"Siapa pun tidak ingin berada di situasi ini, Nasya. Aku tidak ingin menikah dengan Aina atau mendengarkan apa yang Mama ku inginkan, karena yang aku mau sejak awal adalah menikah dengan mu!" Jaka yang sekarang duduk di ujung ranjang sementara Nasya duduk di kursi, berpangku tangan dan menatap keluar jendela, ada koper pakaian kosong di dekatnya, awalnya koper itu penuh tetapi sekarang tidak lagi. "Tapi apa pun alasan Mas Jaka tetap saja bahwa Mas Jaka melanggar perkataan ibu Mas, dan aku nggak mau menjadi orang ketiga diantara anak dan ibu nya, aku tidak mau jika nanti putraku Aysan akan seperti itu. Jika memang harus seperti ini Mas, aku bisa kembali ke desa, ke orang tua ku dan tinggal bersama mereka, bahkan di desa ada masa depan," ucap Nasya yang bahkan tidak ingin bertatapan dengan Jaka, dia tidak mau menatap Jaka karena dia akan menangis. "Kamu bukan ibu seperti ibuku yang memaksa aku menikah dengan relasi, Aysan jika besar nanti harus menikah dengan gadis yang dicintainya, s
"Jadi kamu menemui aku untuk bekerja sama, karena kamu tunangannya Jaka dan aku mantan istrinya Nasya?" Tatapan Anjas menatap model super cantik di hadapannya itu terlihat datar dan cemberut, "Tidak usah berpikir seperti itu, lagi. Aku mulai sekarang tidak ingin menganggu hidup Nasya yang sudah tenang. Dan kami datang menawari aku tawaran untuk membuat hidup ku makin kacau saja." "Bukankah Jaka yang membuat hidup mu hancur? Pernikahan mu hancur karena dia. Jadi kau berpikir bahwa dengan membiarkan dia menikah dengan orang yang dicintainya akan membuat mu senang dan membalas rasa sakit kamu begitu?" Aina tertawa kecil duduk di hadapan Anjas yang sekarang mereka berada dalam kafe, bersama dan berbicara sesuatu yang tidak disenangi Anjas. "Diamlah, kau tahu apa mengenai rumah tangga ku." "Well aku tahu alasan Anara ya gadis itu menggoda mu, dia hanya menuruti perkataan Jaka kan? Dia dibayar oleh Jaka dan dia melakukan apa pun yang Jaka inginkan. Bukan begitu Anjas? Ucapan aku nggak sa
"Memangnya apa yang membuat mu benci dengan Jaka sampai mau balas dendam seperti ini?" Anjas yang sekarang mulai tertarik dengan pembahasan Aina, dia sebenarnya sudah berusaha mengala dan melupakan Nasya, tapi sepertinya dia tidak bisa. "Untuk hal itu kamu tidak perlu banyak tahu, Anjas. Masalah itu adalah hal pribadiku. sebaiknya kamu lakukan saja apa yang aku perintahkan kepada kamu," ucap Aina dengan nada yang tenang. "Bukankah kita sudah sepakat? Aku juga akan memberikan kamu imbalan yang tidak akan kamu tolak." Aina tersenyum dan Anjas terlihat dengan raut wajah yang datar, sua tidak membalas senyum Aina tetapi meneguk habis minumannya. "Baiklah katakan saja, apa yang harus aku lakukan, yang bisa membantu mu dan membuat ku mendapatkan kembali Nasya." Tatapan Anjas teduh, mungkin karena sudah sangat lelah. "Cukup usahakan saja agar kamu tidak berhenti mengejar dia. Aku rasa dia masih mencintai mu, dan kamu masih punya perasaan padanya. Jadi ya pertahankan saja usahamu." Cukup
"Bagaimana Jaka, Pa ada perkembangan?" Nasya yang bertanya kepada Jaka saat Jaka sekarang baru saja pulang setelah bertemu dengan Anara. "Perkembangan apa Nasya?" "Mengenai Aina dan ibumu, aku tidak ingin menjadi istrimu jika hanya menjadi sosok pengganggu, Aysan juga pasti hanya akan menjadi korban nantinya, jika dia tahu kenyataan yang sebenarnya di masa depan," ucap Nasya yang sekarang duduk di sofa, dia berpangku tangan dan terlihat wajahnya sangat lelah, seperti memikirkan banyak sekali hal. "Nasya." Jaka yang sekarang mendekati Nasya dan meraih tangan istrinya, "Dengarkan aku sayang, kamu tidak perlu memikirkan semua ini, maksudku, jangan terlalu memikirkan sesuatu yang tidak penting. mengenai Ibu aku, atau Aina, semuanya tidak perlu kamu pusingkan, yang perlu kamu lakukan adalah jaga kesehatan kamu, bermain puzzle, nonton series atau apa pun, cukup nikmati hari-hari mu bersama Aysan, di sini, ya." Jaka yang menatap Nasya dengan senyum. Nasya mengangguk setuju, dia tidak bis
"Ini yang kamu mau ha, menjadi mata-mata, menyebalkan." Anjas menjilat keningnya dan berdiri di samping tiang listrik menatap ke arah bangunan mansion yang dia yakin bahwa mansion itu adalah tempat tinggal Nasya. "Sudah tiga hari aku memantau rumah itu, tapi tidak sekali pun aku melihat Nasya kel ...."Tiba-tiba gerbang rumah yang dipantau olehnya terbuka dan keluar sebuah mobil hitam, dia melihat dari kejauhan masuk ke dalam kaca mobil mewah, ya walau agak samar tetapi Anjas bisa melihat siluet Nasya yang berada di dalam mobil. "Jadi sekarang kamu baru mau keluar rumah, ya Nasya?" Dia mulai bersiap-siap, dia tidak lagi menggunakan mobil, karena selama ini dia memang jauh lebih nyaman dengan sepeda motor, tapi karena gengsinya dengan para karyawan lain, sehingga dia sering menggunakan mobil. "Baiklah sekarang kamu akan ke mana. Aku akan ikut dengan mu." Anjas menjalankan mesin mobilnya, Nasya juga tidak tahu mengenai motor baru Anjas dan tidak akan mengenali Anjas yang berada di bal
Pertemuan dengan Anjas adalah sesuatu di luar dari ekspektasi Nasya, dia tidak pernah menyangka bahwa dia akan bertemu dengan Anjas di sana, di tempat yang dia selalu kenang. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan bahwa Anjas juga sering datang ke tempat itu, atau hanya kebetulan saja mereka bertemu, dan mungkin saja Anjas mengikuti Nasya selama ini. Sudah cukup, Nasya sudah tidak mau lagi bersikap lemah dan merasa istimewa, dia sama sekali tidak istimewa bagi dirinya yang terpenting adalah menjaga Aysan, kepalanya bisa saja meledak sekarang memikirkan bagaimana dia bisa lolos. Mungkin hidupnya akan bahagia jika dia bersama dengan Jaka tapi dengan cara seperti ini, memaksa diri untuk bersama, bukankah itu adalah sebuah bentuk keegoisan. Saat tiba di rumah, Nasya semakin terkejut ketika dia melihat seorang tamu datang dan ada di rumah, ya ini adalah pertama kalinya Nasya bertemu dengan ibu Jaka semenjak pertemuan pertama mereka, sudah sangat lam, ketika Nasya dan Jaka masih berkulia
"Kamu seharusnya tidak memperlakukan ibumu seperti itu, Jaka." Kening Nasya mengernyit, "Aku merasa bersalah jika kamu malah jadi anak durhaka." Nasya duduk di sofa, setelah beberapa saat ibu Jaka meninggalkan mansion. "Tidak usah dipikirkan, sudah cukup lama ibu mengontrol aku, dan sekarang aku tidak mau dikontrol lagi sama dia, pagi ini adalah masalah hati, aku tidak mau." Jaka yang ikut duduk di samping Nasya. "Kamu mungkin berpikir seperti itu, tapi coba pikirkan posisi ku, apalagi kalian sudah sempat bertunangan, kamu dan Aina, tidakkah kamu pikir itu? Bagaimana dengan posisi Aina, Jak?" "Dengar kan aku dulu, aku akan jelaskan kenapa aku tidak ingin dengan Aina, dia memiliki pacar sebelumnya, seorang kekasih, dan dia tidak masalah jika kamu berpisah dan memutuskan untuk tidak bertunangan lagi, hanya saja dia masih belum memberitahu ibu, dan mengatakan aku berbohong. Nyatanya saat itu, dia sangat mencinta pacar berandalan yang akan terus menyakiti dia, Nasya. Lalu pada saat
"Aku tidak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan kamu, bahwa aku sama sekali tidak berpura-pura akan semua yang terjadi di antara kita, Jaka." Nasya tampak memalingkan pandangannya dan mencoba agar Jaka bisa mempercayai dirinya tetapi sepertinya Sekarang sulit bagi Nasya untuk bisa meyakinkan Jaka bahwa selama ini dia tidak bersandiwara di hadapan Jaka. "Baik, aku tahu kamu mungkin masih belum bisa melupakan mantan suamimu, aku bisa memberikan waktu yang lebih lama bagimu ....""Tidak, aku sama sekali sudah melupakan dan tidak peduli lagi dengan dia!" "Lalu kenapa kamu terus aja mendatangi tempat pertama kalian bertemu, ha! kamu pikir supir pribadiku tidak memberitahu aku kemana kalian pergi? aku tahu semuanya Nasya, kamu tidak perlu menyembunyikan banyak hal dari aku, Karena aku tahu semuanya!" Jaka yang sekarang memalingkan pandangan dan tidak ingin menatap ke arah Nasya untuk beberapa saat. dia bahkan tidak mengatakan apa pun lalu pergi dari sana. Membuat Nasya merasa sangat diaba