"Di mana Nic?""Kenapa malam-malam mencari suami orang?" Amuk Cloud. Ia duduk sambil menarik selimut untuk menutupi badan, sesekali menatap Nic yang terlelap.Di seberang sana Amara geram. Dia tak habis pikir bagaimana ponsel Nic bisa ada di tangan Cloud. "Apa kamu ingin mengadu ke Nic kalau gagal merusak acaraku?" Amara terkejut, dia semakin tak bisa berkata-kata karena apa yang dituduhkan Cloud memang benar. Ia baru saja membaca pesan dari Cindy, gadis itu menceritakan kekacauan yang sudah terjadi dan apa yang menimpanya tadi."Nic sedang tidur, kalau ingin bicara dengannya tunggu besok pagi," kata Cloud. Ia menutup panggilan itu lalu meletakkan kembali ponsel suaminya di nakas.Cloud kembali memandangi wajah Nic, hingga dia memutuskan untuk pergi lebih dulu dari kamar itu. Cloud hanya takut dirinya akan sedih, jika memilih tetap tinggal dan esok saat bangun Nic sudah tak ada di sampingnya. Cloud tidak ingin merasa dibuang, sehingga memutuskan pulang ke rumah meninggalkan pria itu
“Karena aku mencintainya, aku tahu alasan Nic menjalin hubungan dengan Amara.”“Cloud!”Arkan terhenyak, dia tak mengerti kenapa Cloud malah menjawab pertanyaannya seperti ini.“Coba katakan! Alasan apa yang membuatmu sampai bertahan dan menerima perselingkuhan Nic.”“Ar, aku tahu kita teman, tapi ada hal-hal yang tidak bisa aku ceritakan padamu,” ujar Cloud. Ia menepuk pelan lengan Arkan seolah meminta pria itu berhenti membahas hal ini. “Terima kasih sudah mencemaskan aku.”Arkan tak bisa lagi mencecar, apalagi Cloud langsung berpaling meninggalkannya berbaur dengan para staff yang sedang menikmati makanan. Arkan melihat Cloud tersenyum lebar, tapi dia tahu senyum Cloud itu palsu.Diam-diam bukan hanya Arkan saja yang mengetahui hubungan Nic dan Amara, Skala dan Rain ternyata juga tahu. Rain bahkan ingin sekali menghajar sang adik ipar jika saja papanya tak menahan.Hari itu, Rain kedatangan papanya di kantor, mereka minum teh bersama di ruang kerjanya, tapi Rain tampak membuang muk
Seperti apa yang sudah direncanakan, Cloud menemui Cindy dan datang ke apartemen gadis itu. Cloud sengaja tidak datang sendiri. Ia mengajak Tasya untuk menjadi saksi apa yang akan dia lakukan ke model yang sudah dengan sengaja ingin mengacaukan acaranya kemarin.Cloud menekan bel. Ia tahu Cindy pasti sudah melihatnya dari lubang pintu, tapi tak berani membuka. Cloud tak ingin menyerah, dia tetap berdiri dan kali ini menelepon ke nomor Cindy agar gadis itu terintimidasi. [ Buka pintunya! Kamu punya dua pilihan, temui aku atau diseret keluar oleh polisi ]Cloud akhirnya mengirim pesan karena Cindy tak kunjung mengangkat panggilannya. Ternyata cara itu berhasil. Cindy membuka pintu dan menyapa, meski dengan nada suara sedikit gemetar. "Tidak perlu takut! Aku hanya ingin menanyakan beberapa hal padamu," ucap Cloud. Cindy pun memersilahkan Cloud dan Tasya masuk, tapi belum juga pantat dua wanita itu mendarat di sofa, Cindy sudah lebih dulu berlutut dan meminta maaf."Aku mohon maafkan a
"Aku akan mengadukan perlakuanmu ini ke Nic."Amara mengancam, tapi bukannya takut Cloud malah tersenyum meski sebenarnya hanya untuk menutupi rasa sesak dan cemburu di hati. "Adukan saja! Aku selalu siap dengan drama," jawab Cloud. Ia memandang Amara dengan tatapan mencibir sebelum pergi meninggalkan wanita itu di lobi.Tasya yang melihat Cloud bersikap seperti tadi, merasa atasannya itu sangatlah keren. Ia bangga menjadi sekretaris Cloud. Sifat pantang menyerah dan tak gampang ditindas wanita itu akan dia jadikan contoh.Cloud masuk ke dalam mobil. Ia mengambil alih kemudi dan membuat Tasya heran."Bu, biarkan saya saja yang membawa mobilnya!""Tidak perlu, aku akan mengantarmu. Kamu mau pulang atau ke kantor dulu?" Tanya Cloud.Tasya kebingungan, dari pertanyaan Cloud barusan, dia tahu sang atasan sepertinya tidak berniat kembali ke perusahaan. Lagi pula hari memang sudah sore, Tasya pun meminta diantar ke halte terdekat untuk menunggu bus.Setelah menurunkan Tasya di halte, Cloud
“Tanyakan saja pada papamu sendiri,” jawab Nic. “Cepatlah ganti baju! Kala sedang menunggu.”Cloud memegangi dada. Jika benar papanya sudah tahu, ini berarti dia sedang dalam masalah besar. Orangtuanya pasti akan memaksanya untuk bercerai dengan Nic, hal yang biasa dia pakai untuk mengancam pria itu bisa jadi akan menjadi kenyataan.Cloud terduduk di tepi ranjang, berpikir mungkinkah sudah saatnya semua rahasia terbongkar, termasuk Nic yang menikahinya hanya untuk dijadikan pelampiasan balas dendam.“Tidak! Dia pasti berbohong, dia ingin menekanku karena sudah menampar Amara,” gumam Cloud.Setelah berganti baju, dia pergi ke kamar Kala. Bibirnya tersenyum melihat anak dan suaminya sedang bercanda. Kala terdengar tertawa nyaring karena Nic menciumi perutnya.“Kala ayo belajar dulu!” Cloud mendekat, dia duduk dan ikut geli melihat tingkah suami dan putranya.“Mama tolong aku, ini geli!”Meski memohon, tapi Kala tampak senang. Nic sendiri bisa tertawa dengan lepas, tak ada kesan sandiwar
Cloud pulang lebih awal hari itu. Ia berkata sedang kurang enak badan saat ditanya mbok Cicih yang membukakan pintu. Cloud pun memutuskan mengurung diri di kamar. Ia menatap tasnya yang ada di atas sofa. Namun, sebenarnya bukan tas itu yang membuatnya terpaku, melainkan sebuah benda yang baru saja dia beli dari apotik dalam perjalanan pulang tadi. Bianca memintanya membeli tespek dan dia pun menurut.Cloud membuang napas dari mulut lalu memeluk guling. Ia sadar papanya belum memberitahu sang mama soal perselingkuhan yang dilakukan oleh Nic, hal ini membuat Cloud semakin takut jika sampai rahasia ini terbongkar.“Bagaimana kalau aku benar-benar hamil lagi?”Meski tak mengharapkan dirinya mengandung, tapi Cloud tak secemas saat hamil Kala dulu. Mungkin ini karena sekarang Cloud sudah mencintai laki-laki yang menitipkan benih ke rahimnya, jika benar dia hamil.Cloud terlalu penasaran dan akhirnya bangun. Ia mengambil alat uji kehamilan dari dalam tas dan memandanginya lekat. Cloud grogi,
Cloud berpikir tak mungkin membiarkan Nic pergi sendiri ke rumah orangtuanya. Ia tidak ingin pria itu menghancurkan hati keluarganya dan Kala malam ini. Cloud buru-buru menyusul Nic yang keluar dari kamar. Ia bahkan memastikan pria itu tidak pergi tanpa dirinya dengan menunggu di ruang tamu.Akhirnya mereka pun pergi bersama ke rumah Skala. Sepanjang perjalanan Cloud hanya diam menatap ke arah jendela. Ia menyadari ponsel Nic terus saja berkedip, tapi pria itu sejak tadi memilih mengabaikannya. Cloud sedikit gede rasa, jika panggilan itu dari Amara mungkinkah Nic sudah mulai menjaga perasaannya dengan memilih mengabaikan sang selingkuhan.Namun, dia yang berpikir dia juga lah yang mematahkan dugaannya. Cloud sadar imajinasinya terlalu tinggi. Wanita cantik itu menertawai diri dengan menarik sudut bibir, mengingat pernikahan mereka sudah berjalan lebih dari lima tahun, dan setengah dari usia pernikahan itu nyatanya dipakai Nic untuk berselingkuh dengan Amara.Cloud kembali diam melamun
Embun dan Cloud tampak saling pandang. Hingga Embun memilih putar badan menuju ruang tengah untuk mengajak anak-anak naik ke lantai atas dan bermain saja di kamar. Cloud sendiri bergegas bangkit dari kursinya menyusul Rain dan Nic. Sementara itu, Bianca bingung tentang apa yang sebenarnya terjadi, kenapa anak dan menantunya bersikap aneh semua.BUGRain putar badan dan langsung meninju wajah Nic. Adik iparnya itu masih berdiri, hanya kepalanya saja yang nampak sampai berpaling. Nic menyentuh sudut bibirnya yang terasa sedikit nyeri. Ia bahkan bisa memulas senyum lalu menatap Rain seolah tanpa dosa.Rain geram, dia kembali memukul wajah Nic dan kali ini berhasil membuat pria itu jatuh tersungkur."Kak Rain!" Teriak Cloud yang buru-buru menghampiri sang suami. Ia berlutut di sebelah Nic, memegang pipi dan melihat sudut bibir suaminya robek."Apa yang kakak lakukan?" Amuk Cloud dengan mata berkaca-kaca. "Apa kamu masih mau membela pria tukang selingkuh ini? Cloud apa matamu buta?" Peki