Rania menelan salivanya dengan kasar, di depannya ada Grace dan juga David yang berada di tempat yang sama. Jantung Rania berdebar lebih kencang dari biasanya, dadanya sesak hingga Rania kesulitan untuk bernafas. Tangan wanita itu menggenggam erat telapak tangan Abrisam. Belum lagi disisi lainnya ada Leon yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Sungguh, kondisi seperti apa kali ini!! "Mama … " lirih Rania. Grace mendekat, dia pun menatap Adhitama dengan tatapan tidak suka. "Ini kenapa Ayahmu ada disini!!" katanya dengan nada sombing. Rania berdehem. "Pengen ngajakin Ayah keliling mall aja, Ma." Jawaban Rania yang terkesan asing, membuat Abrisam mengerutkan keningnya. Tidak biasanya wanita itu berkata seperti itu di depan banyak orang. Bahkan suara Rania juga berubah tidak selembut biasanya. Grace yang menyadari ada Abrisam dan yang lain pun tersenyum. Sikap Grace itu berubah drastis ketika melihat Bagas yang terus menatapnya.
Menatap bill belanjaan di tangannya Rania pun mendesah. Baju yang dia belikan untuk Adhitama hanya menguras dompet Abrisam seharga lima ratusan ribu rupiah. Karena Adhitama mengambil baju yang harganya bahkan sangat murah dan juga bertulisan diskon. Sedangkan Grace wanita itu mengambil satu tas dengan harga ratusan juta. Beberapa potong baju dengan harga paling murah dua juta. Begitu juga dengan David yang mengambil sepatu yang dia suka dengan harga puluhan juta.Sejujurnya Rania sungkan ketika dia ingin membelikan tas Grace dan juga sepatu David. Bukannya dia tidak ingin membelikannya, hanya saja kan masalahnya ini harganya di atas batas wajar. Kalaupun Rania ingin membelikan hadiah, bukannya itu tergantung Rania? Seharusnya Grace dan David menerima hadiah itu dengan lapang dada, tapi yang ada Grace dan juga David malah mengambil hadiah yang mampu menguras dompet Abrisam. Wanita itu mendesah, melempar bill belanjaan diatas meja. "Ya Tuhan .. " keluh nya.
Selena langsung memeluk Rania ketika melihat menantunya pulang bersama dengan Abrisam. Setelah menginap dua hari di rumah ayahnya, akhirnya Selena punya teman kembali di rumah. Apalagi Kara yang pulang ke ibukota malah lebih sibuk dengan temannya. Setelah muncak, Kara sudah bersama dengan temannya dulu. Itu sebabnya Selena suka kesepian ketika Rania tidak ada. "Mami nggak ada temen, sepi banget ini rumah. Kamu nginepnya lama banget sih." ucap Selena sedih. "Cuma dua hari Ma, masa iya lama." kekeh Rania. "Malah aku pikir mau menginap satu bulan disana." sahut Abrisam. Selena langsung cemberut, kalau saja hal itu sampai terjadi antara mereka, yang menginap selama satu bulan di rumah Adhitama. Sudah dipastikan Selena juga akan ikut menginap disana agar menjadi beban hidup Adhitama, ayah Rania. Selena tidak peduli dengan omelan atau tatapan heran dari besannya, yang penting Selena ikut dan tidak merasa kesepian di rumah sebesar milik Abrisam. "Mami perasaan ganggu mulu. Bisa nggak bi
Siangnya, Rania sudah siap dengan dress panjang berwarna putih yang dia kenakan. Rania juga sudah meminta pada Selena, jika dia juga mengajak Abrisam kali ini. Lagian, kasihan juga kan kalau Abrisam berada di rumah sendiri tanpa melakukan apapun. Rania yang tidak tega dengan semua ini. Menuruni tangga, Selena menunjukkan wajah cemberutnya. Dia hanya mengajak Rania pergi, tapi kenapa Abrisam ikut? "Gak papa ya, Mi." kata Rania tidak enak hati. Selama memutar bola matanya malas. Tentu saja tidak boleh ada kaum pria di antara mereka. Tapi apa boleh buat, lebih baik dia ikut daripada nanti malah Rania tidak bisa keluar dengan Selena. "Yaudah ayo." ajak Selena. Rania tersenyum bahagia, dia pun menarik tangan Abrisam untuk mengikuti langkah kaki Rania. Wanita itu juga menjelaskan apa saja yang nanti akan mereka lakukan. Dari melihat ikan, baik di timezone jika mereka bertemunya di mall. Atau mungkin Rania dan juga Abrisam bisa menghabiskan waktu untuk berkeliling. "Simpan dulu keingin
Rania jatuh di atas pangkuan Abrisam, setelah dia selesai mandi sore. Sebenarnya ini tidak sengaja, dia duduk di samping Abrisam yang ingin menggunakan lotion untuk badannya. Tapi ketika dirinya ingin bangkit, dan menyimpan lotion itu. Abrisam malah dengan cekatan langsung menarik tangan Rania, hingga membuat wanita itu duduk diatas pangkuannya. "Ini kalau kakinya di sisi kiri dan juga kanan kayaknya lebih enak deh, Ran." ucap Abrisam. Rania menatap kedua kakinya dengan heran. Lalu menatap Abrisam dengan tatapan bingung. "Gak ah, Mas. Aku cuma pakai handuk, mau pakai baju dulu. Mas mandi sana." perintah Rania. Abrisam tersenyum kecil, dia tidak menurut dengan apa yang Rania katakan. Pria itu memegang satu kaki Rania dan memutarnya sendiri. Dan saat ini posisi Rania yang masih duduk di depan Abrisam, dengan kedua kaki yang menghimpit kaki Abrisam. Belum lagi, tangan Abrisam yang langsung memeluk pinggang Rania, mampu membuat Rania gugup. Siapa juga sih yang tidak gugup dengan hal i
Selena sudah menunggu dengan bosan. Sampai jam segini Rania dan juga Abrisam tak kunjung turun juga sedangkan dirinya susah sangat lapar. Di meja makan ini tidak hahaha ada Selena, tapi juga ada Alfa, Kara dan juga Bagas. Mereka semua menunggu Rania dan Abrisam untuk bergabung makan malam dengan mereka. "Ini mereka kenapa lama sekali sih. Aku udah laper, Mami." ucap Kara. "Mami lihat dulu deh, kok lama banget mereka ngapain aja." Selena bangkit dia pun berjalan cepat ke arah tangga dan menuju kamar Abrisam yang terbuka sedikit. Disana Selena bisa melihat dia handuk yang tergeletak diatas lantai, tapi tidak melihat ada orang sama sekali. Tidak mungkin kan, handuk ini berjalan sendiri sampai di bawah lantai? Apalagi ini handuk Selena tahu betul, handuk yang selalu di tata oleh mbok Atun di kamar mandi. Mengambil handuk itu dan menaruhnya di atas tempat tidur. Selena pun menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Rania mendekat, mungkin salah satu diantara mereka sedang mandi. D
Rania mendadak sedih, ketika melihat Kara yang ingin pergi dari rumah ini. Wanita itu memutuskan untuk menjadi rakyat biasa, dia ingin menjadi karyawan bukan bos. Dan yang jelas Kara harus keluar dari rumah ini dan ingin mandiri. Dia sudah terlalu manja, hidupnya selalu saja tercukupi. Tapi kali ini Kara ingin mengatur hidupnya sendiri dan merasakan bagaimana bekerja di tempat lain dan bukan milik keluarga. Sekarang, sudah tidak ada lagi teman di rumah ini. Rania akan kembali kesepian, ketika tidak memiliki teman satu frekuensi. Yang dimana Kara sering sekali bercerita banyak hal tentang dirinya, dan Rania adalah orang yang telaten dan sabar mendengar cerita Kara. Tidak ada lagi rambut yang harus dia catok, dan mendengar dumelan Kara. Tidak ada lagi perdebatan antara warna eyeshadow yang gelap dan cerah. "Bakalan kangen kayaknya." kekeh Kara. "Jangan pergi." "Harus pergi!! Nanti kalau kangen, aku share lokasi tempat tinggal aku ya." Rania mengangguk dia pun memeluk Kara untuk ya
Siang ini, sesuai permintaan Abrisam. Rania memutuskan untuk memasak banyak menu makanan rumahan. Wanita itu membawa dua kotak makan siang untuk suaminya dan juga Bagas. Kasihan juga kan, kalau Abrisam makan tapi Bagas tidak apalagi mereka satu ruangan. Wanita itu tersenyum kecil, setelah berhasil menyiapkan dua kotak makan siang. Dia juga akan memberitahu Bagas dan juga Abrisam jika Kara memutuskan untuk pergi dari rumah. Selain ingin mandiri Kara juga ingin tahu bagaimana susahnya hidup seorang karyawan. Jadi, jika nanti dia sudah menjabat sebagai pemimpin perusahaan dia tahu keluh kesah karyawannya seperti apa. Belum lagi Kara yang ingin sekali memiliki satu butik dengan rancangannya sendiri. "Kamu mau kemana?" tanya Selena aneh. "Mau nganter makan siang mas Abri, Mi. Kenapa?" Selena berpikir sejenak. "Boleh ikut nggak? Mami bosen loh di rumah. Nanti kita beli minum di langganan Mami untuk mereka." Entah sogokan atau apa. Nyatanya Rania menganggukkan kepalanya pelan. Dia mengi
Grace mengepalkan tangannya setelah tahu kebenarannya. Dia marah da dia murka, dia merasa dibohongi sama anak kemarin sore yang dibesarkan mati-matian. Grace berharap semuanya bisa berubah lebih baik, ternyata dia kecolongan. Ya Grace sudah tahu yang saat ini menikah dengan Abrisam adalah Rania bukan Rana. Dan wanita siaan itu malah menikmati hidup bebas nya di kanada bersama dengan pria asing yang saat ini tinggal dengannya. Yang dimana Grace sedang melakukan perjalanan bisnis ke kanada dan tak sengaja bertemu dengan mereka. Terkejut? Tentu saja iyaaa. Grace sangat terkejut dan marah pada Rana, bisa-bisanya dia kecolongan karena hal ini. Dan bodohnya Grace kenapa dia tidak curiga akan hal ini, dan kenapa juga dia tidak bisa membedakan Rania dan juga Rana. “Sial!!” umpat Grace terang-terangan.David yang di sampingnya pun mendengus. “Harusnya ini tidak menjadi masalah Grace, yang penting perusahaan ini masih berjalan dengan lancar.”Tapi tetap saja Grace
“Waktu itu apa?” Bagas gelagapan dia pun memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat agar mereka tidak salah paham lagi. Hanya saja waktu itu memang membuat Bagas sedikit shock dengan pengakuan Leon. Yang dimana pria itu mengaku menyukai Rania dan mengiming-iming akan memberikan apapun yang Rania mau, dari perusahaan, rumah mewah, kehidupan yang layak dan juga apapun yang Rania inginkan. Itu bukan ketertarikan semata tapi Leon benar-benar ingin memiliki Rania seutuhnya, bukan macam Claudya yang hanya dimanfaatkan Leon untuk menghancurkan abrisam. Dan sayangnya setelah mendapatkan Claudya yang gila harta dan juga kedudukan, Leon langsung membuang Claudya begitu saja. Tapi dengan Rania … Leon sangat berbeda, benar-benar berbeda. Jika dia menginginkan Rania untuk menghancurkan Abrisam kembali itu tidak mungkin, karena menurut Bagas pria itu berubah dan berbeda. Dia tidak terobsesi meskipun dia ingin, hanya saja Leon ingin kedekatanya dengan Rania secara terang-terangan.“Maksudnya?
Sesampainya di rumah Rania dan Abrisam masuk lebih dulu meninggalkan Kara dan juga Bagas yang sibuk mengeluarkan koper besar milik Kara. Pria itu hanya diam saja tidak mengatakan apapun semenjak Kara pulang. Dan hal itu tentu saja menambah kejengkelan Kara disini, bisa tidak ya senyum sedikit saja atau mungkin mau bilang sesuatu apa yang terjadi di masa lalu? Tidak!! Mengharapkan manusia batu bicara itu sama halnya dengan menunggu ayam beranak hingga puluhan anaknya. Setelah menurunkan kopernya, Kara lebih dulu berjalan menuju kamarnya sambil memainkan ponselnya. Sedangkan Bagas hanya bisa memperhatikan apa yang wanita itu lakukan dengan ponselnya hingga tersenyum dan tertawa. Bahkan jarinya begitu lincah membalas pesan seseorang dan kembali tersenyum. Membanting pintu kamarnya Kara terkejut bukan main, dia membalik badannya dan menatap Bagas yang sudah berdiri di depan pintu dengan tangan kekarnya. Kara menelan ludahnya, dia pun mundur beberapa langkah sampai la
“Mulai besok antar makan siang ke kantor untukku.” kata Abrisam.Bagas menoleh menatap Rania dan tersenyum. “Aku juga mau. Boleh bawakan aku satu?” Disini Abrisam mendengus. “Kamu kan bisa beli sendiri Gas, atau nggak cari istri sana biar nggak numpang ke istri orang terus.” Tapi nyatanya dus tidak bisa memungkiri kalau masakan Rania benar-benar enak, dan membuat Bagas seolah tidak bisa berhenti untuk makan terus menerus. Jika saja ada orang yang mau memasak untuk nya mungkin juga dia tidak akan meminta Rania memasak untuk dirinya. Dia akan merepotkan istrinya terus menerus untuk menghidupi nya. Untuk saat ini tidak ada salahnya jika dia menumpang hidup pada Rania dan juga Abrisam, lagian Bagas juga sudah menganggap mereka sebagai keluarga. Jadinya … “Nggak ada!! Intinya Rana hanya boleh masak cuma untuk aku bukan untuk kamu!!” potong Abrisam cepat sebelum andai-andai Bagas selesai. Disini Rania tersenyum geli, ini hanya perkara masak memasak kenapa harus se drama ini sih? Lagian
Rania pulang dari kantor, sedangkan Abrisam memilih untuk tetap atau di dalam kantor. Dia menunggu sesuatu yang katanya bisa membuat Abrisam bahagia. Sedangkan menurut Abrisam tidak ada yang bisa membuatnya bahagia di dunia ini kecuali Rania. Entah kenapa hanya nama itu yang terlintas dipikiran Abrisam saat ini.“Dokter bilang ada donor mata yang cocok untuk kamu.” ucap Bagas.Abrisam hanya terdiam, telinganya mendengarkan setiap kata yang muncul dari bibir Bagas. Hanya saja bukannya tidak ingin, tapi …“Kalau iya aku bisa jadwalkan operasinya.” Sekali lagi Abrisam hanya diam saja sampai Bagas menyelesaikan ucapannya. Tidak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya kecuali tubuhnya yang tiba-tiba saja bangkit dari duduknya dan memutuskan untuk pergi. Dia akan memikirkan hal ini, bukan masalah apa hanya saja ada banyak keganjilan yang akan Abrisam selesaikan lebih dulu. Bagas yang mengetahui hal itu hanya mampu mendengus mengikuti lan
“Selamat pagi.” sapa Rania ketika melihat Kara turun dengan wajah lelahnya.“Selamat pagi Kakak Iparku yang baik dan penuh dengan pengertian.” Rania cekikikan, dia pun meminta Kara untuk segera makan. Sebenarnya ini bukan lagi pagi, melainkan siang yang dimana Rania harus mengantar makan siang ke kantor Abrisam. Bukan untuk menyindir Kara hanya saja candaan seperti itu sering mereka lakukan berdua ketika bertemu. Kara maupun Rania tidak keberatan sama sekali, mereka malah lebih akrab dengan semua ini.“Beneran mau anter makan siang ke kantor mas Abri, Mbak?” Kara hanya memastikan, apalagi melihat dua kotak makan yang berbeda warna tapi memiliki isi yang sama. Kalau cuma untuk Abrisam terus satunya untuk siapa? Masa iya Abrisam makan sampai dua porsi?Rania mengangguk, sebentar lagi dia akan pergi. Lagian ini hanya mengantarkan makan siang, kalau Kara ingin ikut ya bisa saja. Dia akan dengan senang hati pergi bersama dengan Kara dan ada temannya. Tapi sayangnya Kara tidak ingin, dia t
“Jadi hanya luka kecil?” tanya Abrisam.Pria itu menertawakan kebodohannya yang begitu percaya dengan apa yang ibunya katakan. Jika leher Rania hampir putus karena ulah Claudia. Dan ketika diperiksa oleh dokter memang lukanya terus mengeluarkan darah tapi tidak begitu dalam, dan tidak perlu dijahit juga. Hanya diberikan suntikan agar darahnya berhenti mengalir. Dan sudah diperban dengan baik agar cepat sembuh, dia juga diberikan obat untuk anti nyeri dan lukanya agar cepat kering. Dan menurut dokter luka ini tidak begitu serius dan tidak menyebabkan leher Rania hampir putus.“Iya, aku mau jelaskan Mami keburu teriak.” jelas Rania.“Astaga Mami … sumpah ya aku khawatir banget waktu bilang leher kamu hampir putus.” “Yang jelas kalau hal itu terjadi aku udah masuk sakaratul maut, udah mau mati tapi aku masih bisa ngomong tadi.” Abrisam tersenyum kecil sumpah Demi apapun dia begitu takut untuk kehilangan Rania. Jika suatu ketika nanti dia b
Ya, Claudia dengan nekat menempelkan pisau tajam di leher Rania dan sesekali mengarah ke mereka. Disini semua orang terlihat panik begitu juga dengan Bagas yang ingin menyelamatkan Rania tapi tidak bisa. Belum lagi Selena yang berteriak kencang, seolah dia tidak berani untuk melawan Claudia. Wanita itu sudah gila hanya karena ditolak oleh Abrisam sampai ingin membunuh Rania? “Jangan sentuh istriku!!” teriak Abrisam.“Claudia jangan gila kamu!! Jangan sakiti menantuku!!” seru Selena yang tidak tahan dengan sikpat Claudia. Disini Claudia tertawa kecil melihat hal itu, terlihat jelas jika mereka khawatir dengan apa yang Claudia lakukan. Dia hanya menempelkan pisau itu saja tidak menggorok atau memutuskan leher Rania. Dia hanya ingin Abrisam kembali padanya tidak lebih, kenapa semua orang tidak tahu? “Claudia jangan gila, aku bisa membuat hidup kamu menderita!!” ancam Selena.“Lakukan!! Aku akan melakukan hal yang sama dengan menantu
“Untuk apa kamu kesini?” tanya Abrisam. Di dapur Mbok Yem berbisik tentang hal ini dengan Atun, kenapa juga Atun tidak bilang apapun jika Claudia telah kembali. Seharusnya ketika wanita uru kembali Atun bercerita dengan Mbok Yem biar dia tidak kaget seperti ini. Kan jadinya repot Mbok Yem takutnya kena serangan jantung sanking kagetnya.“Aku lupa Yem, lagian kamu libur lama banget sih jadinya kan ketinggalan berita rumah ini.” Yem pun menoleh menatap Atun yang seolah penasaran dengan apa yang mereka bahas di ruang makan. “Ya kan tetap harus bilang, kalau begini kan kasihani Non Rana. Kamu tau sendiri kan Non Claudia itu kayak apa, jahatnya minta ampun.” Iya, Yem juga tahu nika Claudia begitu jahat dengan semua orang termasuk dengan Abrisam yang tega meninggalkan tuannya karena karena buta. Sekarang giliran ada orang yang bisa menerima Abrisam dengan sepuluh hati dia malah kembali. Kenapa? Apa sama yang kemarin Claudia sudah dibuang? Terus menatap pertengkaran mereka Mbok Yem maup