....Nial sangat kesal pada dirinya sendiri. Bukannya datang menemui Wijaya Aden untuk berkonsultasi perihal apa yang terjadi padanya akhir-akhir ini, ia justru datang ke sini.Ke kampus di mana ia yakin Bela kuliah di sini. Karena rasa berdebar yang ia dapatkan saat memandang gerbang kampus ini adalah rasa berdebar yang sama saat ia melihat Bela.Samar-samar bayangan dirinya mengendarai Maserati miliknya untuk memasuki kampus, guna mengantar Bela. Dan mencium keningnya di depan kerumunan yang menggila. Kenangan itu telah hadir.Otaknya terus saja melakukan recall. Ia juga bisa melihat bayangan Bela yang berlarian saat melihatnya datang dan dia mengatakan, 'Hei! Jangan lari!' sebelum Nial merengkuh pinggang rampingnya.Ia juga ingat sedang bertengkar dengan seseorang yang tak lain adalah ...."Vida? Kenapa aku bertengkar dengannya saat itu?"Nial menghela napasnya dengan cemas. Bayangan itu semakin rinci dan semakin jelas. "Nial bodoh! Harusnya pergi saja menemui Aden! Bukan ke sin
Bela berdiri kaku di antara dua pria ini. Yang keduanya sama-sama tidak ingin mengalah. Saling tatap satu sama lain dengan masing-masing mata yang tajam mengawasi.Nial lupa siapa lelaki ini, yang tampak seumuran Bela, mungkin hanya beberapa tahun lebih tua. Tapi ada perasaan aneh yang membuat Nial sangat membencinya bahkan hanya dengan sekali melihat.Dia juga melakukan hal yang sama saat Nial mengarahkan payungnya pada Bela, yang kini hanya diam membeku memandangnya dan lelaki itu bergantian."Mas Nial? Kak Niko?"'Jadi namanya Niko?' Nial bergumam dalam hati."Apa yang kalian lakukan di sini?" lanjut Bela, memandang Nial dan Niko bergantian saat mereka masih saling tatap."Konsultasi dengan dokter kenalanku.""Melengkapi berkas untuk magang di sini."Nial dan Niko menjawab bela bersamaan. Kedua suara bariton itu bercampur dan tumpang tindih di telinganya. Bela memejamkan matanya dengan kesal, berpikir sampai kapan mereka akan seperti ini."Pulanglah denganku!"Kalimat itu dikatak
Jerry melihat kehadiran Nial yang datang dari balik pintu rumahnya saat ia menjemputnya pagi ini.Matanya menangkap pin jas yang sangat cocok dipakai olehnya. Jerry ingat itu adalah hadiah dari Bela, yang hari itu minta diantar ke Q Jewelry untuk mengambil pesanannya.Ia juga ingat Nial pernah pamer itu padanya. 'Dan hari ini dia memakainya?'Jerry menerka dalam hati, pasti ada hal baik yang tidak ia ketahui terjadi dalam diri Nial. Muncul dengan wajah secerah itu harusnya menandakan situasi yang cukup baik.Atau ... ada hal buruk tapi ia abaikan?"Selamat pagi," sapa Jerry akhirnya."Selamat pagi."Nial mengikuti Jerry yang lebih dulu masuk disusul dia yang duduk di sebelahnya.Keadaan hanya dipenuhi dengan kediaman sampai Jerry menyalakan radio di mana suara merdu Alex Porat terdengar menyanyikan All I Want."Aku menemukannya di dalam laci."Nial memecah kediaman di antara mereka. Saat Jerry berhenti di lampu merah tak jauh dari sebuah gerai retail."Apa, Pak Nial?""Pin jas. Apa .
....Kawasan wisata yang bersih, cantik dan dihias banyak lampu.Nial merasa tubuhnya menggigil begitu ia keluar dari mobil. Udara sejuk pegunungan menerpa kulitnya.Memberikan sensasi yang membuat otaknya ikut dingin saat itu juga. Menghela napas, mengeluarkannya dengan damai, memejamkan mata dalam hening.Ia ingin mengingat Bela.Nial dengan cepat membuka matanya. Berpikir dalam hati kenapa ia ingin mengingat Bela?Tujuannya ke sini adalah untuk melupakan sejenak urusan perempuan baik itu Bela atau pun Vida, guna memberi jeda pada kepalanya yang terasa akan pecah.'Tapi barusan aku malah ingin ingat dengan Bela?'Nial menyapukan rambutnya sekilas ke belakang. Sementara Jerry membiarkan Nial berkutat dengan jouska."Ayo!"Jerry lebih dulu masuk, melakukan pembayaran dan memimpin Nial untuk mencari Siska. Setelah bertanya pada staf, pacarnya itu ia temukan sedang duduk di tanah yang sedikit lapang, tak jauh dari tepi hutan, di dekat tenda. Tentu saja, bersama dengan Bela.Nial juga
Bela ikut memejamkan matanya. Tangannya kebas saat Nial memagut habis bibirnya, bergantian atas dan bawah, baru memberi jeda."Ternyata aku benar.""Apa, Mas?""Kamu yang aku inginkan.""Lalu?""Bantu aku menemukanmu. Ini aneh bagiku, Bela! Tapi ... aku jatuh cinta padamu, sekali lagi."Pupil mata Bela bergetar.Nial sudah akan kembali mengecup Bela tapi gagal saat suara seorang lelaki hadir dan memanggil namanya."Bela?"Mereka berdua secepat mungkin menoleh."Kak Niko?"Itu adalah Niko, kedatangannya membuat Nial muak. Ia sudah akan melakukan sumpah serapahnya sampai sebuah dering ponsel mencegahnya. Dan itu adalah panggilan masuk pada ponsel Nial. Saat ia mengeceknya, Bela dapat melihat nama Vida ada di sana."Ya, kenapa Vid?"Bela tidak mendengar suara Vida. Yang ia tahu, wajah Nial berubah marah saat itu."Kenapa nggak hati-hati? Orang yang kamu tabrak baik-baik saja?""....""Aiissh, aku sibuk. Uruslah sendiri.""....""Kamu tetaplah di sana!"Panggilan itu ia tutup."Maaf, Bel
....Bela masih di tempat yang sama saat ia menunggu Niko kembali menghampirinya."Kamu mau pulang sekarang, Bel? Aku bisa mengantarmu, aku bawa mobilku sendiri tadi.""Apa ... Siska dan Kak Jerry tahu kamu di sini?""Ya. Aku sudah memberi tahu mereka."Niko menarik tangannya untuk bangkit."Aku mengganggu liburanmu dan keluargamu?" tanya Bela saat mereka melangkah di atas jalan bebatuan yang disusun dengan rapi di sana."Nggak, kok! Aku senang malahan bisa bertemu denganmu di sini.Bela kesal, Niko seperti tidak bisa marah padanya.Dan masih memberikan tatapannya yang paling teduh sampai ia lebih dulu berhenti karena berpapasan dengan ibunya."Mamah?"Seketika itu, kaki Bela jadi dingin. Ia sedang berhadapan dengan ibunya Niko yang tidak sendirian karena ia datang dengan dokter William yang ia kenal. Tak ketinggalan juga dengan kakak perempuan Niko yang cantik.Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap. Berjalan bersama Niko, dengan punggungnya yang mengenakan coat panjangnya, di tempat
Bela meremas buket bunga di tangannya erat-erat. Ia berpikir sedang berhalusinasi. Tapi nyatanya itu benar-benar keluar dari bibir Nial."Mas Nial sudah makan?"'Bodoh!'Bela justru mengalihkan pembicaraan dengan hal yang menggelikan. Tapi Nial tertawa kecil mendengarnya."Belum. Mau makan denganku?"Belum sempat Bela menjawab, Nial lebih dulu menarik tangannya pergi dari sana. Menuju mobilnya yang terparkir di dekat pohon untuk menuju sebuah restoran yang ia pesan setelah ia memasang airpods-nya.Bela hanya duduk diam di samping Nial. Tanpa bicara sepatah kata pun sampai mereka tiba dan masuk ke dalam private room yang sudah dipesan Nial selama perjalanan."Silahkan masuk! Pintunya akan saya tutup, Pak Nial bisa memilih menu dan memanggil saya kalau sudah siap.""Ya, terima kasih."Nial membalas senyum seorang lelaki, staf yang keluar dengan menutup pintu. Selagi Bela duduk di sana dengan canggung.Hanya ada mereka berdua di dalam sini, tentu saja. Dengan tatapan Nial yang membuatny
Sebenarnya, Bela malu karena berpikir ini terlalu cepat. Tapi mau apa?Ia sudah menghindar tapi Nial semakin rapat menguncinya di dinding. Tangannya menyentuh dagu Bela, mendaratkan kembali bibirnya yang dingin seperti buah ceri pada bibir Bela. Yang mana itu membuat keduanya terhanyut dalam suasana manis yang mereka buat di sini, di bawah redupnya lampu dimer.Nial tidak bisa menahannya lebih lama lagi, ia mengangkat Bela memasuki kamarnya yang juga temaram. Menempatkannya di atas ranjang, mengagumi wajah ayu Bela yang membuat desir darahnya menggila.Bela juga masih diam, perutnya seperti dipenuhi dengan kupu-kupu. Yang kepakan sayapnya seperti sedang memintanya untuk terus tersadar, dia ada di sini, di bawah Nial.Yang mengecup keningnya, hidungnya dan bibirnya sekilas sebelum memberikan sensasi yang lebih manis dan memabukkan. Bahkan Bela berpikir apa ini karena mereka baru saja minum wine? Sehingga rasanya sangat manis?"Aku mencintaimu, Bela. Kamu milikku."Setelah lama tidak