Cloud berhasil membuat Nic kelelahan malam itu. Dia benar-benar memperlakukan Nic bak kuda jantan, menungganginya dan mengendalikan permainan. Cloud tidak ingin sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan jika dirinya benar-benar mengandung. Untuk itu hanya mau satu ronde permainan. Cloud menolak tawaran Nic yang ingin membuatnya terbang melayang."Tapi kamu belum klimaks, Sayang!" Begitu kalimat yang Nic ucapkan untuk membujuk.Rasanya memang tanggung, tapi Cloud rela menahan karena dia juga tidak bisa tergesa-gesa memberitahu Nic mengenai dugaan kehamilannya. Cloud tidak ingin melambungkan Nic tinggi dengan harapan lalu menjatuhkannya dengan kekecewaan.Hingga, hari berikutnya saat udara masih terasa dingin dan mentari belum menampakkan sinarnya. Cloud diam-diam beranjak dari ranjang. Dia tersenyum memandang wajah damai Nic yang sangat rupawan. Menempelkan tangan ke pipi pria itu dan mencium sekilas bibirnya.Cloud berjengket menuju kamar mandi setelah mengambil tespek di dalam tas
“Bu Cloud, apa anda sedang hamil?”Thea memberanikan diri bertanya saat mengambil kembali berkas yang sudah Cloud periksa. Gadis itu mencurigai sesuatu, selain melihat Cloud memegang perutnya sendiri kemarin, hari ini Cloud datang terlambat dan bahkan terlihat seperti kelelahan.“Hah … apa? Bagaimana bisa kamu menduga seperti itu?” Cloud memulas tawa. Berpikir mungkinkah Thea tahu dia pergi ke dokter kandungan dulu sebelum ke kantor.“Sebenarnya kemarin saya melihat Anda berbincang dengan pak Nic sambil memegang perut.”“Ah … begitu.” Cloud menggantung kata, memilih mengalihkan perbincangan saat melihat Thea hari itu menggunakan rambut palsu model lain.“Itu, sepertinya semua model rambut cocok untukmu, aku sedikit iri,” ujar Cloud.Thea kaget lalu menyentuh ujung wig-nya. Dia tertawa dan mengucapkan terima kasih karena kebaikan hati Cloud lah dia bisa berganti-ganti gaya model rambut sesuka hati, tanpa memikirkan harus pergi ke salon dan membayar mahal.“Ngomong-ngomong apa rambut as
Sebuah jitakan mendarat di kepala Rio. Nic tak peduli mau pria itu anak konglomerat, anggota parlemen atau presiden sekalipun. “Pak Nic, sakit!” Rio mengaduh, sedangkan Nina juga ikut memegangi kepalanya sendiri seolah merasakan apa yang sang kekasih alami. “Bagaimana bisa kamu bilang ke Kala kalau dia akan dibuang di sini? Awas kamu kalau punya anak nanti, aku akan bilang ke anakmu kalau dia itu anak pungut,” amuk Nic. “Kalau Anda benar bicara seperti itu, apa saya boleh menjitak kepala Anda juga?” Balas Rio. Nina membulatkan netra, tak percaya kekasihnya berani membalas ucapan Nic. “Haish … sekarang aku bahkan tidak bisa memakimu, aku tahu kenapa dulu kamu selalu berani membantah ucapanku,” amuk Nic. Dia berjalan cepat menuju van mewah milik Cloud sambil meminta Rio kembali menjalankan tugasnya. “Cepat nyalakan mesin, ingat kamu itu masih bawahanku!” Rio tertawa kemudian berlari mengejar Nic dan mensejajari langkahnya. “Saya akan menjadi sopir, sekretaris, dan apapun yang And
"Nic, apa kamu belum tidur? Ayo tidur! Kamu sudah sejak pagi buta bangun dan sibuk. Apa kamu tidak ngantuk?" Suara Cloud terdengar lengket, dia tidak tahu jam berapa saat ini, yang pasti Nic masih terjaga. Cloud mengerjapkan mata, keningnya berkerut melihat Nic ternyata masih memegang hasil USG calon anak mereka.Cloud memulas senyum, antara tak percaya Nic melakukannya sejak tadi dan senang karena pria itu menunjukkan rasa antusias atas kehamilannya. “Nic! Ayo tidur!” Cloud sengaja mendekat, mencurukkan kepala ke dada Nic dan mendapat balasan berupa pelukan dari pria itu.Nic membenarkan letak selimut yang menutupi tubuh Cloud lantas mengecup keningnya. Ia memandang kagum sang istri yang terus saja menatapnya penuh cinta. “Apa kamu sangat bahagia sampai tidak bisa tidur?” Tanya Cloud, sebelum mengalihkan mata ke foto USG yang kini Nic pegang di antara mereka. “Entahlah, rasanya berbeda saat aku tahu kamu mengandung Kala.” Nic tersenyum getir, mengingat bagaimana dirinya sangat ba
Cloud menutup muka karena merasa malu. Sejak kabar kehamilannya diumumkan secara langsung oleh Nic lewat status aplikasi berbalas pesan, selain banyak doa juga banyak ledekan dari orang-orang terdekat yang harus dia dengar.Kehamilan Cloud ini jelas belum lama dari hubungannya dan Nic yang berubah membaik, hal ini lah yang membuat orang-orang terutama keluarga dekatnya menggoda dengan kata-kata 'kejar setoran'."Berhenti bisa tidak?" Cloud menjauhkan telapak tangan lantas membentak Rain. Mereka saat ini sedang berada di halaman belakang rumah Skala, berkumpul bersama sambil membahas kehamilan Cloud. "Sudah jangan meledekku terus!" Cloud malu dan nyaris merajuk. Ia memandang Nic yang sibuk memanggang daging sambil sesekali melirik dan tersenyum ke arahnya."Sayang, bantu aku! Suruh Kak Rain diam, atau setidaknya kamu tanggungjawab menggantikanku menjadi bulan-bulanan, kamu yang membuatku begini."Semua orang tertawa mendengar keluhan Cloud. Nic sendiri tak lantas merespon. Pria itu m
"Apa kamu menunggu lama?"Nina merasa tak enak hati melihat Thea sudah menunggunya di kafe yang berada di dalam sebuah mall."Tidak masalah, kopiku bahkan baru jadi." Thea memulas senyuman manis. Ia dan Nina memang memiliki janji untuk berbelanja bersama sore itu."Syukurlah, jalanan lebih padat dari biasanya." Nina membuang napas lega. Dia lantas duduk sebentar sebelum mengajak Thea jalan-jalan mencari apa yang diinginkan."Aku hanya punya budget dua sampai tiga juta, jadi aku harap kamu bisa membantuku memilih baju yang pas untuk dipakai liburan," ucap Thea.Ini adalah kali pertama Thea pergi ke pulau Kilikili. Ia tidak ingin sampai salah kostum, hingga sengaja meminta bantuan Nina untuk memilihkan baju yang hendak dia beli.Nina pun menuju toko bikini. Menurutnya baju renang adalah pakaian yang wajib dibawa ke sana.Thea mengerjap. Dia tercenung melihat bikini yang terpampang pada manekin di toko itu. Thea tentunya tidak ingat. Padahal dulu dirinya sering telanjang di depan pria hi
"Duduk yang benar, Cloud!""Awas, nanti perutmu terguncang!""Apa butuh sesuatu? Jangan banyak bergerak!""Pakai bantal ini untuk mengganjal punggungmu."Sepanjang penerbangan ke pulau Kilikili entah sudah berapa kali telinga penumpang lain mendengar kalimat Nic yang mencemaskan keadaan Cloud. Rain bahkan sampai geleng-geleng melihat tingkah adik iparnya. Dia menggerutu ke Embun dan disambut sang istri dengan senyum menawan serta sentuhan di pipi. Embun menarik kepala Rain agar bersandar ke pundaknya."Sudah tidur-tidur, jangan iri dengan kebahagiaan orang lain," ucap Embun.Skala dan Bianca sendiri tersenyum melihat sikap Nic. Tak ada kebahagiaan yang sangat diharapkan orangtua, selain memiliki menantu yang sangat perhatian ke anak kesayangan mereka."Nic benar-benar menggemaskan," ujar Bianca. "Dia pasti mengingatkanmu pada sosokku saat masih muda."Skala begitu percaya diri, hingga Bianca mencebikkan bibir dan membuang muka."Aku tidak percaya kakek-kakek sepertimu bisa narsis ju
"Eh.... Eh... Eh... Jangan-jangan!"Nic hampir membuat jantung Rio dan Aditya melompat keluar. Tanpa pengaman dan juga alat bantu Nic hendak memanjat pohon kelapa yang ada di dekat resort tempatnya menginap. Nic benar-benar ingin memetik kelapa sendiri untuk diberikan ke Cloud, tapi dihalangi oleh dia pria itu."Pak, Anda hanya butuh datang ke resto lalu memesan kelapa di sana. Kenapa harus susah-susah petik sendiri?" Rio melayangkan protes. Ia sebenarnya takut Nic memintanya menggantikan memanjat pohon tinggi itu. "Pak, Anda boleh bucin. Boleh melakukan apa saja untuk istri dan buah hati Anda yang masih di kandungan, tapi tolong jangan merusak liburan kami. "Aditya ikut menimpali. Bagaimanapun juga jika sampai Nic jatuh dan terluka pasti liburan ini akan terasa berbeda. "Apa kalian ingin aku menjadi ayah yang tidak bertanggungjawab? Kenapa kalian mencegah?" Nic membentak, ia melotot bergantian ke Rio dan Aditya yang masing-masing masih memegang erat lengannya. "Pak, coba Anda pas
Satu bulan kemudian Hari itu awan mendung menyelimuti hati Cloud. Sejak Nic berangkat kerja dan Kala sekolah, Cloud terus menangis karena merasa sangat bersalah ke baby Gaza juga Kala. Bukan tanpa alasan Cloud bersikap seperti ini. Beberapa hari ini dia sering merasa mual dan lemas. Bahkan setelah makan banyak dan mengonsumsi vitamin kondisinya juga masih sama. Hingga, Cloud yang memang sejak melahirkan baby Gaza belum mendapat tamu bulanan memilih untuk mencoba melakukan uji kehamilan. Cloud awalnya hanya iseng dan berpikir untuk tidak berpikir yang macam-macam, tapi dia berakhir lemas saat melihat dua garis merah tertera jelas pada alat uji kehamilan yang dia gunakan. Hati Cloud sedih, merasa sangat bersalah pada dua anaknya terutama ke baby Gaza yang baru saja berumur empat bulan. Karena hal itu, Cloud tidak bisa fokus bekerja dengan tenang meskipun masih bekerja dari rumah. Dia juga takut memberitahu Nic dan sekarang hanya Bianca yang menjadi tumpuannya. Setelah mengetahui diri
Cloud meraba dada Nic, mengusap lembut sambil merapatkan tubuhnya dan menciumi punggung pria itu. Cloud tahu Nic mengizinkannya melakukan itu saat tak mendapatkan penolakan sama sekali, bahkan saat dia mulai menempelkan lalu menggesekkan dadanya yang memang lebih padat karena berisi ASI putra kedua mereka. Nic diam-diam tersenyum, menikmati sentuhan Cloud. Tak lama tanpa ragu Nic akhirnya meraih tangan Cloud yang sejak tadi mengusap dada untuk mulai mengusap miliknya yang berada di antara paha.Cloud tersenyum penuh arti, dia mengangkat kepala untuk menjangkau tengkuk Nic dan memberi kecupan di sana, tak puas Cloud menggigit kecil cuping telinga suaminya bahkan menggelitik beberapa detik menggunakan ujung lidah.Nic pun tak sanggup lagi, dia bergerak dan Cloud pun bergeser, secepat kilat Nic mengurung tubuh Cloud, mencekal ke dua tangan istrinya di sisi kepala."Apa kamu tahu hukuman apa yang pantas diberikan ke wanita yang membuat prianya cemburu?" Tanya Nic."Aku tidak tahu, tapi k
Tidak terasa tiga bulan pun berlalu. Siang itu Cloud menitipkan Gaza ke Bianca karena harus menghadiri pesta pernikahan Thea dan Aditya.“Misal nanti Gaza rewel atau kenapa-napa, Mama langsung kabari aku saja,” ucap Cloud saat menitipkan putra ke duanya.“Kamu itu kayak baru kali ini nitipin anakmu ke Mama,” ucap Bianca. “Kayak masih setengah ga percaya.”Cloud pun tersenyum lebar mendengar protes Bianca kemudian membalas, “Bukan begitu, Ma. Siapa tahu Mama tidak bisa mengatasi kalau Gaza sedang rewel.”“Sudah kamu tenang saja. Nikmati pesta Thea dan jangan mikir yang aneh-aneh. Mama akan menjaga Gaza dengan baik,” ujar Bianca.Cloud pun melebarkan senyum mendengar ucapan Bianca. Dia lantas berpamitan dan pergi bersama Nic juga Kala. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat mengenakan setelan jas yang sama, Kala bahkan memperlihatkan aura seperti anak bangsawan.“Ayo!” Nic mengulurkan tangan ke Cloud agar istrinya itu bisa menuruni anak tangga dengan nyaman. Mereka te
“Hai.”Arkan masuk menyapa Cloud dan Nic yang ada di kamar. Nic yang awalnya tegang seketika rileks saat menyadari sepupunya datang mengajak Shafira dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya dengan bangga.Nic pun bisa menerima kehadiran Arkan, bahkan bersikap ramah saat menyadari tatapan mata pria itu sudah sangat berbeda ke Cloud.“Bagaimana kondisimu dan juga bayimu?” Tanya Arkan. Dia berdiri di dekat ranjang Cloud bersisian dengan sang kekasih.Cloud sendiri tampak begitu kagum melihat bagaimana anggunnya Shafira. Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang fashion, Cloud mendapat inspirasi bagaimana kalau perusahaannya mulai mencoba merambah dunia busana yang bisa dikenakan juga oleh para wanita yang mengenakan hijab.“Kami sehat, bahkan besok aku sudah diperbolehkan pulang,” jawab Cloud lantas menoleh ke baby box di mana bayinya sedang tidur.Shafira langsung mengalihkan tatapan ke sana, senyum gadis itu merekah bahkan diam-diam menarik bagian kemeja Arkan yang a
Kala masuk dan langsung menuju box bayi di mana sang adik tidur. Dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana wajah sang adik dari pada menyapa Cloud dan Nic lebih dulu. Berbeda dengan Bianca yang datang bersama rombongan putranya dan juga Skala. Wanita itu mendekati Cloud dan memeluk putrinya dengan tangis haru."Selamat ya! Kamu hebat, Cloud. Mama bangga," bisik Bianca. Perlahan dia mengurai pelukan sambil berkata membawakan makanan kesukaan Cloud. Bianca menjauh agar yang lainnya juga bisa mengucapkan selamat ke ibu dua anak itu.Seluruh anggota keluarga sudah melek akan informasi hingga berusaha agar Cloud tidak sampai mengalami Baby Blues Syndrome. Ya, terkadang seorang ibu yang baru saja melahirkan merasa tersisihkan, melihat bagaimana sikap orang sekitar yang lebih memperhatikan bayinya dari pada dia yang berjuang mempertaruhkan nyawa."Aku dan Embun sudah menyiapkan kado untukmu, coba lihat!" Pinta Rain sambil mengulurkan sebuah tas kertas kecil ke Cloud. Setelah sang adik
"Ners, tolong itu suami saya!"Cloud yang sudah ingin mengejan masih bisa memikirkan Nic yang baru saja terkena mental. Seorang perawat pun mencoba mendekat untuk memastikan keadaan Nic. Dia memegang lengan pria itu yang tatapannya terlihat kosong."Anda duduk saja di sini ya, Pak!" Ucap perawat itu sebelum kembali mendekat ke ranjang untuk mendengarkan keputusan dokter."Ibu tahan ya! Kita pindah ke ruang bersalin."Dokter pun memberi kode ke perawat yang berada di dekatnya dan Cloud pun segera dipindahkan. Nic sendiri seolah baru sadar saat ranjang sang istri dibawa keluar. Dia berdiri bergegas mengikuti ke mana Cloud pergi."Pak, Anda hanya boleh masuk kalau yakin kuat melihat apa yang terjadi di dalam, kalau tidak lebih baik Anda menunggu di luar." Dokter menahan Nic di depan pintu. Wajah pucat pria itu semakin membuat Dokter berpikir Nic sama sekali tidak siap menemani persalinan Cloud. Dokter pun hendak masuk tapi Nic menerobos sambil berkata dia kuat dan mampu.Meski wajahnya
Kelakuan Nic membuat Kala sampai terbangun, anak itu menggosok mata melihat Cloud berdiri menyanggah pinggang sedangkan Nic sibuk berganti baju. “Mama,” panggil Kala. Cloud yang mendengarnya menoleh, dia pun mendekat ke Nic dan memukul lengan sang suami karena membuat Kala terbangun.“Kala bangun gara-gara kamu,” ucap Cloud masih sambil menahan sakit di bagian perut bawah. Dia mengusap pipi agar Kala tak sampai melihatnya menangis. “Mama, apa Mama masih marah?” Cloud menoleh dan buru-buru menghampiri Kala. Dia membelai pipi anak itu dan mencium puncak kepalanya. Cloud menggeleng dan malah meminta maaf karena merasa keterlaluan memarahi Kala tadi. “Kenapa muka Mama begitu?” Kala menyadari ekspresi wajah Cloud yang berbeda.” Apa Mama sakit?” Tanyanya. “Hm… iya, adik sepertinya mau lahir,” jawab Cloud. Namun, bukannya merasa kasihan ke sang mama, Kala malah melompat-lompat kegirangan di atas kasur. Cloud sampai membeku dan saling pandang dengan Nic. Mata Kala yang mengantuk berub
Cloud ternyata hanya berpura-pura, setelah Kala dan dua keponakannya memasang muka bersalah dan ketakutan, Cloud pun berhenti mengaduh kesakitan. Masing-masing dari Cloud dan juga Embun tentu saja sangat ingin marah. Ini jelas bukan hanya sekadar masalah belanja atau uang puluhan juta, tapi seharusnya Olla dan Kala meminta izin lebih dulu kepada orangtua."Kalau izin namanya ga kejutan donk," ucap Olla. Meski awalnya takut, cucu pertama Skala itu akhirnya berani mengeluarkan pendapat karena mendapat pembelaan opanya."Sudahlah, tidak perlu ribut. Nanti papa yang ganti."Mendengar ucapan Skala baik Cloud dan Embun menoleh bersamaan. Skala sendiri tidak merasa takut diplototi anak dan menantunya, dia malah memanggil Olla, Kala juga Omi dan memeluk ke tiganya bergantian menunjukkan kasih sayang."Benar-benar," gerutu Embun sambil membuang muka.Nic sendiri dengan cara berbisik mengatakan pada Rain, kalau dia akan segera mengganti uang yang dipakai Kala berbelanja."Papa tidak bisa membel
Usia kandungan Cloud pun akhirnya sudah memasuki sembilan bulan. Seperti kesepakatan mereka saat kandungan Cloud masih berumur enam bulan, wanita itu bekerja di rumah karena Nic sudah tidak memperbolehkannya bolak-balik ke perusahaan, demi menjaga kondisi tubuh juga calon buah hati mereka. Bahkan mendekati hari perkiraan lahir, kini Nic dan Cloud tinggal di rumah Skala. Hal ini dilakukan semata-mata karena Nic takut Cloud mengalami kontraksi.Sore itu Rain datang ke rumah sang papa bersama Embun juga anak-anaknya untuk makan malam bersama dan menginap di sana. Saat masuk, Rain melihat sang adik yang duduk di sofa ruang keluarga sambil meluruskan kaki bersama Bianca dan Skala.“Bagaimana kabarmu?” tanya Rain yang langsung menghampiri Cloud.“Baik.” Cloud menjawab kemudian mengelus perutnya karena sang bayi baru saja menendang.Rain dan Embun pun ikut duduk, seperti biasa membiarkan Olla dan Omi bermain di belakang, apalagi Kala juga berada di sana. Awalnya Rain membahas tentang harga s