Turun dari mobil yang jarak parkiran dan juga tempat pasar raya lumayan jauh. Rania dengan hati-hati menuntun Abrisam, yang mendadak tidak ingin menggunakan tongkat. Padahal ya, jika menggunakan tongkat juga tidak masalah bagi Rania. Bisa untuk hati-hati dan juga bisa tahu jika kakinya tidak akan menyentuh apapun. Tapi ya dasarnya Abrisam tetaplah Abrisam, yang suka sekali ngeyel. "Awas Mas ada batu." kata Rania. Entah sudah berapa kali Rania mengatakan jika di hadapan Abrisam ada banyak batu. Dan meminta Abrusan untuk kembali hati-hati. Sedangkan batu dan juga kaki Abrisam itu masih besar kaki Abrisam, jika hanya kerikil dan batu kecil juga tidak akan ada masalah apapun. Kecuali batu besar yang besarnya sepinggang Abrisam barulah Abrisam hati-hati ketika berjalan. "Astaga … batunya sama kakiku besaran kakiku loh. Itu batu cuma seupil, Rana." gemas Abrisam. Rania tertawa kecil dan kembali mengalungkan tangannya pada lengan Abrisam. Wanita itu kembali mengajak Abrisam keliling pasa
Satu jam sudah lamanya, Rania terus menatap boneka teddy bear pink besar di hadapannya. Wanita itu sesekali memencet hidung boneka itu dengan gemas. Awalnya, Rania sempat tahu dengan Abrisam yang akan melempar bola tadi. Dia sudah berpikir jika bola itu tidak akan masuk, dan mereka akan pulang dengan tangan kosong. Tapi yang terjadi, Abrisam malah bisa meruntuhkan dia belas kaleng dalam satu lemparan. Kalau tau begini mah, mending tadi minta Abrisam yang melempar bola agar bisa mendapat banyak hadiah. Sayangnya … Rania meragukan hal ini. Melihat hal ini, Bagas sesekali menendang kaki Abrisam untuk memastikan jika apa yang dia lihat itu benar. Dia juga membisikan sesuatu di telinga Abrisam. "Udah sejam, itu boneka dipeluk terus nggak di lepas." bisiknya. Abrisam mendengus, terus dia harus apa kalau Rania memeluk boneka? Apa dia harus marah dan membuang boneka itu? Yang ada Rania yang akan marah padanya karena membuang bonekanya. "Nggak cemburu apa sama boneka?" bisik Bagas kembali.
Karena ini sudah malam, mau cari restoran atau cafe juga susah. Akhirnya mereka memutuskan untuk makan di pinggiran jalan. Rania memilih penyetan untuk makan malam mereka. Tidak ada lain selain ini kecuali penjual nasi goreng. Dan nyatanya penjual nasi goreng langganan Rania sudah tutup. "Mas mau makan apa? Ada bebek, ayam, udang atau–" "Sama kayak kamu aja Ran aku." porong Abrisam cepat. "Aku nggak alergi seafood kok." lanjutnya. Rania mengangguk, dia pun memilih memesan dua ayam dan juga satu udang untuk Abrisam. Lalu menatap Bagas dengan tatapan tanda tanyanya. "Mas Bagas mau pesen apa?" tanya Rania pada Bagas. seketika itu juga Bagas menatap Rania dengan heran. Lalu menatap Abrisam yang masih diam saja di sampingnya. "Kok kamu panggil dia Mas, Ran?" protes Abrisam yang tidak Terima dengan panggilan dirinya pada Bagas."Dia lebih tua dariku Mas ternyata." Abrisam menggeleng. "Panggil Bagas aja. Nggak usah dikasih embel-embel Mas juga dong." Entah kenapa protes itu mampu memb
Hari ini Rania memutuskan untuk pergi ke rumah Adhitama. Dia begitu merindukan ayahnya setelah menikah dengan Abrisam. Sejujurnya, dia sudah menjadwalkan minggu lalu untuk pulang ke rumah. Tapi karena kesalahan ibu mertuanya, membuat Rania tak bisa pulang ke rumah ayahnya. Sebelum pergi ke rumah ayahnya, Rania sempat mampir sejenak di kantor Rana. Dia menatap ada banyak karyawan menunduk ketakutan ketika melihat Rania datang. Belum lagi dia juga bertemu dengan Grace ibunya yang terlihat sangat sombong di hadapannya. Untung saja Rania mengingat ucapan Rana waktu itu, angkat kepala dan menatap tajam ke arah orang tanpa ada senyuman. Itulah yang Rana katakan, sehingga apa yang Rania lakukan sesuai perintah Rana. Tapi masalahnya … Grace datang dengan membawa banyak file yang harus di tanda tangani, sedangkan Rania sama sekali tidak tahu bagaimana bentuk tanda tangan Rania. "Aku hanya menyampaikan hal itu. Dan aku juga bilang kalau file bisa dikirim via email." jelas Rania. Rana di seber
Abrisam memijat pelipisnya ketika sampai di rumah. Dia tidak mendengar suara Rania atau sambutan hangat dari wanita itu. Dimana istrinya sekarang? Pria itu memanggil nama istrinya, tapi tak ada jawaban sama sekali. Bahkan ketika suaranya naik satu oktaf pun, orang yang dicarinya tidak muncul di hadapannya."Ran–" "Den Abri sudah pulang? Maaf Den, tapi Non Rana masih keluar." jawab Mbok Atuh, yang mendengar teriakan Abrisam. "Pergi kemana Mbok? Kok nggak bilang saya?" "Katanya mau belanja Den. Dan katanya lagi udah bilang sama Aden juga." "Kapan? Kenapa dia tidak menelpon ku?" Mbok Atun juga tidak tahu. Sampai akhirnya Abrisam mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya. Bersamaan dengan itu Bagas datang, dan langsung menatap ponsel Abrisam. Disana ada dua pesan masuk dari Rana yang mengatakan jika dia akan pergi belanja dan juga mengunjungi keluarganya. Dia akan segera kembali, sebelum Abrisam pulang dari kantor. "Dia lupa atau gimana sih, kalau suaminya ini nggak bisa baca pesan?"
"Jadi … apa ada pertanyaan aneh, setelah kamu ketemu keluarga kamu?" tanya Abrisam. Rania berpikir sebentar. Doa pun menaruh dompet abu-abu miliknya di atas meja. Lalu menatap Abrisam dengan mata memicing. "Kamu … ngikutin aku ya?" tuduh Rania."Aku habis dari kantor. Mana mungkin aku ngikutin kamu." kekeh Abrisam. "Tapi kok tahu kalau aku mendapat pertanyaan aneh dari ayahku?" Dan kali ini giliran Abrisam yang berpikir keras. Ayah? Bahkan selama ini Abrisam mendengar jika istrinya ini memanggil papa bukan ayah? Menyadari ekspresi Abrisam, Rania pun tersenyum. Dia langsung menjelaskan jika ayah yang dia maksud adalah ayah kandungnya. Ibu dan ayahnya berpisah sejak lama, dan dia tinggal bersama dengan ibunya. Setelah berpisah ibunya menikah kembali, tapi tidak dengan ayahnya yang masih sendiri sampai saat ini. Ayahnya pergi meninggalkan rumah mewah mereka dan hidup sederhana, ayahnya juga sempat sakit jantung beberapa bulan yang lalu. Tapi untungnya ayahnya mendapatkan pertolongan
Keesokan paginya, Rania pun bangun dari ranjang kecilnya. Dia pun menatap Abrisam yang masih terlelap di sampingnya. Semalam, Abrisam memutuskan untuk tidur di rumah ayah Rania yang sempit ini. Awalnya dia tidak mempermasalahkan mau tidur di ranjang sempit dan keras ini. Tapi waktu malam tiba dan saat hendak tidur, dia malah kesulitan tidur karena tidak ada pendingin ruangan dan juga banyak nyamuk berterbangan kesana kemari. Dan membuat Rania mau tidak mau menjadikan buku yang ada sebagai kipas, agar Abrisam bisa tidur dengan nyenyak. Belum lagi ada beberapa nyamuk yang menggigit kulit Abrisam hingga memerah. Rania bergerak hendak turun dan ingin membersihkan diri. Tapi ketika Rania kembali bergerak menurunkan kalinya bersamaan dengan itu juga tempat tidur ini menimbulkan suara yang cukup nyaring, membuat Rania mendengus. Dia hanya takut jika Abrisam akan terganggu ketika dia tidur di rumah ayahnya hanya karena ranjang yang berbunyi. sayangnya … Abrisam yang sudah terbangun sejak t
"Jadi kamu gantiin saudara kembar kamu menikah dengan yang kemarin?" bisik Gaby. Hari ini Rania memutuskan untuk mengundang Gaby secara eksklusif ke rumahnya. Awalnya, Gaby berpikir jika dia ini salah rumah, karena alamat yang Rania kirimkan salah. Tapi ketika menyebut nama Rana dan menunjukkan foto Rana dan juga Gaby, membuat gerbang yang menjulang tinggi ini terbuka. "Sstt kecilkan suara kamu." bisik Rania. Gaby mengangguk sambil menutup mulutnya. Apalagi mbok Atun yang tiba-tiba saja datang, untuk menyuguhkan minuman dan juga roti kering untuk tamu dan juga pemilik rumah ini. "Terima kasih ya Mbok." kata Rania membuat Mbok Atun tersenyum lalu pergi. Tinggallah Rania dan juga Gaby. Wanita itu cukup cerewet meneror Rania di pesan dan juga telepon. Untuk menjelaskan kenapa dia mengganti namanya di depan Abrisam. Dan kali ini, dengan amat terpaksa, suara lirih kecil dan juga duduk berdempetan. Rania pun mulai menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan juga Abrisam. Ini tidak s
Pagi ini, Rania bangun kesiangan. Dia menutup wajahnya dengan selimut tebal penginapan ini. Bahkan Rania juga menyembunyikan baju miliknya di balik selimut. Dengan harapan dia bisa menggunakan baju itu di balik selimut. Tapi suara pintu dibuka dan juga benda sesuatu yang jatuh dari arah samping, membuat Rania memunggungi pintu itu. Dia hanya takut, jika Abrisam melihatnya atau meminta lagi. Ya!! Pada akhirnya semalam, Abrisam benar-benar menyentuhnya. Menyetubuhinya dengan lembut dan berirama, meskipun Rania menatap banyak cakaran dan juga luka di bahu, sampai lengan pria itu akibat ulah Rania. Kukunya tidak begitu panjang, tapi mampu membuat tubuh Abrisam terluka. Dan yang lebih parahnya lagi, Rania yang mendadak liar dan suka posisi di atas. Bayangin saja suara Abrisam dan juga Rania yang saling bersahutan satu sama lain. Malam itu dia benar-benar liar. Pikir Rania. Dan kali ini Rania merasakan ranjang sampingnya bergoyang, sehingga membuat wanita itu menutup m
Malam itu … Rania menelan salivanya begitu kasar. Suara Abrisam serak tertahan, nyaris seperti desahan suara film yang dia lihat. Tubuh Rania kaki, ketika tangan kiri Abrisam masuk ke dalam baju yang dia kenakan. Baju dengan ukuran oversize yang di padukan dengan celana pendek hitam miliknya. Rambut yang awalnya dia kuncir dan jadi berantakan karena posisi duduk mereka yang membuat Rania parno. Belum lagi, ketika Rania belum mengatakan iya atau tidak. Abrisam lebih dulu memulai permainannya dengan menggigit baju Rania, itu bukan sebuah tanda kepemilikan tapi memang gigitan gigi Abrisam yang membuat Rania menggigit bibir bawahnya. Dia hanya takut bersuara, jika dia mengeluarkan suara, Rania takut tetangga sebelah akan mendengarkannya. Lampu kuning yang menerangi mereka menjadi saksi bisu jika Rania sudah mulai berani menyentuh dada bidang Abrisam. Kedua tangan Abrisam menyentuh baju Rania dan membantunya melepaskannya. Rania sempat menyilangkan kedua tangannya di dada malu. Kedua pip
Setelah menonton film dewasa, Rania memutuskan untuk turun lebih dulu. Dia membuka pintu ruangan ini dan menemukan dua orang yang membawa pesanan makan malam mereka. Rania meminta dua orang itu untuk menaruh makannya di atas, kali ini sesuai permintaan Abrisam yang ingin makan di atas sambil melihat film mereka. Dan kali ini Rania menatap satu botol hitam dan juga gelas kecil di satu nampan. "Tunggu … " seru Rania menyentuh tangan salah satu diantara mereka, dan membuat mereka menghentikan langkah nya menatap Rania bingung. "Ini apa? Kok kayak botol kecap?" tanyanya. Pria itu tersenyum malu. "Ini sejenis wine Bu, suami Ibu yang memesan ini." "Wine? Apa itu wine? Saya taunya wig." Menahan tawanya, pria itu memutuskan untuk membawa minuman dan juga makanan itu ke lantai atas, dan mengabaikan pertanyaan Rania yang begitu lucu. Mungkin wanita itu terlalu polos untuk mengetahui apa itu wine. Belum lagi pria itu juga menyempitkan pengaman jika mereka akan melakukan hubungan suami istri.
Rania menggigit banyak sofa ketika tahu film apa yang dia lihat. Ini bukan film horor atau film tentang mafia, tapi film yang dimana ada banyak adegan ranjang di setiap saat. Bahkan sejak setengah jam diputarnya film ini, sudah tiga kali Rania melihat adegan ranjang yang panas dan bergairah. Sesekali melirik ke arah Abrisam, pria itu lebih sibuk makan popcorn dan tersenyum miring. Mendadak adanya berpikir jika semua ini adalah kesengajaan Abrisam. Dibayangkan saja, melihat film ini yang ada Rania malah teringat ketika dia memandikan Abrisam. Tidak!! Tapi menemani Abrisam mandi, sedangkan dirinya menunggu di depan pintu kaca yang terbuka. Tau kan, walaupun dia mengenakan celana pendek. Tapi kan punggung Abrisam yang dilihat begitu comfortable untuk dipeluk terpampang jelas di mata Rania. Dia bahkan sampai meninggalkan Abrisam dengan alasan mengambil handuk untuk Abrisam. Padahal yang terjadi, Rania merasa dirinya panas dingin hingga menghabiskan air putih satu botol besar. Pendingin r
Merasa lelah setelah jalan-jalan, Rania memutuskan untuk duduk di pinggiran kolam renang. Dia pun membiarkan Abrisam untuk tidur sebentar, yang katanya kepalanya mendadak pusing. Entah karena apa tapi mungkin karena kepanasan akhirnya dia merasa pusing. Melepas baju yang membalut tubuhnya, Rania pun memutuskan untuk masuk ke dalam kolam renang. Matanya terpejam, tangannya menyentuh pinggiran kolam renang sebagai pegangan. Bayangan akan ucapan David kembali menyeruak di pikiran Rania. Jawaban apa yang harus Rania katakan pada David setelah pulang dari sini, karena Rania tahu jika ayah tirinya itu tidak akan membiarkan dirinya terbebas dengan mudahnya. Dan yang menjadi pertanyaan dalam benak Rania, untuk apa David mencarikan jodoh untuk Rania? Muncul di permukaan air, Rania malah dikejutkan dengan Abrisam yang sudah berdiri di dekat pintu. Pria itu membawa minuman di tangan kirinya, dengan tongkat yang ada di tangan kanannya. Belum lagi, tubuh yang disandarkan di pintu, membuat Rania
Sarapan pagi ini begitu canggung. Rania duduk di hadapan Abrisam dengan gugup. Tangannya gemetar menyentuh sendok makannya, sesekali dia melirik Abrisam yang nampak tenang di depannya dan menikmati sarapan paginya. Tapi disini Rania malah merasa gugup. Ada apa dengan dirinya sekarang!! Kenapa reaksinya begitu berlebihan!! Mencoba menikmati sarapannya, Rania juga memikirkan banyak hal yang akan dia lakukan setelah sarapan pagi. Tidak mungkin kan jika selama liburan Rania akan berada di dalam kamar ini bersama dengan Abrisam kan? Dia juga membutuhkan waktu untuk bernafas dan juga menetralkan detak jantungnya yang tak karuan. Menghabiskan nasi goreng dan juga cemilan yang sudah disediakan, Rania pun meletakkan sendoknya dengan sedikit membanting nya. Sehingga menimbulkan suara yang nyaring di telinga Abrisam. Seketika itu juga Abrisam meletakkan alat makannya dan mencari tisu untuk membersihkan mulutnya. "Setelah ini kita ngapain?" tanya Abrisam memastikan. Di tempat ini banyak sekal
Keesokan paginya, Rania bangun lebih dulu. Dia mengatakan Abrisam yang masih terlelap dengan punggung yang terekspos sempurna. Mata Rania tak berhenti menatap punggung lebar Abrisam disana. Maklum saja ini toilet haram banget. Bagaimana gak haram kalau pembatasnya saja terbuat dari kaca tembus pandang. Hanya ada dua bilah tempat untuk mandi dan berak. Itu pun hanya sebatas dada hingga setengah paha kacanya dibuat buram, sepenuhnya kacanya bisa tembus pandang. Meskipun Abrisam tidak bisa melihat, disini Rania juga masih merasa takut setelah kejadian malam tadi. Jantung Rania kembali berdetak lebih kencang lagi, dia mencari tahu bagaimana caranya mandi agar dia tidak mengetahuinya. Kalau cuma mendengar gemericik air tidak masalah bagi Rania. Tapi kalau sampai lihat!! "Kan malu." gumam Rania. Wanita itu masih membayangkan betapa nekat nya semalam dirinya yang tidak tidur hanya karena tangannya menyentuh alis Abrisam. Pria itu bangun memegang tangan Rania, sehingga membuat wanita itu m
Rania tebangun karena getaran diponselnya. Wanita itu menatap ponselnya yang terus menyala tanpa henti. Dan menunjukkan id call ibu mertua. Mata Rania melebar seketika, rasa kantuk yang dia rasakan puncak lenyap begitu saja, digantikan dengan kekhawatiran yang luar biasa. Buru-buru Rania membangunkan Abrisam yang terlelap di sampingnya. "Apa Ran, aku masih ngantuk." ugak Abrisam dengan suara serak-serak basahnya. "Bangun dulu Mas. Ini mami telepon aku loh." Mendengar kata mami Abrisam pun langsung membuka matanya lebar. Dia pun mencari ponsel Rania dan mematikan ponsel wanita itu. Menyimpannya di bawah bantal, lalu kembali tidur. "Mas itu–" "Sementara waktu kita harus LDR.an sama ponsel. Aku nggak mau ada satu orang pun yang ganggu kita." katanya. Nada bicaranya sangat berbeda, seolah hari ini adalah hari yang paling ditunggu jauh dari banyak orang dan menikmati hari liburannya dengan happy. Tidak tahulah dia jantung Rania yang mulai berdetak lebih kencang kembali bereaksi. Jan
Setelah melepas rasa lelahnya, Rania memutuskan untuk keluar ruangan sebentar. Dan betapa terkejutnya Rania ketika melihat kolam renang ini memiliki banyak bintang. Rania menatap kagum akan hal ini dan kembali masuk, melihat Abrisam yang ternyata baru saja bangun dari tidurnya.“Mas kolam renangnya banyak bintang nyala.” adunya.Abrisam yang nyawanya belum masuk sepenuhnya pun mengerutkan keningnya. Mana ada kolam renang yang ada bintangnya?“Lampu kali, Ran, masa iya kolam renang ada bintangnya.”“Mas nggak percaya?”Tentu saja Abrisma tidak percaya, dia tidak percaya jika ada bintang di dalam kolam renang, kecuali lampu berbentuk bintang. lagian bintang tinggalnya di laut, jika bintang yang dimaksud adalah meteor sudah dipastikan jika kolam renang itu akan meledak. Melihat hal itu, Rania pun menuntun Abrisam untuk turun dari ranjangnya, menuntunnya dengan pelan hingga di pinggiran kolam. Rania meminta Abrisam untuk duduk di pinggiran kolam, dengan kaki yang masuk ke dalam air. Seda