....Bela masih di tempat yang sama saat ia menunggu Niko kembali menghampirinya."Kamu mau pulang sekarang, Bel? Aku bisa mengantarmu, aku bawa mobilku sendiri tadi.""Apa ... Siska dan Kak Jerry tahu kamu di sini?""Ya. Aku sudah memberi tahu mereka."Niko menarik tangannya untuk bangkit."Aku mengganggu liburanmu dan keluargamu?" tanya Bela saat mereka melangkah di atas jalan bebatuan yang disusun dengan rapi di sana."Nggak, kok! Aku senang malahan bisa bertemu denganmu di sini.Bela kesal, Niko seperti tidak bisa marah padanya.Dan masih memberikan tatapannya yang paling teduh sampai ia lebih dulu berhenti karena berpapasan dengan ibunya."Mamah?"Seketika itu, kaki Bela jadi dingin. Ia sedang berhadapan dengan ibunya Niko yang tidak sendirian karena ia datang dengan dokter William yang ia kenal. Tak ketinggalan juga dengan kakak perempuan Niko yang cantik.Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap. Berjalan bersama Niko, dengan punggungnya yang mengenakan coat panjangnya, di tempat
Bela meremas buket bunga di tangannya erat-erat. Ia berpikir sedang berhalusinasi. Tapi nyatanya itu benar-benar keluar dari bibir Nial."Mas Nial sudah makan?"'Bodoh!'Bela justru mengalihkan pembicaraan dengan hal yang menggelikan. Tapi Nial tertawa kecil mendengarnya."Belum. Mau makan denganku?"Belum sempat Bela menjawab, Nial lebih dulu menarik tangannya pergi dari sana. Menuju mobilnya yang terparkir di dekat pohon untuk menuju sebuah restoran yang ia pesan setelah ia memasang airpods-nya.Bela hanya duduk diam di samping Nial. Tanpa bicara sepatah kata pun sampai mereka tiba dan masuk ke dalam private room yang sudah dipesan Nial selama perjalanan."Silahkan masuk! Pintunya akan saya tutup, Pak Nial bisa memilih menu dan memanggil saya kalau sudah siap.""Ya, terima kasih."Nial membalas senyum seorang lelaki, staf yang keluar dengan menutup pintu. Selagi Bela duduk di sana dengan canggung.Hanya ada mereka berdua di dalam sini, tentu saja. Dengan tatapan Nial yang membuatny
Sebenarnya, Bela malu karena berpikir ini terlalu cepat. Tapi mau apa?Ia sudah menghindar tapi Nial semakin rapat menguncinya di dinding. Tangannya menyentuh dagu Bela, mendaratkan kembali bibirnya yang dingin seperti buah ceri pada bibir Bela. Yang mana itu membuat keduanya terhanyut dalam suasana manis yang mereka buat di sini, di bawah redupnya lampu dimer.Nial tidak bisa menahannya lebih lama lagi, ia mengangkat Bela memasuki kamarnya yang juga temaram. Menempatkannya di atas ranjang, mengagumi wajah ayu Bela yang membuat desir darahnya menggila.Bela juga masih diam, perutnya seperti dipenuhi dengan kupu-kupu. Yang kepakan sayapnya seperti sedang memintanya untuk terus tersadar, dia ada di sini, di bawah Nial.Yang mengecup keningnya, hidungnya dan bibirnya sekilas sebelum memberikan sensasi yang lebih manis dan memabukkan. Bahkan Bela berpikir apa ini karena mereka baru saja minum wine? Sehingga rasanya sangat manis?"Aku mencintaimu, Bela. Kamu milikku."Setelah lama tidak
Bela keluar dari kelas terakhirnya. Ia melihat seorang lelaki yang berjalan dari arah berlawanan dan tersenyum padanya.Ia cukup terkejut karena yang dilihatnya adalah Niko."Kak Niko?"Niko hanya melemparkan senyumnya."Bela? Baru selesai?""Iya. Kenapa Kak Niko di sini?""Baru bertemu dengan Profesor Lim. Kamu mau pulang denganku?""Enggak. Aku bisa pulang sendiri, aku mau minum kopi sebentar, kamu duluanlah!""Aku boleh ikut? Bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja?"Bela mengangguk, Niko mengikuti langkahnya."Kapan mulai kerja di rumah sakit?""Mungkin, lusa? Tinggal menunggu panggilan saja. Kenapa? Mau datang mengunjungiku?"Bela tersenyum. Niko masih mengikuti langkah Bela yang masuk ke sebuah kafe di depan kampus dan memesan kopi dingin di sana, sembari menunggu jemputan Nial. Niko juga memesan minuman yang sama.Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Bela yang asyik dengan ponselnya. Wajah cantiknya tampak berseri.Harusnya ia gembira saat Bela juga bahagia. Tapi ia benci i
Di tempat lain ... Vida menemukan sebuah cek kosong bertanda tangan saat ia membongkar isi lemari milik Nial. Sebenarnya ada brankas juga di sana, tapi dia tidak bisa membukanya, tentu saja.Ia menghela napasnya."Sebelum Nial mendapatkan ingatannya terhadap Bela, aku harus melepaskan diri dari si Madam Calsie. Besok aku akan mengambil uang dan membebaskan diri darinya."***Bela membuka matanya, pemandangan kontur wajah Nial yang dipahat oleh surga menyeruak di depannya. Mereka masih di dalam kamar Bela, dengan keadaan Nial yang memeluk pinggangnya begitu erat.Seperti tidak mengizinkannya berpindah barang hanya seinchi.Bela mengerling jam di dinding yang menunjuk pada angka empat pagi hari yang dingin. Sementara ia dan Nial tidak mengenakan pakaian dan hanya menutupi tubuh dengan selimut.Bela bermaksud akan bangun, mandi lebih dulu dan menyiapkan sarapan untuk menghindari kontak mata dengan Nial.Namun, tidak semudah itu.Karena saat ia perlahan memunggungi Nial, mengangkat tanga
Vida memasuki Winsafe Bank dengan menenteng sebuah tas besar. Datang pada teller dan mengatakan akan melakukan penarikan sebesar dua juta dolar.Tapi karena jumlah yang dimintanya cukup besar, ia dibawa untuk menemui Hedi, senior manager di sana."Tunggulah sebentar di sini!"Vida mengangguk saat Hedi meninggalkannya dalam ruangan miliknya. Ia melihat Hedi yang melakukan panggilan di luar.Ia yakin dia pasti menghubungi Nial. Vida mulai gelisah. Ia tidak siap jika harus kehilangan Nial lagi untuk kedua kalinya. Tapi di sisi lain dia juga harus terbebas dari Madam Calsie.Tapi di luar dugaan karena Hedi masuk dengan tas yang terisi penuh dengan gepokan uang dolar di dalamnya."Terima kasih."Hanya itu yang dikatakan Vida saat bergegas pergi dari sana. Ia tahu ia pasti akan ketahuan Nial, tapi tidak ada cara lain. Ia berpikir bisa mencari alasan dan mengatakannya pada Nial nanti.Yang terpenting sekarang dia harus menutup mulut Calsie dengan uang ini sebelum wanita itu menyebarkan vid
....Bela mengantuk. Jam-jam tidurnya berantakan sejak ia kembali bersama dengan Nial. Semalam juga demikian, Nial menggodanya tanpa henti. Membuatnya berdesah sepanjang malam dengan membiarkannya memimpin permainan.Hanya dengan mengingat itu saja membuat kedua pipinya memanas."Tapi nggak apa-apa. Aku senang."Ia tertawa sendiri saat berjalan keluar dari kelas terakhirnya. Siska menyusul dari belakang dan mengamati setiap perubahan pada ekspresi wajahnya.Siska sudah diberi tahu Jerry kalau ada yang disembunyikan oleh Nial akhir-akhir ini. Dan hal yang sama juga dilakukan oleh Bela.Ia tahu temannya ini sedang bahagia tak kepalang. Kedua pipinya yang merona dan kedua bola matanya yang tidak lagi cekung dan menghitam adalah sebuah pertanda yang baik.Tapi juga membuatnya mati penasaran."Kamu jadi makan?"Bela menoleh pada Siska yang berjalan di sisi kanannya."Di kantin? Ayo!"Bela mengangguk dan mereka duduk di sudut kantin dengan makanan yang ada di atas meja."Kamu baik-baik saj
Ingin menghajar Nial.Adalah keinginan terbesar Jerry saat ia tiba di kantor dan melihat kedatangan Nial dari arah parkiran, berhenti di depan pintu lift."Selamat pagi," sapa Nial singkat sembari memakai arloji mahal di pergelangan tangan kirinya.Jerry tidak menjawabnya. Ia mengecek Nial dari bawah sampai ke atas.Sepatunya, pakaiannya, dasinya, semua baru. Yang menandakan ia telah membelinya sejak ia tidak pulang ke rumahnya sendiri akhir-akhir ini.Sudah pasti! Itu karena dia pulang ke rumah Bela. Jawaban atas kenapa dimatikannya ponsel Nial dan ia menyetir sendirian adalah karena agar Jerry tidak tahu kalau sebenarnya ia sudah mendapatkan kembali ingatannya.Agar ia bisa menikmati hari-harinya menjadi pengantin baru lagi dengan menjalani hidup sebagai suami penuh cinta yang bucin pada istrinya.Sekaligus jawaban kenapa wajahnya terlihat cerah setiap pagi. Bekas lipstick yang sering tertinggal—yang tadinya ia sangka milik Vida—itu sebenarnya adalah milik Bela.Pesan yang ia balas