnya memilih keluar untuk meminta segelas air minum, tatapan mata Zahra tertuju pada sepasang suam