Melihat kerutan di wajah Stella, Dirga mengikuti tatapannya dan melihat jam tangannya. Beberapa saat kemudian, Dirga menyadari apa yang sedang dipikirkan Stella. "Ini barang tiruan yang kupinjam dari temanku. Biasanya aku memakainya agar terlihat keren, tetapi tidak menyangka kalau kau akan segera menyadarinya." Bisiknya ke telinga Stella.
Dirga melepas jam tangan itu dan langsung memasukan ke dalam sakunya. "Kelihatannya asli." gumam Stella. Lalu Stella tersenyum dan bergerak mundur untuk menutupi telingannya yang memerah. Dirga mencondongkan tubuhnya lebih dekat, dan Stella dapat merasakan nafas Dirga berhembus di telinga ketika dia berbicara. Saat Stella sedang memikirkan perkataan Dirga, dia menyadari bahwa wajar bagi pria seperti Dirga untuk memiliki teman jalanan yang menjual barang palsu. Stella menghela nafas lega. Sebelumnya Stella panik, mengira Dirga telah melakukan sesuatu yang ilegal untuk meraup untung yang besar. Dirga mengernyitkan alisnya. Dia pernah mendengar bahwa putri Keluarga Lind itu punya beberapa pacar dan sering bergaul dengan pria yang berbeda-beda. Tapi sikap malu-malu dari gadis yang ada disampingnya ini tampaknya berbeda dengan rumor yang pernah dia dengar. "Pengantin pria sudah datang. Mengapa pernikahannya belum di mulai?" tanya suara lembut seorang wanita. Rebecca menyeringai dan melangkah maju, memegang lengan pacarnya, lalu berkata, "Karena mempelai pria sudah datang, izinkan aku memperkenalkan pacarku padamu." Rebecca dengan sengaja meninggikan suaranya, "Ini David Carter, putra tertua Keluarga Carter. Kita sekarang adalah keluarga. Aku dan David akan membantu kalian di masa depan." Ucap Rebecca pada Dirga dan Stella. Dirga buru-buru menundukan kepalanya. Dia terlalu malu untuk menatap wajah Stella. Ketika dia melihat David datang bersama Rebecca, dia sudah tidak merasakan apa-apa lagi. Jadi Stella berpura-pura bahwa itu adalah pertama kalinya mereka bertemu dan berkomentar ringan. "Perkenalan yang bagus, Rebecca. Tapi pacarmu yang kulihat saat ini sepertinya berbeda dari yang kulihat minggu lalu. Aku ingin tahu apakah kau akan bersamanya minggu depan." Mendengar itu, senyum pura-pura David langsung berubah kaku. Sambil tersenyum malu, Rebecca kemudian menatap Stella dengan tatapan membunuh dan segera mengganti topik pembicaraan. "Ngomong-ngomong kalau kamu mau, aku bisa merekomendasikan Dirga ke perusahaan Keluarga Carter. Aku yakin mereka akan bersedia menerimannya meskipun dia tidak punya keterampilan teknis apapun. Mungkin dia bisa mengerjakan tugas-tugas seperti mengepel lantai dan membersihkan toilet. Lagipula lebih baik mempunyai pekerjaan tetap daripada berkeliaran tanpa tujuan setelah menikah." Stella melirik Dirga dengan gugup. Tanpa diduga, Dirga tampak tidak keberatan dengan kata-kata yang menghina itu. Dia hanya tersenyum hangat dan melambaikan tangannya dengan acuh tak acuh. lalu Dirga berkata, "Tidak, terima kasih. Aku lebih suka berkeliaran di luar." Mendapat reaksi yang tidak di harapkan, wajah Rebecca berubah dan dia kembali ke tempat duduknya dengan kesal, serta menyeret David bersamanya. Tak lama kemudian sang pendeta pun datang dan bergegas menyelesaikan upacara pernikahan. Setelah menyelesaikan upacara pernikahan, Dirga membawa Stella kembali ke sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Tempat itu kecil, tua, dan kumuh, tetapi setidaknya mereka punya rumah untuk di tinggali. Rumah itu tampak kosong dan hanya berisi barang-barang kebutuhan pokok. Stella merasa barang-barang itu baru saja ditambahkan setelah acara pernikahan. Dorga adalah pria tinggi dan berotot. Tempat kecil ini entah bagaimana tampak lebih kecil lagi setelah dia masuk ke dalam rumah. "Ini rumahku. Anggap saja seperti rumah sendiri." Ucap Dirga Dirga berkata dengan santai, dia tidak tampak malu sedikitpun. "Ya rumahnya memang kecil, tapi terlihat rapi. paling tidak bisa menampung kita berdua." Jawab Stella. Stella berkata jujur. Meski rumahnya tampak kumuh, Dirga merawatnya dengan baik. Halamannya tampak rapi, dan rumahnya tampak bersih. Namun, rumah itu tidak terasa seperti rumah karena terlalu kosong, mungkin karna Dirga jarang tinggal disini. Stella melihat sekeliling. Dia telah melihat Dirga melepas jasnya dan meletakannya di kursi kayu. Dia sedang membuka kancing kemeja putihnya. Stella menelusuri tubuhnya dan melihat otot-otot yang kencang di balik kemejanya. Aepertinya dia berolahraga secara tsratur. Merasakan sedang ditatap oleh Stella, Dirga menoleh dan menatap mata Stella yang cemas. Lalu dia berjalan ke arah Stella dan berkata dengan perhatian, "Kau sudah sibuk seharian, apakah kau ingin mandi dulu?""Lebih baik kamu yang mandi dulu, aku bisa menunggu." Ucap Stella, lalu tanpa sadar dia melangkah mundur seolah-olah sedang melindungi diri dari musuh.Stella tampak seperti burung yang terperangkap dalam sangkar, berusaha keras untuk menyembunyikan kepanikannya.Dia belum tahu bagaimana caranya menghadapi apa yang disebut suami.Dirga berdiri di depan meja dan menatap Stella. Stella tampak seperti seekor rusa yang terjebak dalam lampu depan mobil.Dirga menatapnya dan terkekeh. "Jangan gugup. Aku tidak akan memakanmu. Aku hanya perlu membicarakan sesuatu denganmu." Stella menyilangkan lengan di dada dan dengan ragu berjalan menghampiri Dirga. Dia tidak ingin berhubungan dengan pria ini dengan cara apapun. Segalanya terjadi begitu cepat. Dia menikah dengan pria yang baru saja dia temui di pesta pernikahannya.Setelah berada di meja, Stella langsung berkata, "Apa itu?"Dirga mengambil kursi kayu dengan satu tangan dan meletakannya di depannya, lalu berkata, "Silahkan duduk dulu."Kemu
Stella terkejut. "Kalau aku ini bukan Rebecca Lind, menurutmu aku ini siapa? pertanyaan yang konyol." Ucapnya bercanda.Stella telah menikahi Dirga sebagai Rebecca Lind. Jika dia mengacaukan rencananya, Ibu tirinya tidak akan memberinya uang. Hanna masih di rumah sakit, menunggu uang untuk operasinya.Dirga mengerutkan keningnya, ada sesuatu yang tampak janggal. Seseorang yang sebelumnya sudah dia suruh untuk menyelidiki putri Keluarga Lind mengatakan kepadanya bahwa Rebecca adalah wanita yang sombong, keras kepala, tidak punya otak dan suka menggoda pria kaya untuk keuntungan pribadinya.Oleh karena itu, dia berpura-pura menjadi pecundang yang tidak punya uang di depan Stella. Mengira dia adalah Rebecca sehingga dia akan mengambil inisiatif untuk meminta cerai karena orang itu membenci orang miskin.Namun, wanita di depannya tampak sangat menerima keadaan keuangannya, juga tempat tinggalnya yang sederhana.Selain itu. kegugupannya tampak jelas meskipun dia berusaha sebisa mungkin unt
Stella jarang bermimpi indah. Namun, kali ini dia sedang bermimpi bahwa Hannah dirawat tepat waktu dan mampu pulih. Mereka berdua pulang bersama dan kehidupan tampak lebih cerah dan penuh harapan.Namun, tiba-tiba suara dering telfon mengganggu mimpinya. Stella bangkit dari tempat tidur dan menatap lingkungan yang aneh dengan linglung.Butuh waktu cukup lama bagi Stella untuk mengingat bahwa dia telah menikah. Dia belum bisa beradaptasi dengan perubahan yang tetlalu cepat ini.Begitu dia membuka pintu kamar tidur, tatapannya jatuh pada Dirga yang meringkuk di sofa sambil memeluk bantal. Sofa itu terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya yang besar. Kakinya menjuntai keluar, dan selimut abu-abu melilit tubuhnya. Sinar matahari menyinari wajahnya tanpa cela, membuatnya tampak seperti Dewa Yunani.Stella senang mengetahui Dirga tidak mendekatinya tadi malam, jadi dia melonggarkan kewaspadaanya terhadap Dirga.Stella tersenyum sendiri dan langsung berjalan ke dapur. Ada telur, bacon, roti di le
Taksi berhenti di depan villa Keluarga Lind. Stella bergegas keluar dari dalam taksi dan langsung berjalan menuju rumah dan membunyikan bel pintu.Sekarang setelah dia menikahi Dirga seperti yang dijanjikan, Stella memutuskan untuk meminta uang kepada kedua orang tua angkatnya.Bagaimanapun, dia melakukan ini semua hanya untuk membayar biaya pengobatan Hannah. Nora sedang duduk di sofa, menyeruput secangkir kopi. Dia menatap Stella lalu tersenyum tipis."Bagaimana hubunganmu dengan Dirga? kamu baru saja menikah kemarin. Apa yang kamu lakukan disini? Bukankah kamu seharusnya berada di rumahmu? Apa terjadi sesuatu hingga kamu datang kesini?" Tanya Nora pada Stella.Nora tidak mengucapkan sepatah katapun tentang uang, seakan-akan antara dirinya dan Stella tidak pernah membuat sebuah kesepakatan.Stella menatapnya tajam, Lalu berkata. "Aku datang kesini untuk mengambil uangnya. Kamu berjanji akan memberiku uang itu segera setelah aku menikah dengan Dirga."Nora meletakan cangkir kopi di a
"Maaf aku baru datang. Ada sesuatu yang sebelumnya harus ku urus, itulah mengapa aku datang terlambat kesini." Ucap DirgaDirga berdiri di luar pintu, memancarkan aura yang kuat, membuat Stella mustahil untuk melangkah maju."Kenapa kau malah datang kesini? Aku ingin kembali. Minggirlah." Ucap StellaSuara Stella terdengar serak karena marah dan sedih.Melihat mata merah Stella berkaca-kaca, Dirga menatap semua orang di dalam ruang tamu. Kemudian Dirga dengan lembut menggenggam pergelangan tangan Stella."Tidak perlu terburu-buru." Ucap Dirga. Lalu dirga membawa Stella masuk ke dalam ruang tamu lagi. Alex meletakkan tas-tas yang telah dia bawa ke atas meja dan membukanya satu persatu.Setelah memajang semua barangnya di atas meja, Alex menyeka keringat di dahinya dan langsung berjalan mundur ke belakang Dirga.Alex cukup lelah setelag mengerahkan seluruh kekuaran fisiknya untuk membawa barang-barang bossnya.Mata Stella terbelalak melihat semua hadiah di atas meja. Perhiasan mahal, J
"Dirga, kamu pasti sudah salah paham. Aku tidak bermaksud memarahi putriku, aku hanya menegur dia." Ucap Nora sedikit panik.Walaupun sedikit panik, Nora menyembunyikan kepanikan itu dan tersenyum manis pada Dirga. Dan matanya masih tertuju pada hadiah-hadiah mahal itu."Aku tidak ingin mendengar penjelasan apapun." Ucap Dirga acuh tak acuh. Dia tidak ingin mendengarkan alasan bodoh mereka.Mendengar ucapan Bossnya, Alex langsung berjalan menuju hadiah-hadiah tersebut, mengemasi semuanya dan memasukan kembali ke dalam tas.Dirga lalu tidak berkata-kata lagi. Dia memegang tangan Stella lalu berjalan pergi meninggalkan Villa Keluarga Lind.Setelah keluar dari Villa Keluarga Lind, Dirga baru melepaskan tangan Stella. Wajah lembutnya menatap Stella dan berkata, "Mengapa kamu tidak memberitahuku bahwa kamu akan menemui kedua orang tuamu?"Stella ingin meminta uang kepada kedua orang tua angkatnya, jadi dia tidak bisa membawa Dirga bersamanya."Aku tidak berencana mengunjungi mereka sejak a
Setelah kembali ke rumah, Stella mulai melamar pekerjaan. Setelah percakapan dengan orang tua angkatnya, Stella mengerti bahwa dia tidak bisa bergantung pada uang yang telah kedua orang tua angkatnya janjikan untuk diberikan kepadanya setelah menikah.Stella waktu kuliah mengambil jurusan Desain. Dia lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Dia merupakan sosok yang populer di universitas karena bakat desainnya yang luar biasa. Dia seharusnya melamar pekerjaan seperti teman-teman sekelasnya awal tahun ini. Akan tetapi tidak bisa, karena dia harus menjaga Hannah.Hannah sedang sakit dan merawatnya lebih penting bagi Stella, karena hanya Hannah yang begitu peduli dan perhatian pada Stella dan dia tidak ingin kehilangan sosok Hannah.Setelah membuat portofolio dan resumenya, Stella langsung memasukan lamarannya pada perusahaan yang mempunyai reputasi baik. Di hari berikutnya, mengingat Stella adalah peraih medali emas dan telah menerima sejumlah penghargaan, dia langsung menerima panggi
"Kenapa? Apa yang ada di dalam pikiranmu? Kamu meminta lulusan baru untuk mengerjakan kertas ujian yang telah kami siapkan untuk desainer profesionnal yang berpengalaman. Dan sekarang kamu malah menolaknya?" Ucap pewawancara wanita lainnya.Pewawancara wanita lainnya menatap Elena dengan curiga. Lalu dia mengambil kembali resume yang telah dibuang oleh Elena dan mengeceknya kembali. Setelah mengecek resumenya kembali dia kembali berkata. "Stella tampaknya salah satu kandidat yang menjanjikan. Dia lebih baik dari semua teman-temannya. Kita tidak boleh kehilangan bakat seperti itu. Apakah kamu punya dendam pribadi terhadapnya?"Elena menggigit bibirnya dengan perasaan cemas, lalu dia berkata, "Tidak ada. Yang jelas dia tidak cocok bekerja di Group Larson."Lalu Elena menjelaskan kepada kedua pewawancara tersebut kenapa mereka harus menolak Stella. "Aku banyak mendengar rumor tentang Stella saat masih kuliah. Dia tidak sepolos yang terlihat. Di tahun pertamanya, Stella suka berkeliaran d
"Apakah aku menganggumu? Aku akan berusaha untuk tetap tenang bila menganggumu." Ucap DirgaStella terkejut, dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap Dirga dengan tatapan minta maaf.Dirga menggelengkan kepalanya dan berjalan ke arah tempat tidur Stella. Kemudian dia duduk di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepalanya di lengannya, lalu dia memejamkan matanya."Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat begitu senang?" Tanya Dirga pada Stella."Jangan tidur di atas tempat tidurku, Dirga." Ucap Stella.Pipi Stella menggembung saat dia mencoba menarik lengan Dirga. Dirga tinggi dan berat, Stella sudah sekuat tenaga menariknya tapi Dirga tetap tidak bergeming. Akhirnya Stella menyerah dan duduk di kursi samping meja."Aku bertemu dengan seorang klien yang kaya dan dermawan. Dia meminta padaku untuk mendesain untuknya. Aku hanya tinggal menyerahkan draf dan langsung dibayar." Ucap Stella.Mendengar ucapan Stella, Dirga langsung membuka matanya dan melihat Stella b
"Dua puluh ribu dollar?" Stella menatap komputernya dengan mulut yang menganga lebar. Dia segera mengetik pesan kepada klien, jari-jarinya menari-nari di atas keyboard.Ini akan menjadi klien besar pertamanya semenjak Stella lulus.Mengingat besarnya tawaran yang mereka buat, Stella menduga akan ada setumpuk instruksi ketat yang harus dia patuhi."Permisi. Bolehkah saya tahu apakah anda seorang pria atau wanita?" Tanya Stella terhadap kliennya.Situs web yang Stella gunakan berperan sebagai jembatan antara klien dan desainer lepas.Klien memiliki pilihan untuk menggunakan nama asli atau anonim, tetapi sebagian besar dari mereka menggunakan nama anonim di situs tersebut. Sebagian profil dari daftar tersebut memilih icon abu-abu default, dan sedikit susah bagi desainer mengetahui jenis kelamin klien tersebut."Pria." Jawab klien tersebut."Baiklah, Tuan. Apakah anda punya persyaratan khusus untuk desainnya?" Tanya Stella.Stella menunggu jawaban dari klien tersebut, dan mempersiapkan di
Ekspresi wajah Dirga membuat Stella ketakutan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Stella lali mengambil selembar tissu dan menyeka bibirnya, berpura-pura tenang sambil berkata, "Mengapa kamu menghentikanku? Aku sangat membutuhkan uang sekarang, dan aku tidak punya pilihan lain selain melakukan ini."Mata Dirga melotot karena marah. "Berapa banyak uang yang kau inginkan? Aku adalah suamimu. Jika kau sedang mengalami masalah, mengapa kau tidak mengatakannya padaku? Mengapa kau sampai melakukan hal seperti itu?"Stella kekurangan uang sejak dia masih kecil. Air mata langsung mengalir di matanya. Stella lalu menarik nafas dalam-dalam dan berkata pada Dirga. "Kita hanyala pasangan suami istri di mata dunia luar. Kamu sudah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur dalam urusan kita masing-masing. Apa yang membuatmu berpikir aku akan menceritakan masalahku padamu dan bahkan meminta uang kepadamu?"Kata-kata Stella membungkam Dirga. Dia lalu mengusap alisnya dan dadanya terasa sesak karena
Setelah meninggalkan rumah sakit, Stella langsung menelfon Johan Lind dan Nora Duncan. Tapi keduanya tidak ada yang menjawab telfonnya. Stella tidak punya pilihan lain selain mengunjungi rumah keluarga Lind lagi.Setibanya di rumah Keluarga Lind, Stella langsung memencet bel pintu rumah dengan tidak sabaran.Beberapa menit kemudian, seorang pembantu membuka pintu dengan sedikit kesal karena Stella telah mengganggu tidurnya. "Kamu gila? Kenapa kamu terus-terusan memencet bel pintu?" Ucap pembantu tersebut."Biarkan aku masuk! Aku sedang mencari Johan dan Nora!" Ucap Stella."Seluruh keluarga sedang berlibur ke Maladewa. Mereka tidak ada dirumah." Jawab pembantu tersebut."Kapan mereka kembali?" Tanya Stella dengan cemas.Nora mengatakan dia tidak punya uang untuk membayar kesepakatan mereka berdua setelah Stella menikah. Bagaimana bisa mereka malah pergi berlibur ke Maladewa?"Aku tidak tau. Tanya saja pada mereka!" Ucap pembantu tersebut sambil menutup pintu dengan keras.Stella mena
Apa? seratus dollar sebulan? untuk apartemen seperti ini? itu sangat tidak masuk akal. Agen properti tersebut sangat tercengang mendengar tawaran harga dari istri bossnya. Akan tetapi, apartemen ini bukanlah miliknya, jadi dia tidak bisa menentukan harga sewanya, tapi seratus dollar dengan apartemen seperti ini sangatlah murah dan tidak masuk akal."Nyonya Lester, saya terkejut mendengar tawaran anda. Namun, rumah ini bukanlah milik saya. Saya perlu menanyakan kepada pemilik rumah terlebih dahulu." ucap agen properti.Agen properti tersebut langsung berjalan keluar rumah sambil membawa telfon dengan dalih ingin menelfon pemilik rumah.Mengambil kesempatan itu, agen properti tersebut langsung berkedip ke arah bossnya untuk meminta pendapatnya. Dirga yang melihat itu langsung mengangguk tanpa ragu. Stella yang sedang menunggu merasa sedikit gugup. Bagaimanapun, tawarannya jelas tidak dapat diterima. Beberapa menit kemudian, agen properti tersebut kembali sambil tersenyum."Saya sudah
Stella sibuk setiap hari di kantor dan jarang mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Waktu seakan-akan berlalu begitu cepat karena Stella disibukan dengan banyak pekerjaan."Kebeteulan sekali kita bertemu disini, Stella. Bagaimana kalau kita pulang bersama." ucap Christoper yang menghentikan Stella di depan lift.Sejak Stella bekerja di Larson Group, keduanya secara kebetulan sering bertemu setiap hari setelah selesai bekerja.Kadang-kadang meskipun Stella sedang lembur, dia juga akan bertemu Christoper di perusahaan."Chris, kenapa kita sering bertemu disaat kita akan pulang kerja?" tanya Stella sambil tersenyumMasalah terbesar Stella adalah sangat sulit untuk mengatakan tidak kepada orang lain. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi di dalam tasnya. Dia mengambilnya dan nama Dirga muncul di layar. Karena itu, Stella langsung menjawab panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Stella."Aku menemukan sebuah rumah. Aku berada di kafe yang bersebrangan dengan kantormu. Ayo kita pergi melihat rum
Dirga menjawab pertanyaan Stella" Aku menyewa mobil ini. Ini adalah hari pertamamu bekerja. Aku ingin menjemputmu dengan mobil ini.""Sewa mobil mewah untuk satu hari saja pasti biayanya sangat mahal. Dirga, aku tahu kamu melakukan ini untuk kebaikan, tapi kamu tidak harus melakukan ini untukku. Kita harus menerima kenyataan dan menjalani kehidupan dengan apapun yang kita miliki." ucap Stella sedikit menasehati Dirga.Stella bukanlah putri kandung Keluarga Lind, melainkan seorang gadis sederhana yang terbiasa hidup dalam kemiskinan.Stella telah bekerja keras untuk menabung guna membayar biaya pengobatan Hannah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.Meskipun Dirga tidak menggunakan uangnya, tetap saja hatinya sedikit tidak rela melihat Dirga menyia-nyiakan uangnya untuk kemewahan yang seharusnya tidak perlu.Setelah dipikir-pikir, Stella menyadari mungkin sulit untuk Dirga mengubah kebiasaannya karena sudah terbiasa hidup mewah. Stella jadi sedikit ragu untuk melarang Dirga melakukan hal
Stella menoleh ke arah suara itu dan menemukan sebuah BMW putih terparkir di tepi jalan tidak jauh dari sana. Dia mengenakan kacamata hitam dan gaun tanpa tali, dan orang itu adalah Rebecaa yang sedang duduk di dalam mobil.Rebecca lalu melepaskan kacamata hitamnya, dan mengunyah permen karet sambil menatap ke arah Stella dan Dirga."Apa kau mau ikut pulang bersamaku?" tanya Rebecca dengan nada malas. "Aku rasa tidak apa-apa kalau kalian ingin pulang bersama kami, tapi sebelum masuk ke dalam mobil pastikan dulu kalau sepatumu dalam keadaan bersih, kalau tidak nanti akan mengotori mobil baru kekasihku." lanjutnyaMendengar ucapan Rebecca, Stella langsung mengeluarkan telfonnya dan tanpa berkata apa-apa, dia berjalan mengitari mobil untuk mengambil foto nomer platnya. Ketika sudah selesai, dia langsung menunjuk rambu jalan di depannya."Apa kamu tidak lihat kalau kamu tidak boleh parkir disini? kalau kamu tidak segera pergi dari tempat ini, aku akan melaporkanmu pada polisi lalu lintas.
Dirga menghentikan langkahnya. Perkataan Stella membuatnya marah. Dia secara khusus meminta Garry untuk menangani masalah ini, dan pria itu malah menertawakannya. Namun pada akhirnya, Garry tetap melaporkan apapun yang dia tahu tentang Stella saat berada di perusahaan."Keluarga Christoper tidak cukup berkuasa untuk mempengaruhi keputusan perusahaan. Apa yang membuatmu berpikir bahwa Larson Group mempekerjakanmu karena dia atau apapun yang sudah dia katakan padamu." Ucap Dirga"Bagaimana bisa kau begitu yakin kalau bukan dia yang membantuku? Apa kamu mengenal baik tentang Larson Group?" Ucapan Dirga membuat Stella terkekeh. Stella lalu mendongak dan melihat kesedihan di wajah Dirga. Dirga ingin sekali memberi tahu Stella kalau yang membantu dia masuk ke dalam perusahaan adalah dirinya, namun dia tidak bisa melakukan itu."Aku sering bergaul dengan orang-orang yang bekerja disana, jadi aku tahu satu atau dua hal tentang tempat itu." ucap Dirga sambil menyembunyikan perasaan kecewanya.