“Apa kamu sedih?” Aditya kaget mendengar pertanyaan itu dari Thea. Meskipun bibirnya membentuk lengkungan manis, tapi dia tetap merasakan sedikit sesak di dalam dada. “Sedikit,” tukas Aditya. “Bagaimana bisa kamu merasa sedih karena kematian orang yang sangat jahat?” Thea mengalihkan pandangan dari wajah Aditya ke pantai. Dia sendiri tidak tahu alasan sesungguhnya dari Aditya—yang tiba-tiba membawanya pergi ke sana. Jika alasan pria itu untuk dikenalkan ke sang saudara, tapi sejak tadi Aditya seolah tak ingin mengajaknya beranjak. Thea pun berpikir mungkin saja Aditya ingin merasakan ketenangan. “Karena aku pernah merasakan seperti menjadi anaknya. Dia juga yang memberiku banyak uang untuk operasi ibuku, dia juga membantuku mencarikan donor ginjal untuk ibu.” Aditya mengenang perbuatan baik Doni sambil tersenyum kecut. Thea sendiri dibuat iba karena suara Aditya terdengar parau, seperti sedang berusaha menahan tangisan yang mungkin saja sudah hampir tak terbendung. “Tapi, semaki
Nic memeluk tubuh Cloud yang tampak sangat emosi, wanita itu memukuli dadanya bertubi-tubi meminta untuk dilepaskan.“Lepaskan aku! Aku tidak mau dekat-dekat kamu,” ucap Cloud.“Kenapa kamu bilang begitu? Hai … aku hanya bercanda, Cloud. Kenapa kamu berpikir itu betulan?” Nic membujuk, masih enggan melepas Cloud yang terus saja meronta.“Bercandamu tidak lucu, aku benci!”Air mata Cloud sudah menggenang di pelupuk. Dia membuang pandangan, menarik paksa tangannya yang Nic cekal lalu menghapus air mata yang mengalir di pipinya.“Kamu menangis? Ya ampun, Cloud! Aku hanya bercanda.” Nic merasa sangat bersalah. Ia merengkuh tubuh sang istri ke dalam pelukan lantas membisikkan kata maaf berulang.“Maaf aku tidak sampai berpikir candaanku akan membuatmu baper seperti ini,” bisik Nic.“Baper? Kamu bilang aku baper?” Cloud kembali marah, tapi kali ini tak bisa berkutik karena Nic mengunci tubuhnya.“Ssst … sstt! Sudah Cloud, sudah! Aku minta maaf. Maaf karena menggodamu dengan hal seperti itu,
“Apa kamu belum memiliki kekasih?” Arkan heran bahkan sampai menurunkan berkas yang sedang dia baca. Keningnya terlipat halus mendapati sang sepupu yang selama ini membencinya berubah perhatian. “Aku merasa kamu sangat aneh. Kamu tidak salah makan ‘kan, Nic?” Arkan memandang heran. Sedangkan Nic sendiri memilih diam. “Kamu datang menemuiku saja aku pikir akan terjadi badai hari ini. Apalagi kamu perhatian seperti ini.” Sindirian Arkan cukup tajam, tapi tak membuat Nic kesal. Tujuan Nic datang adalah untuk membicarakan masalah perusahaan Doni, dan juga mencari tahu apakah Arkan masih memiliki perasaan ke Cloud. “Aku hanya ingin tahu apa kamu masih mencintai istriku, aku tidak ingin kamu menjadi seperti paman Doni di kemudian hari,” balas Nic. “Jika kamu bisa menghapus perasaanmu ke Cloud, maka mungkin saja kita bisa kembali dekat seperti dulu.” Arkan memulas senyum. Jika dipikir lagi mereka memang sangat dekat, selayaknya saudara sepupu yang saling menyayangi. Namun, karena kesala
"Kakiku tidak terinjak, hanya saja badanku sedikit kurang enak," ucap Cloud. "Apa kamu sakit? Haruskah kita ke dokter?" Cloud belum menjawab pertanyaan Nic karena pintu lift sudah lebih dulu terbuka. Dia bergegas keluar dan berpapasan dengan satpam yang baru saja mengantar pizza yang dibeli Nic tadi."Cloud!" Nic mencekal pergelangan tangan sang istri, menempelkan telapak tangan ke dahi Cloud untuk memastikan."Aku hanya lapar." Cloud tertawa jenaka. Menunjuk ruang rapat lalu memegang permukaan perutnya. "Keroncongan!"Nic refleks ikut menyentuh perut Cloud, hingga Thea yang kebetulan keluar merasa heran. "Apa Bu Cloud hamil?" Gumamnya."Kalau begitu makanlah! Aku datang hanya untuk melihatmu, karena aku rindu," ucap Nic.Cloud tersipu, tiba-tiba merasa terharu. Dia menggeleng memegang lengan Nic, di waktu yang sama seorang kurir makanan datang mengantar burger-burger pesanan Cloud tadi. Ibunda Kala itu pun mengambil dua, setelahnya pamit ke karyawannya untuk makan siang bersama Ni
Cloud berhasil membuat Nic kelelahan malam itu. Dia benar-benar memperlakukan Nic bak kuda jantan, menungganginya dan mengendalikan permainan. Cloud tidak ingin sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan jika dirinya benar-benar mengandung. Untuk itu hanya mau satu ronde permainan. Cloud menolak tawaran Nic yang ingin membuatnya terbang melayang."Tapi kamu belum klimaks, Sayang!" Begitu kalimat yang Nic ucapkan untuk membujuk.Rasanya memang tanggung, tapi Cloud rela menahan karena dia juga tidak bisa tergesa-gesa memberitahu Nic mengenai dugaan kehamilannya. Cloud tidak ingin melambungkan Nic tinggi dengan harapan lalu menjatuhkannya dengan kekecewaan.Hingga, hari berikutnya saat udara masih terasa dingin dan mentari belum menampakkan sinarnya. Cloud diam-diam beranjak dari ranjang. Dia tersenyum memandang wajah damai Nic yang sangat rupawan. Menempelkan tangan ke pipi pria itu dan mencium sekilas bibirnya.Cloud berjengket menuju kamar mandi setelah mengambil tespek di dalam tas
“Bu Cloud, apa anda sedang hamil?”Thea memberanikan diri bertanya saat mengambil kembali berkas yang sudah Cloud periksa. Gadis itu mencurigai sesuatu, selain melihat Cloud memegang perutnya sendiri kemarin, hari ini Cloud datang terlambat dan bahkan terlihat seperti kelelahan.“Hah … apa? Bagaimana bisa kamu menduga seperti itu?” Cloud memulas tawa. Berpikir mungkinkah Thea tahu dia pergi ke dokter kandungan dulu sebelum ke kantor.“Sebenarnya kemarin saya melihat Anda berbincang dengan pak Nic sambil memegang perut.”“Ah … begitu.” Cloud menggantung kata, memilih mengalihkan perbincangan saat melihat Thea hari itu menggunakan rambut palsu model lain.“Itu, sepertinya semua model rambut cocok untukmu, aku sedikit iri,” ujar Cloud.Thea kaget lalu menyentuh ujung wig-nya. Dia tertawa dan mengucapkan terima kasih karena kebaikan hati Cloud lah dia bisa berganti-ganti gaya model rambut sesuka hati, tanpa memikirkan harus pergi ke salon dan membayar mahal.“Ngomong-ngomong apa rambut as
Sebuah jitakan mendarat di kepala Rio. Nic tak peduli mau pria itu anak konglomerat, anggota parlemen atau presiden sekalipun. “Pak Nic, sakit!” Rio mengaduh, sedangkan Nina juga ikut memegangi kepalanya sendiri seolah merasakan apa yang sang kekasih alami. “Bagaimana bisa kamu bilang ke Kala kalau dia akan dibuang di sini? Awas kamu kalau punya anak nanti, aku akan bilang ke anakmu kalau dia itu anak pungut,” amuk Nic. “Kalau Anda benar bicara seperti itu, apa saya boleh menjitak kepala Anda juga?” Balas Rio. Nina membulatkan netra, tak percaya kekasihnya berani membalas ucapan Nic. “Haish … sekarang aku bahkan tidak bisa memakimu, aku tahu kenapa dulu kamu selalu berani membantah ucapanku,” amuk Nic. Dia berjalan cepat menuju van mewah milik Cloud sambil meminta Rio kembali menjalankan tugasnya. “Cepat nyalakan mesin, ingat kamu itu masih bawahanku!” Rio tertawa kemudian berlari mengejar Nic dan mensejajari langkahnya. “Saya akan menjadi sopir, sekretaris, dan apapun yang And
"Nic, apa kamu belum tidur? Ayo tidur! Kamu sudah sejak pagi buta bangun dan sibuk. Apa kamu tidak ngantuk?" Suara Cloud terdengar lengket, dia tidak tahu jam berapa saat ini, yang pasti Nic masih terjaga. Cloud mengerjapkan mata, keningnya berkerut melihat Nic ternyata masih memegang hasil USG calon anak mereka.Cloud memulas senyum, antara tak percaya Nic melakukannya sejak tadi dan senang karena pria itu menunjukkan rasa antusias atas kehamilannya. “Nic! Ayo tidur!” Cloud sengaja mendekat, mencurukkan kepala ke dada Nic dan mendapat balasan berupa pelukan dari pria itu.Nic membenarkan letak selimut yang menutupi tubuh Cloud lantas mengecup keningnya. Ia memandang kagum sang istri yang terus saja menatapnya penuh cinta. “Apa kamu sangat bahagia sampai tidak bisa tidur?” Tanya Cloud, sebelum mengalihkan mata ke foto USG yang kini Nic pegang di antara mereka. “Entahlah, rasanya berbeda saat aku tahu kamu mengandung Kala.” Nic tersenyum getir, mengingat bagaimana dirinya sangat ba