"Ya Tuhan."Delisha langsung menyentuh kepalanya yang sakit, mengusap pelan kepalanya beberapa saat sebelum kesadarannya kembali pulih. Dia mencoba membuka matanya yang masih terpejam, wajahnya tiba-tiba meringis dengan kening yang agak sedikit berkerut."Rey," gumam Delisha lirih, "Isshh, mengapa dia datang dalam mimpiku?" Delisha menggerutu bibirnya mencebik, ketika menganggap bila Rey sedang masuk ke dalam mimpinya.Rey menangkup wajah Delisha, tangannya beralih mengelus kepala gadis itu yang terbentur karena ulahnya."Kamu gak mimpi. Sorry, aku yang membuat kepalamu terbentur dinding.""Huaahh? Apa?" Delisha terpekik menjauhkan dirinya beberapa cm dari tubuh Rey, "Jadi … aku gak lagi mimpi?" sambungnya lagi seraya menepuk-nepuk wajahnya tak menyangka.Delisha mengedarkan pandangannya menyapu ke setiap arah tempat yang dia tempati kini, dilihatnya tempat itu begitu asing baginya.Dinding yang masih terbuat dari kayu, begitu juga dengan lantai dan tangga, semua ruangan tersebut terbu
Rey menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulut Delisha, dan wanita itu pun mulai mencicipinya.Delisha membulatkan sempurna kedua bola matanya, lalu berkata, "Rey!" Delisha menimpuk bahu Rey seraya menutup mulutnya.Bukan karena masalah masakannya. Namun, karena suaminya yang tiba-tiba mengecup pipi tembemnya.Entahlah, Delisha sendiri tidak tahu mengapa suaminya itu begitu jahil terhadapnya, dia suka sekali membuat orang kesal."Bagaimana? Enak, kan?" tanya Rey."Eum … karena masakan aku sendiri. Jadi, aku bilang enak saja deh.""Kamu sekarang sudah pintar masak.""Ibu yang mengajarkan aku masak."Delisha mengambilkan dua piring nasi goreng, lalu menaruhnya di atas meja makan. "Kita sarapan dulu baru berangkat kerja," katanya.Rey menggeser kursi ke arah kursi Delisha, lelaki itu pun duduk di samping istrinya.Ini kali pertamanya lelaki itu dimasakan oleh seorang wanita yang sudah menjadi istrinya, tinggal di rumah yang sederhana yang terbuat dari kayu, udara pegunungan yang begitu sega
"Kenapa, Sayang?" tanya Rey ketika melihat mata Delisha yang membulat sempurna menatap ke arah seprai tempat tidur, sepertinya Delisha sangat begitu kaget. Rey pun langsung menghampiri wanita itu yang masih melipat selimut."Gak apa-apa." Delisha langsung menutup seprai kembali ketika pria itu sudah berada di dekatnya. Namun karena lelaki itu penasaran, Rey pun langsung membuka selimutnya kembali.Sebuah noda merah di atas seprai yang berwarna putih sudah terukir indah di sana. Rey hanya menggelengkan kepala seraya menggaruk ujung alis tebalnya saja.Seulas senyum sudah terukir di wajah Rey, dia begitu bahagia ketika melihat itu semua. Dan itu artinya, Delisha memang wanita yang baik, dia bisa menjaga harga dirinya sendiri. Begitu beruntungnya Rey bisa mendapatkan istri sebaik dan secantik Delisha.Lelaki itu tak akan pernah mengira bagaimana jadinya bila wanita yang dia nikahi itu adalah Erlin. Mungkin harinya tak akan pernah sebahagia ini.Mata Delisha menyipit ketika melihat Rey yan
Wanita itu meremas ujung roknya kuat-kuat, ketika melihat tatapan suaminya yang begitu nyalang kepadanya.'Habislah riwayatku,' batin Delisha.Rey melihat ke arah jam yang sudah melingkar di pergelangan tangannya. "Kalian telat dua menit. Kalian tidak lupa dengan peraturan kantor ini, kan?" tanya Rey dengan suara tegasnya. "Mengapa kalian telat?" Lelaki itu bertanya dengan suara yang serak kembali."Emm … maaf, tadi ada masalah sedikit di jalan." Arfan yang menjawabnya."Kali ini saya akan memaafkan, tetapi bila terulang kembali jangan harap, kamu masuk ke dalam!" suruh Rey kepada Arfan.Arfan mengangguk pelan. "Baik, Tuan.""Kamu ikut denganku," ujar Rey kepada Delisha dengan kedua tatapan matanya yang tidak pernah lepas dari wajah Delisha sedari tadi."K-kenapa?" Delisha tergugu ketika Rey hanya menyuruhnya saja untuk ikut dengannya, sedangkan Arfan berhasil lolos dari jeratan Rey."Masih bilang kenapa?" Rey tak habis pikir dengan tingkah Delisha. Gadis itu menyuruhnya untuk menghent
Mata cokelat Delisha melebar ketika melihat Erlin yang berada di kantor tempatnya bekerja, entah sedang apa wanita tersebut, Delisha sendiri tidak tahu, pasalnya selama beberapa hari kerja di kantor suaminya, dia baru melihat Erlin yang berkunjung.Apakah wanita yang sedang mengenakan blouse berwarna kuning itu akan menemui suaminya?Sepertinya memang begitu, karena yang Delisha tahu Erlin tidak bekerja di sini."Delisha, kamu kenapa?" tanya Anna ketika melihat wajah Delisha yang terkejut.Pandangan Delisha yang tadinya melihat ke arah Erlin, dia kembali menoleh ke arah temannya."Iya, gak apa-apa kok," jawab Delisha."Tadi kamu mau bilang apa?" tanya Anna kembali."Emm … nanti saja," ujar Delisha yang kembali menatap komputer yang ada di depannya lagi.Bisik-bisik dari teman yang berada di divisinya mulai terdengar di telinga Delisha, ketika mereka semua mulai membicarakan Erlin."Kamu lihat wanita itu!""Iya, mengapa memangnya?""Kalau gak salah sih, itu namanya Bu Erlin, dia istri d
Ketika sudah mendengar perkataan dari Rey, Erlin tertunduk, rahang tegas wanita itu bahkan sudah mengeras dengan kedua tangan yang sudah mengepal di sisi tubuhnya. Erlin meremas kuat-kuat rok mininya, seakan ingin sekali mengeluarkan rasa sakit dan juga kekecewaannya kini.Siapa wanita itu?Wanita yang membuat pria itu mudah sekali jatuh hati padanya, padahal yang dia tahu selama ini Rey tidak mudah jatuh cinta kepada siapa pun."Tidak Rey, tidak mungkin! Kamu tidak mungkin jatuh cinta semudah itu dengan wanita yang baru kamu kenal!""Kenapa memangnya?" tanya Rey ketika melihat mata cokelat Erlin sudah melebar saat dia berkata seperti itu."Aku tahu kamu, Rey, kamu tidak mungkin jatuh cinta begitu mudahnya dengan wanita yang baru kamu kenal beberapa hari!" tegas Erlin, "Sekarang katakan siapa wanita yang sudah kamu nikahi itu?!"Kedua sudut bibir Rey sudah ditarik ke atas membentuk lengkungan indah di wajahnya. 'Hhh, aku hanya ingin sampai di mana kamu akan bertahan Erlin, aku tidak ak
"Dasar wanita tidak tahu malu, bahkan dia sendiri mengaku-ngaku menjadi istri Rey, kalau saja ini bukan di kantor aku pasti sudah menjabak rambutnya!" Delisha berdecak kesal seraya menuju ruangan pantry terlebih dulu untuk membuat teh.Entah mengapa ketika bertemu dengan Erlin membuat dadanya terasa eneg, secangkir teh hangat sudah berada di genggamannya. Wanita cantik itu langsung menyeruputnya, setidaknya bila sudah minum teh hangat pikiran Delisha sudah mulai membaik lagi."Semoga saja aku tidak bertemu lagi dengan wanita itu," gumam Delisha bermonolog. Namun, ketika gadis itu sedang menikmati secangkir teh hangatnya, tiba-tiba ada dua karyawan wanita juga yang sedang menuju pantry, sepertinya mereka juga akan membuat minuman. Akan tetapi, Delisha tidak tahu siapa mereka, karena mereka berdua bukan dari divisinya."Kamu tadi lihat tidak, ketika Tuan Rey dan Bu Erlin ada di ruangan kerja Tuan Rey?""Iya, aku lihat sendiri, soalnya tadi pintu ruang kerja Tuan Rey agak terbuka sedikit
Delisha keluar dari kamar mandi sembari mengusap rambutnya yang masih basah dengan handuk, sepulang kerja Delisha langsung menuju kontrakannya, wanita itu tak ingin berlama-lama di kantor karena dia begitu bosan, apalagi harus melihat tumpukan berkas pekerjaannya yang menumpuk di atas meja."Akhirnya kamu keluar kamar mandi juga," ujar Anna ketika melihat sahabatnya yang sudah keluar dari kamar mandi.Sudah hampir setengah jam Delisha berada di dalam kamar mandi, Anna sendiri tidak tahu apa yang dilakukan sahabatnya itu di kamar mandi sampai menghabiskan waktu yang begitu lama. Ataukah mungkin sahabatnya itu sedang bersemedi. Entahlah, Anna sendiri tidak tahu."Sha, sebenarnya apa yang ingin kamu tadi katakan di kantor?" tanya Anna ketika dia mulai mengingat kembali perkataan Delisha yang terjeda.Delisha menjatuhkan kasar tubuhnya pada kursi rias, dan gadis itu masih mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. "Aku sendiri bingung, aku harus memberi tahu kamu atau tidak," ujarnya.Anna