"Maaf aku baru datang. Ada sesuatu yang sebelumnya harus ku urus, itulah mengapa aku datang terlambat kesini." Ucap DirgaDirga berdiri di luar pintu, memancarkan aura yang kuat, membuat Stella mustahil untuk melangkah maju."Kenapa kau malah datang kesini? Aku ingin kembali. Minggirlah." Ucap StellaSuara Stella terdengar serak karena marah dan sedih.Melihat mata merah Stella berkaca-kaca, Dirga menatap semua orang di dalam ruang tamu. Kemudian Dirga dengan lembut menggenggam pergelangan tangan Stella."Tidak perlu terburu-buru." Ucap Dirga. Lalu dirga membawa Stella masuk ke dalam ruang tamu lagi. Alex meletakkan tas-tas yang telah dia bawa ke atas meja dan membukanya satu persatu.Setelah memajang semua barangnya di atas meja, Alex menyeka keringat di dahinya dan langsung berjalan mundur ke belakang Dirga.Alex cukup lelah setelag mengerahkan seluruh kekuaran fisiknya untuk membawa barang-barang bossnya.Mata Stella terbelalak melihat semua hadiah di atas meja. Perhiasan mahal, J
"Dirga, kamu pasti sudah salah paham. Aku tidak bermaksud memarahi putriku, aku hanya menegur dia." Ucap Nora sedikit panik.Walaupun sedikit panik, Nora menyembunyikan kepanikan itu dan tersenyum manis pada Dirga. Dan matanya masih tertuju pada hadiah-hadiah mahal itu."Aku tidak ingin mendengar penjelasan apapun." Ucap Dirga acuh tak acuh. Dia tidak ingin mendengarkan alasan bodoh mereka.Mendengar ucapan Bossnya, Alex langsung berjalan menuju hadiah-hadiah tersebut, mengemasi semuanya dan memasukan kembali ke dalam tas.Dirga lalu tidak berkata-kata lagi. Dia memegang tangan Stella lalu berjalan pergi meninggalkan Villa Keluarga Lind.Setelah keluar dari Villa Keluarga Lind, Dirga baru melepaskan tangan Stella. Wajah lembutnya menatap Stella dan berkata, "Mengapa kamu tidak memberitahuku bahwa kamu akan menemui kedua orang tuamu?"Stella ingin meminta uang kepada kedua orang tua angkatnya, jadi dia tidak bisa membawa Dirga bersamanya."Aku tidak berencana mengunjungi mereka sejak a
Setelah kembali ke rumah, Stella mulai melamar pekerjaan. Setelah percakapan dengan orang tua angkatnya, Stella mengerti bahwa dia tidak bisa bergantung pada uang yang telah kedua orang tua angkatnya janjikan untuk diberikan kepadanya setelah menikah.Stella waktu kuliah mengambil jurusan Desain. Dia lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Dia merupakan sosok yang populer di universitas karena bakat desainnya yang luar biasa. Dia seharusnya melamar pekerjaan seperti teman-teman sekelasnya awal tahun ini. Akan tetapi tidak bisa, karena dia harus menjaga Hannah.Hannah sedang sakit dan merawatnya lebih penting bagi Stella, karena hanya Hannah yang begitu peduli dan perhatian pada Stella dan dia tidak ingin kehilangan sosok Hannah.Setelah membuat portofolio dan resumenya, Stella langsung memasukan lamarannya pada perusahaan yang mempunyai reputasi baik. Di hari berikutnya, mengingat Stella adalah peraih medali emas dan telah menerima sejumlah penghargaan, dia langsung menerima panggi
"Kenapa? Apa yang ada di dalam pikiranmu? Kamu meminta lulusan baru untuk mengerjakan kertas ujian yang telah kami siapkan untuk desainer profesionnal yang berpengalaman. Dan sekarang kamu malah menolaknya?" Ucap pewawancara wanita lainnya.Pewawancara wanita lainnya menatap Elena dengan curiga. Lalu dia mengambil kembali resume yang telah dibuang oleh Elena dan mengeceknya kembali. Setelah mengecek resumenya kembali dia kembali berkata. "Stella tampaknya salah satu kandidat yang menjanjikan. Dia lebih baik dari semua teman-temannya. Kita tidak boleh kehilangan bakat seperti itu. Apakah kamu punya dendam pribadi terhadapnya?"Elena menggigit bibirnya dengan perasaan cemas, lalu dia berkata, "Tidak ada. Yang jelas dia tidak cocok bekerja di Group Larson."Lalu Elena menjelaskan kepada kedua pewawancara tersebut kenapa mereka harus menolak Stella. "Aku banyak mendengar rumor tentang Stella saat masih kuliah. Dia tidak sepolos yang terlihat. Di tahun pertamanya, Stella suka berkeliaran d
Fokus Stella terpusat pada laptop. Dia lalu menggigit sisa roti lapisnya. Dan dia menjawab pertanyaan Dirga, "Ya, aku berhasil melamar kesana. Tapi aku gagal saat test wawancara. Dan sekarang aku sedang memeriksa perusahaan yang lain untuk dilamar."Dirga menggigit kecil roti lapis itu lalu meletakannya di meja. Dia diam-diam melihat resume dan portofolio Stella.Dirga cukup terkejut melihat itu, ternyata Stella telah mencapai keunggulan waktu kuliah, merancang beberapa karya, dan telah memenangkan beberapa penghargaan dan pujian. Meski desain perhiasan dan busananya terlihat amatiran, tetapi tetap saja lebih bagus jika dibandingkan dengan karya-karya teman seangkatannya. Seorang lulusan baru dengan bakat yang luar biasa seperti ini layak mendapatkan pekerjaan di Larson Group."Mengapa kamu gagal? Apakah pewawancara memberi tahu kamu alasannya?" Tanya Dirga setelah melihat resume dan portofolio Stella.Dirga menaruh roti lapis di atas piring, lalu dia duduk di atas sofa dengan kaki di
Stella melihat Dirga begitu memasuki dapur. Dirga berdiri disana dengan perasaan canggung, dikelilingi pecahan-pecahan keramik dibawah lantai. Dirga mendongak ke arah Stella, tampak kebingungan dan tidak berdaya."Aku tadi sedang mencuci piring, tiba-tiba piring itu terlepas dari tangan saya dan jatuh ke lantai." Ucap Dirga.Dirga sudah lebih dari sepuluh tahun tidak melakukan hal semacam ini, jadi kekacauan akan terjadi cepat atau lambat.Stella lalu berjalan mendekat dan mulai mengambil pecahan-pecahan tersebut. Dia bingung harus bereaksi menangis atau tertawa melihat kejadian ini."Aku kira kamu tidak membilas satupun peralatan makan ini. Peralatan keramik itu perlu dibilas dengan air hangat sebanyak dua kali." Ucap Stella menjelaskan."Oh, begitu. Aku akan mencatatnya lain kali." Ucap Dirga patuh. "Silahkan lanjutkan tugasmu lagi, aku akan membereskan yang ada disini." Lanjutnya.Dirga tidak ingin Stella terluka akibat kecerobohannya sendiri. Tidak butuh waktu lama bagi Dirga untu
"Bagaimana ini mungkin?" gumam Stella bingung. "Aku belum pernah mendengar pemberitahuan kegagalan dalam wawancara bisa dicabut." lanjutnya.Meski begitu, Stella memutuskan untuk mencobanya lagi dan langsung pergi ke Larson Group.Setibanya di Larson Group, resepsionis langsung mengantarkan Stella ke ruang rapat dan mempersilahkan Stella masuk.Begitu Stella melangkah masuk, semua mata tertuju padanya. Hal itu membuatnya takut sesaat, tetapi Stella langsung menenangkan diri dan mencoba tersenyum."Saya minta maaf. Saya khawatir kalau saya datang ke tempat yang salah." Ucap Stella setelah melihat tatapan semua orang.Namun sebelum Stella berbalik untuk keluar dari ruangan tersebut, sebuah suara memanggil namanya, "Anda berada di tempat yang tepat, Nona Lind. Silahkan masuk dan duduk." Sekarang setelah Stella melihat lebih dekat, Stella langsung mengenalinya. Dia adalah salah satu pewawancara kemarin. Stella menelan ludah dan melangkah maju dengan hati-hati. Apa yang sebenarnya terjad
Elena membeku mendengar perkataan dari Garry. Dia menggertakan giginya dan melotot ke arah dua pewawancara lainnya.Tampaknya Garry telah menyelidiki masalah ini secara menyeluruh, dan dia sangat serius dengan konsekuensinya.Tidak mungkin dia bisa menyelamatkan dirinya dengan beberapa kebohongan kecil. Tetapi Larson Group telah membuang lusinan, bahkan ratusan pelamar yang penuh harapan setiap harinya. Dia benar-benar tidak bisa melihat apa yang istimewa dari Stella.Mengapa orang berkuasa seperti Garry mau repot-repot menangani sesuatu yang sepele seperti ini? Pada titik ini, Elena memutuskan untuk menghadapi situasi ini secara langsung.Dia mengangkat dagunya, matanya menyala karena kebencian dan perlawanan. "Saya tidak punya bukti. Saya hanya mendengar rumor. Saya tidak menyukainya saat itu juga dan tidak ingin dia bekerja di perusahaan ini, dan itulah mengapa saya mengatakan bahwa dia memiliki masalah moral." ucapnya.Ekspresi ramah di wajah Garry menghilang, dan berubah menjadi
"Apakah aku menganggumu? Aku akan berusaha untuk tetap tenang bila menganggumu." Ucap DirgaStella terkejut, dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap Dirga dengan tatapan minta maaf.Dirga menggelengkan kepalanya dan berjalan ke arah tempat tidur Stella. Kemudian dia duduk di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepalanya di lengannya, lalu dia memejamkan matanya."Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat begitu senang?" Tanya Dirga pada Stella."Jangan tidur di atas tempat tidurku, Dirga." Ucap Stella.Pipi Stella menggembung saat dia mencoba menarik lengan Dirga. Dirga tinggi dan berat, Stella sudah sekuat tenaga menariknya tapi Dirga tetap tidak bergeming. Akhirnya Stella menyerah dan duduk di kursi samping meja."Aku bertemu dengan seorang klien yang kaya dan dermawan. Dia meminta padaku untuk mendesain untuknya. Aku hanya tinggal menyerahkan draf dan langsung dibayar." Ucap Stella.Mendengar ucapan Stella, Dirga langsung membuka matanya dan melihat Stella b
"Dua puluh ribu dollar?" Stella menatap komputernya dengan mulut yang menganga lebar. Dia segera mengetik pesan kepada klien, jari-jarinya menari-nari di atas keyboard.Ini akan menjadi klien besar pertamanya semenjak Stella lulus.Mengingat besarnya tawaran yang mereka buat, Stella menduga akan ada setumpuk instruksi ketat yang harus dia patuhi."Permisi. Bolehkah saya tahu apakah anda seorang pria atau wanita?" Tanya Stella terhadap kliennya.Situs web yang Stella gunakan berperan sebagai jembatan antara klien dan desainer lepas.Klien memiliki pilihan untuk menggunakan nama asli atau anonim, tetapi sebagian besar dari mereka menggunakan nama anonim di situs tersebut. Sebagian profil dari daftar tersebut memilih icon abu-abu default, dan sedikit susah bagi desainer mengetahui jenis kelamin klien tersebut."Pria." Jawab klien tersebut."Baiklah, Tuan. Apakah anda punya persyaratan khusus untuk desainnya?" Tanya Stella.Stella menunggu jawaban dari klien tersebut, dan mempersiapkan di
Ekspresi wajah Dirga membuat Stella ketakutan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Stella lali mengambil selembar tissu dan menyeka bibirnya, berpura-pura tenang sambil berkata, "Mengapa kamu menghentikanku? Aku sangat membutuhkan uang sekarang, dan aku tidak punya pilihan lain selain melakukan ini."Mata Dirga melotot karena marah. "Berapa banyak uang yang kau inginkan? Aku adalah suamimu. Jika kau sedang mengalami masalah, mengapa kau tidak mengatakannya padaku? Mengapa kau sampai melakukan hal seperti itu?"Stella kekurangan uang sejak dia masih kecil. Air mata langsung mengalir di matanya. Stella lalu menarik nafas dalam-dalam dan berkata pada Dirga. "Kita hanyala pasangan suami istri di mata dunia luar. Kamu sudah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur dalam urusan kita masing-masing. Apa yang membuatmu berpikir aku akan menceritakan masalahku padamu dan bahkan meminta uang kepadamu?"Kata-kata Stella membungkam Dirga. Dia lalu mengusap alisnya dan dadanya terasa sesak karena
Setelah meninggalkan rumah sakit, Stella langsung menelfon Johan Lind dan Nora Duncan. Tapi keduanya tidak ada yang menjawab telfonnya. Stella tidak punya pilihan lain selain mengunjungi rumah keluarga Lind lagi.Setibanya di rumah Keluarga Lind, Stella langsung memencet bel pintu rumah dengan tidak sabaran.Beberapa menit kemudian, seorang pembantu membuka pintu dengan sedikit kesal karena Stella telah mengganggu tidurnya. "Kamu gila? Kenapa kamu terus-terusan memencet bel pintu?" Ucap pembantu tersebut."Biarkan aku masuk! Aku sedang mencari Johan dan Nora!" Ucap Stella."Seluruh keluarga sedang berlibur ke Maladewa. Mereka tidak ada dirumah." Jawab pembantu tersebut."Kapan mereka kembali?" Tanya Stella dengan cemas.Nora mengatakan dia tidak punya uang untuk membayar kesepakatan mereka berdua setelah Stella menikah. Bagaimana bisa mereka malah pergi berlibur ke Maladewa?"Aku tidak tau. Tanya saja pada mereka!" Ucap pembantu tersebut sambil menutup pintu dengan keras.Stella mena
Apa? seratus dollar sebulan? untuk apartemen seperti ini? itu sangat tidak masuk akal. Agen properti tersebut sangat tercengang mendengar tawaran harga dari istri bossnya. Akan tetapi, apartemen ini bukanlah miliknya, jadi dia tidak bisa menentukan harga sewanya, tapi seratus dollar dengan apartemen seperti ini sangatlah murah dan tidak masuk akal."Nyonya Lester, saya terkejut mendengar tawaran anda. Namun, rumah ini bukanlah milik saya. Saya perlu menanyakan kepada pemilik rumah terlebih dahulu." ucap agen properti.Agen properti tersebut langsung berjalan keluar rumah sambil membawa telfon dengan dalih ingin menelfon pemilik rumah.Mengambil kesempatan itu, agen properti tersebut langsung berkedip ke arah bossnya untuk meminta pendapatnya. Dirga yang melihat itu langsung mengangguk tanpa ragu. Stella yang sedang menunggu merasa sedikit gugup. Bagaimanapun, tawarannya jelas tidak dapat diterima. Beberapa menit kemudian, agen properti tersebut kembali sambil tersenyum."Saya sudah
Stella sibuk setiap hari di kantor dan jarang mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Waktu seakan-akan berlalu begitu cepat karena Stella disibukan dengan banyak pekerjaan."Kebeteulan sekali kita bertemu disini, Stella. Bagaimana kalau kita pulang bersama." ucap Christoper yang menghentikan Stella di depan lift.Sejak Stella bekerja di Larson Group, keduanya secara kebetulan sering bertemu setiap hari setelah selesai bekerja.Kadang-kadang meskipun Stella sedang lembur, dia juga akan bertemu Christoper di perusahaan."Chris, kenapa kita sering bertemu disaat kita akan pulang kerja?" tanya Stella sambil tersenyumMasalah terbesar Stella adalah sangat sulit untuk mengatakan tidak kepada orang lain. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi di dalam tasnya. Dia mengambilnya dan nama Dirga muncul di layar. Karena itu, Stella langsung menjawab panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Stella."Aku menemukan sebuah rumah. Aku berada di kafe yang bersebrangan dengan kantormu. Ayo kita pergi melihat rum
Dirga menjawab pertanyaan Stella" Aku menyewa mobil ini. Ini adalah hari pertamamu bekerja. Aku ingin menjemputmu dengan mobil ini.""Sewa mobil mewah untuk satu hari saja pasti biayanya sangat mahal. Dirga, aku tahu kamu melakukan ini untuk kebaikan, tapi kamu tidak harus melakukan ini untukku. Kita harus menerima kenyataan dan menjalani kehidupan dengan apapun yang kita miliki." ucap Stella sedikit menasehati Dirga.Stella bukanlah putri kandung Keluarga Lind, melainkan seorang gadis sederhana yang terbiasa hidup dalam kemiskinan.Stella telah bekerja keras untuk menabung guna membayar biaya pengobatan Hannah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.Meskipun Dirga tidak menggunakan uangnya, tetap saja hatinya sedikit tidak rela melihat Dirga menyia-nyiakan uangnya untuk kemewahan yang seharusnya tidak perlu.Setelah dipikir-pikir, Stella menyadari mungkin sulit untuk Dirga mengubah kebiasaannya karena sudah terbiasa hidup mewah. Stella jadi sedikit ragu untuk melarang Dirga melakukan hal
Stella menoleh ke arah suara itu dan menemukan sebuah BMW putih terparkir di tepi jalan tidak jauh dari sana. Dia mengenakan kacamata hitam dan gaun tanpa tali, dan orang itu adalah Rebecaa yang sedang duduk di dalam mobil.Rebecca lalu melepaskan kacamata hitamnya, dan mengunyah permen karet sambil menatap ke arah Stella dan Dirga."Apa kau mau ikut pulang bersamaku?" tanya Rebecca dengan nada malas. "Aku rasa tidak apa-apa kalau kalian ingin pulang bersama kami, tapi sebelum masuk ke dalam mobil pastikan dulu kalau sepatumu dalam keadaan bersih, kalau tidak nanti akan mengotori mobil baru kekasihku." lanjutnyaMendengar ucapan Rebecca, Stella langsung mengeluarkan telfonnya dan tanpa berkata apa-apa, dia berjalan mengitari mobil untuk mengambil foto nomer platnya. Ketika sudah selesai, dia langsung menunjuk rambu jalan di depannya."Apa kamu tidak lihat kalau kamu tidak boleh parkir disini? kalau kamu tidak segera pergi dari tempat ini, aku akan melaporkanmu pada polisi lalu lintas.
Dirga menghentikan langkahnya. Perkataan Stella membuatnya marah. Dia secara khusus meminta Garry untuk menangani masalah ini, dan pria itu malah menertawakannya. Namun pada akhirnya, Garry tetap melaporkan apapun yang dia tahu tentang Stella saat berada di perusahaan."Keluarga Christoper tidak cukup berkuasa untuk mempengaruhi keputusan perusahaan. Apa yang membuatmu berpikir bahwa Larson Group mempekerjakanmu karena dia atau apapun yang sudah dia katakan padamu." Ucap Dirga"Bagaimana bisa kau begitu yakin kalau bukan dia yang membantuku? Apa kamu mengenal baik tentang Larson Group?" Ucapan Dirga membuat Stella terkekeh. Stella lalu mendongak dan melihat kesedihan di wajah Dirga. Dirga ingin sekali memberi tahu Stella kalau yang membantu dia masuk ke dalam perusahaan adalah dirinya, namun dia tidak bisa melakukan itu."Aku sering bergaul dengan orang-orang yang bekerja disana, jadi aku tahu satu atau dua hal tentang tempat itu." ucap Dirga sambil menyembunyikan perasaan kecewanya.