Cloud menutup muka karena merasa malu. Sejak kabar kehamilannya diumumkan secara langsung oleh Nic lewat status aplikasi berbalas pesan, selain banyak doa juga banyak ledekan dari orang-orang terdekat yang harus dia dengar.Kehamilan Cloud ini jelas belum lama dari hubungannya dan Nic yang berubah membaik, hal ini lah yang membuat orang-orang terutama keluarga dekatnya menggoda dengan kata-kata 'kejar setoran'."Berhenti bisa tidak?" Cloud menjauhkan telapak tangan lantas membentak Rain. Mereka saat ini sedang berada di halaman belakang rumah Skala, berkumpul bersama sambil membahas kehamilan Cloud. "Sudah jangan meledekku terus!" Cloud malu dan nyaris merajuk. Ia memandang Nic yang sibuk memanggang daging sambil sesekali melirik dan tersenyum ke arahnya."Sayang, bantu aku! Suruh Kak Rain diam, atau setidaknya kamu tanggungjawab menggantikanku menjadi bulan-bulanan, kamu yang membuatku begini."Semua orang tertawa mendengar keluhan Cloud. Nic sendiri tak lantas merespon. Pria itu m
"Apa kamu menunggu lama?"Nina merasa tak enak hati melihat Thea sudah menunggunya di kafe yang berada di dalam sebuah mall."Tidak masalah, kopiku bahkan baru jadi." Thea memulas senyuman manis. Ia dan Nina memang memiliki janji untuk berbelanja bersama sore itu."Syukurlah, jalanan lebih padat dari biasanya." Nina membuang napas lega. Dia lantas duduk sebentar sebelum mengajak Thea jalan-jalan mencari apa yang diinginkan."Aku hanya punya budget dua sampai tiga juta, jadi aku harap kamu bisa membantuku memilih baju yang pas untuk dipakai liburan," ucap Thea.Ini adalah kali pertama Thea pergi ke pulau Kilikili. Ia tidak ingin sampai salah kostum, hingga sengaja meminta bantuan Nina untuk memilihkan baju yang hendak dia beli.Nina pun menuju toko bikini. Menurutnya baju renang adalah pakaian yang wajib dibawa ke sana.Thea mengerjap. Dia tercenung melihat bikini yang terpampang pada manekin di toko itu. Thea tentunya tidak ingat. Padahal dulu dirinya sering telanjang di depan pria hi
"Duduk yang benar, Cloud!""Awas, nanti perutmu terguncang!""Apa butuh sesuatu? Jangan banyak bergerak!""Pakai bantal ini untuk mengganjal punggungmu."Sepanjang penerbangan ke pulau Kilikili entah sudah berapa kali telinga penumpang lain mendengar kalimat Nic yang mencemaskan keadaan Cloud. Rain bahkan sampai geleng-geleng melihat tingkah adik iparnya. Dia menggerutu ke Embun dan disambut sang istri dengan senyum menawan serta sentuhan di pipi. Embun menarik kepala Rain agar bersandar ke pundaknya."Sudah tidur-tidur, jangan iri dengan kebahagiaan orang lain," ucap Embun.Skala dan Bianca sendiri tersenyum melihat sikap Nic. Tak ada kebahagiaan yang sangat diharapkan orangtua, selain memiliki menantu yang sangat perhatian ke anak kesayangan mereka."Nic benar-benar menggemaskan," ujar Bianca. "Dia pasti mengingatkanmu pada sosokku saat masih muda."Skala begitu percaya diri, hingga Bianca mencebikkan bibir dan membuang muka."Aku tidak percaya kakek-kakek sepertimu bisa narsis ju
"Eh.... Eh... Eh... Jangan-jangan!"Nic hampir membuat jantung Rio dan Aditya melompat keluar. Tanpa pengaman dan juga alat bantu Nic hendak memanjat pohon kelapa yang ada di dekat resort tempatnya menginap. Nic benar-benar ingin memetik kelapa sendiri untuk diberikan ke Cloud, tapi dihalangi oleh dia pria itu."Pak, Anda hanya butuh datang ke resto lalu memesan kelapa di sana. Kenapa harus susah-susah petik sendiri?" Rio melayangkan protes. Ia sebenarnya takut Nic memintanya menggantikan memanjat pohon tinggi itu. "Pak, Anda boleh bucin. Boleh melakukan apa saja untuk istri dan buah hati Anda yang masih di kandungan, tapi tolong jangan merusak liburan kami. "Aditya ikut menimpali. Bagaimanapun juga jika sampai Nic jatuh dan terluka pasti liburan ini akan terasa berbeda. "Apa kalian ingin aku menjadi ayah yang tidak bertanggungjawab? Kenapa kalian mencegah?" Nic membentak, ia melotot bergantian ke Rio dan Aditya yang masing-masing masih memegang erat lengannya. "Pak, coba Anda pas
Delapan tahun yang lalu “Kamu tahu? Pembunuh papamu adalah Skala Prawira. Pria itu masih saja hidup dengan tenang setelah perbuatan kejinya. Dia punya segalanya, Nic. Karena itu dia bisa dengan mudah membeli kebenaran, tapi apa kamu tahu? Kamu bisa membalas pria itu dengan kejam. Skala Prawira memiliki seorang anak perempuan. Jadikan anaknya sebagai alat membuat pria itu membayar perbuatannya pada papamu!” Nic duduk di meja kerja. Ia menutup kasar laptop di hadapannya saat mengingat ucapan pamannya. Mata Nic syarat akan kebencian, berbeda dengan Cloud yang hari itu kembali dibuat Bianca kesal karena terus saja membahas perjodohan. “Aku tidak akan menikah, aku tidak mau menikah!” Ucapan Cloud membuat kepala Bianca tiba-tiba pening. Tekanan darahnya seperti naik sampai ke tengkuk. Bagi wanita paruh baya itu, membuat putri kesayangannya berkencan jauh lebih sulit ketimbang memberi setumpuk pekerjaan. “Cloud, apa kamu mau membuat Mama cepat mati? Setidaknya bawa pria ke sini untuk dik
“Kenapa adikmu jadi seperti ini, Rain?”Bianca tak bisa menahan sesak di dada, dia menangis di pelukan Rain. Antara bersyukur Cloud bisa bangun lagi dan sedih karena putri kesayangannya itu berubah sikap semenjak kejadian nahas yang menimpanya.Akibat terjatuh ke laut, Cloud mengalami koma selama tujuh hari dan sempat mengalami henti napas. Gadis itu tidak bisa menjelaskan dengan pasti apa yang terjadi padanya. Cloud bahkan harus bertemu dokter jiwa untuk melakukan sesi diskusi, tapi dia malah menceritakan hal-hal aneh yang tidak masuk akal.“Aku ingat jatuh ke laut, rasanya tidak memiliki tenaga untuk berenang naik ke permukaan. Aku sudah merasa bahwa hari itu pasti akan mati, tapi tiba-tiba aku terbangun dan menemukan diriku terjebak ditubuh seorang gadis bernama Ariel.”“Apa Ariel dalam game LOLOLOVE aplikasi pencarian jodoh itu?”“Ya, dia. Aku harus memenangkan game itu agar bisa kembali ke dunia nyata.”Psikiater yang baru saja melakukan perbincangan dengan Cloud nampak menghela
Malam itu Bianca merasa sangat bahagia, karena untuk pertama kali setelah kecelakaan yang menimpanya Cloud mau menghadiri pesta yang digelar temannya. Anak gadisnya itu juga tak sungkan meminta bantuan merapikan tatanan rambut padanya.“Sudah selesai, sekarang coba berdiri di depan cermin!”Cloud menurut lantas mematut diri. Ia menggerakkan pelan kepalanya ke kiri dan kanan lalu memutar badan untuk memastikan bagian belakang rambut dan gaunnya sudah paripurna.“Aku akan pulang sebelum jam dua belas malam,” ucap Cloud seraya mengambil tas tangan yang ada di meja.“Terserah kamu saja! Hari ini pokoknya Mama dan papa bebaskan kamu. Mau kamu pesta sampai pagi pun tidak apa-apa, asal jaga diri baik-baik.”Cloud mengangguk mendengar ucapan Bianca. Di dalam kepalanya muncul sebuah tanda tanya besar. Cloud merasa sedikit aneh. Bukankah biasanya orangtua akan meminta anak perempuannya untuk tidak pulang terlalu malam.“Baiklah, lagipula aku juga punya kunci rumah,” jawab Cloud. “Mama tidak per
"Tidak! Aku tidak minum itu. Minuman keras hanya merusak otakku."Cloud menolak uluran gelas berleher tinggi dari temannya. Dia tertawa lantas berjalan menuju meja hidangan untuk mengambil jus dari sana. Cloud menyesap sedikit lalu memutar badan untuk kembali berbaur dengan teman-temannya. Namun, tak Cloud duga ada seseorang yang berdiri tepat di belakangnya, cairan di dalam gelas yang dia pegang pun mengenai bagian depan jas orang itu dan membuatnya panik. "Maaf!" Cloud meletakkan gelas ke meja lalu menyambar sekotak tisu yang memang ada di setiap meja, tapi bukan untuk membersihkan, tapi dia berikan ke orang itu agar melakukannya sendiri."Kenapa melihatku seperti itu?" Cloud mendongak, keningnya berkerut melihat Nic yang memasang muka dingin padanya."Bukankah seharusnya kamu yang membersihkannya? Kamu sudah menumpahkan jus itu ke jasku dan menyuruhku membersihkannya sendiri? Sopan sekali!" Nic berpura-pura tergelak ironi, padahal dia sengaja berdiri merapat ke Cloud agar gadis i