Ayesha mencoba bangkit dari tubuh Hilbram, namun pria itu tidak akan membiarkannya begitu saja.Wanita ini yang sudah membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang dan terus menguji kesabarannya, sepertinya harus diberi pelajaran malam ini.Hilbram harus mendapat kompensasi karena sebulan ini sudah dibuat merana dengan kepergiannya.“Lepasin, Mas!” Ayesha memberontak dan menahan saat tangan Hilbram melucuti pakaiannya. Hingga suara kain robek terdengar karena Hilbram sudah terlihat tidak sabar.Rasa kesal dan cemburu yang terbit sebagai ungkapan rindu yang tertahan sebulan ini, membuat gelora hasrat Hilbram tidak terbendung.Hilbram seolah menutup telinganya dan mengabaikan ratapan Ayesha yang terus meminta dilepaskan. Dibiarkanya saja wanitanya itu tersedu di sela kegiatan yang tidak bisa dihentikannya begitu saja itu.Ayesha terlihat masih tidak terima kalau pria ini dengan seenaknya sendiri memperlakukannya begini.Padahal sudah sempat terbersit dalam pikirannya untuk mengakhiri hu
Melihat Ayesha yang sudah keluar, Hilbram dengan sabar bertanya apa dia mau dirinya mengantar ke rumah sakit ke tempat ibu Dirga di rawat?“Enggak usah, Mas.” Ayesha langsung menolaknya. Lagi pula, Ayesha sendiri enggan pergi.“Memangnya kenapa pria itu memintamu ke rumah sakit?”“Tante Wardha nanyain terus.” “Sakit apa?”“Terakhir diperiksa, katanya jantung!”“Kalian sudah dekat sekali, ya?” tanya Hilbram.Ayesha ketar-ketir saja, apa suaminya itu marah?Tapi, dari ekspresi wajahnya sepertinya tidak ada bekas marah sama sekali yang terpancar di sana. Dia seharusnya menjelaskannya. “Tante Wardah wanita yang kesepian, jadi ... “ Ayesha merasa enggan membahas hal itu.Tiba-tiba sudah melihat mobil Dirga parkir di depan rumahnya.‘Astaga, pria ini!’ batin Ayesha yang menjadi resah.Bagaimana Dirga nekat datang sementara suaminya ada di rumah.Sepagi ini hubungan mereka baru saja terlihat membaik lagi. Haruskah suasananya akan dirusak lagi?“Suruh dia masuk?” tukas Hilbram pada Ayes
Hanin mendatangi rumah Ayesha untuk melihat kondisi Adam yang kemarin habis jatuh bersamanya dari motornya. Mengetahui bayi 1 tahun yang menggemaskan itu menyambutnya sambil tersenyum senang, legalah perasaan Hanin yang sejak semalam mencemaskannya itu.Dia sendiri tidak bisa menghubungi Ayesha lagi karena ponselnya tercebur di got saat jatuh kemarin.“Kok bisa jatuh sih, Nin?” Ayesha melihat siku sahabatnya itu juga lecet-lecet. Dia jadi merasa bersalah sudah terlalu sering merepotkan Hanin.“Adam mau jalan-jalan kelililing perumahan, pas belok tidak tahunya ada mobil yang datang tiba-tiba. Aku kaget dan reflek putar gas. Tapi Adam cuma kepentok sedikit kok kepalanya. Maaf, ya?”“Jangan begitu, aku yang minta maaf sudah membuatmu sampai begini, padahal udah mau nikah lho kamu!” Ayesha memeriksa lengan sahabatnya itu.Hanin membelai Adam yang asyik rebahan di pangkuaannya sambil melihat program kartun di televisi itu. Mungkin badannya masih kurang enak pasca jatuh kemarin. Jadinya
“Bram, kau datang?” Thalita yang melihat Hilbram langsung berlari dengan semangat ingin memeluknya. Namun dengan cepat Ayesha berdiri di depannya untuk menghalau. Thalita terhenti dan menatap Ayesha dengan heran campur sebal. Bagaimana mereka bisa datang bersama lagi? Bukankah Rahman bilang Hilbram sibuk membereskan masalah sabotase perusahaannya? “Selamat sore, Tha?” sapa Ayesha pada wanita yang ternyata tidak berhenti mencoba mengganggu suaminya itu. Sekarang kalau mau menyentuh suaminya lagi, wanita itu harus melewatinya dulu! Thalita melengos medapat sapaan Ayesha. Dia sepertinya masih berusaha mencari cara mendekati Hilbram. “Mas bukannya masih ada urusan?” tukas Ayesha pada suaminya itu, yang berdiri terbengong karena melihatnya tiba-tiba dengan cepat berdiri menghindarkannya dari wanita yang gatel itu. “Oh, kau tidak masalah aku tinggal?” tanya Hilbram pada istrinya itu. “Tidaklah, Mas. Ini kan rumah suamiku sendiri, mana mungkin aku akan bermasalah di sini.” Ayesha
Ayesha tahu di rumah utama tidak memperbolehkan pelayan pria berkeliaran kalau sudah malam. Hilbram memberlakukan peraturan itu sejak ada istrinya di rumah. Dia ingin istrinya itu juga merasa nyaman dan bebas berkeliaran di rumah tanpa lagi menggenakan hijabnya. Seperti saat ini Ayesha hanya menggunakan gaun rumahan yang feminim dengan rambut panjang yang tergerai di punggungnya. Dia keluar dari kamar untuk meminta Tika menyiapkan makanan sang suami. Meski ada dua wanita yang dengan bahagianya duduk menonton serial televisi di sana. Ayesha tidak peduli dan malah sengaja melewati mereka begitu saja. “Astaga, munafik sekali wanita itu?” tukas Thalita. Fatma melongo melihat Ayesha yang tampak menawan menggunakan pakaian rumahan itu berjalan melewati mereka. Yang dia tahu Ayesha hanyalah wanita yang menutup seluruh tubuhnya. Mengetahui dia berlenggak-lenggok tanpa hijabnya, tentu Fatma terkejut. “Sok centil banget dia?” Thalita juga jadi sebal karena baru tahu, Ayesha berani
“Mau apa kamu?!”Ayesha terburu keluar ketika melihat Thalita yang sudah berdiri di samping stroler anaknya yang sedang berjemur itu.Jangan-jangan wanita itu ingin berniat jahat pada Adam.Di mana pengasuhnya?“Maksudmu apa? Aku juga mau berjemur kali...”Thalita memang ingin menjahili Adam saat meminta pengasuhnya mengambilkan sunbloknya yang tertinggal di dalam. Sayang sekali, mamanya cepat sekali keluar. Dia jadi belum sempat mengusik bayi itu.Ayesha tidak banyak bicara langsung mendorong stroler Adam masuk ke dalam.“Maaf, Nyonya. Tadi hanya diminta tolong ambil sunblok Nona Thalita.” Pengasuh Adam merasa bersalah karena sang nyonya marah anaknya ditinggal sendiri.Ayesha tentu cemas. Apa Nur tidak ingat, Adam pernah sampai hilang di kantor dan naik sendiri ke rooftop gedung demi ingin melihat helikopter. Dia juga pernah digigit ular di taman. Bag
Ayesha dan Nur keluar dari dalam mobil di bawah todongan pistol tiga pria misterius itu.Bocah kecil yang ada dalam gendogannya, awalnya tampak tertawa melihat tiga orang sangar itu menatapnya sambil menodongkan pistol.Namun, gertakan salah satu pria itu membuat Adam mulai tegang dan ketakutan. Ayesha memeluknya erat.“Nur, aku akan mengecoh mereka, lalu cobalah berlari dan mencari pertolongan!” bisiknya pada pengasuhnya itu saat mereka dipepetkan.Nur mengangguk dan menunggu celah para pria itu lengah. Di samping mereka ada ladang jagung. Kalau dia masuk ke ladang itu, pasti mereka kesulitan menembak dan mengejarnya.“Apa mau kalian?” tanya Ayesha melas. Tidak kasihankah mereka pada anaknya yang mulai merengek itu.“Kami diperintahkan untuk menghabisi kalian!” ujar seorang pria yang dekat sekali menodongkan pistolnya.“Tapi, anakku rewel. Dia harus meminum susunya. Biarkan pengasuhku m
“Sialan! Siapa yang membunuh Lucky?” Rahman tampak marah karena mendengar satu anak buah yang paling diandalkannya tewas terbunuh.Bagaimana bisa pria itu terbunuh begitu saja?“K-kami mengejar pengasuh anak itu, dan tiba-tiba anak buah Hilbram sudah mengepung. Sepertinya Lucky dibunuh anak buah Hilbram!” ungkap salah satu yang ikut dalam misi di kebun jagung itu.“Dashcam di mobil juga sepertinya tidak berfungsi. Jadi Lucky ditembak anak buah Hilbram, masih salah satu kemungkinan utamanya, Tuan.” Lapor yang lain.“Pekerjaan kalian macam anak baru saja. Dipikir dulu sebelum bertindak. Pria itu sudah tidak memiliki anak buah yang bisa diandalkan. Taher hanya anak baru kemarin sore yang biasa membuntut di ketiakku. Menghadapi para cecunguk itu saja kalian tidak becus!” Rahman masih ngedumel marah-marah tidak jelas.Dia sangat yakin, Hilbram sudah kehilangan taringnya setelah dia memutuskan membelot. Sejak dulu Rahman yang mengurus semuanya. Anak itu tidak boleh sepintar dirinya. Li