Bela dapat melihat wajah terkejut Hasim saat dia dan teman-temannya berjalan memasuki gerbang rumah pada petang harinya, sepulang menonton parade budaya. Hasim yang tadinya berdiri dan memberi makan ikan koi di kolam segera berjalan menghampiri mereka. Memandang lelaki setinggi tiang yang membuat semua anak perempuan di sekitarnya hanya setinggi dadanya.Dan lelaki itu menggandeng tangan Bela.Bela tersenyum saat melihat Hasim menyelidik. Dia sudah akan bertanya sampai sebuah mobil mewah nan mengkilat masuk ke dalam halaman rumahnya. Dengan plat diawali huruf B yang menurutnya itu datang dari Jakarta.Lalu keluarlah seorang lelaki bersama dengan Rafael yang tampaknya jadi penunjuk jalan.Mereka berjalan mendekat selagi Rafael dengan dibantu Aldo dan Zian mengeluarkan oleh-oleh yang dibawa dari dalam mobil. Buah, cookies, suplemen kesehatan, madu, banyak yang lainnya.Dan lelaki yang baru keluar dari mobil itu bergabung bersama lelaki yang menggandeng tangan Bela. Baru setelahnya ber
Bela gugup saat mereka berjalan memasuki kamar hotel yang baru saja diselesaikan proses reservasi oleh Nial."Selamat beristirahat."Salah seorang staf perempuan membuka pintu kamar untuk mereka."Terima kasih." Mereka menjawabnya hampir bersamaan. Bela masuk lebih dulu, meletakkan tas ransel kecil yang ia isi pakaian di atas meja, dekat televisi selagi Nial menutup dan mengunci pintu. Bela melihatnya yang menjatuhkan paper bag berisi pakaiannya dari tangannya dan meraih dagu Bela. Mengecupnya dengan nyaman saat Bela memeluk lehernya sehingga membuat mereka berpagut semakin dalam.Baru setelah seabad lamanya saling melepaskan. "Mas kangen kamu."Nial berbicara saat hidung mereka saling bersentuhan."Aku juga kangen Mas Nial.""Mas kangen kamu sampai nggak bisa berpikir apa-apa lagi selain harus datang ke sini dan melihat kamu."Nial mengangkatnya. Membawanya ke atas ranjang dengan keadaan bibir mereka yang saling bertautan satu sama lain. Seolah hal seperti ini bisa mereka lakukan
Siska yang bertanya demikian membuat Nial dengan cepat menoleh padanya."Kenapa, Sayang?""Ng-nggak kok, Mas."Bela menyeka air matanya."Pak Nial, kamu apakan temanku?"Siska menyelidik. Nial juga bingung dibuatnya karena Bela tiba-tiba menangis."Padahal Mas semalaman 'kan membuatmu senang, tapi kenapa pagi ini kamu menangis?""Mas!""Auh ... sakit, Bel!"Bela mencubit pinggang Nial karena prianya itu dengan gamblang dan tanpa dosanya mengatakan hal-hal yang membuatnya malu. Apalagi di depan yang lainnya seolah ingin pamer kemesraan."Ehem! Yang punya suami duh lah pokoknya ...." Rafael menggoda dari sebelah sana."Bel, kasih tips lah gimana bikin cowok jadi bucin." Anna mengerucutkan bibirnya."Memangnya kamu ada cowok? Atau setuju nikah sama Mbah Suwito?" Pertanyaan Aldo mengundang gelak tawa pagi ini. Bela juga ikut tertawa mendengarnya. Ini seperti dia sedang dikelilingi oleh orang-orang baik yang berperan sebagai support system untuknya.Mereka membubarkan diri tak lama kemudia
"Siapa yang selingkuh? Pak Nial?"Meski Jerry berbisik dan memilih tempat yang sedikit menjauh, ia tidak bisa menyembunyikan kekesalannya dengan berita tak masuk akal yang membuat telinganya berdiri dengan tidak wajar.Ia masih berdiri, mengamati Siska yang mengambil gambar Bela dan juga Nial. Dua makhluk hidup yang dimabuk cinta di seberang sana tampaknya tidak tahu ada kehebohan yang menggemparkan di Jakarta."Iya, Pak Jerry. Itu skandal yang bergulir di sini. Akan aku kirimkan artikelnya.""Roy! Selidiki dan cari tahu siapa yang menyebarkan gosip aneh itu. Lagian fotonya seperti apa? Kenapa sampai membuat Pak Nial dituduh berselingkuh?""Foto Pak Nial nggak tahu sama siapa, yang jelas itu seperti di dalam ruang kerja seseorang dan Pak Nial hampir menciumnya."Seperti ada lonceng yang berdenting di kepalanya. Jerry tahu itu pasti foto Nial yang hampir mencium Jenni saat itu. Foto yang sama yang nyaris saja membuat biduk rumah tangga Nial dan juga Bela diterpa badai jika kesalah pah
Nial tadinya bingung karena lagu-lagu yang disediakan tidak banyak yang ia ketahui. Tapi matanya menangkap lagu tidak asing yang dulu sering dia dengar dan dinyanyikan oleh Beni, teman semasa kuliahnya.Itu adalah milik Sheila On Seven yang berjudul 'Itu aku.'Nial tersenyum saat orang-orang memberinya tepuk tangan saat ia mulai mengambil suaranya, menyanyikan lagu yang barang kali bisa ia gunakan untuk menghibur Bela siang ini.Mata mereka bertemu meski lalu lalang tak juga meredup.Mereka saling tersenyum, saling mengabarkan satu sama lain tentang perasaan mereka yang sama sekali tidak berubah.Jerry tersenyum melihat momen ini. Dia mengeluarkan ponselnya membuka media sosial dan merekam apa yang dilihatnya. Tentang bagaimana Nial menunjukkan cintanya yang hebat pada Bela. 'Akan aku bungkam siapapun yang mencoba mengusik hidup mereka.'Jerry menandai akun Bela dan juga Nial di postingannya. Ia tersenyum menyeringai.Ia tahu kalau postingannya pasti akan dijadikan bahan melawan bal
…."Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Jerry?"Nial dibuat hampir mati penasaran bahkan sesampainya mereka di Jakarta."Apa, Mas?"Bela yang melihat Nial bicara sendiri hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal saat mereka memasuki rumah pada petang harinya. "Selamat datang!"Kim menunduk memberi salam saat Nial dan Bela memasuki pintu rumah."Selamat malam, Bu Kim. Aku dan Bela akan langsung naik ke kamar.""Baiklah, selamat istirahat."Bela melambaikan tangannya pada Kim. Dia kemudian mengikuti Nial yang menunggunya dan membuatnya melingkarkan lengannya."Mas Nial tadi belum menjawabku.""Oh? Yang dilakukan Jerry?""Iya.""Mas juga nggak tahu, Bel. Tapi dia tadi di jalan sempat bilang kalau dia membuat jagat maya gempar dan mengalahkan skandal."Bela menoleh pada Nial saat mereka masuk ke kamar."Skandal apa?""Sepertinya sudah sejak kemarin. Tapi Jerry baru memberi tahukannya hari ini biar kita nggak kepikiran. Jadi foto Mas dan Jenni yang saat itu dikirimkan ke kamu meluas di so
Nial menekan enter di keyboardnya, yang secara otomatis mengirim pesan pada Jerry melalui email. Lalu meraih ponsel dari sisi kanannya.Pesan pada Jerry,'Sudah aku kirim melalui email. Istirahatlah! Selamat malam.'Balasan dengan cepat datang.'Iya, selamat malam, Pak Nial.'Nial memutar kursi kerjanya dan melihat ke ranjang. "Dia nggak ada di dalam kamar?"Nial bingung karena sedari tadi kediaman yang terjadi di sekitarnya karena ia menganggap Bela sudah terlelap. Tapi nyatanya dia tidak ada di sana. Bahkan selimutnya rapi."Di mana dia?"Nial melangkah keluar dari kamar, mencium bau gurih makanan yang pasti sedang ada di dalam oven."Hm ... harumnya ... dia membuatkanku makanan?"Nial setengah berlari saat menuruni tangga dan sampai di dapur. Mendengar suara oven yang 'bipbipbip' memberi peringatan dan Nial dengan sigap mematikannya. Meraih sarung tangan tebal dan mengeluarkan makanan yang dioven Bela dari dalam sana.Nial tersenyum saat melihat Bela yang tidur dengan meletakkan k
Nial berdiri di bawah shower sudah sejak tadi. Dia melamun, rencana olah raga pagi ini hanya jadi wacana, selagi sisa sabun yang ada di tubuhnya belum sepenuhnya dia guyur karena angannya melayang meninggalkan daratan.Ia meneguk salivanya dengan kasar saat meraba lehernya di mana saat ia berkaca tadi ada tanda merah yang ditinggalkan di sana. Tentu saja! Bela yang membuatnya.Memori semalam membuat naluri lelakinya kembali bangun. Bela menjadi agresif, nakal dan membentuk kedudukan yang lebih dominan dari pada dirinya."Astaga ... apa yang telah kulakukan padanya sampai dia jadi nakal begitu?"Dia mengusap wajahnya yang basah. Harus menghentikan pikiran ini sebelum hasrat yang lebih kuat kembali menggelora hebat dalam dirinya.Sementara dia menyelesaikan mandi, seseorang lainnya sedang merutuki dirinya sendiri.Itu adalah Bela yang masih ada di atas ranjang. Menyembunyikan diri di bawah selimut dengan tubuh tanpa sehelai benang sejak semalam."Aku sudah gila."Dia memukul lirih kepal