Aditya tentu saja tidak langsung mengakui tuduhan Doni. Dia berpura-pura bodoh meski sadar nyawanya sedang terancam."Saya benar-benar tidak mengerti apa yang Anda bicarakan."Doni tersenyum masam mendengar sangkalan dari Aditya. Dia mendekat ke pria itu dan memberikan tatapan membunuh."Ibumu seharusnya sudah mati jika bukan aku yang memberi uang sampai dia bisa mendapat donor ginjal. Apa sekarang kamu ingin aku membuat ibumu kembali ke keadaannya saat itu?" Doni mengancam Aditya, menyeringai jahat sebelum mencengkeram dagu anak buahnya itu."Sekarang pilih! Ibumu atau keponakan bodohku."Pertanyaan Doni membuat Aditya sedikit gemetar. Ia benar-benar diambang dilema. Bagaimana mungkin dia membiarkan ibunya celaka, tapi apa jadinya jika wanita yang melahirkannya tahu dia berbuat jahat lagi. Padahal dia sudah berjanji untuk memperbaiki kesalahan dan berdiri di jalan yang benar."Kenapa kamu tidak menjawab? Apa kamu menantang? Aditya, meski kamu sudah bertahun-tahun menjadi orangku, tapi
Aditya merasa beruntung karena Doni tidak melakukan hal di luar nalar kepadanya. Ia mungkin saja bisa kehilangan nyawa di tangan pria itu tadi. Kini Aditya merasa dilema, karena tidak bisa dengan leluasa menghubungi Nic. Dia tahu saat ini dan sampai mendapatkan apa yang diinginkan, Doni pasti akan terus memantau gerak-geriknya.Aditya pun bergegas pergi dari perusahaan Doni. Sepanjang perjalanan dia sadar ada seseorang yang sedang mengikuti di belakang. Untuk saat ini Aditya hanya takut jika Doni melakukan hal yang buruk ke sang Ibunda. Bagaimanapun juga sebagai anak dia tidak ingin sampai wanita yang melahirkannya celaka.Meski tahu sedang berada di bawah pengawasan Doni, tapi Aditya tetap berusaha sekuat tenaga bersikap biasa. Dalam perjalanan pulang, dia memutuskan berbelok ke sebuah supermarket guna berbelanja kebutuhan rumah untuk ibunya. Aditya mencoba tak peduli, walau sesekali masih sambil melirik ke belakang dan waspada. Aditya mengambil keranjang belanja kemudian berjalan l
'Paman Anda tahu bahwa saya membantu Anda. Untuk saat ini saya tidak bisa menghubungi Anda seperti biasa. Pak Doni jelas terbaca akan merencanakan hal buruk lagi. Saya takut yang menjadi sasarannya adalah putra Anda — Kala. Dia juga meminta orang memata-matai, jadi sebaiknya Anda waspada'Nina menelan saliva membaca pesan Aditya. Ia masih tertegun di belakang kemudi saat kaca mobilnya diketuk dari luar. Nina menoleh dan berjengket kaget. Ternyata satpam supermarket ingin memintanya memindahkan mobil karena ada mobil barang yang terhalang."Maaf ya Mba, mobil depan di rem tangan, sudah diumumkan tapi pemiliknya belum muncul juga." Nina membuang napas lega, dia buru-buru memindahkan mobil lalu berhenti sejenak untuk mengambil foto pesan Aditya itu dan mengirimkannya ke Nic. Nina tak tahu bahwa membantu pria itu sama saja dengan membahayakan keselamatannya sendiri.Namun, untuk saat ini dia aman karena tidak ada orang kepercayaan Doni yang sadar Aditya meninggalkan pesan untuk Nic lewat
"Lalu bagaimana perasaan Kala saat melihat Mama seperti itu karena papa?"Bianca ingin mencegah Skala mencecar cucu mereka dengan pertanyaan. Namun, Skala tampak memberi kode, dia menggerakkan jari tangan kanan, meminta Bianca untuk diam dan mendengarkan."Aku sedih, aku bingung kenapa papa membuat mama menangis, tapi mama bilang baik-baik saja kok, kata mama ada masalah yang tidak perlu Kala tahu.""Lalu, apa Kala tidak benci ke papa?" Tanya Skala lagi.Kala menggeleng dan berkata," Mama bilang aku tidak boleh benci papa, karena papa hanya sedang tidak tahu kalau salah, nanti kalau papa tahu papa akan baik." Kala mengerjap, keningnya berkerut halus mendapati sang opa tak merespon jawabannya. "Aku pernah bertanya ke papa, dan papa bilang sangat sayang mama. Sekarang papa sudah baik, tidak nakalin mama, jadi apa boleh kami tinggal bersama?" Tanya Kala. Wajahnya sedikit putus asa menyadari Skala seperti tidak menaruh sedikitpun rasa iba padanya."Opa, aku janji akan melindungi mama ka
Cloud ragu. Sebenarnya dia sengaja datang untuk memberi kejutan ke Nic. Selama menikah dengan pria itu, mungkin baru dua atau tiga kali dia datang ke kantor Nic seperti ini. Cloud awalnya ungin menyampaikan apa yang dia bicarakan dengan Skala pagi tadi. Namun, mendengar tentang kondisi Nic dari Rio membuatnya malah prihatin.Cloud mengetuk pintu ruangan Nic. Dari mejanya Rio tampak memperhatikan. Cloud pun sempat menoleh ke Rio karena Nic sama sekali tidak merespon.Cloud mencoba menempelkan kepalan tangan ke daun pintu lagi. Kali ini suara Nic terdengar mempersilahkan masuk. Cloud menoleh lagi memandang Rio. Kekasih manager putranya itu pun tersenyum. Cloud memutar gagang pintu dan tampak di depan matanya Nic sedang fokus dengan pekerjaan tanpa memandang ke arah dirinya masuk."Ada apa lagi? Apa kamu mau pulang lebih awal? Kalau begitu pulang saja, tinggalkan berkas yang masih butuh aku periksa di meja." Nic bicara tanpa menyadari bahwa orang yang berdiri di depan mejanya bukanlah sa
Nic memutar tumit menuju meja kerjanya. Ia tak peduli dengan tumpukan berkas yang buru-buru dia kemas dan rapikan ke sisi meja. Pria itu tidak mengambil jas yang tergantung di dekat kursi kerja dan hanya merapikan gulungan lengan kemeja yang dia kenakan. Cloud sendiri masih berdiri sambil mengedarkan pandangan melihat ruang kerja Nic. Dia tak menemukan foto keluarga mereka, hingga Nic menebak apa yang dirinya cari. Pria itu membalik pigura yang ada di atas meja kerja dan berkata —"Aku meletakkan foto kalian di sini. Kamu dan Kala harus selalu di dekatku, bukankah ini manis?" Nic mengerlingkan mata, tentu saja hal ini sukses membuat Cloud tersipu malu. Sepertinya ikatan batin yang dimiliki pria itu dengannya semakin kuat. Bahkan tanpa bertanya Nic bisa dengan tepat menebak isi kepalanya.Nic berjalan mendekat dengan mimik sombong, satu tangan pria itu jejalkan ke kantong celana. Bibirnya memulas senyum penuh kemenangan saat berdiri tepat di depan Cloud."Kita ini soulmate, aku bahkan
"Ga boleh, Kala! Kata mamaku bisa saja minuman ini tercemar." Nala bersikeras melarang. Sampai Miss Elly yang melihat dia dan Kala ribut datang menghampiri. "Kenapa Kala sama Nala ini? Apa sudah selesai makan dan minumnya?" "Belum, Miss. Ini Nala bawel banget," gerutu Kala. Bocah itu melirik sang teman dengan bibir cemberut. Pipinya menggelembung karena sedang mengunyah roti."Miss Elly susu Kala aneh, dia belum minum tapi segelnya udah kebuka. Kata Mama ga boleh minum minuman kemasan yang segelnya rusak," ujar Nala.Miss Elly tentu saja tidak menganggap sepele aduan Nala. Dia mengambil susu milik Kala lantas membuka tutupnya. Miss Elly mencium susu itu kemudian meminta izin ke Nala untuk membuka miliknya juga."Boleh Miss buka punya Nala?" Nala mengangguk sedangkan Kala malah merasa kesal karena Nala seolah mengganggu ketenangannya. Miss Elly mencium susu Nala dan merasa baunya memang agak sedikit berbeda dari milik Kala. Tak ingin mengambil resiko, dia pun melarang Kala meminum
Cloud mencari keberadaan Miss Elly. Ia ingin memastikan cerita Nala tentang susu yang membuat Kala marah dan memasang muka cemberut. Saat melihat guru muda itu Cloud pun menyapa, dia mendekat dan Miss Elly menyambut dengan ramah.“Sepertinya Kala sudah keluar sama Nala tadi, Mom.”Miss Elly menganggap Cloud mencari keberadaan Kala. Ia bersikap biasa karena merasa tidak terjadi hal yang buruk ke sang siswa.“Sudah, Kala sudah bersama papanya. Tapi sebenarnya ada yang ingin saya tanyakan ke miss Elly.” Cloud tak ingin membuang-buang waktu. Ia sadar Miss Elly pasti lelah dan ingin cepat pulang.“Apa masalah penting? Bagaimana kalau kita bicara di ruang guru?”Miss Elly memersilahkan Cloud mengikutinya. Mereka masuk ke ruang guru dan Cloud pun duduk di kursi yang berada tepat depan meja kerja Miss Elly.“Miss, tadi Nala bercerita kalau mereka diberi susu saat field trip dan susu Kala kata Nala segelnya terbuka lalu Miss mengambilnya.”Alis Miss Elly berkerut, dia yang menganggap sepele ma