“Aku boleh keluarin apa saja yang selama ini buat aku tidak terima dan sakit hati, enggak, Mas?” Ayesha masih menggunakan etika untuk meminta izin. Hilbram mengangguk. “Thalita itu suka sama Mas, dia tidak bisa hanya dianggap sepupu biasa. Bahkan Mas pernah menikahinya!” Hilbram hendak protes dengan pengulangan pembahasan itu lagi, namun Ayesha segera mengangkat tangan sebagai kode agar dia diberi waktu untuk menyelesaikan ucapannya. “Sepanjang hari selalu mencoba mengungkit semua hal tentang kedekatan kalian selama ini, sekedar ingin membuatku sakit hati” “Itu kamu tahu kalau dia hanya ingin buat kamu sakit hati. Jangan diladenin!” “Enggak bisa, Mas! Gimana enggak ngeladenin kalau apa yang dikatakannya ternyata benar. Mas sendiri yang terus bilang tidak-tidak pada akhirnya juga mengaku ‘kan?” “Mas bahkan tidak menjelaskan tentang pembalut itu, tentang betapa kau mencemaskannya, tentang dia yang kau biarkan tinggal serumah dengan wanita yang tentu hatinya akan sakit melihat si
“Mas sudah, aku capek lho!” Ayesha menolak kehadiran Hilbram yang tiba-tiba masuk ke kamar mandi dan kembali mencumbuinya di bawah shower.Pria itu tidak membiarkan istrinya membersihkan diri dulu, karena beban di bawah tubuhnya masih butuh untuk dilepaskan.Dia langsung mengangkat tubuh polos yang sudah basah itu kembali ke ranjang untuk mengeluarkan isi di sela selangkangannya.Ayesha tentu pasrah dan membiarkan saja suaminya itu melakukannya.Tubuhnya sudah lemah dan dia sungguh tidak berdaya sekedar menolak suaminya.Saat membuka bibirnya sekedar ingin memohon agar disudahi kegiatan mereka, pria yang bengis itu malah menyumpalinya dengan ciuman-ciumannya.❤️❤️❤️“Apa maksudmu, Taher?” Thalita nampak murka ketika Taher memintanya segera bersiap untuk ke Kota Pusat.“Tuan Bram memerintahkan hal itu, Nona. Kami sudah menyiapkan penerbangan untuk Nona ke Kota Pusat.” Taher menjelaskan pada Thalita.“Mana dia? Kenapa tidak berani sendiri yang memintaku pergi?”Thalita tidak mengindahka
Thalita mendengar Taher menelpon Hilbram untuk mengadukannya. Dia jadi kesal sekali dengan Hilbram karena beraninya hanya menyuruh asistennya itu yang memintanya keluar dari rumah ini. Bilang saja dia tidak tega melihatnya menangis-nangis.Bagaimanapun juga, Thalita tidak mau pergi dari rumah ini. Orang tuanya hanya memikirkan dirinya sendiri, lalu pria yang statusnya sebagai suaminya pun bahkan tega memukulinya demi selingkuhannya itu.Hanya Hilbram yang dia punya saat ini. Thalita tidak mau kehilangan perhatiannya.Dia harus memikirkan cara agar Hilbram tidak akan memintanya pergi. Sekilas dia melihat kotak makanan di meja. Ada tulisan sea food. Dia punya alergi dengan segala macam sea food. Thalita jadi punya ide.Ditolehnya ke kanan dan ke kiri, lalu dengan cepat disambarnya kotak makanan itu dan langsung dibawanya ke kamar.“Makananku mana?” Salah seorang satpam mencari-cari makanannya.Dia melihat Taher yang berjalan mendekat dengan penuh selidk.“Ada apa melihatku begitu?” Ta
Hilbram meminta Nur membawa Adam ke mobil dulu. Sudah ada Taher dan Miko menunggu mereka di luar. Dia menarik lengan istrinya itu dengan lembut untuk meminta pengertian. “Kau lihatlah kondisi Thalita, dia dirawat di rumah sakit ini juga. Nanti kalau sudah sehat, aku akan memintanya ke Kota Pusat,” ucap Hilbram membujuk. Berharap Ayesha memahami kondisi inii. Hilbram yakin setelah Ayesha melihat kondisi Thalita, dia tidak akan tega meminta Thalita pergi. Ayesha melihat raut serius di wajah suaminya itu. Dia jadi penasaran separah apa kondisi Thalita? “Dia kenapa, Mas?” tanya Ayesha melihat Thalita yang sampai harus dibantu tabung oksigen untuk bernapas. “Dokter bilang Alergi. Napasnya sesak dan seluruh tubuhnya bengkak. Barusan dia diberi obat penenang jadi baru bisa tidur.” Kalau tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa menyedihkannya keadaan Thalita, Ayesha mungkin masih tidak percaya. Dia jadi merasa bersalah sudah seburuk itu berpikir tentang Thalita. “Adam sudah
Suara Adzan dari mushola yang tidak jauh dari rumahnya menggugahnya dalam lelap tidur yang sepertinya baru saja dia memejamkan matanya.Saat merasakan tubuhnya terasa berat dalam pelukan seseorang, Ayesha membuka matanya dan melihat pria yang tampak sangat lelah ada di sampingnya. Sejak kapan suaminya itu datang?“Mas, aku mau sholat” ujar Ayesha yang tidak berhasil bangkit karena tangan Hilbram menarik tubuhnya kembali ke dekapannya.“Ya, bentar lagi, aku masih ngantuk!” tukas Hilbram dengan suara bantalnya mendekap Ayesha yang mencoba melepaskan diri itu.Ayesha akhirnya menunggu sebentar sampai pria ini melepaskannya. Dia juga masih mengantuk, tapi sudah tidak bisa mencoba memejamkan matanya. Hanya bisa menatapi wajah tampan yang masih anteng dalam pejaman matanya itu. “Jam berapa Mas pulang?” tanya Ayesha sambil membelai wajah itu dengan lembut.“Jam dua mungkin?” jawab Hilbram lebih terdengar sebagai gumaman.“Nunggu di rumah sakit?” tanya Ayesha lagi.Dia tahu, meski terlelap
“Tuan, Nona Thalita sudah dibawa pulang dan Nyonya Fatma juga sudah dijemput. Kondisi rumah Kota Pusat masih dalam renovasi, jadi belum layak untuk ditempati.” Taher melaporkan pada sang Tuan. Meski tahu ada sang nyonya di sampingnya.Ayesha menatap Taher yang berlalu setelah menyampaikan hal itu. Dia berpikir seolah pria itu sengaja menjelaskan tentang kondisi rumah Kota Pusat di hadapannya agar dirinya bisa memaklumi kalau Thalita tidak bisa pergi ke sana saat ini.“Kenapa rumah di Kota Pusat direnovasi?” tanya Ayesha kemudian meminta penjelasan. Padahal sebelumnya tidak ada sesuatu hal.“Kau mengira aku yang meminta itu agar Thalita tidak di antar ke sana?” Hilbram mulai merasa Ayesha sangat menyebalkan dengan terus mencurigainya.“Mas sakit hati sekali sepertinya?” Ayesha merasa suaminya dengan terang-terangan menunjukan rasa sebalnya.“Bukan begitu, Sayangku...” Hilbram segera menyadari sudah kelepasan salah bersikap.“Aku ‘kan sudah bilang tidak masalah juga Thalita tinggal d
Panggilan dari Ayesha membuat Hilbram teralihkan dari fokus pekerjaannya. Dia menyambar ponsel di meja kerjanya.“Iya, Sayang?” ujar Hilbram cepat, berharap istrinya itu berubah pikiran dan memintanya menjemputnya.“Aku hanya minta waktu sebentar, Mas. Kenapa masih mengirim orang mengawasiku? Tidak enak dengan Hanin sekeluarga yang kalau tahu merasa privasinya terganggu!”“Apa?” Hilbram terkejut Ayesha bahkan tahu hal itu.Hilbram tahu, Ayesha memang wanita cerdas, dia cepat sekali menghafal semua tentang dirinya. Sepertinya dia harus hati-hati dengan langkahnya.“Aku tidak bisa membiarkan anak dan istriku dalam bahaya, Sayang! Kau sudah tidak bersamaku, jadi aku tidak bisa tenang memikirkan kalian.” Hilbram dengan terpaksa mengakuinya. Saat panggilan diakhiri, Hilbram sambil keheranan menatap Miko. Raut kesal nampak juga di wajahnya.“Anak buahmu tidak profesional sekali. Istriku sampai tahu ada orang yang mengintainya.”“Benarkah?” Miko juga jadi keheranan. Sejeli apa nyonyanya
“Kau tidak sendiri, Sha! Ada aku bersamamu,” ujar Hanin yang terlihat lebih murka dari Ayesha sendiri.Dia melihat sahabatnya itu hanya terdiam dengan tatapan kosong sepanjang jalan, Hanin bertambah sakit hati.“Turunin aku sebentar, Nin!” ujar Ayesha yang merasa pusing.Hanin menghentikan mobilnya dan melihat Ayesha terburu-buru keluar. Dia duduk di trotoar jalan yang sepi itu sambil menangis sesenggukan. Hanin menatapnya dengan penuh iba. Bukan sekali ini dia melihat sahabatnya seperti itu.Ayesha bukan wanita yang jahat dan kejam hingga harus menerima takdir cinta yang terus membuatnya hancur itu. Ayesha anak sebatang kara yang malang. Hidupnya susah dan penuh cobaan. Pria kejam itu apa tidak punya rasa belas kasihan saat harus membuat wanita sebaik Ayesha mengalami semua ini.Bukankah akan lebih sederhana kalau dia mengakhiri hubungannya dengan Ayesha saat mereka terpisah waktu itu, jika dalam hatinya masih juga mencintai wanita lain?Apa karena mereka orang kaya lalu bisa seena