“Kau yakin akan balik ke rumahmu sendiri?” Hanin yang mengunjungi Ayesha menanyakan tentang rencana sahabatnya itu.“Iyalah!” sahut Ayesha cepat. Seolah tidak mau merubah keputusannya. Dia akan segan jika tanpa malu terus tinggal di tempat orang.“Sudah siap akan bertemu kembali dengan suamimu itu?”“Kenapa tidak, cepat atau lambat aku juga pasti bertemu dengannya.” Ayesha dengan mantap menjawabnya.Sebulan ini mengunci diri dari dunia luar membuatnya mulai bisa berpikir lebih baik. Mencoba mendewasakan hati dan pikirannya dalam kesendirian dan doa-doanya disetiap sholatnya. Dia bersyukur, hatinya memiliki iman yang selalu bisa membimbingnya.Setelah ini, dia harus mempersiapkan diri menjalani babak baru hidupnya. Ayesha sudah ikhlas jika pada kenyataannya suaminya itu memang masih memiliki hubungan asmara dengan sepupunya sendiri. Dia juga sudah menyiapkan mental menjadi seorang single parent untuk Adam. Sejak hamil dia memang sudah memupuk mental seperti itu.“Sha, Pak Dirga tidak
Ayesha meminta Adam dari gendongan Hilbram. Dia lebih memilih menghubungi Dirga untuk menjemputnya. Seharusnya pria itu memaklumi mengapa Ayesha sampai harus bersikap demikian.“Kita pulang sama Om Dirga, ya?” ujar Ayesha yang melihat Dirga sudah menghampiri.Untungnya, Adam tidak menolak. Anak kecilnya itu juga sudah akrab dengan Dirga. Sebulan ini, pria itu sudah merelakan waktunya untuk menemani Adam.“Om...Om...” Adam terlonjak senang melihat Dirga datang.Ayesha langsung berjalan menuju mobil Dirga tanpa sedikitpun melirik Hilbram yang masih berdiri di sana. Dirga yang mengambil stroler itulah yang menyapa sang pemilik yayasan tempatnya mengajar. Tidak mungkin dia mengabaikan begitu saja pria itu.“Permisi, Tuan!” ujarnya basa-basi lalu segera memasukan stroler itu dan bersiap melajukan mobilnya keluar halaman rumah sakit.Meninggalkan pria yang masih berdiri membeku menatap mereka sampai tidak terlih
Bunyi deru mobil itu membuat Ayesha terbangun. Dia sadar kalau barusan ketiduran. Sepertinya hanya terlelap sesaat.Namun, melihat Adam yang sudah bermain di boxnya dengan sudah harum dan berganti baju, Ayesha keheranan. Tidak mungkin dia bermimpi sudah memandikan anaknya itu.“Astaghfirullah!” gumamnya melihat jam di dinding kamarnya yang menunjukan sudah menjelang malam.Dia tentu sudah tertidur berjam-jam. Ayesha baru ingat belum sholat ashar. Bergegas keluar mengambil air wudhu. Mungkin sekalian sholat maghribnya.Selesai sholat dia melirik lagi putranya yang masih anteng di boxnya itu. Siapa yang memandikan dan mengganti bajunya?Tatapannya kembali ke arah pintu. Di rumah ini tidak ada siapapun kecuali dirinya dan suaminya itu. Hilbram pasti sudah memandikan Adam saat dia tertidur tadi.Pria itu memang begitu. Kalau mencoba menarik perhatian, akan terus melakukannya sampai berhasil. Seperti dulu saat mereka kembali bersua setelah kesalahpahaman itu. Hilbram dengan gigih mencoba
“Kau yakin pria ini yang mencoba menabrakku waktu itu?” tanya Hilbram memperhatikan wajah pria itu. Sekilas dia terlihat sedikit familiar. Tapi dimana dia pernah melihatnya? “Dia pernah mengendarai mobil ferrari sport dengan nopol sama persis yang Bos hafalkan!” ujar Miko memberi penjelasan. Hilbram sudah mengingat semuanya. Tentang tragedi penabrakannya waktu itu hingga berakhir koma dan amnesia. Dia sempat melihat dengan jelas plat mobil itu. Hilbram bahkan bisa mengingat nomor plat itu dengan baik. Tandanya, ingatannya sudah pulih kembali. “Apa pria ini berhubungan dengan Rahman?” Hilbram kembali meminta penjelasan. “Pria ini sangat sulit dilacak, aku pikir dia pasti bukan orang sembarangan. Aku belum bisa memastikan ada tidakknya kaitan pria ini dengan Rahman. Kalau memang ada, berarti fix pria ini memang anak buah Rahman yang memang sengaja mencoba menghabisi nyawa Anda.” Hilbram manggut-manggut. Dia sudah mulai curiga pada Rahman sejak dia memisahkannya dengan Ayesha. S
“Astaga, Mas!”Ayesha tidak sengaja membuka suaranya pada Hilbram yang tidak tahu sudah berapa lama ada di sana?Padahal, sebelumnya dia masih menikmati sikap diamnya pada pria ini.Bahkan semalam, ketika Hilbram kembali lagi untuk bicara padanya, Ayesha malah mengunci pintu kamarnya.Rasanya belum puas bisa mengabaikan keberadaan suaminya itu di rumahnya.“Kau pergi masih pagi dan baru pulang malam begini?” Hilbram menutup pintu setelah Ayesha begitu saja masuk ke dalam.“Boleh menjenguk orang sakit, tapi anaknya juga dipikirkan!” Hilbram bertutur pada Ayesha yang menaruh sepatunya di rak sepatu. Entah sampai kapan Ayesha akan mendiamkannya.Hilbram melihat Ayesha masih bergeming lalu masuk ke dalam kamarnya. Dia hanya menghela napas panjang. Sebenarnya, dia pria yang mudah terpancing emosi. Namun untuk wanita itu Hilbram sudah menebalkan kesabarannya.Hilbram cemas, saat ini dalam kondisi pikirannya yang ruwet dan melihat putranya yang diabaikan, akan membuatnya tidak bisa mengend
Ayesha mencoba bangkit dari tubuh Hilbram, namun pria itu tidak akan membiarkannya begitu saja.Wanita ini yang sudah membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang dan terus menguji kesabarannya, sepertinya harus diberi pelajaran malam ini.Hilbram harus mendapat kompensasi karena sebulan ini sudah dibuat merana dengan kepergiannya.“Lepasin, Mas!” Ayesha memberontak dan menahan saat tangan Hilbram melucuti pakaiannya. Hingga suara kain robek terdengar karena Hilbram sudah terlihat tidak sabar.Rasa kesal dan cemburu yang terbit sebagai ungkapan rindu yang tertahan sebulan ini, membuat gelora hasrat Hilbram tidak terbendung.Hilbram seolah menutup telinganya dan mengabaikan ratapan Ayesha yang terus meminta dilepaskan. Dibiarkanya saja wanitanya itu tersedu di sela kegiatan yang tidak bisa dihentikannya begitu saja itu.Ayesha terlihat masih tidak terima kalau pria ini dengan seenaknya sendiri memperlakukannya begini.Padahal sudah sempat terbersit dalam pikirannya untuk mengakhiri hu
Melihat Ayesha yang sudah keluar, Hilbram dengan sabar bertanya apa dia mau dirinya mengantar ke rumah sakit ke tempat ibu Dirga di rawat?“Enggak usah, Mas.” Ayesha langsung menolaknya. Lagi pula, Ayesha sendiri enggan pergi.“Memangnya kenapa pria itu memintamu ke rumah sakit?”“Tante Wardha nanyain terus.” “Sakit apa?”“Terakhir diperiksa, katanya jantung!”“Kalian sudah dekat sekali, ya?” tanya Hilbram.Ayesha ketar-ketir saja, apa suaminya itu marah?Tapi, dari ekspresi wajahnya sepertinya tidak ada bekas marah sama sekali yang terpancar di sana. Dia seharusnya menjelaskannya. “Tante Wardah wanita yang kesepian, jadi ... “ Ayesha merasa enggan membahas hal itu.Tiba-tiba sudah melihat mobil Dirga parkir di depan rumahnya.‘Astaga, pria ini!’ batin Ayesha yang menjadi resah.Bagaimana Dirga nekat datang sementara suaminya ada di rumah.Sepagi ini hubungan mereka baru saja terlihat membaik lagi. Haruskah suasananya akan dirusak lagi?“Suruh dia masuk?” tukas Hilbram pada Ayes
Hanin mendatangi rumah Ayesha untuk melihat kondisi Adam yang kemarin habis jatuh bersamanya dari motornya. Mengetahui bayi 1 tahun yang menggemaskan itu menyambutnya sambil tersenyum senang, legalah perasaan Hanin yang sejak semalam mencemaskannya itu.Dia sendiri tidak bisa menghubungi Ayesha lagi karena ponselnya tercebur di got saat jatuh kemarin.“Kok bisa jatuh sih, Nin?” Ayesha melihat siku sahabatnya itu juga lecet-lecet. Dia jadi merasa bersalah sudah terlalu sering merepotkan Hanin.“Adam mau jalan-jalan kelililing perumahan, pas belok tidak tahunya ada mobil yang datang tiba-tiba. Aku kaget dan reflek putar gas. Tapi Adam cuma kepentok sedikit kok kepalanya. Maaf, ya?”“Jangan begitu, aku yang minta maaf sudah membuatmu sampai begini, padahal udah mau nikah lho kamu!” Ayesha memeriksa lengan sahabatnya itu.Hanin membelai Adam yang asyik rebahan di pangkuaannya sambil melihat program kartun di televisi itu. Mungkin badannya masih kurang enak pasca jatuh kemarin. Jadinya