"Tidak perlu dibuka! Biarkan saja, mereka juga paling pergi sendiri nanti," ucap Cloud dengan nada suara lirih. Ia menempelkan telunjuk ke depan bibir, mendekat ke pintu mencoba mendengarkan percakapan dari dalam.Nic sendiri geli melihat tingkah sang istri. Ia pun menoleh ke kaca untuk memperbaiki penampilan. Rambutnya tampak masih sedikit kusut karena perbuatan Cloud mengacak, meremas dan menjambaknya beberapa saat yang lalu."Apa kita harus panggil OB? Bagaimana kalau ada orang yang bunuh diri di dalam?"Dugaan orang yang berbicara di luar itu membuat Cloud tersentak, begitu juga Nic yang langsung menoleh dan tertawa menyadari istrinya kaget."Kamu yakin tidak mau keluar? Bisa-bisa mereka mendobrak pintu ini." Nic malah tersenyum bahagia melihat istrinya grogi.Cloud gemas, secara impulsif wanita itu mencubit lengan Nic dan membuatnya berteriak mengaduh kesakitan. Cloud semakin panik tak karuan, dia malah menyalahkan Nic yang tiba-tiba saja datang ke kantornya."Ini gara-gara kamu,
"Tentu saja ada, Tuan. Anda bisa memberikan kekasih Anda cincin berlian. Berlian sendiri adalah jenis batuan yang sejak dulu dijadikan simbol kesakralan dan cinta sejati."Pelayan toko itu mempersilahkan Nic menuju etalase lain, tapi sebelum itu Nic lebih dulu menoleh Cloud yang masih sibuk mencarikan perhiasan untuk hadiah staffnya.Nic berdiri memandang deretan cincin berlian yang berkilauan. Ia mengamati satu persatu sampai menemukan satu model cincin yang membuatnya terpaku. Nic menatap cincin itu sambil berpikir. Ia bahkan tidak ingat bagaimana bentuk cincin pernikahannya dan Cloud dulu. Ia tidak pernah memakainya begitu juga dengan sang istri. Nic bahkan lupa di toko mana dia membeli cincin untuk pernikahannya. "Apa aku bisa lihat yang itu?" Nic menunjuk sebuah cincin yang menarik perhatiannya. Cincin itu menurut Nic tmsederhana, tapi elegan. Sangat cocok untuk kepribadian Cloud yang rendah hati dan tak suka menonjolkan diri.Nic menoleh istrinya lagi, dia buru-buru meminta ci
Aditya tentu saja tidak langsung mengakui tuduhan Doni. Dia berpura-pura bodoh meski sadar nyawanya sedang terancam."Saya benar-benar tidak mengerti apa yang Anda bicarakan."Doni tersenyum masam mendengar sangkalan dari Aditya. Dia mendekat ke pria itu dan memberikan tatapan membunuh."Ibumu seharusnya sudah mati jika bukan aku yang memberi uang sampai dia bisa mendapat donor ginjal. Apa sekarang kamu ingin aku membuat ibumu kembali ke keadaannya saat itu?" Doni mengancam Aditya, menyeringai jahat sebelum mencengkeram dagu anak buahnya itu."Sekarang pilih! Ibumu atau keponakan bodohku."Pertanyaan Doni membuat Aditya sedikit gemetar. Ia benar-benar diambang dilema. Bagaimana mungkin dia membiarkan ibunya celaka, tapi apa jadinya jika wanita yang melahirkannya tahu dia berbuat jahat lagi. Padahal dia sudah berjanji untuk memperbaiki kesalahan dan berdiri di jalan yang benar."Kenapa kamu tidak menjawab? Apa kamu menantang? Aditya, meski kamu sudah bertahun-tahun menjadi orangku, tapi
Aditya merasa beruntung karena Doni tidak melakukan hal di luar nalar kepadanya. Ia mungkin saja bisa kehilangan nyawa di tangan pria itu tadi. Kini Aditya merasa dilema, karena tidak bisa dengan leluasa menghubungi Nic. Dia tahu saat ini dan sampai mendapatkan apa yang diinginkan, Doni pasti akan terus memantau gerak-geriknya.Aditya pun bergegas pergi dari perusahaan Doni. Sepanjang perjalanan dia sadar ada seseorang yang sedang mengikuti di belakang. Untuk saat ini Aditya hanya takut jika Doni melakukan hal yang buruk ke sang Ibunda. Bagaimanapun juga sebagai anak dia tidak ingin sampai wanita yang melahirkannya celaka.Meski tahu sedang berada di bawah pengawasan Doni, tapi Aditya tetap berusaha sekuat tenaga bersikap biasa. Dalam perjalanan pulang, dia memutuskan berbelok ke sebuah supermarket guna berbelanja kebutuhan rumah untuk ibunya. Aditya mencoba tak peduli, walau sesekali masih sambil melirik ke belakang dan waspada. Aditya mengambil keranjang belanja kemudian berjalan l
'Paman Anda tahu bahwa saya membantu Anda. Untuk saat ini saya tidak bisa menghubungi Anda seperti biasa. Pak Doni jelas terbaca akan merencanakan hal buruk lagi. Saya takut yang menjadi sasarannya adalah putra Anda — Kala. Dia juga meminta orang memata-matai, jadi sebaiknya Anda waspada'Nina menelan saliva membaca pesan Aditya. Ia masih tertegun di belakang kemudi saat kaca mobilnya diketuk dari luar. Nina menoleh dan berjengket kaget. Ternyata satpam supermarket ingin memintanya memindahkan mobil karena ada mobil barang yang terhalang."Maaf ya Mba, mobil depan di rem tangan, sudah diumumkan tapi pemiliknya belum muncul juga." Nina membuang napas lega, dia buru-buru memindahkan mobil lalu berhenti sejenak untuk mengambil foto pesan Aditya itu dan mengirimkannya ke Nic. Nina tak tahu bahwa membantu pria itu sama saja dengan membahayakan keselamatannya sendiri.Namun, untuk saat ini dia aman karena tidak ada orang kepercayaan Doni yang sadar Aditya meninggalkan pesan untuk Nic lewat
"Lalu bagaimana perasaan Kala saat melihat Mama seperti itu karena papa?"Bianca ingin mencegah Skala mencecar cucu mereka dengan pertanyaan. Namun, Skala tampak memberi kode, dia menggerakkan jari tangan kanan, meminta Bianca untuk diam dan mendengarkan."Aku sedih, aku bingung kenapa papa membuat mama menangis, tapi mama bilang baik-baik saja kok, kata mama ada masalah yang tidak perlu Kala tahu.""Lalu, apa Kala tidak benci ke papa?" Tanya Skala lagi.Kala menggeleng dan berkata," Mama bilang aku tidak boleh benci papa, karena papa hanya sedang tidak tahu kalau salah, nanti kalau papa tahu papa akan baik." Kala mengerjap, keningnya berkerut halus mendapati sang opa tak merespon jawabannya. "Aku pernah bertanya ke papa, dan papa bilang sangat sayang mama. Sekarang papa sudah baik, tidak nakalin mama, jadi apa boleh kami tinggal bersama?" Tanya Kala. Wajahnya sedikit putus asa menyadari Skala seperti tidak menaruh sedikitpun rasa iba padanya."Opa, aku janji akan melindungi mama ka
Cloud ragu. Sebenarnya dia sengaja datang untuk memberi kejutan ke Nic. Selama menikah dengan pria itu, mungkin baru dua atau tiga kali dia datang ke kantor Nic seperti ini. Cloud awalnya ungin menyampaikan apa yang dia bicarakan dengan Skala pagi tadi. Namun, mendengar tentang kondisi Nic dari Rio membuatnya malah prihatin.Cloud mengetuk pintu ruangan Nic. Dari mejanya Rio tampak memperhatikan. Cloud pun sempat menoleh ke Rio karena Nic sama sekali tidak merespon.Cloud mencoba menempelkan kepalan tangan ke daun pintu lagi. Kali ini suara Nic terdengar mempersilahkan masuk. Cloud menoleh lagi memandang Rio. Kekasih manager putranya itu pun tersenyum. Cloud memutar gagang pintu dan tampak di depan matanya Nic sedang fokus dengan pekerjaan tanpa memandang ke arah dirinya masuk."Ada apa lagi? Apa kamu mau pulang lebih awal? Kalau begitu pulang saja, tinggalkan berkas yang masih butuh aku periksa di meja." Nic bicara tanpa menyadari bahwa orang yang berdiri di depan mejanya bukanlah sa
Nic memutar tumit menuju meja kerjanya. Ia tak peduli dengan tumpukan berkas yang buru-buru dia kemas dan rapikan ke sisi meja. Pria itu tidak mengambil jas yang tergantung di dekat kursi kerja dan hanya merapikan gulungan lengan kemeja yang dia kenakan. Cloud sendiri masih berdiri sambil mengedarkan pandangan melihat ruang kerja Nic. Dia tak menemukan foto keluarga mereka, hingga Nic menebak apa yang dirinya cari. Pria itu membalik pigura yang ada di atas meja kerja dan berkata —"Aku meletakkan foto kalian di sini. Kamu dan Kala harus selalu di dekatku, bukankah ini manis?" Nic mengerlingkan mata, tentu saja hal ini sukses membuat Cloud tersipu malu. Sepertinya ikatan batin yang dimiliki pria itu dengannya semakin kuat. Bahkan tanpa bertanya Nic bisa dengan tepat menebak isi kepalanya.Nic berjalan mendekat dengan mimik sombong, satu tangan pria itu jejalkan ke kantong celana. Bibirnya memulas senyum penuh kemenangan saat berdiri tepat di depan Cloud."Kita ini soulmate, aku bahkan
Satu bulan kemudian Hari itu awan mendung menyelimuti hati Cloud. Sejak Nic berangkat kerja dan Kala sekolah, Cloud terus menangis karena merasa sangat bersalah ke baby Gaza juga Kala. Bukan tanpa alasan Cloud bersikap seperti ini. Beberapa hari ini dia sering merasa mual dan lemas. Bahkan setelah makan banyak dan mengonsumsi vitamin kondisinya juga masih sama. Hingga, Cloud yang memang sejak melahirkan baby Gaza belum mendapat tamu bulanan memilih untuk mencoba melakukan uji kehamilan. Cloud awalnya hanya iseng dan berpikir untuk tidak berpikir yang macam-macam, tapi dia berakhir lemas saat melihat dua garis merah tertera jelas pada alat uji kehamilan yang dia gunakan. Hati Cloud sedih, merasa sangat bersalah pada dua anaknya terutama ke baby Gaza yang baru saja berumur empat bulan. Karena hal itu, Cloud tidak bisa fokus bekerja dengan tenang meskipun masih bekerja dari rumah. Dia juga takut memberitahu Nic dan sekarang hanya Bianca yang menjadi tumpuannya. Setelah mengetahui diri
Cloud meraba dada Nic, mengusap lembut sambil merapatkan tubuhnya dan menciumi punggung pria itu. Cloud tahu Nic mengizinkannya melakukan itu saat tak mendapatkan penolakan sama sekali, bahkan saat dia mulai menempelkan lalu menggesekkan dadanya yang memang lebih padat karena berisi ASI putra kedua mereka. Nic diam-diam tersenyum, menikmati sentuhan Cloud. Tak lama tanpa ragu Nic akhirnya meraih tangan Cloud yang sejak tadi mengusap dada untuk mulai mengusap miliknya yang berada di antara paha.Cloud tersenyum penuh arti, dia mengangkat kepala untuk menjangkau tengkuk Nic dan memberi kecupan di sana, tak puas Cloud menggigit kecil cuping telinga suaminya bahkan menggelitik beberapa detik menggunakan ujung lidah.Nic pun tak sanggup lagi, dia bergerak dan Cloud pun bergeser, secepat kilat Nic mengurung tubuh Cloud, mencekal ke dua tangan istrinya di sisi kepala."Apa kamu tahu hukuman apa yang pantas diberikan ke wanita yang membuat prianya cemburu?" Tanya Nic."Aku tidak tahu, tapi k
Tidak terasa tiga bulan pun berlalu. Siang itu Cloud menitipkan Gaza ke Bianca karena harus menghadiri pesta pernikahan Thea dan Aditya.“Misal nanti Gaza rewel atau kenapa-napa, Mama langsung kabari aku saja,” ucap Cloud saat menitipkan putra ke duanya.“Kamu itu kayak baru kali ini nitipin anakmu ke Mama,” ucap Bianca. “Kayak masih setengah ga percaya.”Cloud pun tersenyum lebar mendengar protes Bianca kemudian membalas, “Bukan begitu, Ma. Siapa tahu Mama tidak bisa mengatasi kalau Gaza sedang rewel.”“Sudah kamu tenang saja. Nikmati pesta Thea dan jangan mikir yang aneh-aneh. Mama akan menjaga Gaza dengan baik,” ujar Bianca.Cloud pun melebarkan senyum mendengar ucapan Bianca. Dia lantas berpamitan dan pergi bersama Nic juga Kala. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat mengenakan setelan jas yang sama, Kala bahkan memperlihatkan aura seperti anak bangsawan.“Ayo!” Nic mengulurkan tangan ke Cloud agar istrinya itu bisa menuruni anak tangga dengan nyaman. Mereka te
“Hai.”Arkan masuk menyapa Cloud dan Nic yang ada di kamar. Nic yang awalnya tegang seketika rileks saat menyadari sepupunya datang mengajak Shafira dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya dengan bangga.Nic pun bisa menerima kehadiran Arkan, bahkan bersikap ramah saat menyadari tatapan mata pria itu sudah sangat berbeda ke Cloud.“Bagaimana kondisimu dan juga bayimu?” Tanya Arkan. Dia berdiri di dekat ranjang Cloud bersisian dengan sang kekasih.Cloud sendiri tampak begitu kagum melihat bagaimana anggunnya Shafira. Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang fashion, Cloud mendapat inspirasi bagaimana kalau perusahaannya mulai mencoba merambah dunia busana yang bisa dikenakan juga oleh para wanita yang mengenakan hijab.“Kami sehat, bahkan besok aku sudah diperbolehkan pulang,” jawab Cloud lantas menoleh ke baby box di mana bayinya sedang tidur.Shafira langsung mengalihkan tatapan ke sana, senyum gadis itu merekah bahkan diam-diam menarik bagian kemeja Arkan yang a
Kala masuk dan langsung menuju box bayi di mana sang adik tidur. Dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana wajah sang adik dari pada menyapa Cloud dan Nic lebih dulu. Berbeda dengan Bianca yang datang bersama rombongan putranya dan juga Skala. Wanita itu mendekati Cloud dan memeluk putrinya dengan tangis haru."Selamat ya! Kamu hebat, Cloud. Mama bangga," bisik Bianca. Perlahan dia mengurai pelukan sambil berkata membawakan makanan kesukaan Cloud. Bianca menjauh agar yang lainnya juga bisa mengucapkan selamat ke ibu dua anak itu.Seluruh anggota keluarga sudah melek akan informasi hingga berusaha agar Cloud tidak sampai mengalami Baby Blues Syndrome. Ya, terkadang seorang ibu yang baru saja melahirkan merasa tersisihkan, melihat bagaimana sikap orang sekitar yang lebih memperhatikan bayinya dari pada dia yang berjuang mempertaruhkan nyawa."Aku dan Embun sudah menyiapkan kado untukmu, coba lihat!" Pinta Rain sambil mengulurkan sebuah tas kertas kecil ke Cloud. Setelah sang adik
"Ners, tolong itu suami saya!"Cloud yang sudah ingin mengejan masih bisa memikirkan Nic yang baru saja terkena mental. Seorang perawat pun mencoba mendekat untuk memastikan keadaan Nic. Dia memegang lengan pria itu yang tatapannya terlihat kosong."Anda duduk saja di sini ya, Pak!" Ucap perawat itu sebelum kembali mendekat ke ranjang untuk mendengarkan keputusan dokter."Ibu tahan ya! Kita pindah ke ruang bersalin."Dokter pun memberi kode ke perawat yang berada di dekatnya dan Cloud pun segera dipindahkan. Nic sendiri seolah baru sadar saat ranjang sang istri dibawa keluar. Dia berdiri bergegas mengikuti ke mana Cloud pergi."Pak, Anda hanya boleh masuk kalau yakin kuat melihat apa yang terjadi di dalam, kalau tidak lebih baik Anda menunggu di luar." Dokter menahan Nic di depan pintu. Wajah pucat pria itu semakin membuat Dokter berpikir Nic sama sekali tidak siap menemani persalinan Cloud. Dokter pun hendak masuk tapi Nic menerobos sambil berkata dia kuat dan mampu.Meski wajahnya
Kelakuan Nic membuat Kala sampai terbangun, anak itu menggosok mata melihat Cloud berdiri menyanggah pinggang sedangkan Nic sibuk berganti baju. “Mama,” panggil Kala. Cloud yang mendengarnya menoleh, dia pun mendekat ke Nic dan memukul lengan sang suami karena membuat Kala terbangun.“Kala bangun gara-gara kamu,” ucap Cloud masih sambil menahan sakit di bagian perut bawah. Dia mengusap pipi agar Kala tak sampai melihatnya menangis. “Mama, apa Mama masih marah?” Cloud menoleh dan buru-buru menghampiri Kala. Dia membelai pipi anak itu dan mencium puncak kepalanya. Cloud menggeleng dan malah meminta maaf karena merasa keterlaluan memarahi Kala tadi. “Kenapa muka Mama begitu?” Kala menyadari ekspresi wajah Cloud yang berbeda.” Apa Mama sakit?” Tanyanya. “Hm… iya, adik sepertinya mau lahir,” jawab Cloud. Namun, bukannya merasa kasihan ke sang mama, Kala malah melompat-lompat kegirangan di atas kasur. Cloud sampai membeku dan saling pandang dengan Nic. Mata Kala yang mengantuk berub
Cloud ternyata hanya berpura-pura, setelah Kala dan dua keponakannya memasang muka bersalah dan ketakutan, Cloud pun berhenti mengaduh kesakitan. Masing-masing dari Cloud dan juga Embun tentu saja sangat ingin marah. Ini jelas bukan hanya sekadar masalah belanja atau uang puluhan juta, tapi seharusnya Olla dan Kala meminta izin lebih dulu kepada orangtua."Kalau izin namanya ga kejutan donk," ucap Olla. Meski awalnya takut, cucu pertama Skala itu akhirnya berani mengeluarkan pendapat karena mendapat pembelaan opanya."Sudahlah, tidak perlu ribut. Nanti papa yang ganti."Mendengar ucapan Skala baik Cloud dan Embun menoleh bersamaan. Skala sendiri tidak merasa takut diplototi anak dan menantunya, dia malah memanggil Olla, Kala juga Omi dan memeluk ke tiganya bergantian menunjukkan kasih sayang."Benar-benar," gerutu Embun sambil membuang muka.Nic sendiri dengan cara berbisik mengatakan pada Rain, kalau dia akan segera mengganti uang yang dipakai Kala berbelanja."Papa tidak bisa membel
Usia kandungan Cloud pun akhirnya sudah memasuki sembilan bulan. Seperti kesepakatan mereka saat kandungan Cloud masih berumur enam bulan, wanita itu bekerja di rumah karena Nic sudah tidak memperbolehkannya bolak-balik ke perusahaan, demi menjaga kondisi tubuh juga calon buah hati mereka. Bahkan mendekati hari perkiraan lahir, kini Nic dan Cloud tinggal di rumah Skala. Hal ini dilakukan semata-mata karena Nic takut Cloud mengalami kontraksi.Sore itu Rain datang ke rumah sang papa bersama Embun juga anak-anaknya untuk makan malam bersama dan menginap di sana. Saat masuk, Rain melihat sang adik yang duduk di sofa ruang keluarga sambil meluruskan kaki bersama Bianca dan Skala.“Bagaimana kabarmu?” tanya Rain yang langsung menghampiri Cloud.“Baik.” Cloud menjawab kemudian mengelus perutnya karena sang bayi baru saja menendang.Rain dan Embun pun ikut duduk, seperti biasa membiarkan Olla dan Omi bermain di belakang, apalagi Kala juga berada di sana. Awalnya Rain membahas tentang harga s