“Mas yakin di sini tempat tinggal Bibi Utari?” tanya Syera sembari menatap area sekitarnya. Karena jalan yang mereka tuju tak bisa dilalui mobil, keduanya pun memilih berjalan kaki. Syera sendiri tak masalah dengan hal itu. Ia lebih terkejut saat menyadari di mana mereka berada sekarang. Syera ingat betul jika jalan yang mereka lalui ini terhubung dengan area kontrakan yang selama bertahun-tahun ia tempati bersama ayahnya. Hanya saja area tempat tinggalnya dulu masih bisa dilalui kendaraan beroda empat. Sedangkan gang ini tak bisa. Namun, hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja untuk mencapai rumah yang dirinya tempati sejak kecil itu. “Aku juga baru tahu kemarin, tapi aku yakin alamatnya sudah benar. Kamu pasti familiar dengan daerah ini, ‘kan?” sahut Tama sembari merangkul pinggang istrinya. “Ini memperkuat bukti kalau mereka memang bekerja sama selama ini.” “Tentu saja, Mas. Aku menghabiskan waktu puluhan tahun di daerah ini. Aku tidak mungkin melupakannya. Aku tidak menyang
Tama memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. “Lupakan apa yang aku katakan barusan. Maafkan aku, Sayang. Kita tidak perlu berpisah. Bagaimana dengan anak-anak kalau tidak ada kamu?” Lelaki itu hendak menarik Syera ke pelukannya, namun sang istri malah bergerak mundur. Syera tertawa sinis dalam hati. Tama menahannya di sini hanya untuk menjadi pengasuh, bukan istri. Ia tahu selamanya hati lelaki itu hanya akan diisi oleh Kirana, kakaknya. Namun, kenyataan itu menyakiti hatinya. Belakangan ini Syera mulai menyadari sesuatu yang seharusnya tak boleh dirinya rasakan. Ia mulai menginginkan hubungan yang sejak awal tidak jelas arahnya ini. Berharap apa yang dirinya rasakan akan bertahan lama. Satu hal yang Syera sadari dalam beberapa hari terakhir adalah dirinya mulai menaruh perasaan pada lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu. Seseorang yang sejak awal memang tak pernah menginginkan keberadaannya selain untuk membalas dendam. “Sudah aku katakan kalau aku tidak bisa menjadi bayang
“Mas mau pergi ke mana malam-malam begini? Ada meeting penting?” tanya Syera sembari memperhatikan sang suami yang sedang mengancingkan kemeja di depan cermin. Sebenarnya Syera tahu ke mana suaminya akan pergi. Sudah pasti ke pesta anniversary yang undangannya ia temukan dua hari lalu. Dirinya mengira Tama memang tidak berminat datang ke pesta tersebut. Tetapi, ternyata suaminya malah sudah bersiap pergi, tentu tanpa membicarakan apa pun dengannya. Syera tak berharap Tama akan mengajaknya mendatangi pesta itu. Namun, setidaknya biasanya lelaki itu selalu mengatakan sesuatu padanya. Tidak seperti kali ini, ia sampai mengira suaminya tak akan datang. Mereka bertemu pandang di depan cermin. Namun, kali ini malah Tama yang lebih dulu mengalihkan pandangan. Seolah-olah enggan bertatapan dengan Syera. Padahal biasanya lelaki itu yang sering menatap Syera dengan sorot yang membuat sang empunya salah tingkah. “Bukan urusanmu,” jawab Tama datar. Sebelah sudut bibir Syera terangkat mendenga
“Mas, berhenti! Mas bisa membunuhnya!” teriak Syera sembari berusaha menarik sang suami yang memukuli Dareen membabi buta. Namun, Tama malah menyentak tangannya dan kembali memukuli Dareen. Syera menatap sekelilingnya, berharap ada orang yang bisa membantunya. Sayangnya, tempat mereka berada saat ini begitu sepi. Bahkan, para pelayan yang banyak berkeliaran di ballroom hotel juga tak terlihat di sini. Suara riuh musik yang masih terdengar menyebabkan kegaduhan di sini tak terdengar sampai ke area luar. Syera tak menyangka Tama akan tiba-tiba datang dan menyerang Dareen. Tadi posisinya dengan Dareen memang cukup dekat. Namun, sudah jelas mereka tak mungkin melakukan apa pun. Lelaki itu hanya ingin mengambil bulu matanya yang jatuh dan tama malah salah paham. Syera tidak berani meninggalkan dua lelaki yang sedang beradu jotos itu. Ia khawatir Tama akan semakin bertindak membabi buta. Karena tak tahu harus melakukan apa, wanita itu memberanikan diri untuk memeluk suaminya dari belakang
“Cinta?” Syera spontan tertawa mendengar jawaban Tama. Alih-alih senang, ia malah menganggap jawaban suaminya sebagai lelucon. “Mas, tolong jangan mengatakan alasan yang tidak masuk akal. Kalau memang tidak ada alasan lain, tidak apa-apa. Tapi, jangan dipaksakan seperti ini.”Jantungnya memang berdebar dua kali lebih cepat, namun Syera tak ingin mempercayai jawaban suaminya semudah itu. Rasanya terlalu mustahil mendengar pernyataan cinta dari lelaki itu. Tidak mungkin Tama mencintainya. Syera tahu selera suaminya adalah wanita berkelas. Seperti mendiang kakaknya atau setidaknya seperti Elena. Sedangkan dirinya hanya perempuan biasanya yang selama ini hidup pas-pasan. Jangankan mengutamakan penampilan, merias diri saja hanya ia sering lupa. Tak kembali mendengar rayuan manis sang suami, Syera pun berusaha melepaskan diri dari rengkuhan lelaki itu. Namun, Tama malah sengaja menghalangi pergerakannya. Apalagi dengan kursi mobil yang sempit begini, Syera semakin sulit bergerak. “Ke
“Apa hanya perasaanku saja atau pesawat ini lebih kecil dari ukuran normal? Dan kenapa hanya kita yang naik pesawat ini? Di mana penumpang lain? Atau kita datang terlalu awal?” tanya Syera yang kebingungan melihat keadaan di dalam pesawat yang sepi. Tak terlihat penumpang lain selain Syera, Tama dan kedua anak mereka. Malah ada beberapa bodyguard Tama yang wajahnya familiar bagi Syera. Suaminya sendiri mengatakan kalau mereka akan berbulan madu. Namun, apakah perlu sampai dikawal ketat begini?Semenjak banyak fakta mengejutkan di antara mereka terungkap, keduanya memang belum pernah bepergian jauh bersama. Tetapi, tetap saja ia merasa mereka tak perlu dikawal seketat ini. Apalagi Faisal yang terobsesi mencelakainya juga telah ditangkap polisi. “Ini pesawat pribadiku. Tentu saja penumpangnya hanya kita saja,” sahut Tama sembari merangkul pinggang Syera. Sedangkan satu tangan lagi menggendong Elvina yang sedari tadi sibuk berceloteh sendiri. “Ayo, kita akan berangkat sebentar lagi.
“Apa Mas benar-benar tidak bisa berkompromi dulu denganku sebelum merencanakan sesuatu?” gerutu Syera sembari melipat kedua tangannya di depan dada. “Setidaknya aku ingin ikut andil, bukan hanya duduk manis begini.”Syera dan Tama sudah berada di sebuah butik tempat mereka akan melakukan fitting baju. Seperti yang Tama katakan semalam, setelah sarapan di villa lelaki itu langsung mengajak Syera mengunjungi butik milik kenalannya. Dan sekarang mereka sedang menunggu pakaian yang Tama pesan diambil oleh petugas butik. Rencana yang diam-diam Tama lakukan kali ini jauh lebih mengejutkan di banding sebelumnya. Syera sudah sangat terkejut dengan rencana bulan madu dadakan yang lelaki itu buat. Tetapi, ia tak pernah menyangka apalagi berharap suaminya akan membuatkan pesta untuk pernikahan mereka. Lebih mengejutkannya lagi, acara tersebut akan dilaksanakan dua hari lagi. Seluruh persiapan sudah nyaris rampung, hanya tinggal fitting baju saja untuk mereka berdua. Rupanya bulan madu ini b
Hal paling menyakitkan yang pernah Syera rasakan adalah ketika melihat suaminya malah bermesraan dengan wanita lain, padahal mengatakan akan membuat momen indah berdua dengannya. Dadanya seakan diremas kuat. Syera mengira Tama benar-benar berada di toilet. Namun, ternyata lelaki itu sedang berduaan dengan Elena di sini. Walaupun jarak tempatnya berdiri dan tempat kedua sejoli itu berada cukup jauh, ia tahu apa yang sedang mereka lakukan. Syera pun langsung membalikkan tubuhnya dan hendak beranjak pergi. Namun, ia malah tak sengaja menyenggol tempat sampah di sampingnya hingga menimbulkan suara gaduh. Tentu saja kegaduhan itu terdengar hingga ke tempat kedua sejoli itu. “Maaf sudah mengganggu,” ucap Syera seraya kembali memutar langkah dan bergegas beranjak pergi dari sana tanpa menoleh lagi. Syera mengusap kasar sudut matanya yang berair sembari memacu langkah menjauh dari pemandangan yang menyayat hatinya. Ia pikir suaminya benar-benar serius padanya sampai mempersiapkan pesta per