Fatma menghampiri Rahman di kantor tempat kerjanya lalu sedikit mendesaknya untuk menahan putrinya yang sudah berencana balik ke Indonesia. “Kenapa kau hanya diam saja? Tidakkah kau tahu bahwa Thalita sudah mempersiapkan diri untuk balik ke Indonesia? Sebagai suaminya harusnya kau menahannya!” Pria itu bangkit dan berdiri menghampiri ibu mertuanya itu, lalu dengan senyum miring berkata, "Putri Anda tidak pernah menganggapku sebagai suaminya, kenapa harus mengingatkanku sebagai suaminya saat begini?” “Dia akan mendatangi Hilbram dan mengadu macam-macam padanya. Kau tahu ‘kan, Hilbram menyayangi Thalita sejak dulu. Dia tidak akan terima kalau adik kesayangannya itu terlihat menyedihkan?” “Apa yang Anda takutkan?” Fatma menatap Rahman dengan heran. Mereka sudah membicarakan hal itu sebelumnya. Apakah pria ini tidak cemas, Thalita akan bisa merusak rencana mereka? “Aku kenal Tuan Bram lebih baik dari semua orang di dunia ini. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Dan Anda seharusnya
“Kejam!” Suara di sela isak Thalita terdengar.Wanita itu tidak berhenti menangis sepanjang perjalanan di pesawat mengingat nasib cintanya yang selalu berakhir mengenaskan.Dulu dia juga begitu membenci Mark saat pemuda itu tidak berhenti menggodanya. Namun lambat laun akhirnya dia mulai mencintai Mark.Ketika hubungan mereka sedang hangat-hangatnya, tiba-tiba Mark kesandung masalah dan memilih mengakhiri hubungannya. Meski Thalita tetap memintanya kembali, Mark justru berselingkuh dengan wanita lain dengan alasan Thalita-lah yang menghianatinya dengan hamil dari pria lain.Kemudian, ketika Thalita diharuskan menikah dengan sepupunya itu. Dia juga tidak mencintai Hilbram sebelumnya.Namun perlahan dia menyadari dan jatuh cinta padanya. Thalita mengagumi Hilbram dari segala sisi darinya. Terlebih mereka sempat besar bersama di bawah asuhan sang nenek.Thalita ingin pernikahan yang awalnya hanya sebuah perjanjian saja itu tidak aka
Pelayan di rumah menyambut dan membawakan koper Thalita ke kamar yang sudah disediakan untuknya. Ayesha yang diberi tahu bahwa Hilbram sudah kembali bersama sepupunya merasa harus menyambut mereka. Dia menggendong Adam yang baru selesai mandi untuk ikut menyambut tantenya. “Sudah datang, Mas?” sapa Ayesha pada suaminya. Hilbram tersenyum memeluk dan mencium Ayesha bergantian dengan putranya yang sudah ganteng itu. Sementara Thalita yang berjalan menyusul di belakangnya, melihat hal itu dengan geram. Thalita lupa bahwa Hilbram sangat mencintai istrinya itu. Melihat Ayesha yang terlihat lebih cantik dan anggun dalam pakaiannya yang sopan itu. Thalita jadi semakin tidak suka. Apalagi di antara mereka ada anak yang lucu itu. “Hallo, Tha?” sapa Ayesha pada Thalita yang berdiri dengan lemas itu. Ayesha juga sudah tahu apa yang terjadi pada sepupu suaminya itu. Karenanya dia jadi merasa cemas melihat Thalita yang tiba-tiba terlihat lemas. “Eh, Tha. Kenapa?” Hilbram melihat Thali
‘Pyarrr!’Suara sesuatu pecah dari kamar Thalita membuat pelayan yang menyiapkan sarapan pagi tidak jauh dari sana terkejut.“Lihat sana, jangan-jangan Nona Thalita kenapa-kenapa!” ujar Tika pada pelayan lainnya.Gegas pelayan itu berjalan membuka pintu kamar Thalita, namun tidak bisa karena pintu terkunci dari dalam.“Ada ap, Tik?” tanya Ayesha yang baru terlihat keluar.“Itu, Nyonya. Tadi ada suara sesuatu pecah dari kamar Nona Thalita. Namun pintunya terkunci, jadi kami tidak bisa memeriksanya,” ujar Tika menjelaskan.Ayesha menghampiri pintu itu dan mencoba menggedornya.“Tha? Kenapa? Apa kau baik-baik saja?” teriak Ayesha mencari tahu.Dari dalam Thalita mencebik mendengar suara Ayesha yang berteriak. Dia hanya menjatuhkan gelas yang dibawa pelayan semalam, mengapa dia secemas itu? Berlebihan sekali ‘kan?Wanita itu memang perhatian. Mungk
Ayesha sedang menunggui Adam yang bermain di halaman samping bersama pengasuhnya. Thalita yang jemu di dalam menghampiri mereka.“Apa kau sudah lebih baik?” tanya Ayesha pada Thalita yang datang menghampirinya.“Iya, terima kasih, Sha!” Thalita tersenyum. Kemudian melihat bayi yang sudah mulai berdiri itu dia jadi ingat Vivian. Anaknya dengan Rahman.Hal itu membuat rasa sakit hatinya kembali memuncak. Namun, Thalita harus menahannya. Dia akan membalaskan dendam pada pria busuk itu, yang sudah menghinanya dengan lebih membela pengasuhnya daripada dirinya yang merupakan istrinya sendiri.“Berapa usia Adam sekarang?” tanya Tahlita membuka obrolan.“Sembilan bulan, Tha. Aku ingat, kau juga punya bayi ‘kan?” tanya Ayesha balik setelah menjawab pertanyaan Thalita.Thalita tidak perlu bertanya dari mana Ayesha tahu kalau dirinya memiliki anak. Hilbram pasti sudah menceritakannya.&
“Ada apa, Sha?” Hilbram keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang masih basah dengan handuk. Dia melihat istrinya yang gusar di samping tempat tidur sambil memegang sesuatu.“Mas habis belanja?” tanya Ayesha.Hilbram melirik tangan yang memegang kertas kecil itu lalu mengambilnya.“Kau pasti mau tanya tentang ini?” ujarnya menunjukkan kertas struk belanja itu.“Aku minta maaf harus menanyakannya, tapi di sana hanya ada satu barang dan barang itu adalah...” Ayesha tidak perlu melanjutkannya. Hilbram sudah bisa membacanya. Dia yang membeli barang itu. pasti sudah tahu apa yang dimaksud Ayesha.Hilbram meremas barang itu dan membuangnya di tempat sampah. Meruntuki kenapa dirinya seceroboh itu malah memasukannya ke dalam kantong saku kemejanya. Masalahnya bisa panjang kalau Ayesha berpikir yang macam-macam.“Ada hal yang mungkin kelihatannya akan membuatmu salah paham, tapi sebenarnya tidak begitu adanya, Sha!”“Kenapa berbelit-belit. Mas tinggal menjelaskan untuk apa Mas
Ayesha sudah mendandani Adam dengan rapi. Hari ini dia dijadwalkan akan mengunjungi Yayasan Al Faruq untuk acara ulang tahun yayasan.Ayesha akan memamerkan Adam yang sudah sedikit-sedikit bisa berjalan itu. Dia merasa bangga putranya sehat dan aktif.Hanin pernah mengatakan bahwa isu perpisahan dirinya dan Hilbram beberapa waktu yang lalu sudah menjadi perbincangan di kalangan pendidik Yayasan Al Faruq.Karenanya, menghadiri acara ulang tahun yayasan dengan mengajak Adam adalah salah satu caranya untuk membantah isu yang sempat mereka perbincangkan. Walau sebenarnya mereka memang pernah ada dalam posisi berpisah.“Kau mau aku menemanimu?” Hilbram yang juga sudah rapi menghampiri istri dan jagoan kecilnya itu.“Bukannya waktu itu Mas sendiri yang bilang tidak bisa hadir karena bersamaan dengan acara di perusahaan?” Ayesha mengingatkan Hilbram. Sikapnya masih tampak enggan pada suaminya itu.“Be
“Astaga, kemana saja Mas Bram?” Gerutu Ayesha yang belum berhasil menghubungi suaminya. Selalu nada sibuk.Ayesha kembali terusik. Apakah mereka benar-benar sedang pergi bersama?Apa ada yang sengaja disembunyikan dari dirinya?Ayesha jadi kesal dan tidak mungkin bisa menerima jika ternyata selama ini suaminya membohongi dirinya. Dia pasti akan menyesali keputusannya kembali pada Hilbram secepat ini, sementara pria itu malah menyimpan skandal dengan sepupunya.Ayesha bingung, bagaimana bisa semudah itu mempercayai ucapan pria itu. Dirinya memang benar-benar lemah terhadap perasaannya pada Hilbram. “Kira-kira mereka janjian kemana?” gumam Ayesha yang tidak berhenti resah.“Sha, tadi Tian bilang, suamimu gak bisa janji datang. Soalnya mendadak ada meeting dengan perusahaannya di luar negri dan tidak bisa dia tinggalkan,” ujar Hanin yang sudah menyelesaikan formalitas acara dan kini sudah
“Selamat ulang tahun, Sayang!” bisik Hilbram di telinga Ayesha yang semalaman terlelap manja dalam dekapannya itu. Mata itu terbuka perlahan. Melihat suaminya sudah nampak berseri dia hanya menunduk malu. Rona pipinya jadi kemerahan. “Kenapa? Kau tidak suka hadiahku semalam?” Hilbram mengelus pipi yang kemerahan itu. “Hadiah yang mana?” Otak Ayesha sudah blank saja sepagi ini. “Hmm?” Hilbram menatapnya heran, apa sudah lupa hadiah yang diberikannya? Apa maksud Ayesha menanyakan hadiah yang mana? Hilbram jadi menahan senyumnya. “O-oh, suka, kok, Mas. Terima kasih!” dengan cepat Ayesha menjawab. Dia akan bertambah malu kalau saja sampai ketahuan memikirkan hadiah satunya lagi. Mudah-mudahan Hilbram tidak memahami maksudnya. “Terima kasihnya untuk hadiah yang mana?” Hilbram malah menggodanya. Ayesha mencebik sebal dan membuat Hilbram terkekeh. Apa pria ini benar-benar ingin membuatnya malu habis? “Benar ‘kan kata orang, setelah mengalami pertengkaran dan masalah, membuat hubung
Saat Hilbram meraih jemari itu dan menciuminya, Ayesha baru tersadar seharusnya menarik tangannya dari suaminya itu. Dia masih bingung dengan dirinya sendiri, sementara Hilbram terus berusaha memepetnya.“Sebelum meninggal, Kakek benar-benar memohon padaku agar menjaga dan menyelamatkan anak-anaknya. Aku terlibat janji yang tidak bisa aku ingkari—pada pria yang sudah memberikan hidup dan segalanya padaku. Aku harap kau bisa memakluminya, Sha. Setelah ini aku janji hidup dan matiku hanya tentangmu dan anak-anak kita,” ucap Hilbram berharap Ayesha memberinya sedikit pengertiannya.Kata-kata yang ditandaskan Hilbram semakin membuat Ayesha merasa begitu egois. Dia gelisah namun tidak lagi bisa berkutik dengan banyak alasan lagi untuk menghindar.“Kau sudah berjanji untuk tidak meninggalkanku, Sayang. Aku harap kau mengingatnya dengan baik.”Hilbram sungguh tidak sabar dengan keadaan yang bertele-tele ini. Dia mereng
“Aku baru tahu kalau sering berhubungan bisa membuat persalinan lancar.” Hilbram sepertinya sengaja mengulas perkataan dokter tadi saat mereka sudah di jalan pulang. Ayesha memang pernah membaca hal seperti itu, tapi tidak menyangka kalau dokter tadi menyarankannya begitu. Mana belum-belum dia sudah bilang janji, lagi, akan melakukan saran dokternya. “Itu kalau tidak sungsang, kalau sungsang percuma juga melakukannya!” Ayesha sedikit sebal karena pria ini seolah tampak bersemangat setelah mendengar hal itu. Pasti di kepalanya yang mesum itu sudah membayangkan tidur bersamanya. “Sepertinya kau keberatan kalau lahiran normal? Tidak apa juga sih, kita bisa pindah ke kota untuk proses persalinanmu.” “Enggak begitu, aku justru mau lahiran normal. Adam dulu lahir normal, kalau bisa adiknya juga harusnya lahir normal. Lagian, lahir dengan alami akan baik juga bagi kesehatan bayinya.” Sebenarnya Ayesha menyembunyikan kenyataan kalau dirinya takut jika membayangkan tubuhnya dibedah. Tidak
Kata-kata Ayesha seperti panah yang menancap tepat di jantung Hilbram. Pria ini sudah dikubangi perasaan yang bersalah sepanjang waktu. Terisak tanpa suara dan menangis tanpa air mata. Menyesap luka-luka batinnya seorang diri. Dan kini, mendengar langsung kekecewaan sang istri, perasaanya laksana kertas yang diremas-remas hingga meski di luruskan lagi bekas itu tetaplah sulit dilenyapkan.Matanya memerah dan dia hanya bisa menunduk sedih. Ingin sekali dia bersimpuh di kaki Ayesha dan bersujud padanya agar wanita itu tahu, dia sungguh merasa bersalah. Hatinya remuk mendengarnya mengalami semua ini.Namun wanita itu sudah bangkit dan terburu meninggalkannya. Sepertinya, Ayesha masih sangat terluka. Hilbram jadi sedih dan cemas menatap pintu kamar itu. Apakah istrinya di dalam sana sedang menangis?Dia jadi merasa kehadirannya sangat tidak ada gunanya.Ayesha berusaha mengontrol dirinya. Dihelanya napas panjang kemudian dia mulai se
Mbok Sri masuk untuk mengambilkan minyak dengan aroma eucaliptus. Dia mengatakan Ayesha menyukai aroma itu karena membuatnya merasa tenang dan nyaman.Hilbram mengambil botol minyak itu dan bergegas hendak ke kamar Ayesha. Namun Mbok Sri yang suka bertutur itu merasa harus memberitahunya dulu. “Habis mijit di kaki, biasanya Mbak Ayesha minta diolesi di perutnya. Soalnya kadang suka terasa gatal kalau tidak diolesi minyak,” Mbok Sri memberitahu apa adanya. Mereka suami istri, jadi sekalian agar Hilbram tahu kebiasaan istrinya itu.“Oh, baik, Mbok!”“Tapi ingat, Mas. Tidak boleh dipijit perutnya, hanya di olesi dengan lembut.” Perempuan itu mengingatkan, siapa tahu Hilbram tidak paham bahwa wanita hamil tidak boleh dipijit di bagian perutnya.“Iya, terima kasih atas penjelasannya, Mbok.”“Kalau begitu saya suapi Den Adam dulu ya, Mas. Sekalian mau bilang, ha
Adam terlihat senang sekali melihat kambing yang diikat di halaman samping rumah. Anak kecil itu menyodorkan rumput pada moncong kambing itu, yang kemudian segera dilahap kambingnya.Hal seperti itu saja sudah membuat Adam tertawa senang dan heboh sekali. Dia terlihat sangat bahagia apalagi sang papa sudah ada di dekatnya.“Papa, mana Pus?” Adam tiba-tiba menghampiri Hilbram karena teringat kucingnya.Saat pergi bersama kakeknya naik kereta mengelilingi kota Zermatt waktu itu, Adam membawa serta kucingnya. Sayangnya, dia harus meninggalkannya di stasiun Kota Visp ketika terjadi pengejaran. Tidak di sangka, Adam mengingat kucingnya itu lagi. “Oh, nanti kita cari pus lagi, ya?” jawab Hilbram lembut.Hilbram mengangkat Adam dan mendudukannya di pangkuan. Dia rindu sekali dengan putranya itu. diciuminya Adam dan sedikit bercanda dengannya.Bocah itu sudah banyak bicara sekarang. Padahal baru 4 bulan mer
Elyas sudah bersiap di depan rumah untuk di antar Miko ke stasiun kereta terdekat, mengingat sudah memutuskan akan berangkat sendiri dengan kereta api. Dia tidak ingin Miko meninggalkan Ayesha meski sudah ada anak buahnya yang lain berjaga.Adam merajuk pengen ikut, tapi entah apa yang disampikan Miko hingga anak kecil itu tidak lagi merajuk. Kini kembali ke sang mama yang masih berdiri di teras untuk melepas sang ayah.Sayang sekali, tiba-tiba ada tamu tidak di undang yang membuat Elyas tidak bisa segera masuk ke dalam mobil Miko.“Lho, Pak Carik? Ada apa?” sapa Elyas melihat pria yang waktu itu memberitahu ada surat untuknya, kini datang pagi-pagi padanya.“Saya bukan Pak Carik lagi, Pak. Pak Cariknya sudah tidak cuti. Jadi sudah tidak gantin tugas lagi.”Miko yang awalnya tampak awas mulai menatap pria itu sedikit santai. Sepertinya bukan pria yang berbahaya.“Ehem, okelah, Pak Tono mau apa?&rdquo
“Anak pintar makan yang banyak, ya!” tutur Ayesha pada Adam agar mau makan dengan lahap.“Ya, Mama...” sahut bocah lucu itu sambil terus mengunyah makanan yang sudah disuapkan ke dalam mulutnya.“Adik makan?” Adam menunjuk-nunjuk perut Ayesha yang membuncit itu, di dalam sana Adam sudah paham bahwa ada mahluk yang akan dipanggilnya adik.“Iya, Adik nanti makan sama Mama. Adam harus makan banyak biar kuat, biar besok bisa jagain adiknya.” Ayesha memberi pengertian pada anaknya yang tidak tahu apa sudah bisa memahaminya atau belum? Usianya baru 2 tahun lebih beberapa bulan. Masih sangat dini seharusnya memiliki seorang adik. Apalagi mengingat rumah tangganya kini mulai retak. Ayesha terkadang sempat berpikir, apakah keputusannya meminta cerai adalah hal yang tepat?Suara mobil terdengar di halaman rumah membuat Adam yang sedang disuapi Ayesha bangkit dan berlari keluar. Ayesha jadi ikut pen
“Om Bobby, aku pasrahkan perusahaan di Indonesia saat ini atas nama Farin. Itu haknya sebagai cucu keluarga Al Faruq. Tolong jaga untuk keponakan dan tanteku. Aku yakin, Om bisa melakukannya dengan baik," tutur Hilbram di depan para anak dan menantu keluarganya itu.Saat ini, dia akan melepas seluruh tanggung jawab untuk melindungi mereka dengan memberikan kekuasaan sehingga mereka bisa mengatur dan melindungi diri mereka masing-masing.Hilbram harus mengambil langkah ini meski akan keluar dari wasiat kakek neneknya yang menyerahkan sepenuhnya perusahaan Al Faruq atas namanya. Hilbram tidak ingin lagi mengabaikan keluarga kecilnya hanya untuk memenuhi tanggung jawabnya yang lain.“Tentu, Bram. Aku akan berusaha mengelolanya dengan baik.” Bobby menampakan kesanggupannya menerima tanggung jawab yang besar itu dari Hilbram—yang seharusnya semua ini adalah miliknya.“Terima kasih, Bram!” Hamida ber