Keesokan paginya, Rania bangun lebih dulu. Dia hanya membasuh wajahnya dan menggosok giginya saja. Setelah itu barulah Rania keluar kamar dan berniat ingin pergi ke dapur. Disana Rania bisa melihat Mbak Atun yang membawa keranjang belanja di tangan kirinya, tentu saja hal itu langsung membuat Rania menghampirinya. “Mau kemana Mbak?” tanya Rania penasaran.“Mau ke pasar Mbak, sayuran di dapur pada abis.” “Aku boleh ikut nggak Mbak? Mau beli sesuatu di pasar.”Mbak Atun menolak, dia akan pergi ke pasar sendiri. Jika Rania membutuhkan sesuatu yang harus dibeli, dia bisa menyebutkan dan Mbak Atun yang akan membelinya. Dasarnya Rania itu keras kepala, dan dia tidak ingin di rumah pagi ini, dia terus memaksa Mbak Atun untuk mengizinkan kan dirinya ikut ke pasar. Lagian kalau masalah Abrisam itu gampang, ada Bagas kan di rumah ini jika Rania pergi, Bagas juga tidak akan tinggal diam. Mau tidak mau, Mbak Atun pun mengangguk, mengizinkan Rania
Sebenarnya Rania juga tidak tahu harus berbuat apa. Ketika ibu mertuanya itu meminta Rania menelan satu pil berwarna putih tilang dengan ukuran yang lumayan besar. Dan kali ini, Selena dengan rasa tidak bersalahnya malah mengurung Rania dan juga Abrisam di kamar mereka. Disini Rania hanya diam saja, begitu juga dengan Abrisam yang hanya diam saja kikuk tanpa tau harus ngapain. Mungkin, jika posisi Abrisam tidak buta seperti saat ini sudah dipastikan jika pria itu akan menerkam Rania tanpa ampun. Tapi masalahnya keterbatasan penglihatannya yang membuat Abrisam berpikir dua kali. "Rana kamu masih ada di situ?" tanya Abrisam memastikan. "Memangnya kalau nggak disini mau dimana lagi Mas? Kan sama mami kamarnya di kunci dari luar." jawab Rania polos. Dia bersyukur kali ini Abrisam tak mampu melihatnya. Tubuhnya begitu panas setelah menelan pil yang dibawakan oleh Selena. Pendingin ruangan ini juga tak mampu mengulangi rasa panas di tubuh Rania. Tidak hanya itu wanita itu juga sampai m
"Nggak seharusnya Mami ngasih itu ke dia. Kasihan tau, Mi. Dia kesakitan." kata Abrisam kesal. Selena cekikikan mendengar hal itu, wanita itu menumpuk bantal sofa di pangkuannya. Begitu juga dengan Bagas yang lebih menikmati kopi hitamnya tanpa gula. Jangan sampai wanita paruh baya itu menyebut namanya soal ini. Karena Bagas sendiri juga tidak mau disalahkan, ketika Selena meminta obat perangsang untuk diberikan pada Rania. Ya, obat yang Selena berikan pada Rania itu adalah obat perangsang. Dimana, ketika orang itu mengkonsumsi pil itu dia akan merasakan jika tubuhnya panas dan haus akan belaian. Dia akan meminta lawan jenisnya untuk terus menyentuhnya hingga rasa panas yang dia rasakan itu hilang. Dan tentunya, Bagas sudah membayangkan bagaimana liarnya Rania di atas Abrisam yang hanya akan diam saja di bawahnya. Tapi mendengar ucapan pria itu, yang ada Bagas malah mendengus. “Yang penting kan sukses Bri.”Apanya yang sukses? Bahkan Abrisam ti
Sebenarnya hari ini Rania ada jadwal pergi berkunjung ke rumah ayahnya. Tapi dia tidak mungkin melakukan hal ini, dia hanya takut jika ayahnya mengira Abrisam berbuat jahat padanya. Mengingat pergelangan tangan dan kakinya masih memiliki warna merah yang cukup ketara. Belum lagi, Rana juga meminta Rania untuk berkunjung ke rumah Grace. Bukan perkara itu tapi dia cukup asing untuk menyesuaikan diri menjadi orang asing. Apalagi karakter Rania dan juga Rana itu cukup berbeda. Menghela nafasnya berat, Rania tidak tahu harus berbuat apa. Rumah ini sepi, setelah Rania turun dari tangga, Rania bisa melihat Bagas dan Abrisam yang pergi bersama. Mungkin ada pekerjaan dadakan yang harus mereka selesaikan. Mengingat Bagas itu sudah seperti kunci utama di samping Abrisam. Sedangkan ibu mertuanya, sudah pergi setelah membuat heboh kemarin malam. Belum.lagi mbak Atun sejak turun tentu saja Rania belum melihatnya sama sekali. Kling … Suara ponselnya membuat Rania menoleh. Ditatapnya ponsel j
Tepat jam sembilan malam, bel rumah ini berbunyi. Rania dan Abrisam pun saling pandang. Mereka baru saja menyelesaikan satu film yang mereka lihat secara maraton. Lebih tepatnya Rania yang minat dan Abrisam yang mendengarkannya. Beberapa kali Rania juga membaca subtitle agar Abrisam mengerti dengan apa yang dibicarakan dalam film itu. Dan sekarang, waktu mereka ingin beristirahat, malah ada tamu yang datang malam-malam begini? "Udah jam sembilan loh Mas. Tapi kok ada tamu." kata Rania menatap Abrisam. "Buka nggak sih Mas? Tapi kalau gak dibuka takut penting." lanjutnya. Abrisam diam sejenak, setelah itu meminta Rania untuk membuka pintunya. Benar kata Rania, jika ada yang penting mereka tidak akan tahu. Ketika wanita itu membuka pintu rumah ini, betapa terkejutnya Rania ketika tahu siapa yang bertamu di rumahnya malam-malam begini. Siapa lagi kalau bukan mertuanya. Tapi kali ini, Selena membawa pasukan, dia membawa Alfa ayah mertua Rania. "Siapa yang d
"Aduh … " Ini sudah satu jam lamanya Rania dan juga Abrisam tak kunjung keluar kamar setelah meminum ramuan dari Selena. Dan tentunya tiga orang yang sedang menguping di depan kamar mereka, saling menahan tawa mereka agar tidak pecah. "Ah … sakit." Selena mendelik, melebarkan matanya mendengar kata itu Dia bahkan sampai meremas tangan Alfa untuk menahannya agar tidak berteriak. "Pelan Ran." Dan entah kenapa, suara itu begitu candu untuk Selena. Rasa ingin berteriak kencang, karena rencananya berhasil. Tapi Alfa sudah lebih dulu mendelik dan meminta Selena untuk diam. Mereka itu berhasil sedang pembuahan atau sedang melakukan hal yang lain. "Hiks Mas … ini sakit." suara Rania semakin merengek. "Astaga … ini pelan loh Ran. Pelan banget malahan, masa iya masih sakit?" Selena tak tahan dengan semua ini. Dia pun menarik Alfa untuk segera pergi. Begitu juga dengan Bagas yang mendadak merinding mendengar suara mereka. Ketika mereka ingin pergi, suara Rania kembali terdengar. Memint
Bukan ke iri, lebih ke kalau bikin bayi diam saja. Matiin lampunya, nikmati berdua, gigit bibir bawah agar tidak terdengar suara teriakan atau desahan dahsyat ketika mereka akan sampai di puncak. Tapi yang ada merek malah berteriak yang dimana tetangga saja langsung dengar dan tahu. Jika mereka sedang menikmati malam berdua tanpa gangguan siapapun. Bagas ingin sekali pergi. Ini sudah hampir tengah malam, dan dia juga sudah merasa ngantuk. Namun, Selena melarang Bagas untuk tidur lebih dulu. Dia tidak peduli jika Bagas mengantuk atau mungkin besok harus ngurusin kantor lagi. Yang terpenting saat ini, mereka harus begadang sampai Abrisam dan juga Rania selesai melakukan ritual mereka. "Tapi Tante–""Mami–" Panggilan itu langsung membuat Selena menoleh. Disana sudah ada Rania dan juga Abrisam yang berdiri di anak tangga akhir dengan wajah menyedihkan. Tentu saja Selena yang sudah penasaran pun langsung mendekati mereka. Meneliti raut wajah mereka yang memiliki banyak bintik. Rambut ac
Abrisam menghela nafasnya, tubuhnya masih terasa gatal setelah minum obat yang dokter anjurkan. Dokter juga meminta Selena untuk tidak macam-macam memberi minuman apapun pada mereka. Ada beberapa bahan minuman yang memang tidak boleh dicampur, selain menimbulkan alergi juga menimbulkan penyakit lainnya.Tentu saja hal itu langsung membuat Selena mendengus, dia hanya memberikan jamu tradisional agar mereka cepat hamil. Lagian, dokter juga tidak memikirkan perasaan Selena yang ingins ekali menimang cucu dari mereka. Abrisam itu sudah lumayan lama menikah dengan Rania, jadi wajar dong kalau Selena ingin cucu. Semua anak teman Selena yag sudah menikah juga sudah memiliki cucu. Ada yang kembar tiga sekali lahiran, ada juga yang hampir dua, dan ada juga yang sedang hamil besar. Selena ingin seperti mereka, menemani menantunya pergi ke dokter kandungan dan juga berbelanja baju bayi yang lucu dan imut.Mendengar hal itu Abrisam mendadak frustasi. “Sabar Mi, nanti Abri bikinin cucu yang lucu d
Pagi ini, Rania bangun kesiangan. Dia menutup wajahnya dengan selimut tebal penginapan ini. Bahkan Rania juga menyembunyikan baju miliknya di balik selimut. Dengan harapan dia bisa menggunakan baju itu di balik selimut. Tapi suara pintu dibuka dan juga benda sesuatu yang jatuh dari arah samping, membuat Rania memunggungi pintu itu. Dia hanya takut, jika Abrisam melihatnya atau meminta lagi. Ya!! Pada akhirnya semalam, Abrisam benar-benar menyentuhnya. Menyetubuhinya dengan lembut dan berirama, meskipun Rania menatap banyak cakaran dan juga luka di bahu, sampai lengan pria itu akibat ulah Rania. Kukunya tidak begitu panjang, tapi mampu membuat tubuh Abrisam terluka. Dan yang lebih parahnya lagi, Rania yang mendadak liar dan suka posisi di atas. Bayangin saja suara Abrisam dan juga Rania yang saling bersahutan satu sama lain. Malam itu dia benar-benar liar. Pikir Rania. Dan kali ini Rania merasakan ranjang sampingnya bergoyang, sehingga membuat wanita itu menutup m
Malam itu … Rania menelan salivanya begitu kasar. Suara Abrisam serak tertahan, nyaris seperti desahan suara film yang dia lihat. Tubuh Rania kaki, ketika tangan kiri Abrisam masuk ke dalam baju yang dia kenakan. Baju dengan ukuran oversize yang di padukan dengan celana pendek hitam miliknya. Rambut yang awalnya dia kuncir dan jadi berantakan karena posisi duduk mereka yang membuat Rania parno. Belum lagi, ketika Rania belum mengatakan iya atau tidak. Abrisam lebih dulu memulai permainannya dengan menggigit baju Rania, itu bukan sebuah tanda kepemilikan tapi memang gigitan gigi Abrisam yang membuat Rania menggigit bibir bawahnya. Dia hanya takut bersuara, jika dia mengeluarkan suara, Rania takut tetangga sebelah akan mendengarkannya. Lampu kuning yang menerangi mereka menjadi saksi bisu jika Rania sudah mulai berani menyentuh dada bidang Abrisam. Kedua tangan Abrisam menyentuh baju Rania dan membantunya melepaskannya. Rania sempat menyilangkan kedua tangannya di dada malu. Kedua pip
Setelah menonton film dewasa, Rania memutuskan untuk turun lebih dulu. Dia membuka pintu ruangan ini dan menemukan dua orang yang membawa pesanan makan malam mereka. Rania meminta dua orang itu untuk menaruh makannya di atas, kali ini sesuai permintaan Abrisam yang ingin makan di atas sambil melihat film mereka. Dan kali ini Rania menatap satu botol hitam dan juga gelas kecil di satu nampan. "Tunggu … " seru Rania menyentuh tangan salah satu diantara mereka, dan membuat mereka menghentikan langkah nya menatap Rania bingung. "Ini apa? Kok kayak botol kecap?" tanyanya. Pria itu tersenyum malu. "Ini sejenis wine Bu, suami Ibu yang memesan ini." "Wine? Apa itu wine? Saya taunya wig." Menahan tawanya, pria itu memutuskan untuk membawa minuman dan juga makanan itu ke lantai atas, dan mengabaikan pertanyaan Rania yang begitu lucu. Mungkin wanita itu terlalu polos untuk mengetahui apa itu wine. Belum lagi pria itu juga menyempitkan pengaman jika mereka akan melakukan hubungan suami istri.
Rania menggigit banyak sofa ketika tahu film apa yang dia lihat. Ini bukan film horor atau film tentang mafia, tapi film yang dimana ada banyak adegan ranjang di setiap saat. Bahkan sejak setengah jam diputarnya film ini, sudah tiga kali Rania melihat adegan ranjang yang panas dan bergairah. Sesekali melirik ke arah Abrisam, pria itu lebih sibuk makan popcorn dan tersenyum miring. Mendadak adanya berpikir jika semua ini adalah kesengajaan Abrisam. Dibayangkan saja, melihat film ini yang ada Rania malah teringat ketika dia memandikan Abrisam. Tidak!! Tapi menemani Abrisam mandi, sedangkan dirinya menunggu di depan pintu kaca yang terbuka. Tau kan, walaupun dia mengenakan celana pendek. Tapi kan punggung Abrisam yang dilihat begitu comfortable untuk dipeluk terpampang jelas di mata Rania. Dia bahkan sampai meninggalkan Abrisam dengan alasan mengambil handuk untuk Abrisam. Padahal yang terjadi, Rania merasa dirinya panas dingin hingga menghabiskan air putih satu botol besar. Pendingin r
Merasa lelah setelah jalan-jalan, Rania memutuskan untuk duduk di pinggiran kolam renang. Dia pun membiarkan Abrisam untuk tidur sebentar, yang katanya kepalanya mendadak pusing. Entah karena apa tapi mungkin karena kepanasan akhirnya dia merasa pusing. Melepas baju yang membalut tubuhnya, Rania pun memutuskan untuk masuk ke dalam kolam renang. Matanya terpejam, tangannya menyentuh pinggiran kolam renang sebagai pegangan. Bayangan akan ucapan David kembali menyeruak di pikiran Rania. Jawaban apa yang harus Rania katakan pada David setelah pulang dari sini, karena Rania tahu jika ayah tirinya itu tidak akan membiarkan dirinya terbebas dengan mudahnya. Dan yang menjadi pertanyaan dalam benak Rania, untuk apa David mencarikan jodoh untuk Rania? Muncul di permukaan air, Rania malah dikejutkan dengan Abrisam yang sudah berdiri di dekat pintu. Pria itu membawa minuman di tangan kirinya, dengan tongkat yang ada di tangan kanannya. Belum lagi, tubuh yang disandarkan di pintu, membuat Rania
Sarapan pagi ini begitu canggung. Rania duduk di hadapan Abrisam dengan gugup. Tangannya gemetar menyentuh sendok makannya, sesekali dia melirik Abrisam yang nampak tenang di depannya dan menikmati sarapan paginya. Tapi disini Rania malah merasa gugup. Ada apa dengan dirinya sekarang!! Kenapa reaksinya begitu berlebihan!! Mencoba menikmati sarapannya, Rania juga memikirkan banyak hal yang akan dia lakukan setelah sarapan pagi. Tidak mungkin kan jika selama liburan Rania akan berada di dalam kamar ini bersama dengan Abrisam kan? Dia juga membutuhkan waktu untuk bernafas dan juga menetralkan detak jantungnya yang tak karuan. Menghabiskan nasi goreng dan juga cemilan yang sudah disediakan, Rania pun meletakkan sendoknya dengan sedikit membanting nya. Sehingga menimbulkan suara yang nyaring di telinga Abrisam. Seketika itu juga Abrisam meletakkan alat makannya dan mencari tisu untuk membersihkan mulutnya. "Setelah ini kita ngapain?" tanya Abrisam memastikan. Di tempat ini banyak sekal
Keesokan paginya, Rania bangun lebih dulu. Dia mengatakan Abrisam yang masih terlelap dengan punggung yang terekspos sempurna. Mata Rania tak berhenti menatap punggung lebar Abrisam disana. Maklum saja ini toilet haram banget. Bagaimana gak haram kalau pembatasnya saja terbuat dari kaca tembus pandang. Hanya ada dua bilah tempat untuk mandi dan berak. Itu pun hanya sebatas dada hingga setengah paha kacanya dibuat buram, sepenuhnya kacanya bisa tembus pandang. Meskipun Abrisam tidak bisa melihat, disini Rania juga masih merasa takut setelah kejadian malam tadi. Jantung Rania kembali berdetak lebih kencang lagi, dia mencari tahu bagaimana caranya mandi agar dia tidak mengetahuinya. Kalau cuma mendengar gemericik air tidak masalah bagi Rania. Tapi kalau sampai lihat!! "Kan malu." gumam Rania. Wanita itu masih membayangkan betapa nekat nya semalam dirinya yang tidak tidur hanya karena tangannya menyentuh alis Abrisam. Pria itu bangun memegang tangan Rania, sehingga membuat wanita itu m
Rania tebangun karena getaran diponselnya. Wanita itu menatap ponselnya yang terus menyala tanpa henti. Dan menunjukkan id call ibu mertua. Mata Rania melebar seketika, rasa kantuk yang dia rasakan puncak lenyap begitu saja, digantikan dengan kekhawatiran yang luar biasa. Buru-buru Rania membangunkan Abrisam yang terlelap di sampingnya. "Apa Ran, aku masih ngantuk." ugak Abrisam dengan suara serak-serak basahnya. "Bangun dulu Mas. Ini mami telepon aku loh." Mendengar kata mami Abrisam pun langsung membuka matanya lebar. Dia pun mencari ponsel Rania dan mematikan ponsel wanita itu. Menyimpannya di bawah bantal, lalu kembali tidur. "Mas itu–" "Sementara waktu kita harus LDR.an sama ponsel. Aku nggak mau ada satu orang pun yang ganggu kita." katanya. Nada bicaranya sangat berbeda, seolah hari ini adalah hari yang paling ditunggu jauh dari banyak orang dan menikmati hari liburannya dengan happy. Tidak tahulah dia jantung Rania yang mulai berdetak lebih kencang kembali bereaksi. Jan
Setelah melepas rasa lelahnya, Rania memutuskan untuk keluar ruangan sebentar. Dan betapa terkejutnya Rania ketika melihat kolam renang ini memiliki banyak bintang. Rania menatap kagum akan hal ini dan kembali masuk, melihat Abrisam yang ternyata baru saja bangun dari tidurnya.“Mas kolam renangnya banyak bintang nyala.” adunya.Abrisam yang nyawanya belum masuk sepenuhnya pun mengerutkan keningnya. Mana ada kolam renang yang ada bintangnya?“Lampu kali, Ran, masa iya kolam renang ada bintangnya.”“Mas nggak percaya?”Tentu saja Abrisma tidak percaya, dia tidak percaya jika ada bintang di dalam kolam renang, kecuali lampu berbentuk bintang. lagian bintang tinggalnya di laut, jika bintang yang dimaksud adalah meteor sudah dipastikan jika kolam renang itu akan meledak. Melihat hal itu, Rania pun menuntun Abrisam untuk turun dari ranjangnya, menuntunnya dengan pelan hingga di pinggiran kolam. Rania meminta Abrisam untuk duduk di pinggiran kolam, dengan kaki yang masuk ke dalam air. Seda