Ketika sudah mendengar perkataan dari Rey, Erlin tertunduk, rahang tegas wanita itu bahkan sudah mengeras dengan kedua tangan yang sudah mengepal di sisi tubuhnya. Erlin meremas kuat-kuat rok mininya, seakan ingin sekali mengeluarkan rasa sakit dan juga kekecewaannya kini.Siapa wanita itu?Wanita yang membuat pria itu mudah sekali jatuh hati padanya, padahal yang dia tahu selama ini Rey tidak mudah jatuh cinta kepada siapa pun."Tidak Rey, tidak mungkin! Kamu tidak mungkin jatuh cinta semudah itu dengan wanita yang baru kamu kenal!""Kenapa memangnya?" tanya Rey ketika melihat mata cokelat Erlin sudah melebar saat dia berkata seperti itu."Aku tahu kamu, Rey, kamu tidak mungkin jatuh cinta begitu mudahnya dengan wanita yang baru kamu kenal beberapa hari!" tegas Erlin, "Sekarang katakan siapa wanita yang sudah kamu nikahi itu?!"Kedua sudut bibir Rey sudah ditarik ke atas membentuk lengkungan indah di wajahnya. 'Hhh, aku hanya ingin sampai di mana kamu akan bertahan Erlin, aku tidak ak
"Dasar wanita tidak tahu malu, bahkan dia sendiri mengaku-ngaku menjadi istri Rey, kalau saja ini bukan di kantor aku pasti sudah menjabak rambutnya!" Delisha berdecak kesal seraya menuju ruangan pantry terlebih dulu untuk membuat teh.Entah mengapa ketika bertemu dengan Erlin membuat dadanya terasa eneg, secangkir teh hangat sudah berada di genggamannya. Wanita cantik itu langsung menyeruputnya, setidaknya bila sudah minum teh hangat pikiran Delisha sudah mulai membaik lagi."Semoga saja aku tidak bertemu lagi dengan wanita itu," gumam Delisha bermonolog. Namun, ketika gadis itu sedang menikmati secangkir teh hangatnya, tiba-tiba ada dua karyawan wanita juga yang sedang menuju pantry, sepertinya mereka juga akan membuat minuman. Akan tetapi, Delisha tidak tahu siapa mereka, karena mereka berdua bukan dari divisinya."Kamu tadi lihat tidak, ketika Tuan Rey dan Bu Erlin ada di ruangan kerja Tuan Rey?""Iya, aku lihat sendiri, soalnya tadi pintu ruang kerja Tuan Rey agak terbuka sedikit
Delisha keluar dari kamar mandi sembari mengusap rambutnya yang masih basah dengan handuk, sepulang kerja Delisha langsung menuju kontrakannya, wanita itu tak ingin berlama-lama di kantor karena dia begitu bosan, apalagi harus melihat tumpukan berkas pekerjaannya yang menumpuk di atas meja."Akhirnya kamu keluar kamar mandi juga," ujar Anna ketika melihat sahabatnya yang sudah keluar dari kamar mandi.Sudah hampir setengah jam Delisha berada di dalam kamar mandi, Anna sendiri tidak tahu apa yang dilakukan sahabatnya itu di kamar mandi sampai menghabiskan waktu yang begitu lama. Ataukah mungkin sahabatnya itu sedang bersemedi. Entahlah, Anna sendiri tidak tahu."Sha, sebenarnya apa yang ingin kamu tadi katakan di kantor?" tanya Anna ketika dia mulai mengingat kembali perkataan Delisha yang terjeda.Delisha menjatuhkan kasar tubuhnya pada kursi rias, dan gadis itu masih mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. "Aku sendiri bingung, aku harus memberi tahu kamu atau tidak," ujarnya.Anna
"A-apa? Ja-jadi ka-kamu yang sudah menggantikan Bu Erlin dan juga adikmu Bella?"Anna mencoba memahami apa yang sudah terjadi kepada sahabatnya, walau bagaimanapun juga dirinya tak pernah mengira bila ternyata Delisha sudah menikah dengan Rey, lelaki yang sudah menjadi masa lalu Delisha, dan kini ternyata lelaki itu telah menjadi masa depan dari sahabatnya."Sha, tolong cubit pipiku!" pinta Anna, dan Delisha pun langsung mencubit gemas pipi tembem Anna."Aduh sialan! Sakit, Sha! Itu artinya aku gak lagi mimpi dong?"Delisha menghela napas panjang, dia sudah bicara panjang kali lebar, dan ternyata sahabatnya itu mengiranya bila sedang bermimpi. "Tidak lah, buat apa aku berkata panjang lebar bila kamu hanya bermimpi?""Sha, itu artinya kamu sekarang sudah menjadi istri dari Tuan Rey?"Delisha hanya mengangguk pelan."Tetapi mengapa semua orang ngiranya yang menikah itu Bu Erlin sama Tuan Rey? Kalau begitu gak adil buat kamu dong.""Memang dari awal sebelum aku menikah, aku hanya menjadi
"Terima kasih banyak, Tuan, semoga kerja sama kita nantinya berjalan dengan lancar.""Sama-sama, saya juga berterima kasih kepada Pak Charles, sudah mau bekerjasama dengan perusahaan kami.""Tidak masalah, Tuan Rey, bukannya dulu juga kita pernah bekerja sama, kalau begitu kami permisi pamit dulu.""Baik, silakan, Pak.""Jadwal hari ini sudah selesai," ujar Abbas ketika melihat rekan bisnisnya sudah pergi berlalu. Rey berjalan menuju ruang kerjanya. "Iya sudah, aku juga mau istirahat dulu," kata Rey seraya melepaskan kancing lengan kemejanya, lalu pria itu mulai menggulung dua lengan kemejanya ke atas."Apa kamu mau menginap di kantor?" tanya Abbas.Rey melihat jam di pergelangan tangannya, jam sudah menunjukkan pukul 22:30 malam, sepertinya tubuhnya juga teramat lelah, lebih baik memang malam ini menginap di kantor saja."Sepertinya begitu."Sesampainya di ruangan, Rey melempar jas hitamnya ke atas sofa, lelaki itu langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di atas sofa yang empuk, menyanda
Sesampainya berada di ruangannya, Rey langsung menyambar kunci mobilnya yang ada di atas meja. Namun, ketika sudah mendapatkan kunci mobil tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruangnya.Tok! Tok! Tok!"Masuk!""Rey, ada apa?" Abbas bertanya ketika melihat wajah Rey yang tampak cemas."Ternyata tadi malam Delisha menginap di Mansion Wijaya," kata Rey dengan suara terengah."Lalu mengapa kamu terlihat begitu khawatir?"Rey tampak begitu khawatir karena dari tadi Delisha belum datang ke kantor. Padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi."Sudah jam segini, tetapi Delisha belum datang ke kantor. Aku hanya ingin tahu dia sedang apa.""Kamu akan pergi ke Mansion Wijaya?"Rey mengangguk. "Aku harus memastikan keadaannya saja.""Lalu bagaimana dengan pekerjaan hari ini?" Abbas merasa bingung bila Rey tidak ada di kantor karena pekerjaannya masih menumpuk. Apalagi mereka akan bertemu dengan klien hari ini juga."Aku serahkan semuanya sama kamu.""Tetapi, Rey—""Sudahlah, aku percaya
"Kalau Delisha tidak menemui Papa. Lalu, dia pergi ke mana, Pa?"Suara Rey sudah begitu memberat, memikirkan keadaan Delisha yang tak tahu entah ke mana."Papa juga tidak tahu, coba Papa akan menghubungi Delisha."Jonathan sudah meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja dan mulai menghubungi nomor putrinya. Akan tetapi nomornya tidak aktif."Nomornya tidak aktif. Ke mana dia?"Wajah Jonathan sudah mulai cemas tidak biasanya nomor putrinya tidak aktif. Walaupun Delisha akan ke rumah, biasanya Delisha akan mengabarinya terlebih dahulu.Atau mungkin kah ada orang yang sudah menculik Delisha?Pikiran Jonathan sudah mulai tidak menentu, yang ditakutkan adalah hal buruk yang terjadi pada putrinya."Kalau begitu Rey akan mencari Delisha lagi, Pa.""Baiklah, Papa juga akan menyuruh anak buah Papa untuk mencari keberadaan Delisha."Rey menganggukkan kepalanya. "Makasih, Pa.""Kamu tidak perlu berterima kasih, walau bagaimanapun Delisha adalah putriku. Aku pasti juga akan merasa cemas bila p
Rey mengendarai mobilnya begitu cepat, seperti kilatan petir yang menyambar, tidak peduli seberapa cepat ia mengendarai mobil. Asalkan ia segera sampai di kampung halaman Delisha. Rey sangat cemas dan bingung, dan ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Semua tempat sudah ia kunjungi dan kini harapan terakhirnya adalah kampung halaman istrinya, Delisha."Ya Tuhan, semoga saja Delisha ada di sana," monolog Rey dengan penuh harapan.Rey sudah mencoba menghubungi orang-orang terdekat Delisha, termasuk teman-teman dan keluarga Delisha, tetapi tidak ada yang tahu tentang keberadaannya. Delisha juga tidak memberikan petunjuk apa pun sebelum menghilang. Rey merasa sangat khawatir dan putus asa. Dia merasa seolah-olah seluruh dunianya telah runtuh.Rey memutuskan untuk pergi ke kampung halaman Delisha. Delisha berasal dari desa kecil di daerah pedesaan yang jauh dari kota tempat mereka tinggal. 4 jam sudah berlalu.Ketika Rey tiba di kampung halaman Delisha, ia merasa seolah-olah ia memasuki du