"Memangnya apa yang membuat mu benci dengan Jaka sampai mau balas dendam seperti ini?" Anjas yang sekarang mulai tertarik dengan pembahasan Aina, dia sebenarnya sudah berusaha mengala dan melupakan Nasya, tapi sepertinya dia tidak bisa. "Untuk hal itu kamu tidak perlu banyak tahu, Anjas. Masalah itu adalah hal pribadiku. sebaiknya kamu lakukan saja apa yang aku perintahkan kepada kamu," ucap Aina dengan nada yang tenang. "Bukankah kita sudah sepakat? Aku juga akan memberikan kamu imbalan yang tidak akan kamu tolak." Aina tersenyum dan Anjas terlihat dengan raut wajah yang datar, sua tidak membalas senyum Aina tetapi meneguk habis minumannya. "Baiklah katakan saja, apa yang harus aku lakukan, yang bisa membantu mu dan membuat ku mendapatkan kembali Nasya." Tatapan Anjas teduh, mungkin karena sudah sangat lelah. "Cukup usahakan saja agar kamu tidak berhenti mengejar dia. Aku rasa dia masih mencintai mu, dan kamu masih punya perasaan padanya. Jadi ya pertahankan saja usahamu." Cukup
"Bagaimana Jaka, Pa ada perkembangan?" Nasya yang bertanya kepada Jaka saat Jaka sekarang baru saja pulang setelah bertemu dengan Anara. "Perkembangan apa Nasya?" "Mengenai Aina dan ibumu, aku tidak ingin menjadi istrimu jika hanya menjadi sosok pengganggu, Aysan juga pasti hanya akan menjadi korban nantinya, jika dia tahu kenyataan yang sebenarnya di masa depan," ucap Nasya yang sekarang duduk di sofa, dia berpangku tangan dan terlihat wajahnya sangat lelah, seperti memikirkan banyak sekali hal. "Nasya." Jaka yang sekarang mendekati Nasya dan meraih tangan istrinya, "Dengarkan aku sayang, kamu tidak perlu memikirkan semua ini, maksudku, jangan terlalu memikirkan sesuatu yang tidak penting. mengenai Ibu aku, atau Aina, semuanya tidak perlu kamu pusingkan, yang perlu kamu lakukan adalah jaga kesehatan kamu, bermain puzzle, nonton series atau apa pun, cukup nikmati hari-hari mu bersama Aysan, di sini, ya." Jaka yang menatap Nasya dengan senyum. Nasya mengangguk setuju, dia tidak bis
"Ini yang kamu mau ha, menjadi mata-mata, menyebalkan." Anjas menjilat keningnya dan berdiri di samping tiang listrik menatap ke arah bangunan mansion yang dia yakin bahwa mansion itu adalah tempat tinggal Nasya. "Sudah tiga hari aku memantau rumah itu, tapi tidak sekali pun aku melihat Nasya kel ...."Tiba-tiba gerbang rumah yang dipantau olehnya terbuka dan keluar sebuah mobil hitam, dia melihat dari kejauhan masuk ke dalam kaca mobil mewah, ya walau agak samar tetapi Anjas bisa melihat siluet Nasya yang berada di dalam mobil. "Jadi sekarang kamu baru mau keluar rumah, ya Nasya?" Dia mulai bersiap-siap, dia tidak lagi menggunakan mobil, karena selama ini dia memang jauh lebih nyaman dengan sepeda motor, tapi karena gengsinya dengan para karyawan lain, sehingga dia sering menggunakan mobil. "Baiklah sekarang kamu akan ke mana. Aku akan ikut dengan mu." Anjas menjalankan mesin mobilnya, Nasya juga tidak tahu mengenai motor baru Anjas dan tidak akan mengenali Anjas yang berada di bal
Pertemuan dengan Anjas adalah sesuatu di luar dari ekspektasi Nasya, dia tidak pernah menyangka bahwa dia akan bertemu dengan Anjas di sana, di tempat yang dia selalu kenang. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan bahwa Anjas juga sering datang ke tempat itu, atau hanya kebetulan saja mereka bertemu, dan mungkin saja Anjas mengikuti Nasya selama ini. Sudah cukup, Nasya sudah tidak mau lagi bersikap lemah dan merasa istimewa, dia sama sekali tidak istimewa bagi dirinya yang terpenting adalah menjaga Aysan, kepalanya bisa saja meledak sekarang memikirkan bagaimana dia bisa lolos. Mungkin hidupnya akan bahagia jika dia bersama dengan Jaka tapi dengan cara seperti ini, memaksa diri untuk bersama, bukankah itu adalah sebuah bentuk keegoisan. Saat tiba di rumah, Nasya semakin terkejut ketika dia melihat seorang tamu datang dan ada di rumah, ya ini adalah pertama kalinya Nasya bertemu dengan ibu Jaka semenjak pertemuan pertama mereka, sudah sangat lam, ketika Nasya dan Jaka masih berkulia
"Kamu seharusnya tidak memperlakukan ibumu seperti itu, Jaka." Kening Nasya mengernyit, "Aku merasa bersalah jika kamu malah jadi anak durhaka." Nasya duduk di sofa, setelah beberapa saat ibu Jaka meninggalkan mansion. "Tidak usah dipikirkan, sudah cukup lama ibu mengontrol aku, dan sekarang aku tidak mau dikontrol lagi sama dia, pagi ini adalah masalah hati, aku tidak mau." Jaka yang ikut duduk di samping Nasya. "Kamu mungkin berpikir seperti itu, tapi coba pikirkan posisi ku, apalagi kalian sudah sempat bertunangan, kamu dan Aina, tidakkah kamu pikir itu? Bagaimana dengan posisi Aina, Jak?" "Dengar kan aku dulu, aku akan jelaskan kenapa aku tidak ingin dengan Aina, dia memiliki pacar sebelumnya, seorang kekasih, dan dia tidak masalah jika kamu berpisah dan memutuskan untuk tidak bertunangan lagi, hanya saja dia masih belum memberitahu ibu, dan mengatakan aku berbohong. Nyatanya saat itu, dia sangat mencinta pacar berandalan yang akan terus menyakiti dia, Nasya. Lalu pada saat
"Aku tidak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan kamu, bahwa aku sama sekali tidak berpura-pura akan semua yang terjadi di antara kita, Jaka." Nasya tampak memalingkan pandangannya dan mencoba agar Jaka bisa mempercayai dirinya tetapi sepertinya Sekarang sulit bagi Nasya untuk bisa meyakinkan Jaka bahwa selama ini dia tidak bersandiwara di hadapan Jaka. "Baik, aku tahu kamu mungkin masih belum bisa melupakan mantan suamimu, aku bisa memberikan waktu yang lebih lama bagimu ....""Tidak, aku sama sekali sudah melupakan dan tidak peduli lagi dengan dia!" "Lalu kenapa kamu terus aja mendatangi tempat pertama kalian bertemu, ha! kamu pikir supir pribadiku tidak memberitahu aku kemana kalian pergi? aku tahu semuanya Nasya, kamu tidak perlu menyembunyikan banyak hal dari aku, Karena aku tahu semuanya!" Jaka yang sekarang memalingkan pandangan dan tidak ingin menatap ke arah Nasya untuk beberapa saat. dia bahkan tidak mengatakan apa pun lalu pergi dari sana. Membuat Nasya merasa sangat diaba
Ketahuan lagi Jaka oleh Nasya, dia menepuk jidat dan tak menyangka bahwa Nasya akan tahu, kali ini dia akan memutuskan hubungan dengan Anara, walau dia butuh gadis itu tapi tentu dia tidak ingin lagi bermain-main dengan Anara, pasalnya Anara sendiri yang memberitahu kakaknya mengenai masalah yang masih belum selesai apalagi kalau Anara memberitahu mengenai dia untuk Jaka. Entah Bagaimana cara Jaka untuk membujuk Nasya sekarang, dia betul-betul merasa kacau saat ini walaupun kekacauannya terdengar sangat konyol dan membuat Jaka sampai memikirkan tentang Nasya. Dia menganga tipis dan melihat bayangan Nasya menghilang dari pandangannya, ini tidak mungkin, dia berpikir bahwa Anara sudah kelewat batas. Mana mungkin Anara mau memberitahu Nasya sementara dia pasti tahu jika Nasya mengetahui semuanya habislah dia, hubungan Anara dan juga kerjasama yang dilakukan antara Jaka dan Anara hilang begitu saja. "ini tidak mungkin atau ini hanya sebuah tipu daya dan rencana dari Nasya untuk memojo
Mendengar apa yang dikatakan oleh Nasya membuat Jaka menganga tipis, dia tidak percaya bahwa Anara akan berkata hal demikian, dia lalu bernafas lega, dan menatap Nasya dengan tatapan yang teduh. Senyum mekar di bibir Jaka, sebuah senyum kecil yang sejuk jika dipandang, mereka kini bersandar di dinding menikmati suasana yang senyap dan begitu tenang. Nasya tidak pernah merasakan rasa nyaman dan tenang seperti yang dia rasakan saat ini, sulit untuk dibedakan perasaan senang dan tenang, tapi perasaan tenang jauh lebih dinikmati. "Aku tidak pernah setenang ini sebelumnya." Nasya yang kembali membuka mulut, "Di rumah ku sebelumnya, di rumah Anjas, ada banyak tetangga yang selalu bersuara bising, tapi jarang berkunjung ke rumah dan tidak sering kami berkomunikasi, tapi suara mereka kadang terdengar masuk ke rumah dan sangat tidak aku senangi, menyebalkan." Nasya yang menunduk, rasanya dia tidak merasakan sesuatu yang buruk ketika berada di rumah Jaka, "Atau mungkin rumah ini yang terlalu
Jaka panik luar biasa stelah dia melihat Nasya saat ini berada di dalam mobil yang berbeda dengannya, sebuah mobil taksi ke sebuah tempat yang dia kenali, yaitu rumah Anjas. Rupanya Nasya masih mengingat mengenai rumah mantan suaminya, tapi memorinya selama tiga tahun berlalu tidaklah dia ingat. Sementara di sisi yang lainnya Aysan sekarang berada di dalam rumah sakit dan berada dalam perawatan yang serius, yang membuat Jak betul-betul tidak bisa memahami situasi dan bagaimana dia akan mengontrol semua ini, semua yang terjadi sekarang. Walau pun seperti itu, dia tidak bisa melakukan apa pun selain ikut di belakang mobil taksi yang Nasya tumpangi, dan kini mobil itu berhenti tepat di hadapan rumah Anjas, sore sudah tiba, dan mungkin Anjas sudah berada di rumah saat ini, karena sudah jam pulang kantor. Nasya yang keluar dari taksi langsung menggedor-gedor pintu sambil berteriak di depan pintu, "Anjas, Mas, tolong cepat buka pintunya." "Nasya." Tangan Jaka langsung mencengkeram lenga
"Astaga." Kepanikan tentu saja sekarang dirasakan oleh Nasya, melihat bocah yang terus-menerus memanggilnya Mama sekarang terjatuh dari tangga menuju lantai paling bawah dan sekarang tubuhnya membeku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan olehnya. Tetapi beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa kekacauan itu terjadi karenanya, Lalu Nasya kemudian berlari menuruni tangga. "Aku mohon jangan terjadi sesuatu, kamu harus baik-baik saja, apa yang aku telah lakukan padanya." air mata kemudian mengalir dari pipinya. dia langsung membungkuk dan meraih tubuhnya yang kepalanya sekarang terbentur dan mengalir darah dari sana. bocah ini tidak sadarkan diri Nasya sama sekali tidak tahu bagaimana harus apa. Jadi yang dia lakukan adalah mungkin membaca itu dan keluar dari rumah, ke arah pos satpam. Nasya sekarang panik lalu berteriak, "Tolong, terjadi sesuatu, Tolong! Bantu aku, Pak." satpam yang sedang meminum kopi dan membaca koran di pos satpam yaitu mendengar suara Nasya langsung
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak
"Aku sudah katakan semuanya, berkali-kali, Nasya, tapi kenapa kau sama sekali tidak percaya?" Jaka mencondongkan tubuhnya ke arah Nasya yang menghindar dan mengernyitkan kening. "Tolong jangan terlalu dekat dengan ku," ucap Nasya, dia memalingkan pandangan dan Jaka merasa bahwa ya sebaiknya Nasya diberikan sedikit ruang. Lalu tidak lama setelah itu, Boca berusia tiga tahun yang sudah bisa dikatakan aktif dalam berbicara dan memahami pembicaraan ringan seseorang itu berjalan ke arah Jaka. "Aysan." Jaka berdiri dari duduknya dan menghampiri Aysan, "Apa kau butuh sesuatu?" "Apa Mama masih marah sama Aysan?" dia menundukkan kepala cara dia bicara masih sangat sulit untuk dipahami tapi Jaka bisa cukup memahami ucapan Aysan, Nasya juga bisa memahami ucapan itu tapi dia memalingkan pandangannya sekarang, dia tidak ingin memikirkan banyak hal selain pikirannya sendiri yang lupa semuanya. Sementara Jaka dia berlutut setengah di hadapan Aysan dan berusaha meyakinkan bocah itu. "Aysan, Nak.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Nasya yang sekarang berada dalam kondisi yang berantakan, wajahnya dan rambut gelombang yang bahkan belum disisir, matanya menandakan bahwa dia lelah dan tidak bisa berpikir jernih. Semua seolah menghilang dari memorinya. Dan hidup seolah tetap sama, dia merasa bahwa hidupnya sama seperti sebelumnya, tidak seperti apa yang dilihatnya sekarang, yaitu Jaka yang berada di hadapannya mungkin hanyalah omong kosong yang dibuat-buat oleh Jaka untuk mendekati Nasya, itulah Jaka di pikiran Nasya. "Seperti apa?" Jaka yang menyuguhkan makanan di atas meja, sekarang mereka berada di taman halaman depan rumah, Nasya tidak mau makan jika masih berada di dalam rumah karena dia menganggap bahwa jika dia terus berada di dalam rumah maka dia seolah dikurung di dalam sana. Dan dia tidak ingin seperti itu, Jaka pun tidak mau Nasya berpikir demikian. Sehingga yang dia lakukan adalah menuruti saja apa yang diinginkan oleh Nasya untuk saat ini. "Kau seperti menguru
Tok ... tok ... tok .... Suara ketukan yang datang dari luar kamar Nasya, saatnya adalah sarapan pagi, Nasya tidak membuka pintu semalam sehingga tidak ada makan malam yang membuat Jaka merasa cemas. Bagaimana tidak, Nasya menolak bertemu sementara Jaka terus membujuk dan menjelaskan apa yang terjadi. Walau berusaha, Jaka masih belum bisa membujuk. Pagi harinya, Jaka masih berusaha keras, tapi sepertinya Nasya masih menolak, karena itulah Jaka pun mencoba untuk membujuk satu kali, berharap kali ini Nasya mengurungkan niat untuk bersifat keras. Ketukan demi ketukan, bujukan demi bujukan, tak ada satu pun yang berhasil. Aysan juga sudah sangat ingin bertemu dengan ibunya, yang semakin membuat Jaka merasa tidak nyaman. Makan malam gagal, sarapan pagi pun tidak digubris, hingga akhirnya makan siang tiba, Jaka bahkan tidak masuk kerja, dan dia pun bersama dengan Aysan mencoba membujuk Nasya. "Mama tidak mau makan." Aysan dengan ucapan yang masih belum fasih, "Aku tidak mau kalau Mama
Untuk saat ini, Anara terlupakan dan dia hidup dengan dirinya sendiri, tidak ada siapa pun yang dia temani bahkan Jaka tak lagi menghubunginya, sementara dia sendiri berusaha untuk hidup tenang walau masih ada rasa benci terhadap kakaknya sendiri. Dia tidak ingin kakaknya bahagia dan dia berusaha agar bisa kembali mendapatkan kedamaian dan kebahagian dari kakaknya. Dengan kata lain dia berusaha agar bisa menghancurkan hidup kakaknya sendiri. Tetapi bukan momennya menceritakan mengenai Anara yang dab masalahnya yang terus menerus merugikan tubuhnya dan hidup dalam kebebasan malam, karena saat ini Nasya sedang bergelut dengan dirinya sendiri dan pikirannya, dia mondar-mandir dan bahkan lupa apa yang selama ini terjadi pada hidupnya. Foto dan rekaman terus dia lihat tapi sama sekali tidak ada yang membuat Nasya merasa percaya. Seolah semuanya begitu dibuat-buat. Jaka sementara mencoba menenangkan Aysan yang terus menangis memanggil ibunya yang terkunci di dalam kamar, walau berada di d
"Aku pikir Bu Nasya sudah sembuh, tapi ternyata itu hanya bersifat sementara saja," kata dokter Afia yang dipanggil kembali oleh Jaka, dokter Afia sangat baik dan merawat Nasya sebelumnya, dan Jaka berharap bahwa dokter Afia kembali bisa membantu Nasya. "Aku pikir begitu juga, dokter. Sayangnya aku salah dan ternyata alzheimer tidak semudah itu untuk hilang bagi pengidapnya." Dokter Afia diam sejenak dan berpikir lalu berkata, "Aku pikir itu bukan Alzheimer. Ini penyakit yang berbeda, aku tidak tahu apa. Alzheimer adalah penyakit yang tidak akan sembuh dan Bu Nasya sempat mengingat semuanya sementara penderita Alzheimer tidak bisa. Mungkin ini adalah penyakit yang disebabkan trauma berat, bukankah penyakit Bu Nasya pertama kali ada setelah dia mengalami trauma yang terjadi padanya di sekolah, Pak Jaka?" Jaka diam karena terlalu fokus dalam mendengarkan dan dia membayangkan apa yang akan terjadi jika penyakit Nasya betul-betul kembali dan Anjas datang kepadanya maka Nasya pasti akan
Mengetahui bahwa Nasya sekarang kembali mengalami penyakit Alzheimer yang akan melupakan apa pun yang terjadi membuat Anjas merasa semakin bersemangat untuk melakukan misi yang diberikan padanya, kini dia tahu apa yang harus dia lakukan, selain itu dia juga meminta agar Aina memberikan dia sebuah pekerjaan yang pada akhirnya Aina memberikan pekerjaan untuk menjadi seorang bodyguard pribadi dari Aina. Awalnya Anjas merasa enggan dan tak mau menjadi seorang bodyguard, tapi pada akhirnya dia menerima saja apa yang diinginkan oleh Aina. Lagi pula mereka memiliki misi yang sama dan berharap bahwa mereka bisa meraih misi mereka, memisahkan Jaka dan juga Nasya, yang di mana Anjas juga memiliki perasaan dendam pada Jaka, untuk pertama kali dalam hidupnya dia tidak akan membiarkan Jaka menang, dia sebenarnya jika bersaing dengan Jaka, maka Anjas akan keluar sebagai pemenang, tapi kali ini Jaka memenangkan Nasya bahkan Aysan yang membuat Anjas semakin membara karena selama ini dia belum pernah