“Pak, bahkan dalam aturan peperangan tidak boleh melukai anak atau wanita.” Aditya yang cukup kaget dengan pikiran Doni tanpa sadar mengatakan hal itu. Namun, dia sama sekali tak menyesal karena perkataannya memang benar. “Sejak kapan kamu peduli dengan anaknya Nic? Bukankah kamu kemarin melakukan tugas dariku untuk meracuninya?” Doni dengan mudah membuat Aditya tertampar. “Kenapa sekarang bicara seolah kamu agen perdamaian dan aku penjahat perang?” sindirnya. “Karena terakhir kali saya merasa bersalah setelah melakukan tugas keji dari Anda.” Aditya bermonolog. Jika saja pria di hadapannya ini tidak mengancam keselamatan ibunya, tentu saja akan lebih mudah baginya menolak dan bahkan melawan. Masalahnya Doni terlalu manipulatif. Pria itu bisa dengan mudah membuat orang yang membutuhkan uang dan terdesak kebutuhan menjadi tunduk lalu menuruti apapun perintahnya bak budak. “Silahkan sampaikan! Apa yang ingin Anda lakukan ke anak itu,” ucap Aditya. Tak bisa digambarkan bagaimana pera
"Hai!"Thea tak menjawab pertanyaan Aditya, tapi malah menyapa dan masih saja cengengesan. Aditya sendiri sempat kaget karena tak menyangka ada Rio juga Nina di sana. Pria itu baru saja ingin duduk saat Thea menengadahkan tangan meminta barang yang tadi dia pakai sebagai kode pesan."Kamu membawakannya untukku 'kan? Lumayan bisa aku jual lagi ke pelanggan," ucap Thea.Aditya merogoh kantong celana lalu memberikan sebuah kantong plastik ke Thea. Gadis itu terlihat sangat bahagia. Namun, tak lama setelah mengecek isi di dalam kantong itu, wajah Thea berubah cemberut. Tidak ada kondom di dalamnya tapi malah tablet multivitamin."Ini tidak bisa mendatangkan uang.""Tapi itu bisa menjaga kesehatan." Aditya memandang tajam Thea setelah itu mencoba duduk dengan nyaman. Dia tanpa sadar sudah memberikan perhatian ke gadis itu.Rio yang datang untuk memberikan ponsel pun tak ingin membuang waktu. Ia langsung menyerahkan alat komunikasi itu ke Aditya, kemudian menjelaskan bahwa Nic yang membeli
Meski belum tahu pasti apa yang direncanakan oleh Doni, tapi Aditya dan Nic tetap berkomunikasi. Aditya menyampaikan bahwa saat ini sedang berkumpul dengan empat anak buah Doni untuk mencari informasi."Kenapa Tomi tidak ikut datang ke sini?" Aditya menggeleng sambil mengunci layar ponsel dan memasukkan benda itu ke kantong. Dia menuangkan minuman dari botol ke gelas milik temannya sesama bawahan Doni lantas berkata tidak tahu."Besok, apa kalian sibuk?" Tanya Aditya. Pelan tapi pasti dia mulai menggali informasi. Empat pria yang berada di ruangan VVIP bersamanya hanya diam, sampai salah satunya menjawab dan berkata harus mengawal Doni pergi ke suatu tempat."Biasanya pak Doni mengajakmu, tapi semenjak ada Tomi sepertinya posisimu tergantikan."Aditya tersenyum tipis, bersyukur empat rekan seprofesinya ini masih tidak tahu bahwa Doni sudah menganggapnya pengkhianat."Aku tidak merasa diganti atau disingkirkan, tapi kalau kalian menganggap seperti itu aku tidak ingin susah payah menya
Thea mendekat ke Aditya, gadis itu meloloskan baju dari atas kepala sebelum duduk sambil terus menatap wajah pria yang meminta untuk dipuaskannya itu. Aditya membeku, diam seribu bahasa saat Thea mendekatkan muka lantas menautkan bibir mereka. Aditya berpikir ciuman adalah urutan pertama dari rangkaian servis yang diberikan oleh Thea ke pelanggan. Dia tidak tahu kalau Thea sebenarnya anti berciuman dengan para pria hidung belang yang memakai jasanya. Thea memejamkan mata, menelan saliva sambil terus melumat lembut bibir pria yang dia pikir berbeda dari yang lain. Hati kecilnya kecewa, menganggap Aditya sama saja. Thea tersenyum ironi meski tak tergambar di bibir dan wajah. Ia melepaskan pagutan daging tak bertulangnya dari bibir Aditya —yang bahkan sama sekali tak memberikan balasan. Thea kembali berdiri, melepas rok mini yang dikenakan hingga kini tubuhnya hanya berbalut bra dan celana dalam. Tangan Thea menyentuh kancing kemeja Aditya yang masih diam. Pria itu tak bicara, menggoda
"Tentu saja paman Anda ingin menjadikan Anda kambing hitam, jika hal buruk terjadi kepada rekan bisnis Anda."Aditya menyampaikan alasan yang sejatinya sudah sangat bisa Nic terka."Apalagi gosip investor Anda yang ingin menarik kembali modalnya sudah terdengar hampir ke semua telinga pengusaha di negara ini."Nic diam mendengarkan ucapan Aditya. Ia berpikir jika sampai tidak terjadi apa-apa ke pesawat yang akan Tuan Annam tumpangi, bukankah pria itu malah akan beranggapan dirinya mengada-ada dan pembual."Pak!" Aditya membentak karena Nic bungkam. Padahal untuk mengetahui rencana Doni dia sampai harus melakukan berbagai upaya yang tidak gampang."Pak, hubungi Pak Annam dan sampaikan kepadanya kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Sampaikan saja kebenaran tentang paman Anda," ucap Aditya.Cloud yang turut menelinga pembicaraan itu mengangguk seolah Aditya juga sedang bicara padanya. Cloud sampai menggoyang lengan Nic agar segera menjawab."Baiklah! Aku akan menghubunginya sekarang."
"Lihat dia! Benar-benar sangat mirip denganmu, hidung dan bibirnya."Nic memandang Kala yang tidur di antara dirinya dan Cloud. Meski tadi sempat mengganggu Bianca dan Skala yang sudah tidur, tapi Nic seolah mengesampingkan rasa tak enak hati. Dia mengucapkan kata maaf kemudian menggendong putranya ke kamarnya sendiri."Tapi dia memiliki matamu," sambung Cloud. Wanita itu lantas mengecup lembut pipi Kala. Cloud mendekatkan wajah di samping kepala anak itu dan memejamkan mata. Beberapa saat yang lalu Rio baru saja memberi kabar, asisten tuan Annam memberitahu bahwa pria itu mengikuti permintaan Nic untuk tidak menggunakan jet pribadi yang sudah disewa, sehingga bisa dipastikan pertemuan mereka yang dijadwalkan pagi harus digeser ke siang, atau bahkan bisa sore jika pesawat yang akan mereka tumpangi mengalami keterlambatan keberangkatan. Mendengar kabar itu, Nic pun meminta Rio mengkonfirmasi persetujuannya dan mengurus semua yang dibutuhkan termasuk menghubungi pihak hotel agar perte
"Apa aku bisa meminta bantuanmu? Aku mau menitipkan ibuku untuk hari ini, atau setidaknya sampai masalah Pak Nic dan pamannya selesai."Nina kaget bukan kepalang mendapat panggilan dari nomor Aditya. Tak hanya itu permintaannya juga terdengar sangat berat, karena selain ingin menitipkan ibunya, Aditya juga meminta Nina berpura-pura menjadi teman dekatnya. "Sembrono! Kamu tidak bilang aku kekasihmu 'kan?" Sembur Nina."Tidak!" Aditya menjawab dengan tegas. Dia mengulangi permohonannya agar Nina setuju membantu."Baiklah, sebenarnya aku juga harus ikut memantau Kala, mengingat kak Cloud tidak menghubungi lagi sepertinya sudah banyak yang mengawasi." Aditya mengucapkan terima kasih. Namun, sebelum mengakhiri panggilan itu. Nina menanyakan sesuatu yang membuatnya terdiam."Apa kamu tidak ingin menyelamatkan Thea juga? Bagaimana dengan dia?"Aditya diam seribu bahasa, dia menelan ludah susah payah. Karena terlalu cemas dengan keadaan ibunya sampai tak memikirkan Thea."Setelah aku mengan
Aditya memilih masuk kembali ke mobil dan pergi ke apartemen Nina. Dia tidak ingin membuat ibunya curiga lalu melempar pertanyaan yang malah membuatnya bingung untuk menjawab.Aditya beralasan akan pergi ke luar kota beberapa hari, karena tidak tega meninggalkan ibunya sendirian maka dia menitipkan ibunya di rumah Nina."Apa Nina itu pacarmu?" Ibu Aditya mengulang pertanyaan lagi, tapi jawaban Aditya tetap sama seperti sebelumnya. Dia dan Nina hanya kenalan biasa. Meski begitu sepertinya ibu Aditya berpikir sang anak sedang berbohong. Mana ada teman biasa yang mau direpotkan jika tidak memiliki hubungan dekat."Pokoknya ibu jangan berpikir yang macam-macam, jangan bertanya hal aneh-aneh ke Nina!" Aditya memberi peringatan, tapi sayang dia lupa mengatakan satu hal yang sebenarnya krusial ke ibunya, kalau Nina sudah memiliki pacar.Sesampainya di apartemen Nina, Aditya langsung menuju ke unit gadis itu. Dia disambut dengan ramah, bahkan Nina menyambar tas milik ibunya yang dia bawa untu
Satu bulan kemudian Hari itu awan mendung menyelimuti hati Cloud. Sejak Nic berangkat kerja dan Kala sekolah, Cloud terus menangis karena merasa sangat bersalah ke baby Gaza juga Kala. Bukan tanpa alasan Cloud bersikap seperti ini. Beberapa hari ini dia sering merasa mual dan lemas. Bahkan setelah makan banyak dan mengonsumsi vitamin kondisinya juga masih sama. Hingga, Cloud yang memang sejak melahirkan baby Gaza belum mendapat tamu bulanan memilih untuk mencoba melakukan uji kehamilan. Cloud awalnya hanya iseng dan berpikir untuk tidak berpikir yang macam-macam, tapi dia berakhir lemas saat melihat dua garis merah tertera jelas pada alat uji kehamilan yang dia gunakan. Hati Cloud sedih, merasa sangat bersalah pada dua anaknya terutama ke baby Gaza yang baru saja berumur empat bulan. Karena hal itu, Cloud tidak bisa fokus bekerja dengan tenang meskipun masih bekerja dari rumah. Dia juga takut memberitahu Nic dan sekarang hanya Bianca yang menjadi tumpuannya. Setelah mengetahui diri
Cloud meraba dada Nic, mengusap lembut sambil merapatkan tubuhnya dan menciumi punggung pria itu. Cloud tahu Nic mengizinkannya melakukan itu saat tak mendapatkan penolakan sama sekali, bahkan saat dia mulai menempelkan lalu menggesekkan dadanya yang memang lebih padat karena berisi ASI putra kedua mereka. Nic diam-diam tersenyum, menikmati sentuhan Cloud. Tak lama tanpa ragu Nic akhirnya meraih tangan Cloud yang sejak tadi mengusap dada untuk mulai mengusap miliknya yang berada di antara paha.Cloud tersenyum penuh arti, dia mengangkat kepala untuk menjangkau tengkuk Nic dan memberi kecupan di sana, tak puas Cloud menggigit kecil cuping telinga suaminya bahkan menggelitik beberapa detik menggunakan ujung lidah.Nic pun tak sanggup lagi, dia bergerak dan Cloud pun bergeser, secepat kilat Nic mengurung tubuh Cloud, mencekal ke dua tangan istrinya di sisi kepala."Apa kamu tahu hukuman apa yang pantas diberikan ke wanita yang membuat prianya cemburu?" Tanya Nic."Aku tidak tahu, tapi k
Tidak terasa tiga bulan pun berlalu. Siang itu Cloud menitipkan Gaza ke Bianca karena harus menghadiri pesta pernikahan Thea dan Aditya.“Misal nanti Gaza rewel atau kenapa-napa, Mama langsung kabari aku saja,” ucap Cloud saat menitipkan putra ke duanya.“Kamu itu kayak baru kali ini nitipin anakmu ke Mama,” ucap Bianca. “Kayak masih setengah ga percaya.”Cloud pun tersenyum lebar mendengar protes Bianca kemudian membalas, “Bukan begitu, Ma. Siapa tahu Mama tidak bisa mengatasi kalau Gaza sedang rewel.”“Sudah kamu tenang saja. Nikmati pesta Thea dan jangan mikir yang aneh-aneh. Mama akan menjaga Gaza dengan baik,” ujar Bianca.Cloud pun melebarkan senyum mendengar ucapan Bianca. Dia lantas berpamitan dan pergi bersama Nic juga Kala. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat mengenakan setelan jas yang sama, Kala bahkan memperlihatkan aura seperti anak bangsawan.“Ayo!” Nic mengulurkan tangan ke Cloud agar istrinya itu bisa menuruni anak tangga dengan nyaman. Mereka te
“Hai.”Arkan masuk menyapa Cloud dan Nic yang ada di kamar. Nic yang awalnya tegang seketika rileks saat menyadari sepupunya datang mengajak Shafira dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya dengan bangga.Nic pun bisa menerima kehadiran Arkan, bahkan bersikap ramah saat menyadari tatapan mata pria itu sudah sangat berbeda ke Cloud.“Bagaimana kondisimu dan juga bayimu?” Tanya Arkan. Dia berdiri di dekat ranjang Cloud bersisian dengan sang kekasih.Cloud sendiri tampak begitu kagum melihat bagaimana anggunnya Shafira. Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang fashion, Cloud mendapat inspirasi bagaimana kalau perusahaannya mulai mencoba merambah dunia busana yang bisa dikenakan juga oleh para wanita yang mengenakan hijab.“Kami sehat, bahkan besok aku sudah diperbolehkan pulang,” jawab Cloud lantas menoleh ke baby box di mana bayinya sedang tidur.Shafira langsung mengalihkan tatapan ke sana, senyum gadis itu merekah bahkan diam-diam menarik bagian kemeja Arkan yang a
Kala masuk dan langsung menuju box bayi di mana sang adik tidur. Dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana wajah sang adik dari pada menyapa Cloud dan Nic lebih dulu. Berbeda dengan Bianca yang datang bersama rombongan putranya dan juga Skala. Wanita itu mendekati Cloud dan memeluk putrinya dengan tangis haru."Selamat ya! Kamu hebat, Cloud. Mama bangga," bisik Bianca. Perlahan dia mengurai pelukan sambil berkata membawakan makanan kesukaan Cloud. Bianca menjauh agar yang lainnya juga bisa mengucapkan selamat ke ibu dua anak itu.Seluruh anggota keluarga sudah melek akan informasi hingga berusaha agar Cloud tidak sampai mengalami Baby Blues Syndrome. Ya, terkadang seorang ibu yang baru saja melahirkan merasa tersisihkan, melihat bagaimana sikap orang sekitar yang lebih memperhatikan bayinya dari pada dia yang berjuang mempertaruhkan nyawa."Aku dan Embun sudah menyiapkan kado untukmu, coba lihat!" Pinta Rain sambil mengulurkan sebuah tas kertas kecil ke Cloud. Setelah sang adik
"Ners, tolong itu suami saya!"Cloud yang sudah ingin mengejan masih bisa memikirkan Nic yang baru saja terkena mental. Seorang perawat pun mencoba mendekat untuk memastikan keadaan Nic. Dia memegang lengan pria itu yang tatapannya terlihat kosong."Anda duduk saja di sini ya, Pak!" Ucap perawat itu sebelum kembali mendekat ke ranjang untuk mendengarkan keputusan dokter."Ibu tahan ya! Kita pindah ke ruang bersalin."Dokter pun memberi kode ke perawat yang berada di dekatnya dan Cloud pun segera dipindahkan. Nic sendiri seolah baru sadar saat ranjang sang istri dibawa keluar. Dia berdiri bergegas mengikuti ke mana Cloud pergi."Pak, Anda hanya boleh masuk kalau yakin kuat melihat apa yang terjadi di dalam, kalau tidak lebih baik Anda menunggu di luar." Dokter menahan Nic di depan pintu. Wajah pucat pria itu semakin membuat Dokter berpikir Nic sama sekali tidak siap menemani persalinan Cloud. Dokter pun hendak masuk tapi Nic menerobos sambil berkata dia kuat dan mampu.Meski wajahnya
Kelakuan Nic membuat Kala sampai terbangun, anak itu menggosok mata melihat Cloud berdiri menyanggah pinggang sedangkan Nic sibuk berganti baju. “Mama,” panggil Kala. Cloud yang mendengarnya menoleh, dia pun mendekat ke Nic dan memukul lengan sang suami karena membuat Kala terbangun.“Kala bangun gara-gara kamu,” ucap Cloud masih sambil menahan sakit di bagian perut bawah. Dia mengusap pipi agar Kala tak sampai melihatnya menangis. “Mama, apa Mama masih marah?” Cloud menoleh dan buru-buru menghampiri Kala. Dia membelai pipi anak itu dan mencium puncak kepalanya. Cloud menggeleng dan malah meminta maaf karena merasa keterlaluan memarahi Kala tadi. “Kenapa muka Mama begitu?” Kala menyadari ekspresi wajah Cloud yang berbeda.” Apa Mama sakit?” Tanyanya. “Hm… iya, adik sepertinya mau lahir,” jawab Cloud. Namun, bukannya merasa kasihan ke sang mama, Kala malah melompat-lompat kegirangan di atas kasur. Cloud sampai membeku dan saling pandang dengan Nic. Mata Kala yang mengantuk berub
Cloud ternyata hanya berpura-pura, setelah Kala dan dua keponakannya memasang muka bersalah dan ketakutan, Cloud pun berhenti mengaduh kesakitan. Masing-masing dari Cloud dan juga Embun tentu saja sangat ingin marah. Ini jelas bukan hanya sekadar masalah belanja atau uang puluhan juta, tapi seharusnya Olla dan Kala meminta izin lebih dulu kepada orangtua."Kalau izin namanya ga kejutan donk," ucap Olla. Meski awalnya takut, cucu pertama Skala itu akhirnya berani mengeluarkan pendapat karena mendapat pembelaan opanya."Sudahlah, tidak perlu ribut. Nanti papa yang ganti."Mendengar ucapan Skala baik Cloud dan Embun menoleh bersamaan. Skala sendiri tidak merasa takut diplototi anak dan menantunya, dia malah memanggil Olla, Kala juga Omi dan memeluk ke tiganya bergantian menunjukkan kasih sayang."Benar-benar," gerutu Embun sambil membuang muka.Nic sendiri dengan cara berbisik mengatakan pada Rain, kalau dia akan segera mengganti uang yang dipakai Kala berbelanja."Papa tidak bisa membel
Usia kandungan Cloud pun akhirnya sudah memasuki sembilan bulan. Seperti kesepakatan mereka saat kandungan Cloud masih berumur enam bulan, wanita itu bekerja di rumah karena Nic sudah tidak memperbolehkannya bolak-balik ke perusahaan, demi menjaga kondisi tubuh juga calon buah hati mereka. Bahkan mendekati hari perkiraan lahir, kini Nic dan Cloud tinggal di rumah Skala. Hal ini dilakukan semata-mata karena Nic takut Cloud mengalami kontraksi.Sore itu Rain datang ke rumah sang papa bersama Embun juga anak-anaknya untuk makan malam bersama dan menginap di sana. Saat masuk, Rain melihat sang adik yang duduk di sofa ruang keluarga sambil meluruskan kaki bersama Bianca dan Skala.“Bagaimana kabarmu?” tanya Rain yang langsung menghampiri Cloud.“Baik.” Cloud menjawab kemudian mengelus perutnya karena sang bayi baru saja menendang.Rain dan Embun pun ikut duduk, seperti biasa membiarkan Olla dan Omi bermain di belakang, apalagi Kala juga berada di sana. Awalnya Rain membahas tentang harga s