"Pa, tidak usah melibatkan orang lain! Papa bisa melakukan investigasi sendiri."Larangan Cloud membuat kening Skala berkerut. Sedangkan Nic hanya melirik dengan ekor mata. Ia seperti sedang melakukan taruhan hidup dan mati, jika sampai Cloud membocorkan rahasianya ke Skala saat ini juga, sudah pasti dia akan mendapat kesulitan. Namun, menyadari Kala berada di gendongannya Nic pun merasa tenang. Ia memeluk bocah itu yang tampak kembali mengantuk, hingga Bianca tak tega dan mengambil alih Kala dari dekapannya."Biarkan Kala tidur sama Mama," ucap Bianca.Nic memberikan Kala ke sang mertua, memandang Bianca yang berjalan keluar sambil menepuk-nepuk lembut punggung Kala. Ia sendiri tak berniat beranjak pergi dari ruangan itu tanpa Cloud bersamanya."Pa, aku yakin kak Rain akan menemukan penyebabnya." Cloud bicara lagi. Ia hanya tak ingin sampai Skala mengiyakan, membuat Nic berakhir membantu dan malah memanipulasi bukti yang ada."Tidak perlu Nic, kamu pasti sudah sibuk memikirkan masala
Nic mematikan televisi yang ada di ruang kerjanya. Ia baru saja melihat berita tentang laporan investigasi kebakaran pabrik milik mertuanya. Nic menarik sudut bibir, sudah sangat jelas bahwa pabrik itu sengaja dibakar oleh orang suruhannya, tapi bagaimana bisa hasil investigasi menyebutkan akibat konsleting listrik, sehingga membuat salah satu mesin produksi terbakar dan meledak."Apa mereka bodoh? Jika meledak pasti akan banyak korban jiwa," ucap Nic. Meski kesal, tapi dia merasa cukup salut karena mitigasi yang dilakukan oleh pabrik Skala benar-benar hebat. Seluruh pabrik hampir habis terbakar. Namun, tidak ada satupun korban jiwa maupun luka.Nic melipat tangan ke depan dada lalu menyandarkan punggung ke kursi. Tatapannya kini tertuju pada ponsel yang ada di meja. Beberapa saat yang lalu Amara memberitahu bahwa Cloud menjadi bintang tamu di salah satu acara yang ada di stasiun TV tempatnya bekerja. Acara itu akan disiarkan secara langsung, dan Amara pun bertanya haruskah dia membua
BRAKAmara membanting pintu ruang kerja Nic dan membuat pria itu kaget sampai berdiri dari kursinya. Rio yang sedang menunggu di depan meja kerja Nic juga ikut kaget. Keduanya heran mendapati Amara masuk dengan emosi bahkan dada wanita itu tampak naik turun tak karuan."Kamu bisa keluar dulu!" Titah Nic ke Rio. Sekretarisnya itu pun mengangguk, tapi sebelum keluar dari ruangan sang atasan, dia bertanya apakah harus membuat teh untuk Amara."Tidak perlu! Aku akan memanggilmu jika membutuhkan sesuatu," ucap Nic. Ia memandang Rio, memastikannya keluar dan menutup pintu, setelah itu bertanya ke Amara. "Kenapa kamu tiba-tiba datang ke sini? Ada apa?""Cloud, wanita itu. Dia memberikan foto-foto kedekatan kita ke papa dan juga CEO-ku," ucap Amara dengan nada geram."Papamu sudah tahu kita berteman lama, dan bilang saja ke CEO-mu kalau kita teman," jawab Nic dengan santai. Menurutnya hal itu tidak perlu diributkan. Berbeda dengan Amara yang kesal karena apa yang dilakukan Cloud menunjukka
"Tidak mau makan?"Cloud masih tak percaya dengan apa yang dilakukan Nic saat ini. Pria itu duduk di depannya sambil menikmati nasi goreng tenda pinggir jalan yang memang baru buka di jam malam."Aku bilang tidak lapar, kenapa juga kamu pesankan?" Ketus Cloud. Ia menyesap es jeruk dari gelas sambil memalingkan muka. "Kamu tahu tidak makan nasi goreng di malam hari itu tidak baik? Karbohidrat kompleksnya tidak akan bisa diserap tubuh, kamu bisa kegemukan atau bahkan terkena diabetes," cerocosnya. "Bukankah itu bagus untukmu dan keluargamu, kalau aku penyakitan dan cepat mati."Cloud diam. Ia hanya bisa memandangi wajah Nic yang baru saja membantah ucapannya. Cloud berharap Nic tidak mengajaknya berdebat soal Amara. Sungguh dia sudah tidak memiliki tenaga untuk membahas masalah itu. Besok malam fashion show produk baru perusahaannya akan digelar, Cloud tidak ingin suasana hatinya berantakan hanya karena wanita itu.Cloud memilih berdiri. Ia Memberikan piring berisi nasi goreng yang be
“Aku akan membalasnya, Nic. Aku akan membuat acaranya hancur.” “Apa yang mau kamu lakukan?” “Lihat saja nanti! Dan nikmati pertunjukkan yang akan aku perlihatkan ke semua orang.” Amara menggenggam erat kemudi mobil menuju suatu tempat. Ia mengingat ucapannya ke Nic beberapa saat yang lalu. Rasa bencinya ke Cloud sejauh ini hanya didasari oleh dua hal. Pertama, karena wanita itu adalah istri dari pria yang dicintainya. Kedua, karena Cloud begitu tangguh sampai masih tak mau meninggalkan Nic meski sudah disakiti sedemikian rupa. Amara berpikir jika Nic tidak bisa membalas Cloud untuknya, maka dia akan membalas wanita itu sendiri. Ia sangat kesal, karena Nic seolah tidak mau membelanya kali ini. Amara sengaja mengundang salah satu model yang ambil andil dalam peragaan busana di acara perusahaan Cloud malam nanti. Ia ingin menawarkan beberapa keuntungan ke model itu, agar mau membantunya mengacaukan acara yang sangat Cloud tunggu-tunggu. Dengan keahliannya dalam berbicara, Amara menja
Cindy yang datang untuk ikut melakukan geladi bersih tampak bersikap biasa. Ia mulai berpikir untuk melancarkan aksi memasukkan obat pencahar yang diberikan oleh Amara ke rekannya sesama model.Berharap semuanya lancar, tapi Cindy dibuat harus memutar otak karena mengalami kendala. Dirinya datang saat jam makan siang sudah lewat. Terlebih dia lupa kalau acara fashion show itu digelar di sebuah hotel bintang lima. Mencampurkan obat ke makanan jelas sangat susah untuk dilakukan.“Sial! Aku pikir ini mudah,” gumam Cindy. Ia gusar, bahkan menggaruk kepalanya frustasi. Hingga sebuah ide tiba-tiba terlintas di pikirannya.Cindy pun memesan kopi dari luar, dan saat kopi itu datang dia sengaja tak langsung memberikannya ke para model. Cindy membawa kopi itu ke ruangan kosong yang ada di dekat ballroom, dan lebih dulu membuka tutupnya untuk diberi beberapa tetes obat pencahar.Sesekali dia menoleh ke kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada seorangpun yang melihatnya melakukan perbuatan itu.
Tepuk tangan para tamu undangan riuh terdengar, satu persatu rangkaian acara malam itu mulai berjalan. Namun, ada satu hal yang membuat semua orang heran, bagian Cloud yang seharusnya memberi sambutan di depan dilewati begitu saja. Sama halnya dengan tamu yang lain, Bianca sampai berbisik ke Skala sambil memperlihatkan susunan acara yang ada di undangan yang dia bawa. Nic sendiri mulai bertanya-tanya, tapi dia enggan untuk mengeluarkan ponsel dan menghubungi Amara. “Mama mana, Pa?” Tanya Kala yang sejak tadi menunggu Cloud muncul. Nic yang juga tak tahu dan hanya bisa meminta putranya bersabar, dia berkata mungkin saja Cloud sedang sibuk di belakang panggung. Ia sendiri tiba-tiba merasa kesal mendapati Arkan tak berada di kursinya dan malah sibuk mengambil gambar dengan kamera yang dibawa. Nic pikir sepupunya itu pasti menunggu Cloud muncul agar bisa mendapat fotonya dari jarak dekat. Para tamu masih menunggu-nunggu puncak dari acara itu, hingga tiba-tiba lampu utama meredup bergan
Cloud tak bisa berkata-kata mendengar kalimat seposesif itu dari bibir suaminya. Jika saja Nic benar-benar mencintainya, jika saja pria itu bisa membuka hati untuk menjalani rumah tangga penuh romansa dengannya. Namun, Cloud tahu Nic hanya candu dengan kemolekan tubuhnya. Mereka masih memandang wajah satu sama lain. Sampai Tasya mendekat dan memberikan tas Cloud juga kunci kamar milik atasannya itu."Maaf Bu, saya takut meninggalkan tas Anda di belakang."Cloud menoleh dan tersenyum. Ia menerima tas dan kunci kamarnya dari tangan Tasya lantas mengucapkan terima kasih. Ia memperbolehkan sekretarisnya itu pulang. Cloud menundukkan kepala saat para tamu yang satu persatu hendak pergi menyapa, sampai senyuman di wajah Cloud terlihat lebih semringah, membuat Nic menoleh ke arah wanita itu menatap.Nic berdecak sebal menyadari Arkan mendekat. Ia bisa menebak sepupunya itu pasti akan mengajak Cloud mengobrol. Tak ingin hatinya semakin terbakar api cemburu, Nic mencekal pergelangan tangan Clo
Satu bulan kemudian Hari itu awan mendung menyelimuti hati Cloud. Sejak Nic berangkat kerja dan Kala sekolah, Cloud terus menangis karena merasa sangat bersalah ke baby Gaza juga Kala. Bukan tanpa alasan Cloud bersikap seperti ini. Beberapa hari ini dia sering merasa mual dan lemas. Bahkan setelah makan banyak dan mengonsumsi vitamin kondisinya juga masih sama. Hingga, Cloud yang memang sejak melahirkan baby Gaza belum mendapat tamu bulanan memilih untuk mencoba melakukan uji kehamilan. Cloud awalnya hanya iseng dan berpikir untuk tidak berpikir yang macam-macam, tapi dia berakhir lemas saat melihat dua garis merah tertera jelas pada alat uji kehamilan yang dia gunakan. Hati Cloud sedih, merasa sangat bersalah pada dua anaknya terutama ke baby Gaza yang baru saja berumur empat bulan. Karena hal itu, Cloud tidak bisa fokus bekerja dengan tenang meskipun masih bekerja dari rumah. Dia juga takut memberitahu Nic dan sekarang hanya Bianca yang menjadi tumpuannya. Setelah mengetahui diri
Cloud meraba dada Nic, mengusap lembut sambil merapatkan tubuhnya dan menciumi punggung pria itu. Cloud tahu Nic mengizinkannya melakukan itu saat tak mendapatkan penolakan sama sekali, bahkan saat dia mulai menempelkan lalu menggesekkan dadanya yang memang lebih padat karena berisi ASI putra kedua mereka. Nic diam-diam tersenyum, menikmati sentuhan Cloud. Tak lama tanpa ragu Nic akhirnya meraih tangan Cloud yang sejak tadi mengusap dada untuk mulai mengusap miliknya yang berada di antara paha.Cloud tersenyum penuh arti, dia mengangkat kepala untuk menjangkau tengkuk Nic dan memberi kecupan di sana, tak puas Cloud menggigit kecil cuping telinga suaminya bahkan menggelitik beberapa detik menggunakan ujung lidah.Nic pun tak sanggup lagi, dia bergerak dan Cloud pun bergeser, secepat kilat Nic mengurung tubuh Cloud, mencekal ke dua tangan istrinya di sisi kepala."Apa kamu tahu hukuman apa yang pantas diberikan ke wanita yang membuat prianya cemburu?" Tanya Nic."Aku tidak tahu, tapi k
Tidak terasa tiga bulan pun berlalu. Siang itu Cloud menitipkan Gaza ke Bianca karena harus menghadiri pesta pernikahan Thea dan Aditya.“Misal nanti Gaza rewel atau kenapa-napa, Mama langsung kabari aku saja,” ucap Cloud saat menitipkan putra ke duanya.“Kamu itu kayak baru kali ini nitipin anakmu ke Mama,” ucap Bianca. “Kayak masih setengah ga percaya.”Cloud pun tersenyum lebar mendengar protes Bianca kemudian membalas, “Bukan begitu, Ma. Siapa tahu Mama tidak bisa mengatasi kalau Gaza sedang rewel.”“Sudah kamu tenang saja. Nikmati pesta Thea dan jangan mikir yang aneh-aneh. Mama akan menjaga Gaza dengan baik,” ujar Bianca.Cloud pun melebarkan senyum mendengar ucapan Bianca. Dia lantas berpamitan dan pergi bersama Nic juga Kala. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat mengenakan setelan jas yang sama, Kala bahkan memperlihatkan aura seperti anak bangsawan.“Ayo!” Nic mengulurkan tangan ke Cloud agar istrinya itu bisa menuruni anak tangga dengan nyaman. Mereka te
“Hai.”Arkan masuk menyapa Cloud dan Nic yang ada di kamar. Nic yang awalnya tegang seketika rileks saat menyadari sepupunya datang mengajak Shafira dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya dengan bangga.Nic pun bisa menerima kehadiran Arkan, bahkan bersikap ramah saat menyadari tatapan mata pria itu sudah sangat berbeda ke Cloud.“Bagaimana kondisimu dan juga bayimu?” Tanya Arkan. Dia berdiri di dekat ranjang Cloud bersisian dengan sang kekasih.Cloud sendiri tampak begitu kagum melihat bagaimana anggunnya Shafira. Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang fashion, Cloud mendapat inspirasi bagaimana kalau perusahaannya mulai mencoba merambah dunia busana yang bisa dikenakan juga oleh para wanita yang mengenakan hijab.“Kami sehat, bahkan besok aku sudah diperbolehkan pulang,” jawab Cloud lantas menoleh ke baby box di mana bayinya sedang tidur.Shafira langsung mengalihkan tatapan ke sana, senyum gadis itu merekah bahkan diam-diam menarik bagian kemeja Arkan yang a
Kala masuk dan langsung menuju box bayi di mana sang adik tidur. Dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana wajah sang adik dari pada menyapa Cloud dan Nic lebih dulu. Berbeda dengan Bianca yang datang bersama rombongan putranya dan juga Skala. Wanita itu mendekati Cloud dan memeluk putrinya dengan tangis haru."Selamat ya! Kamu hebat, Cloud. Mama bangga," bisik Bianca. Perlahan dia mengurai pelukan sambil berkata membawakan makanan kesukaan Cloud. Bianca menjauh agar yang lainnya juga bisa mengucapkan selamat ke ibu dua anak itu.Seluruh anggota keluarga sudah melek akan informasi hingga berusaha agar Cloud tidak sampai mengalami Baby Blues Syndrome. Ya, terkadang seorang ibu yang baru saja melahirkan merasa tersisihkan, melihat bagaimana sikap orang sekitar yang lebih memperhatikan bayinya dari pada dia yang berjuang mempertaruhkan nyawa."Aku dan Embun sudah menyiapkan kado untukmu, coba lihat!" Pinta Rain sambil mengulurkan sebuah tas kertas kecil ke Cloud. Setelah sang adik
"Ners, tolong itu suami saya!"Cloud yang sudah ingin mengejan masih bisa memikirkan Nic yang baru saja terkena mental. Seorang perawat pun mencoba mendekat untuk memastikan keadaan Nic. Dia memegang lengan pria itu yang tatapannya terlihat kosong."Anda duduk saja di sini ya, Pak!" Ucap perawat itu sebelum kembali mendekat ke ranjang untuk mendengarkan keputusan dokter."Ibu tahan ya! Kita pindah ke ruang bersalin."Dokter pun memberi kode ke perawat yang berada di dekatnya dan Cloud pun segera dipindahkan. Nic sendiri seolah baru sadar saat ranjang sang istri dibawa keluar. Dia berdiri bergegas mengikuti ke mana Cloud pergi."Pak, Anda hanya boleh masuk kalau yakin kuat melihat apa yang terjadi di dalam, kalau tidak lebih baik Anda menunggu di luar." Dokter menahan Nic di depan pintu. Wajah pucat pria itu semakin membuat Dokter berpikir Nic sama sekali tidak siap menemani persalinan Cloud. Dokter pun hendak masuk tapi Nic menerobos sambil berkata dia kuat dan mampu.Meski wajahnya
Kelakuan Nic membuat Kala sampai terbangun, anak itu menggosok mata melihat Cloud berdiri menyanggah pinggang sedangkan Nic sibuk berganti baju. “Mama,” panggil Kala. Cloud yang mendengarnya menoleh, dia pun mendekat ke Nic dan memukul lengan sang suami karena membuat Kala terbangun.“Kala bangun gara-gara kamu,” ucap Cloud masih sambil menahan sakit di bagian perut bawah. Dia mengusap pipi agar Kala tak sampai melihatnya menangis. “Mama, apa Mama masih marah?” Cloud menoleh dan buru-buru menghampiri Kala. Dia membelai pipi anak itu dan mencium puncak kepalanya. Cloud menggeleng dan malah meminta maaf karena merasa keterlaluan memarahi Kala tadi. “Kenapa muka Mama begitu?” Kala menyadari ekspresi wajah Cloud yang berbeda.” Apa Mama sakit?” Tanyanya. “Hm… iya, adik sepertinya mau lahir,” jawab Cloud. Namun, bukannya merasa kasihan ke sang mama, Kala malah melompat-lompat kegirangan di atas kasur. Cloud sampai membeku dan saling pandang dengan Nic. Mata Kala yang mengantuk berub
Cloud ternyata hanya berpura-pura, setelah Kala dan dua keponakannya memasang muka bersalah dan ketakutan, Cloud pun berhenti mengaduh kesakitan. Masing-masing dari Cloud dan juga Embun tentu saja sangat ingin marah. Ini jelas bukan hanya sekadar masalah belanja atau uang puluhan juta, tapi seharusnya Olla dan Kala meminta izin lebih dulu kepada orangtua."Kalau izin namanya ga kejutan donk," ucap Olla. Meski awalnya takut, cucu pertama Skala itu akhirnya berani mengeluarkan pendapat karena mendapat pembelaan opanya."Sudahlah, tidak perlu ribut. Nanti papa yang ganti."Mendengar ucapan Skala baik Cloud dan Embun menoleh bersamaan. Skala sendiri tidak merasa takut diplototi anak dan menantunya, dia malah memanggil Olla, Kala juga Omi dan memeluk ke tiganya bergantian menunjukkan kasih sayang."Benar-benar," gerutu Embun sambil membuang muka.Nic sendiri dengan cara berbisik mengatakan pada Rain, kalau dia akan segera mengganti uang yang dipakai Kala berbelanja."Papa tidak bisa membel
Usia kandungan Cloud pun akhirnya sudah memasuki sembilan bulan. Seperti kesepakatan mereka saat kandungan Cloud masih berumur enam bulan, wanita itu bekerja di rumah karena Nic sudah tidak memperbolehkannya bolak-balik ke perusahaan, demi menjaga kondisi tubuh juga calon buah hati mereka. Bahkan mendekati hari perkiraan lahir, kini Nic dan Cloud tinggal di rumah Skala. Hal ini dilakukan semata-mata karena Nic takut Cloud mengalami kontraksi.Sore itu Rain datang ke rumah sang papa bersama Embun juga anak-anaknya untuk makan malam bersama dan menginap di sana. Saat masuk, Rain melihat sang adik yang duduk di sofa ruang keluarga sambil meluruskan kaki bersama Bianca dan Skala.“Bagaimana kabarmu?” tanya Rain yang langsung menghampiri Cloud.“Baik.” Cloud menjawab kemudian mengelus perutnya karena sang bayi baru saja menendang.Rain dan Embun pun ikut duduk, seperti biasa membiarkan Olla dan Omi bermain di belakang, apalagi Kala juga berada di sana. Awalnya Rain membahas tentang harga s