Wangi sedap dari masakan Bi Yanti mulai terhambur di seluruh ruangan, mengisi ruang dengan aroma yang menggoda. Delisha bisa merasakannya sejak ia membuka pintu kamar. Aroma itu mengelilingi ruang dengan kehangatan yang mengundang selera.Setiap langkah Delisha semakin mendekat ke dapur, semakin kuat pula aroma masakan itu. Bau rempah-rempah dan daging yang sedang dimasak bersama-sama menyatu, menciptakan aroma khas masakan rumah yang begitu menggugah selera.Ketika Delisha memasuki dapur, Bi Yanti tampak sibuk di sekitar kompor. Ia dengan hati-hati memasak hidangan yang akan memanjakan lidah majikannya. "Selamat pagi, Bi Yanti," sapa Delisha sambil tersenyum lebar.Bi Yanti tersenyum ramah. "Selamat pagi, Nyonya. Sebentar lagi sarapannya sudah siap."Delisha mengangguk. "Ya, Bi. Saya udah gak sabar ingin segera makan. Wangi dari masakan Bibi sungguh menggugah selera."Bi Yanti tertawa kecil. "Terima kasih, Nyonya. Nyonya duduklah. Sarapan akan segera siap."Delisha pun mengambil tem
"Siapa?" gumam Delisha bermonolog.Delisha segera turun dari tempat tidur, untuk melihat siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Atau mungkin Anna? Tapi mana mungkin, pagi ini Anna pasti sedang kerja. Setelah beberapa bulan lamanya, akhirnya Delisha memutuskan untuk tidak bekerja lagi, selain dari tuntutan suami dan juga ibu mertuanya yang takut terjadi apa-apa kepadanya dan juga janinnya. Lalu pada akhirnya, Delisha pun mendengarkan mereka.Setelah berada di depan pintu, Delisha memutar handle pintu, betapa terkejutnya ia ketika melihat Erlin yang ada di depannya kini."Erlin."Mata Delisha membulat seketika ketika ia melihat wajah Erlin di balik pintu. Tubuhnya tiba-tiba menegang, dan detak jantungnya berdebar kencang. Erlin, mantan tunangan Rey, seorang wanita yang selalu membawa beban luka lama yang bangkit kembali dalam ingatannya."Erlin, mau ngapain kamu ke sini?" desis Delisha, suaranya penuh dengan kebingungan dan begitu sangat terkejut.Erlin memandang Delisha dengan tatapan ta
"Erlin!" teriak Rey dengan suara tegas. "Apa yang kau lakukan di sini?"Erlin menoleh ke arah Rey dengan ekspresi yang tidak kalah marah. "Rey, kau akan membayar atas semua ini! Kalian semua akan menyesal!"Namun, sebelum Erlin bisa melanjutkan kata-katanya, Abbas dengan sigap mendekatinya dan mencoba untuk menahan Erlin. "Erlin, kau harus tenang! Ini bukan cara untuk menyelesaikan masalah."Erlin akhirnya melepaskan diri dari cengkraman Abbas dan dengan marah melangkah ke belakang. Dia menatap Delisha dengan tatapan penuh kebencian. "Kalian tidak akan pernah bahagia! Aku akan memastikan itu!"Tanpa kata lagi, Erlin berbalik badan dengan cepat meninggalkan ruangan. Namun, ketika Erlin akan meninggalkan ruangan. Ia merasakan detak jantungnya berdegup kencang begitu melihat barisan polisi yang menghadangnya. Matanya memandang ke sekeliling, mencari peluang untuk melarikan diri. Namun, ia tahu bahwa peluangnya sangat tipis. Dia telah melakukan terlalu banyak hal yang salah, dan kini akh
Rey menggigit bibirnya, tatapannya terpaku pada dokter. "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanyanya yang sudah khawatirDokter menatap Rey dengan serius. "Kami telah mengevaluasi keadaan Delisha, dan saya harus memberitahu bahwa dalam situasi ini, kami merekomendasikan untuk melakukan operasi caesar segera. Hal ini untuk memastikan keselamatan dan kesehatan ibu dan bayi."Arumi menatap Rey dengan mata penuh ketakutan, mencari kepastian dari anaknya. Rey meraih tangan Arumi dengan erat, mencoba menerima semua keputusan dokter."Saya akan melakukan apa pun yang diperlukan, Dokter, asalkan mereka berdua baik-baik saja," ujar Rey dengan tegas.Dokter mengangguk mengerti. "Kami akan segera mempersiapkan segalanya untuk operasi. Silakan bersiap-siap, dan jangan ragu untuk bertanya jika ada hal yang ingin Anda tanyakan.""Baik, Dokter, terima kasih," ujar Arumi.Setelah dokter pergi, Arumi mencoba menguatkan putranya."Rey, Mama tahu ini adalah ujian berat bagi kalian berdua. Tapi Mama yak
"Pa, bagaimana keadaan Delisha?" tanya Bella yang penasaran, setelah mendengar bila Delisha masuk ke rumah sakit, ia dan kekasihnya, Daffa, segera menuju ke rumah sakit untuk melihat keadaan Delisha.Bella ternyata sudah menerima Daffa kembali, wanita dengan rambut yang dikuncir satu itu pun akhirnya memberi kesempatan bagi Daffa untuk menjalin kasih kembali."Alhamdulillah, operasi berjalan dengan lancar. Baik Delisha maupun bayinya dalam keadaan baik-baik saja. Mereka membutuhkan istirahat dan pemulihan," ujar Jonathan."Kami boleh masuk, Pa?" Bella meminta izin untuk masuk ke dalam ruangan Delisha.Jonathan mengangguk. "Tentu boleh, Sayang."Bella dan Daffa pun masuk ke dalam ruangan Delisha. Mereka melihat Delisha yang terbaring tenang di tempat tidur rumah sakit. Wajahnya pucat, tetapi terlihat damai. Rey duduk di sisi tempat tidurnya, memegang tangan Delisha dengan lembut. Mereka berdua terlihat lelah, tetapi senyuman kebahagiaan terukir di wajah mereka.Bella dan Daffa menghamp
Delisha duduk di pinggir ranjang rumah sakit, wajahnya berseri-seri penuh antusias. Dia memeluk erat bayinya yang baru lahir, Gilang, sambil tersenyum lebar. Rey duduk di sebelahnya, menatap istrinya dengan penuh kasih sayang."Sayang, kita akan segera pulang," ucap Rey dengan lembut. "Mobil jemputan kita sudah sampai di depan pintu. Kita akan segera bersama-sama ke Mansion Maduswara."Delisha mengangguk dengan gembira, matanya berbinar-binar. "Aku gak sabar, Rey. Aku dan Gilang sudah bosan berada di sini. Kami ingin segera pulang dan bertemu Mama sama Papa di Mansion."Rey tersenyum hangat. "Aku juga tak sabar, Sayang. Gilang pasti akan senang bisa berada di Mansion."Ketika mereka akan bersiap-siap untuk pulang. Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka perlahan, dan Anna serta Abbas muncul dengan senyuman cerah di wajah mereka. Anna memegang sebuah buket bunga segar yang cantik, sementara Abbas membawa tas kecil berisi berbagai perlengkapan bayi."Selamat pagi, kalian berdua!" sapa Anna den
Delisha duduk dengan penuh kasih sayang di sofa, bayinya yang bernama Gilang terus menangis di pangkuannya. Rey, suaminya yang sedang bersiap-siap untuk berangkat bekerja, merasa iba melihat istrinya yang sepertinya sudah sangat lelah mengurus Gilang."Sayang, apa yang terjadi? Apakah Gilang merasa tidak nyaman?" tanya Rey seraya menghampiri Delisha yang sedang duduk di sofa.Delisha mengernyitkan keningnya, mencoba mencari tahu penyebab dari tangis Gilang. "Aku tidak yakin, Rey. Aku sudah mencoba segalanya. Mungkin dia lapar atau mengantuk."Rey mencoba memberikan saran, "Mungkin dia butuh susu tambahan. Apa kamu ingin aku mengambilkan susu formula?"Delisha menggeleng cepat, lalu berkata, "Tidak, Rey. Aku ingin memberi ASI eksklusif kepada Gilang. Aku tahu itu penting untuk pertumbuhannya.""Tentu saja, Sayang. Aku mendukungmu sepenuhnya," kata Rey dengan penuh dukungan.Delisha mencoba menenangkan Gilang dengan mengayun-ayunkan tubuhnya perlahan-lahan. Dia bernyanyi pelan dan membe
Rey memandang Erlangga dengan pandangan yang tajam dan penuh tanda tanya saat mendengar penjelasan Erlangga tentang mengapa ia ingin melepaskan putrinya, Erlin, dari penjara."Bukti-bukti yang belum terungkap? Semua bukti sudah ada dan Erlin lah penyebabnya," ucap Rey dengan nada keras. "Saya ingin bertanya, mengapa Anda begitu menginginkan Erlin untuk keluar dari penjara setelah apa yang sudah dia perbuat? Bukannya dulu Anda sendiri yang mencampakkan Erlin?"Erlangga merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rey itu. Ia merenung sejenak sebelum menjawab dengan jujur, "Rey, kamu memang benar. Dulu, aku memutuskan hubungan dengan Erlin dan meninggalkannya ke luar negeri. Aku tidak bangga dengan keputusan itu, dan aku merasa bersalah atas bagaimana aku telah memperlakukan dia. Tapi Erlin adalah anakku, dan aku tidak ingin dia menghabiskan hidupnya di dalam penjara. Aku masih menyayanginya, Rey. Aku datang ke sini untuk menebus kembali kesalahanku kepada Erlin."Rey mend