Emran memegang mikrofon lagi, wajahnya berseri-seri. "Sebelum kita lanjutkan ke acara selanjutnya, ada satu hal yang ingin saya sampaikan kepada semua orang. Saya ingin mengumumkan bahwa Rey, malam ini tidak datang sendirian, ia datang bersama menantu saya, yaitu Delisha Gesa Isna Wijaya adalah istri sah dari putra saya, Rey. Mari kita memberikan mereka dukungan dan cinta untuk masa depan yang cerah bersama-sama." Ketika Emran mengumumkan hal ini, suasana pesta menjadi semakin riuh. Para tamu memberikan tepuk tangan dan sorakan tanda persetujuan dan dukungan mereka kepada Rey dan Delisha. Sedangkan, diantara mereka ada yang tidak percaya akan hal itu.Erlin, ia begitu terperangah ketika mendengar nama Delisha yang disebutkan oleh Emran.Erlin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak mungkin. Rey tidak mungkin menikah dengan Delisha."Erlin membulatkan matanya, mencoba memproses informasi yang baru saja diterimanya. Ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Seluruh renca
Air mata Erlin jatuh membasahi pipinya. Setiap tetes menyerap riasan yang dikenakannya. Sorot matanya pun memancarkan rasa haru dan sesuatu yang sulit diungkapkan. Yang pasti, itu adalah perasaan penyesalannya."Rey, maafkan aku," gumamnya dengan suara yang lirih.Sejenak, Erlin menyeka bulir hangat yang kembali lolos dari pelupuk matanya, ia segera berbalik badan, lalu pergi dari ballroom tersebut dengan hati yang teramat kacau.Langkah Erlin terdengar lemah, hampir tak terdengar di antara riuhnya keramaian pesta. Ia mencoba menyelipkan diri keluar dari ballroom, meninggalkan kekacauan emosinya di belakang.Bella melihat kepergian Erlin dari hadapannya, ia pun segera mengikuti ke mana langkah Erlin berlalu.Bella dengan cepat mengikuti langkah Erlin yang semakin menjauh. Ia merasa perlu untuk berbicara dengan wanita itu. Wanita yang sudah menjadi penghalang bagi hubungan dirinya dan Daffa, sampai wanita itu rela tidur dengan mantan kekasihnya. Bella bersumpah, ia tidak akan membiarka
Rey menggandeng tangan Delisha dengan perlahan dan membawanya turun dari atas podium. Mereka berdua berjalan di tengah-tengah kerumunan tamu yang sedang menikmati pesta. Sesekali, tamu-tamu tersebut memberikan ucapan selamat kepada pasangan baru ini.Delisha merasa sedikit canggung. Namun, ia begitu bahagia. Rey selalu ada di sisinya, memberikan dukungan dan kekuatan. Mereka menuju ke suatu sudut yang agak sepi untuk bisa berbicara dengan lebih tenang."Rey, terima kasih untuk semuanya," ucap Delisha dengan tulus.Rey tersenyum manis. "Kamu tahu bahwa aku akan melakukan apa pun untukmu, Sayang."Mereka saling memandang dengan mata penuh cinta. Beberapa saat kemudian, Anna dan Bu Ranti menuju Rey dan Delisha berada, dengan wajah penuh rasa sesal yang terpancar dari raut wajah Bu Ranti. Bu Ranti dengan gugupnya mencoba untuk meminta maaf atas perlakuan buruknya selama ini terhadap Delisha."Tuan Rey, Delisha. Mmm … maksud saya, Bu Delisha. Saya sungguh minta maaf atas semua perlakuan b
Di Mansion Wijaya, Jonathan yang baru saja sampai begitu khawatir dengan keadaan putrinya, Bella, ia kira Bella sudah pulang ke Mansion Wijaya terlebih dulu. Namun, ternyata anaknya belum juga pulang sampai sekarang."Ma, di mana Bella? Kenapa dia tidak ada di Mansion juga?" tanya Jonathan dengan raut wajah yang sudah khawatir.Juwita menggelengkan kepalanya. "Mama, juga tidak tahu, Pa. Mama kira juga dia sudah pulang," jawabnya juga yang sudah khawatir.Jonathan memutuskan untuk menghubungi Bella. Ia mengambil ponselnya dan mencari nomor Bella dalam daftar kontak.Beberapa kali panggilan tak diangkat membuatnya semakin cemas. Jonathan mencoba untuk tetap tenang. Namun, kekhawatiran terus menggerogoti pikirannya.Tiba-tiba, suara pintu Mansion terbuka, dan Bella memasuki Mansion tersebut. Wajahnya pucat, dan terlihat sedikit tergopoh-gopoh. Sejenak, ia menghentikan langkahnya terlebih dulu, dan menyandarkan tubuhnya di pintu yang masih terbuka."Bella, dari mana saja kamu?" tanya Jona
"Bagaimana, Sayang? Sudah mendingan?""Rey, aku sudah membaik, tapi aku begitu bosan bila tidak melakukan kegiatan apa-apa," ujar Delisha."Tapi dokter melarangmu untuk melakukan kegiatan apa pun, Sayang."Delisha memandang Rey dengan ekspresi antara kesal dan frustrasi. "Aku tahu, Rey, tapi aku merasa seperti terperangkap di dalam Mansion ini. Aku ingin melakukan sesuatu."Rey mengusap lembut tangan Delisha. "Kamu harus sabar, Sayang. Kesehatanmu lebih penting daripada kegiatan apa pun. Kita akan menunggu hingga dokter memberikan lampu hijau."Delisha mengangguk dengan setuju, meskipun masih terlihat agak sulit menerima larangan tersebut. "Aku tahu, Rey. Terima kasih atas perhatiannya."Rey tersenyum manis. "Tidak perlu berterima kasih, Sayang. Yang penting, kamu harus sembuh sepenuhnya."Beberapa saat kemudian suara ponsel Rey terdengar cukup nyaring, ia langsung mengambil ponselnya dengan segera, Rey melihat ada nama Abbas yang memenuhi layar ponselnya, ia pun langsung mengangkat p
Rey akhirnya selesai dengan tugas-tugasnya. Ia segera meninggalkan kantor dan kembali ke rumahnya dengan cepat, ingin memastikan Delisha baik-baik saja. Saat mobilnya memasuki halaman rumah mereka, ia merasa lega melihat rumah minimalisnya yang kokoh berdiri dengan megah.Rey segera memasuki rumah dan berlari ke arah kamar Delisha. Saat ia membuka pintu, senyum lega terukir di wajahnya melihat Delisha sedang membaca buku di sofa."Sayang, aku sudah kembali," sapa Rey dengan penuh kebahagiaan. Delisha mengangkat wajahnya dari buku dan tersenyum manis."Rey, kamu cepat sekali. Bagaimana kerjamu hari ini?" tanya Delisha.Rey menghampiri sofa dan duduk di samping Delisha. "Hari ini cukup sibuk, tapi sekarang aku bisa lebih tenang karena melihatmu baik-baik saja."Delisha membalas senyuman Rey dengan manis. "Aku merindukanmu, Sayang."Rey memegang tangan Delisha dengan penuh kelembutan. "Aku juga, Sayang. Aku akan selalu ada untukmu."Mereka saling bertatapan, penuh cinta dan rasa syukur a
Wangi sedap dari masakan Bi Yanti mulai terhambur di seluruh ruangan, mengisi ruang dengan aroma yang menggoda. Delisha bisa merasakannya sejak ia membuka pintu kamar. Aroma itu mengelilingi ruang dengan kehangatan yang mengundang selera.Setiap langkah Delisha semakin mendekat ke dapur, semakin kuat pula aroma masakan itu. Bau rempah-rempah dan daging yang sedang dimasak bersama-sama menyatu, menciptakan aroma khas masakan rumah yang begitu menggugah selera.Ketika Delisha memasuki dapur, Bi Yanti tampak sibuk di sekitar kompor. Ia dengan hati-hati memasak hidangan yang akan memanjakan lidah majikannya. "Selamat pagi, Bi Yanti," sapa Delisha sambil tersenyum lebar.Bi Yanti tersenyum ramah. "Selamat pagi, Nyonya. Sebentar lagi sarapannya sudah siap."Delisha mengangguk. "Ya, Bi. Saya udah gak sabar ingin segera makan. Wangi dari masakan Bibi sungguh menggugah selera."Bi Yanti tertawa kecil. "Terima kasih, Nyonya. Nyonya duduklah. Sarapan akan segera siap."Delisha pun mengambil tem
"Siapa?" gumam Delisha bermonolog.Delisha segera turun dari tempat tidur, untuk melihat siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Atau mungkin Anna? Tapi mana mungkin, pagi ini Anna pasti sedang kerja. Setelah beberapa bulan lamanya, akhirnya Delisha memutuskan untuk tidak bekerja lagi, selain dari tuntutan suami dan juga ibu mertuanya yang takut terjadi apa-apa kepadanya dan juga janinnya. Lalu pada akhirnya, Delisha pun mendengarkan mereka.Setelah berada di depan pintu, Delisha memutar handle pintu, betapa terkejutnya ia ketika melihat Erlin yang ada di depannya kini."Erlin."Mata Delisha membulat seketika ketika ia melihat wajah Erlin di balik pintu. Tubuhnya tiba-tiba menegang, dan detak jantungnya berdebar kencang. Erlin, mantan tunangan Rey, seorang wanita yang selalu membawa beban luka lama yang bangkit kembali dalam ingatannya."Erlin, mau ngapain kamu ke sini?" desis Delisha, suaranya penuh dengan kebingungan dan begitu sangat terkejut.Erlin memandang Delisha dengan tatapan ta