Abrisam menghela nafasnya, tubuhnya masih terasa gatal setelah minum obat yang dokter anjurkan. Dokter juga meminta Selena untuk tidak macam-macam memberi minuman apapun pada mereka. Ada beberapa bahan minuman yang memang tidak boleh dicampur, selain menimbulkan alergi juga menimbulkan penyakit lainnya.Tentu saja hal itu langsung membuat Selena mendengus, dia hanya memberikan jamu tradisional agar mereka cepat hamil. Lagian, dokter juga tidak memikirkan perasaan Selena yang ingins ekali menimang cucu dari mereka. Abrisam itu sudah lumayan lama menikah dengan Rania, jadi wajar dong kalau Selena ingin cucu. Semua anak teman Selena yag sudah menikah juga sudah memiliki cucu. Ada yang kembar tiga sekali lahiran, ada juga yang hampir dua, dan ada juga yang sedang hamil besar. Selena ingin seperti mereka, menemani menantunya pergi ke dokter kandungan dan juga berbelanja baju bayi yang lucu dan imut.Mendengar hal itu Abrisam mendadak frustasi. “Sabar Mi, nanti Abri bikinin cucu yang lucu d
“Mi buka pintunya ....” teriak Abrisam, dan memukul pintu kamarnya dengan tongkat yang selalu dia bawa.Disini Abrisam baru tahu jika Selena mengunci kamarnya sejak semalam. Dan Abrisam juga lupa menaruh kunci cadangan kamarnya dimana. Pria itu terus berteriak kencang memanggil nama Selena dan juga Bagas begitu juga dengan mbok Atun atau siapapun yang berada disekitar kamar Abrisam, untuk membuka pintu kamar ini. Dia ada meeting penting pagi ini, dan Abrisam juga tidak mau gagal dalam tender milyaran rupiah.“Bagas ... buka pintunya.” Teriak Abrisam kembali.Jika saja dia tidak buta, sudah dipastikan kalau pintu ini sudah ditendang hingga jebol.Melihat hal itu Rania pun menghela nafasnya, mau berteriak sampai tenggorokannya lepas pun tidak akan membuat orang di dalam rumah ini membuka pintu. Meskipun mereka ada di bawah atau mungkin ada di balik pintu ini, mereka akan diams ampai rasa kesal mereka hilang.“tapi aku harus pergi ke kantor, Ran.’ Kata abrisam nyaris frustasi.“Aku tau M
Sudah setengah jam lamanya, Selena terus tersenyum ketika melihat dua tanda di leher jenjang Rania. Wanita itu sudah berusaha untuk menutupi tanda itu, dengan rambut dan juga bintik merah di lehernya. Tapi … dasarnya mata Selena ini sangat tajam, tidak mungkin dia salah lihat. Antara bintik hitam dan juga tanda kepemilikan meskipun warnanya nyaris sama dan identik dengan warna merah. Percayalah pasti ada yang besar sebelah. Bintik itu memiliki standar dan kualitas buntaran sendiri. Sedangkan tanda kepemilikan memiliki ciri khas tersendiri dan juga bentuknya pun beda sendiri. Belum lagi, waktu Selena membuka pintu kamar Abrisam. Dia masih bisa melihat jelas dimana Rania masih dalam pelukan Abrisam. Dengan posisi Abrisam yang masih menyembunyikan wajahnya di lekuk leher Rania. Padahal tadi itu, Abrisam sudah menggunakan baju serapi mungkin untuk pergi ke kantor. Kalau Rania … dia hanya mengenakan jubah mandi warna ungu dengan tali yang nyaris lepas sempurna di tubuhnya. Kalau tahu begin
"Seriusan, aku lihat sendiri Bri. Nggak percaya banget sih!!" kata Bagas. "Kamu suka bohong biasanya sama saya." Bagas menjitak kepala Abrisam dengan gemas. "Kapan aku bohong sama kamu!! Tapi ini serius, Bri. Ya Tuhan." Abrisam mendengus sebal, dia kesal bukan perkara itu. Bahkan Abrisam juga senang jika fotonya tercetak banyak di galeri ponsel Rania. Tapi masalahnya kenapa lebih cepat membuka pintu kamarnya ketika Abrisam menemukan tempat ternyaman nya. "Saya mau pulang aja. Saya pusing." Bagas terkekeh. "Pusing apa mau lagi, Bos." "Sialan!! Tutup mulutku Bagas. Dibilang saya sama dia itu nggak ngapa-ngapain kok. Jangan ngeyel!!" "Terus tanda itu!!" "Bagas pulang!!" seru Abrisam yang semakin kesal. Bagas tertawa kencang dengan hal ini, dia pun mendorong bahu Abrisam pelan beberapa kali. Hingga membuat pria itu mengatakan tongkatnya dan memukul kaki Bagas. "Iya!! Iya pulang, Bri. Gitu aja marah, bercanda Bri, bercanda!!" kata Bagas ngegas. Membutuhkan waktu tiga puluh menit
Bagas menggaruk kepalanya yang diyakini Abrisam tidak gatal sama sekali. Pria itu duduk di samping Abrisam dengan wajahnya tanpa dosanya. Sesekali mencolek lengan Abrisam yang sejak setengah jam lalu hanya diam saja di samping Bagas. "Bri … marah ya?" tanya Bagas kesekian kalinya. Mungkin ini pertanyaan yang kelima puluh kali, Bagas mengatakan hal yang sama. Dan Abrisam masih tetap dengan diamnya. Dia masih kesal dengan sikap Bagas yang tidak sopan masuk ke kamarnya. Mungkin dulu sebelum menikah, Abrisam masih memaklumi nya. Tapi kan ini statusnya sudah berbeda. Dimana Abrisam sudah menikah, dan di kamar ini tidak hanya ada Abrisam tapi juga ada istrinya. Lalu dengan bangganya Bagas malah mendobrak pintu kamarnya dan berteriak kencang. Dia pikir Abrisam melakukan apa? "Heh nggak ada yang orang nggak berpikiran negatif, pas kamu bilang sedot-sedot. Terus … kamu bilang biar Bagas aja yang nyedot. Apa coba!!" omel Bagas. "Pikiran kamu aja yang kotor!!" kata Abrisam kesal. "Bukan sal
Turun dari mobil yang jarak parkiran dan juga tempat pasar raya lumayan jauh. Rania dengan hati-hati menuntun Abrisam, yang mendadak tidak ingin menggunakan tongkat. Padahal ya, jika menggunakan tongkat juga tidak masalah bagi Rania. Bisa untuk hati-hati dan juga bisa tahu jika kakinya tidak akan menyentuh apapun. Tapi ya dasarnya Abrisam tetaplah Abrisam, yang suka sekali ngeyel. "Awas Mas ada batu." kata Rania. Entah sudah berapa kali Rania mengatakan jika di hadapan Abrisam ada banyak batu. Dan meminta Abrusan untuk kembali hati-hati. Sedangkan batu dan juga kaki Abrisam itu masih besar kaki Abrisam, jika hanya kerikil dan batu kecil juga tidak akan ada masalah apapun. Kecuali batu besar yang besarnya sepinggang Abrisam barulah Abrisam hati-hati ketika berjalan. "Astaga … batunya sama kakiku besaran kakiku loh. Itu batu cuma seupil, Rana." gemas Abrisam. Rania tertawa kecil dan kembali mengalungkan tangannya pada lengan Abrisam. Wanita itu kembali mengajak Abrisam keliling pasa
Satu jam sudah lamanya, Rania terus menatap boneka teddy bear pink besar di hadapannya. Wanita itu sesekali memencet hidung boneka itu dengan gemas. Awalnya, Rania sempat tahu dengan Abrisam yang akan melempar bola tadi. Dia sudah berpikir jika bola itu tidak akan masuk, dan mereka akan pulang dengan tangan kosong. Tapi yang terjadi, Abrisam malah bisa meruntuhkan dia belas kaleng dalam satu lemparan. Kalau tau begini mah, mending tadi minta Abrisam yang melempar bola agar bisa mendapat banyak hadiah. Sayangnya … Rania meragukan hal ini. Melihat hal ini, Bagas sesekali menendang kaki Abrisam untuk memastikan jika apa yang dia lihat itu benar. Dia juga membisikan sesuatu di telinga Abrisam. "Udah sejam, itu boneka dipeluk terus nggak di lepas." bisiknya. Abrisam mendengus, terus dia harus apa kalau Rania memeluk boneka? Apa dia harus marah dan membuang boneka itu? Yang ada Rania yang akan marah padanya karena membuang bonekanya. "Nggak cemburu apa sama boneka?" bisik Bagas kembali.
Karena ini sudah malam, mau cari restoran atau cafe juga susah. Akhirnya mereka memutuskan untuk makan di pinggiran jalan. Rania memilih penyetan untuk makan malam mereka. Tidak ada lain selain ini kecuali penjual nasi goreng. Dan nyatanya penjual nasi goreng langganan Rania sudah tutup. "Mas mau makan apa? Ada bebek, ayam, udang atau–" "Sama kayak kamu aja Ran aku." porong Abrisam cepat. "Aku nggak alergi seafood kok." lanjutnya. Rania mengangguk, dia pun memilih memesan dua ayam dan juga satu udang untuk Abrisam. Lalu menatap Bagas dengan tatapan tanda tanyanya. "Mas Bagas mau pesen apa?" tanya Rania pada Bagas. seketika itu juga Bagas menatap Rania dengan heran. Lalu menatap Abrisam yang masih diam saja di sampingnya. "Kok kamu panggil dia Mas, Ran?" protes Abrisam yang tidak Terima dengan panggilan dirinya pada Bagas."Dia lebih tua dariku Mas ternyata." Abrisam menggeleng. "Panggil Bagas aja. Nggak usah dikasih embel-embel Mas juga dong." Entah kenapa protes itu mampu memb
Rania sampai di rumah dengan basah kuyup, dia hanya melihat Selena di rumah ini. Tidak dengan Bagas dan juga Abrisam yang entah kemana. "Ya Tuhan Rana … ayo cepat mandi, ganti bajumu nanti kamu bisa sakit." ucap Selena. Wanita itu menuntun Rania untuk masuk ke dalam rumah. Dia juga meminta mbok Atun untung menyiapkan air hangat untuk Selena mandi. Jangan sampai Rania sakit hanya karena air hujan. "Kamu dari mana sih, udah tau mau hujan kenapa gak pulang? Kenapa gak telpon Bagas aja buat jemput kami, seenggaknya kamu gak basah kuyup begini." omel Selena. Dirinya cukup berantakan, tapi sebisa mungkin Rania mencoba untuk tenang. Dia hanya pergi jalan-jalan sebentar, Rania lupa membawa ponsel dan juga uang. Karena dia pergi setelah berpamitan pada Selena. Dia berjalan terus kemana kaki mungilnya melangkah, taunya di tengah jalan malah turun hujan. Dia mencoba untuk pulang tapi yang ada Rania malah basah kuyup, akhirnya dia hujan-hujan saja sampai rumah. Selena menggelengkan kepalanya
Berkali-kali Rania menghela nafasnya yang mendadak berat, wanita itu saat ini tengah beradaptasi di taman kota hanya untuk memikirkan banyak hal. Tak seharusnya Rania melibatkan perasaannya lebih dalam lagi, sedangkan dari awal Rania tahu jika pria itu tidak mencintainya. Dia hanya masih berusaha menerima kehadiran Rania bukan berusaha untuk mencintai Rania. Harusnya Rania sadar akan hal itu. Mau seberapa keras dia berusaha, jika Abrisam tidak ingin mencintai Rania tentu saja rasa itu akan menjadi percuma. Yang terlalu cinta itu Rania bukan Abrisam. Belum lagi wanita yang pernah mengandung bayi Abrisam. Jujur saja Rania iri dengan semua ini, dia iri di posisi wanita itu. Bahkan wanita itu sampai berpikir jika selama ini dirinya hanya tempat singgah. Ingat pertemuan mereka di taman ini bersama dengan Abrisam, di situlah jantung Rania sudah mulai tidak baik. Rania mencoba seasyik mungkin ketika bersama dengan Abrisam. setidaknya dia mampu membahagiakan pria itu dengan hal kecil. Menga
"Ya, aku tau kalau itu Mas. Bedanya kamu melakukan itu dengan dia atas dasar cinta. Sedangkan denganku, atas keinginan ibumu yang ingin punya cucu cepat." "Demi Tuhan Rana aku menyentuhmu bukan karena itu. Bahkan kalau Mami nggak minta cucu pun aku juga akan menyentuhmu. Kamu istriku, dan aku berhak meminta hakku sebagai suami sama kamu!!" "Aku tau Mas, kita terpaksa bersama juga karena perjodohan. Aku pikir selama kita bersama, aku susah mengetahui semua tentang dirimu. Taunya aku salah, aku hanya mengetahui sebatas nama tanpa kisahmu." Abrisam mengacak rambutnya, dia pun menahan tangan Rania agar tidak pergi dari sampingnya. "Ran itu hanya masa lalu, aku salah aku tidak memberitahumu apapun tentang aku. Tapi bukan berarti kamu harus menghukumku dengan cara begini kan? Aku nggak suka, aku gak bisa, dan aku nggak tahan!!" Tidak perlu khawatir akan hal itu, lagian Rania tidak akan marah pada Abrisam. Dia hanya memaklumi dan menghargai privasi Abrisam selama ini. Bahkan Rania malah
Setelah membantu Abrisam mandi, Rania memutuskan untuk turun. Dia membuat dia teh hangat untuk dirinya dan juga Abrisam. Tak lupa juga membawa satu piring biskuit yang sangat pas dan serasi ketika dinikmati dengan secangkir teh. "Rana … " panggilan itu membuat Rania menoleh. Dia menatap Selena yang baru saja masuk ke dalam dapur dengan wajah di Teluk. "Mami minta maaf." ujarnya. Helaan nafas keluar dari bibir Rania, dia pun menatap Selena dengan berat hati. "Ini Mami kenapa minta maaf sama Rana? Kan Mami lagi nggak melakukan kesalahan apapun sama Rana." Menurut Rania memang begitu, beda cerita dengan perasaan Selena yang mendadak lupa kalau Abrisam sudah menikah dan malah membahas tentang Claudia. Apalagi Selena yang kaget dan membutuhkan penjelasan dari Abrisam tentang kehamilan Claudia mantan kekasih Abrisam. Selena tahu perasaan Rania waktu di mobil, wanita itu mendadak diam dan murung. Belum lagi tatapan Rania yang kosong, dengan mata berkaca-kaca, seperti seseorang yang ingin
Dada Rania sesak mendengar hal itu. Dia terus menundukkan dan tak berani mengangkat wajahnya hanya sekedar melihat Selena, atau mungkin melihat ekspresi wajah Abrisam. Jika saja bisa memilih, mungkin kali ini Rania tidak ingin satu mobil dengan mereka. "Abrisam jawab Mami!!" sentak Selena. "Ya!!" hanya kata itu yang mampu Abrisam katakan. Tanpa ditanyakan darimana Selena tahu, tentu saja Bagas yang memberitahu. Entah Bagas kelepasan ketika berbicara dengan Selena, dan membuat Bagas menceritakan semuanya karena paksaan Selena. Selena menutup matanya, bersamaan dengan itu air mata Rania pun jatuh dengan perlahan. Sesak di dadanya menjadi, bagaimana bisa hal ini terjadi pada dirinya? Meskipun itu hanya masa lalu, tapi tetap saja mampu membuat Rania tidak terima. Sekarang Rania tahu kenapa setiap kali Rania bertanya tentang masa lalu pria itu, Abrisam memilih diam dan tidak mengatakan apapun. Bahkan pria itu akan mengajak Rania untuk membahas hal lain tentang Rania. Entah tidak ingin
Paginya, Rania bangun lebih awal. Dia pun langsung memunguti semua baju miliknya dan juga baju milik Abrisam dan menyimpannya di sofa hotel. Barulah, wanita itu memilih membersihkan diri lebih dulu dan barulah membantu Abrisam mandi. Membantu Abrisam mandi? Membayangkan saja membuat kedua pipi Rania merah padam.Semalam, Rania dan juga Abrisam menghabiskan waktu untuk menonton film, banyak sekali yang Rania ceritakan dalam hal ini, sehingga membuat hubungan mereka semakin dekat dan erat. Abrisam juga banyak tertawa mendengar cerita lucu Rania waktu sekolah, dimana ada satu pria yang meminta Rania menunggu dia kembali dan akan menikahinya. Sayangnya Rania tidak mau, dia tidak memiliki kekasih bukan berarti dia menunggu pria itu. hanya saja memang Rania saja yang tidak mau, dia tidak suka menunggu hingga dia dipertemukan dengan Rana. Jika sudah memiliki ketertarikan kenapa harus menunggu lama?Ketika Abrisam bertanya hal yang sama, jawaban Rania pun juga masih sama. Dia yang sudah tert
Brak … Selena memukul meja yang ada di hadapannya dengan kencang. Tatapannya memerah menatap sebuah vas bunga yang ada di hadapannya juga. Tangan wanita itu mengepal dengan sempurna. Dalam bayangan Bagas kedua tangan itu sudah terbalut dengan indah sarung tangan, yang siap kapanpun dan dimanapun untuk menghantam dan juga memukul orang-orang yang ada di sekitarnya."Apa kamu bilang!!" “A-apa?” Bagas masih menunjukkan wajah polosnya, seolah dia melupakan apa yang dia katakan beberapa menit yang lalu“Masih bisa bilang apa!! Kamu pengen leher kamu hilang atau gimana!!” teriak selena kembali.Bagas menelan salivanya kasar, dia pun menggeser duduknya untuk menjauh dari Selena. Sejujurnya dia juga terpaksa untuk melakukan hal ini, tapi karena dia tidak percaya dengan apa yang dokter itu katakan, makanya dia memberitahu Selena jika kekasih Abrisam dulu pernah mengandung pewaris keluarga ini. Kalau mereka tidak ingat, perlu Bagas ingatkan dulu Abrisam pernah mengatakan jika dia ingin menika
"Bintangnya banyak ya Mas." ucap Rania untuk mengusir keheningan diantara mereka. "Iya kali Ran. Aku kan juga nggak tau." Rania menatap Abrisam dengan nanar, senyum sendunya tercetak jelas di wajahnya. Entah harus bahagia atau sedih dengan jalan hidup seperti ini. Tapi Rania bersyukur jikaAbrisam tidak bisa melihatnya, doa tidak tahu antara Rania dan juga Rana yang sesungguhnya memiliki perbedaan yang signitif. Jika saja nanti Tuhan membongkar ini semua, Rania berharap nanti jika dia benar-benar sudah lelah. Jangan sekarang, sungguh, Rania masih menginginkan Abrisam dalam hidupnya."Kalau dilihat-lihat … " Rania menggantung ucapannya meneliti penampilan Abrisam dari rambut, baju, hingga warna sepatu yang serasi sekali pria itu kenakan. "Mas Abri ganteng juga malam ini." ujarnya dengan rasa malu. Abrisam menunduk menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ini pujian, dulu dia sering mendapat pujian seperti ini. Tapi kenapa dengan Rania rasanya berbeda?Melihat reaksi Abrisam. Rania p
Rania melepas penutup matanya ketika tidak mendengar apapun. Wanita itu cukup terkejut dengan langit hitam yang banyak sekali taburan bunga. Belum lagi lilin yang menyala membentuk hati, dan juga taburan bunga di dalamnya. Rania tersenyum,m sore tadi Abrisam menang menelpon Rania untuk menerima bingkisan yang dia kirimkan. Bahkan Abrisam juga meminta Rania untuk menggunakan hadiah yang dia berikan malam ini. Belum lagi dipadukan dengan dompet yang dibelikan oleh Selena. Wanita itu menutup mulutnya ketika suara musik terdengar. Rania menatap ke arah tangga, yang dimana ada banyak sekali lilin dan juga karpet merah. "Apa saya harus kesana?" tanya Rania memastikan. Pelayanan itu mengangguk. "Ya Nona. Tuan Abri menunggu anda di atas." Rania semakin penasaran apa yang akan dilakukan Abrisam dengan dirinya. Sedangkan sore tadi, pria itu hanya mengatakan jika dia akan mengajak Rania untuk menonton sebuah film. Awalnya Rania mengajak Gaby yang katanya ingin nonton film dengan Rania juga.