Hari ini Rania memutuskan untuk pergi ke rumah Adhitama. Dia begitu merindukan ayahnya setelah menikah dengan Abrisam. Sejujurnya, dia sudah menjadwalkan minggu lalu untuk pulang ke rumah. Tapi karena kesalahan ibu mertuanya, membuat Rania tak bisa pulang ke rumah ayahnya. Sebelum pergi ke rumah ayahnya, Rania sempat mampir sejenak di kantor Rana. Dia menatap ada banyak karyawan menunduk ketakutan ketika melihat Rania datang. Belum lagi dia juga bertemu dengan Grace ibunya yang terlihat sangat sombong di hadapannya. Untung saja Rania mengingat ucapan Rana waktu itu, angkat kepala dan menatap tajam ke arah orang tanpa ada senyuman. Itulah yang Rana katakan, sehingga apa yang Rania lakukan sesuai perintah Rana. Tapi masalahnya … Grace datang dengan membawa banyak file yang harus di tanda tangani, sedangkan Rania sama sekali tidak tahu bagaimana bentuk tanda tangan Rania. "Aku hanya menyampaikan hal itu. Dan aku juga bilang kalau file bisa dikirim via email." jelas Rania. Rana di seber
Abrisam memijat pelipisnya ketika sampai di rumah. Dia tidak mendengar suara Rania atau sambutan hangat dari wanita itu. Dimana istrinya sekarang? Pria itu memanggil nama istrinya, tapi tak ada jawaban sama sekali. Bahkan ketika suaranya naik satu oktaf pun, orang yang dicarinya tidak muncul di hadapannya."Ran–" "Den Abri sudah pulang? Maaf Den, tapi Non Rana masih keluar." jawab Mbok Atuh, yang mendengar teriakan Abrisam. "Pergi kemana Mbok? Kok nggak bilang saya?" "Katanya mau belanja Den. Dan katanya lagi udah bilang sama Aden juga." "Kapan? Kenapa dia tidak menelpon ku?" Mbok Atun juga tidak tahu. Sampai akhirnya Abrisam mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya. Bersamaan dengan itu Bagas datang, dan langsung menatap ponsel Abrisam. Disana ada dua pesan masuk dari Rana yang mengatakan jika dia akan pergi belanja dan juga mengunjungi keluarganya. Dia akan segera kembali, sebelum Abrisam pulang dari kantor. "Dia lupa atau gimana sih, kalau suaminya ini nggak bisa baca pesan?"
"Jadi … apa ada pertanyaan aneh, setelah kamu ketemu keluarga kamu?" tanya Abrisam. Rania berpikir sebentar. Doa pun menaruh dompet abu-abu miliknya di atas meja. Lalu menatap Abrisam dengan mata memicing. "Kamu … ngikutin aku ya?" tuduh Rania."Aku habis dari kantor. Mana mungkin aku ngikutin kamu." kekeh Abrisam. "Tapi kok tahu kalau aku mendapat pertanyaan aneh dari ayahku?" Dan kali ini giliran Abrisam yang berpikir keras. Ayah? Bahkan selama ini Abrisam mendengar jika istrinya ini memanggil papa bukan ayah? Menyadari ekspresi Abrisam, Rania pun tersenyum. Dia langsung menjelaskan jika ayah yang dia maksud adalah ayah kandungnya. Ibu dan ayahnya berpisah sejak lama, dan dia tinggal bersama dengan ibunya. Setelah berpisah ibunya menikah kembali, tapi tidak dengan ayahnya yang masih sendiri sampai saat ini. Ayahnya pergi meninggalkan rumah mewah mereka dan hidup sederhana, ayahnya juga sempat sakit jantung beberapa bulan yang lalu. Tapi untungnya ayahnya mendapatkan pertolongan
Keesokan paginya, Rania pun bangun dari ranjang kecilnya. Dia pun menatap Abrisam yang masih terlelap di sampingnya. Semalam, Abrisam memutuskan untuk tidur di rumah ayah Rania yang sempit ini. Awalnya dia tidak mempermasalahkan mau tidur di ranjang sempit dan keras ini. Tapi waktu malam tiba dan saat hendak tidur, dia malah kesulitan tidur karena tidak ada pendingin ruangan dan juga banyak nyamuk berterbangan kesana kemari. Dan membuat Rania mau tidak mau menjadikan buku yang ada sebagai kipas, agar Abrisam bisa tidur dengan nyenyak. Belum lagi ada beberapa nyamuk yang menggigit kulit Abrisam hingga memerah. Rania bergerak hendak turun dan ingin membersihkan diri. Tapi ketika Rania kembali bergerak menurunkan kalinya bersamaan dengan itu juga tempat tidur ini menimbulkan suara yang cukup nyaring, membuat Rania mendengus. Dia hanya takut jika Abrisam akan terganggu ketika dia tidur di rumah ayahnya hanya karena ranjang yang berbunyi. sayangnya … Abrisam yang sudah terbangun sejak t
"Jadi kamu gantiin saudara kembar kamu menikah dengan yang kemarin?" bisik Gaby. Hari ini Rania memutuskan untuk mengundang Gaby secara eksklusif ke rumahnya. Awalnya, Gaby berpikir jika dia ini salah rumah, karena alamat yang Rania kirimkan salah. Tapi ketika menyebut nama Rana dan menunjukkan foto Rana dan juga Gaby, membuat gerbang yang menjulang tinggi ini terbuka. "Sstt kecilkan suara kamu." bisik Rania. Gaby mengangguk sambil menutup mulutnya. Apalagi mbok Atun yang tiba-tiba saja datang, untuk menyuguhkan minuman dan juga roti kering untuk tamu dan juga pemilik rumah ini. "Terima kasih ya Mbok." kata Rania membuat Mbok Atun tersenyum lalu pergi. Tinggallah Rania dan juga Gaby. Wanita itu cukup cerewet meneror Rania di pesan dan juga telepon. Untuk menjelaskan kenapa dia mengganti namanya di depan Abrisam. Dan kali ini, dengan amat terpaksa, suara lirih kecil dan juga duduk berdempetan. Rania pun mulai menceritakan apa yang terjadi pada dirinya dan juga Abrisam. Ini tidak s
Rania menatap sekeliling taman kota ini, dan memastikan tidak ada orang lain selain dirinya. Tidak ada Bagas yang mengikutinya dan setia menemani Abrisam. Dan tidak ada orang suruhan Abrisam atau Bagas yang juga mengikuti Rania juga "Om David kenapa ada disini?" tanya Rania heran. "Om ada penting sama kamu. Bisa kita bicara?" David langsung melirik Gaby yang ingin mendekat. Tentu, Rania langsung meminta Gaby untuk menunggunya sebentar. Dia akan berbicara tak jauh dari tempat ini bersama dengan ayah tirinya. Dan disini seperti biasa Gaby cukup terkejut dengan ayah tiri Rania yang terbilang masih muda. Tidak salah jika Rania memanggil ayah tirinya dengan sebutan om bukan sebutan ayah atau papa. Menuju ke mobil David, Rania meminta berbicara di luar mobil. Dia tidak mau masuk ke mobil itu, bukannya apa mereka bisa saja berbicara tanpa didengar orang lain di dalam mobil. Tapi Rania juga cukup takut jika ayah tirinya itu macam-macam. Ini kedua kalinya David menemui Rania. Dulu, memint
Tidak mau memikirkan ucapan David. Rania memutuskan untuk pulang. Lagian Gaby juga harus masuk kerja jam dua siang, karena dia mendapat shift siang. Rania juga meminta Gaby untuk tutup mulut masalah ini, meskipun dia tahu segalanya tapi Rania berharap jika hal ini hanya Gaby saja yang tahu. Jangan sampai ada banyak orang yang tau masalah ini. Bukannya apa, Rania belum siap jika harus mendapat cemoohan dari banyak orang, yang menggantikan pernikahan saudara kembarnya. “Aku anterin ya, daripada jalan kaki.” kata Gaby.Rania menatap jam yang ada di ponselnya lalu menggeleng. Ini sudah jam satu, takutnya Gaby akan terlambat jika harus mengantar Rania pulang. Lebih baik dia jalan kaki atau mungkin memesan ojek online, karena jarak antara taman kota dan juga rumah Abrisam tidak begitu jauh. “Yakin?” tanya gaby memastikan sebelum dia pergi dari taman kota ini.Rania mengangguk yakin, dia bisa pulang sendiri. Ini sudah jam satu siang, Rania tidak mau dia terlambat bekerja. Kalau Gaby lupa
Malam harinya abrisam berniat untuk mengajak Rania kesuatu tempat. Tapi yang ada rencana itu harus gagal, karena kedatangan selena dan juga Alfa yang ingin makan malam bersama dengan menantu kesayangannya. “Tadi Mami udah minta Mbok atun buat nggak masak. Jadi Mami masakin dari rumah tadi buat kalian.” kata Selena. “Kan kita bisa masak bareng Mi. Rana kangen masak bareng Mami lagi kayak dulu.” kekeh Rania. Selena tersenyum. “Duh … Mami lupa kalau punya menantu jago masak. Besok deh, kita masak bareng.” Rania tertawa kecil, dia pun langsung membantu Selena untuk menyiapkan makan malam untuknya. Lagian Abrisam juga sudah menunggu di meja makan bersama dengan ayah mertuanya. Di sela-sela bolak-balik dapur dan juga meja makan, Selena menyiku lengan Rania pelan, hingga membuat wanita itu menoleh dengan wajah bingungnya.“Kenapa Mi?” tanya Rania.“Udah jebol belum? Minimal hamil lah.” bisik Selena. Mata Rania mendelik sempurna, jangankan jebol di sentuh aja belum, gimana mai jebol!! D
Pagi ini, Rania bangun kesiangan. Dia menutup wajahnya dengan selimut tebal penginapan ini. Bahkan Rania juga menyembunyikan baju miliknya di balik selimut. Dengan harapan dia bisa menggunakan baju itu di balik selimut. Tapi suara pintu dibuka dan juga benda sesuatu yang jatuh dari arah samping, membuat Rania memunggungi pintu itu. Dia hanya takut, jika Abrisam melihatnya atau meminta lagi. Ya!! Pada akhirnya semalam, Abrisam benar-benar menyentuhnya. Menyetubuhinya dengan lembut dan berirama, meskipun Rania menatap banyak cakaran dan juga luka di bahu, sampai lengan pria itu akibat ulah Rania. Kukunya tidak begitu panjang, tapi mampu membuat tubuh Abrisam terluka. Dan yang lebih parahnya lagi, Rania yang mendadak liar dan suka posisi di atas. Bayangin saja suara Abrisam dan juga Rania yang saling bersahutan satu sama lain. Malam itu dia benar-benar liar. Pikir Rania. Dan kali ini Rania merasakan ranjang sampingnya bergoyang, sehingga membuat wanita itu menutup m
Malam itu … Rania menelan salivanya begitu kasar. Suara Abrisam serak tertahan, nyaris seperti desahan suara film yang dia lihat. Tubuh Rania kaki, ketika tangan kiri Abrisam masuk ke dalam baju yang dia kenakan. Baju dengan ukuran oversize yang di padukan dengan celana pendek hitam miliknya. Rambut yang awalnya dia kuncir dan jadi berantakan karena posisi duduk mereka yang membuat Rania parno. Belum lagi, ketika Rania belum mengatakan iya atau tidak. Abrisam lebih dulu memulai permainannya dengan menggigit baju Rania, itu bukan sebuah tanda kepemilikan tapi memang gigitan gigi Abrisam yang membuat Rania menggigit bibir bawahnya. Dia hanya takut bersuara, jika dia mengeluarkan suara, Rania takut tetangga sebelah akan mendengarkannya. Lampu kuning yang menerangi mereka menjadi saksi bisu jika Rania sudah mulai berani menyentuh dada bidang Abrisam. Kedua tangan Abrisam menyentuh baju Rania dan membantunya melepaskannya. Rania sempat menyilangkan kedua tangannya di dada malu. Kedua pip
Setelah menonton film dewasa, Rania memutuskan untuk turun lebih dulu. Dia membuka pintu ruangan ini dan menemukan dua orang yang membawa pesanan makan malam mereka. Rania meminta dua orang itu untuk menaruh makannya di atas, kali ini sesuai permintaan Abrisam yang ingin makan di atas sambil melihat film mereka. Dan kali ini Rania menatap satu botol hitam dan juga gelas kecil di satu nampan. "Tunggu … " seru Rania menyentuh tangan salah satu diantara mereka, dan membuat mereka menghentikan langkah nya menatap Rania bingung. "Ini apa? Kok kayak botol kecap?" tanyanya. Pria itu tersenyum malu. "Ini sejenis wine Bu, suami Ibu yang memesan ini." "Wine? Apa itu wine? Saya taunya wig." Menahan tawanya, pria itu memutuskan untuk membawa minuman dan juga makanan itu ke lantai atas, dan mengabaikan pertanyaan Rania yang begitu lucu. Mungkin wanita itu terlalu polos untuk mengetahui apa itu wine. Belum lagi pria itu juga menyempitkan pengaman jika mereka akan melakukan hubungan suami istri.
Rania menggigit banyak sofa ketika tahu film apa yang dia lihat. Ini bukan film horor atau film tentang mafia, tapi film yang dimana ada banyak adegan ranjang di setiap saat. Bahkan sejak setengah jam diputarnya film ini, sudah tiga kali Rania melihat adegan ranjang yang panas dan bergairah. Sesekali melirik ke arah Abrisam, pria itu lebih sibuk makan popcorn dan tersenyum miring. Mendadak adanya berpikir jika semua ini adalah kesengajaan Abrisam. Dibayangkan saja, melihat film ini yang ada Rania malah teringat ketika dia memandikan Abrisam. Tidak!! Tapi menemani Abrisam mandi, sedangkan dirinya menunggu di depan pintu kaca yang terbuka. Tau kan, walaupun dia mengenakan celana pendek. Tapi kan punggung Abrisam yang dilihat begitu comfortable untuk dipeluk terpampang jelas di mata Rania. Dia bahkan sampai meninggalkan Abrisam dengan alasan mengambil handuk untuk Abrisam. Padahal yang terjadi, Rania merasa dirinya panas dingin hingga menghabiskan air putih satu botol besar. Pendingin r
Merasa lelah setelah jalan-jalan, Rania memutuskan untuk duduk di pinggiran kolam renang. Dia pun membiarkan Abrisam untuk tidur sebentar, yang katanya kepalanya mendadak pusing. Entah karena apa tapi mungkin karena kepanasan akhirnya dia merasa pusing. Melepas baju yang membalut tubuhnya, Rania pun memutuskan untuk masuk ke dalam kolam renang. Matanya terpejam, tangannya menyentuh pinggiran kolam renang sebagai pegangan. Bayangan akan ucapan David kembali menyeruak di pikiran Rania. Jawaban apa yang harus Rania katakan pada David setelah pulang dari sini, karena Rania tahu jika ayah tirinya itu tidak akan membiarkan dirinya terbebas dengan mudahnya. Dan yang menjadi pertanyaan dalam benak Rania, untuk apa David mencarikan jodoh untuk Rania? Muncul di permukaan air, Rania malah dikejutkan dengan Abrisam yang sudah berdiri di dekat pintu. Pria itu membawa minuman di tangan kirinya, dengan tongkat yang ada di tangan kanannya. Belum lagi, tubuh yang disandarkan di pintu, membuat Rania
Sarapan pagi ini begitu canggung. Rania duduk di hadapan Abrisam dengan gugup. Tangannya gemetar menyentuh sendok makannya, sesekali dia melirik Abrisam yang nampak tenang di depannya dan menikmati sarapan paginya. Tapi disini Rania malah merasa gugup. Ada apa dengan dirinya sekarang!! Kenapa reaksinya begitu berlebihan!! Mencoba menikmati sarapannya, Rania juga memikirkan banyak hal yang akan dia lakukan setelah sarapan pagi. Tidak mungkin kan jika selama liburan Rania akan berada di dalam kamar ini bersama dengan Abrisam kan? Dia juga membutuhkan waktu untuk bernafas dan juga menetralkan detak jantungnya yang tak karuan. Menghabiskan nasi goreng dan juga cemilan yang sudah disediakan, Rania pun meletakkan sendoknya dengan sedikit membanting nya. Sehingga menimbulkan suara yang nyaring di telinga Abrisam. Seketika itu juga Abrisam meletakkan alat makannya dan mencari tisu untuk membersihkan mulutnya. "Setelah ini kita ngapain?" tanya Abrisam memastikan. Di tempat ini banyak sekal
Keesokan paginya, Rania bangun lebih dulu. Dia mengatakan Abrisam yang masih terlelap dengan punggung yang terekspos sempurna. Mata Rania tak berhenti menatap punggung lebar Abrisam disana. Maklum saja ini toilet haram banget. Bagaimana gak haram kalau pembatasnya saja terbuat dari kaca tembus pandang. Hanya ada dua bilah tempat untuk mandi dan berak. Itu pun hanya sebatas dada hingga setengah paha kacanya dibuat buram, sepenuhnya kacanya bisa tembus pandang. Meskipun Abrisam tidak bisa melihat, disini Rania juga masih merasa takut setelah kejadian malam tadi. Jantung Rania kembali berdetak lebih kencang lagi, dia mencari tahu bagaimana caranya mandi agar dia tidak mengetahuinya. Kalau cuma mendengar gemericik air tidak masalah bagi Rania. Tapi kalau sampai lihat!! "Kan malu." gumam Rania. Wanita itu masih membayangkan betapa nekat nya semalam dirinya yang tidak tidur hanya karena tangannya menyentuh alis Abrisam. Pria itu bangun memegang tangan Rania, sehingga membuat wanita itu m
Rania tebangun karena getaran diponselnya. Wanita itu menatap ponselnya yang terus menyala tanpa henti. Dan menunjukkan id call ibu mertua. Mata Rania melebar seketika, rasa kantuk yang dia rasakan puncak lenyap begitu saja, digantikan dengan kekhawatiran yang luar biasa. Buru-buru Rania membangunkan Abrisam yang terlelap di sampingnya. "Apa Ran, aku masih ngantuk." ugak Abrisam dengan suara serak-serak basahnya. "Bangun dulu Mas. Ini mami telepon aku loh." Mendengar kata mami Abrisam pun langsung membuka matanya lebar. Dia pun mencari ponsel Rania dan mematikan ponsel wanita itu. Menyimpannya di bawah bantal, lalu kembali tidur. "Mas itu–" "Sementara waktu kita harus LDR.an sama ponsel. Aku nggak mau ada satu orang pun yang ganggu kita." katanya. Nada bicaranya sangat berbeda, seolah hari ini adalah hari yang paling ditunggu jauh dari banyak orang dan menikmati hari liburannya dengan happy. Tidak tahulah dia jantung Rania yang mulai berdetak lebih kencang kembali bereaksi. Jan
Setelah melepas rasa lelahnya, Rania memutuskan untuk keluar ruangan sebentar. Dan betapa terkejutnya Rania ketika melihat kolam renang ini memiliki banyak bintang. Rania menatap kagum akan hal ini dan kembali masuk, melihat Abrisam yang ternyata baru saja bangun dari tidurnya.“Mas kolam renangnya banyak bintang nyala.” adunya.Abrisam yang nyawanya belum masuk sepenuhnya pun mengerutkan keningnya. Mana ada kolam renang yang ada bintangnya?“Lampu kali, Ran, masa iya kolam renang ada bintangnya.”“Mas nggak percaya?”Tentu saja Abrisma tidak percaya, dia tidak percaya jika ada bintang di dalam kolam renang, kecuali lampu berbentuk bintang. lagian bintang tinggalnya di laut, jika bintang yang dimaksud adalah meteor sudah dipastikan jika kolam renang itu akan meledak. Melihat hal itu, Rania pun menuntun Abrisam untuk turun dari ranjangnya, menuntunnya dengan pelan hingga di pinggiran kolam. Rania meminta Abrisam untuk duduk di pinggiran kolam, dengan kaki yang masuk ke dalam air. Seda