Beranda / Pernikahan / Istri Pajangan / Seperti disambar Petir

Share

Istri Pajangan
Istri Pajangan
Penulis: Nadaaulia

Seperti disambar Petir

Penulis: Nadaaulia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bu, kamu dandan dong dirumah. Jangan pucet begitu, udah bau, rambut berantakan begitu, pakaiannya lusuh, bikin Ayah gak betah dirumah tahu! Jangankan ingin berhubungan, menyentuh saja Ayah ogah!" celetuk Sandi, berbicara dengan seenak lidahnya, mengungkapkan unek-unek dihatinya.

Seketika wajah Sekar berubah memerah, mendengar perkataan Sandi yang mengiris hatinya. Sebuah perkataan yang tentu saja membuat hati setiap istri merasa disayat. Siapa yang tak mau terlihat cantik, wangi, berdandan dan terlihat segar? Jika keadaan ekonomi saja hanya pas untuk makan.

"Lantas Ibu harus bagaimana pak? Ibu tuh seharian capek ngurus dua anak kita. Jangankan untuk mengurus diri sendiri, sudah bisa mandi saja alhamdulillah," jawab Sekar membela diri. 

"Halaaah...alasan saja kamu ini. Sana ah jangan deket-deket. Males aku liat kamu!" tambah Sandi, menjauhkan kepala Sekar yang semula bersandar di pahanya. Semenjak kelahiran anak kedua, mereka tak lagi romantis seperti dulu. Bahkan berhubungan halal pun bisa dihitung dalam satu bulan hanya beberapa kali saja.

Sekar mengangkat kepalanya dari paha Sandi, dan berpindah tidur dibantal. Rasanya dadanya sesak sekali. Sakit terasa mendengar suami yang menikahinya enam tahun ini, dengan entengnya berbicara demikian.

Seharian Sekar mengurus kedua anak mereka yang masih kecil. Anak sulung mereka Nida, masih berusia empat tahun, sedangkan anak kedua mereka baru berusia enam bulan. Bisa dibayangkan bagaimana mengurus dua bocah balita, sambil mengurus pekerjaan rumah, dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan. Jangankan membeli skincare seperti perempuan lain, bisa makan dan kasih anak jajan saja Sekar sudah bersyukur.

 Ditambah Sekar adalah seorang guru honorer, yang harus bisa membagi waktu antara pekerjaan dan urusan rumah tangganya.

Airmata mengalir dengan deras. Rasanya sakit sampai ke ulu hati, mendengar pembicaraan Sandi barusan. Sekar menatap dirinya di cermin. Memperhatikan wajahnya yang terlihat lusuh, dan memang sudah tak menarik lagi dipandang.

"Mungkin benar, aku sudah tak menyenangkan lagi. Pantas saja, suamiku akhir-akhir ini selalu keluar malam. Tak betah dirumah, mungkin seperti apa yang dia katakan barusan, kalau aku memang sudah tak menarik lagi baginya," batin Sekar, menahan rasa sakit yang teramat.

Dia basuh airmata yang mengalir di pipinya. Kemudian ia pandangi kedua anaknya, yang tengah tertidur lelap dikasur. Perlahan ia mendekati kedua buah hatinya, dan tangannya mengusap lembut rambut mereka. Tak terasa, tetesan airmata mengalir di pipi Sekar. 

"Padahal aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kalian. Tapi bagi Ayah kalian, Ibu sudah tak menyenangkan lagi. Mungkin ia bosan, atau jenuh dengan Ibu," lirihnya, kembali mengusap airmatanya. 

Ia bangkit dari kursi riasnya, dan mencoba membuka ponsel miliknya, yang sedari tadi tak sempat ia buka. Bukan karena apa, melainkan pekerjaannya semenjak shubuh, tak ada hentinya sampai larut malam.

Tangannya masih bergetar, saat terngiang kembali perkataan Sandi padanya.

"Aku ingin curhat, tapi sama siapa? Tak ada sahabat yang bisa kupercaya. Aku takut kalau urusan rumah tanggaku bisa bocor kalau sampai aku cerita pada temanku," batin Sekar, sambil sesekali mengusap airmatanya yang semenjak tadi tak pernah mau berhenti.

Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya, untuk menuliskan cerita pribadinya dalam sebuah novel. Ia guratkan semua kesedihannya. Seperti seorang yang sedang meluapkan kekecewaannya, Sekar menuliskan serta mengeluhkan segalanya dalam coretan itu. Ia tak perlu memikirkan alur, karena memang menceritakan dirinya sendiri disana.

"Aku tak berharap bisa mendapatkan uang dari hobby ku ini. Aku hanya meluapkan semua rasa sedih dan sakitku melalui tulisan ini," pikir Sekar dalam hatinya. Setelah ia berkutat beberapa jam lamanya dengan ponselnya, sambil sesekali ia simpan dan menyusui anaknya yang ingin meminta susu, akhirnya ia bisa menulis beberapa bab malam ini. Lantas kembali ia simpan ponselnya, dan mencoba memejamkan matanya. 

"Sudah jam setengah satu malam, tapi Mas Sandi belum pulang juga," lirihnya. Seperti itulah kebiasaan suaminya akhir -akhir ini. Keluar malam, entah dimana i habiskan waktunya, yang jelas, sudah tak ada lagi kehangatan dan keharmonisan seperti dulu, semenjak Sekar melahirkan anak kedua mereka.

Rasanya enggan sekali matanya terpejam. Ia masih memikirkan perkataan Sandi, yang ternyata sudah berhasil membuatnya terluka.

"Aku harus bisa menabung, agar aku bisa memperbaiki penampilan. Aku tak mau selalu dihina seperti itu oleh suamiku sendiri," batin Sekar kembali. Tiba-tiba terdengar suara derit pintu terbuka. Akhirnya Sandi pulang juga.

Ia lihat dia begitu sibuk dengan ponselnya, setelah barusaja ia pulang dari urusan malamnya. Sekar hanya berpura-pura tidur, sementara matanya masih menyaksikan Sandi yang begitu asik dengan ponselnya. Sampai ia terlelap, tak sedikitpun ia menyapa Sekar. Sekar lalu memberanikan diri untuk mengambil ponsel Sandi, hanya ingin tahu saja, sebenarnya apa yang sedang ia lihat disana, kenapa dia sampai tak punya waktu sebentar pun untuk menoleh istrinya.

Dengan segera, Sekar membuka ponsel suaminya, dan...

Terlihat semua chat berjejer disana. Sandi ternyata sedang asik bermain W******p dengan seorang perempuan bernama Aura. Siapa Aura? Lantas Sekar memberanikan diri untuk membacanya lebih jauh lagi.

"Besok kita ketemu lagi ya ditempat biasa,"

"Apa istri kamu engga pernah marah, kamu keluar malam hampir setiap malam lho?"

"Alah biarin aja. Kalau bukan karena anak, aku sudah menceraikannya dari dulu. Aku tuh bosen lihat dia, apalagi penampilannya yang bikin enek. Ditambah lagi, baunya itu, sangat bikin aku gak nyaman,"

"Mending aku dong ya? Aku kan selalu wangi. Oh ya, makasih ya buat baju baru sama skincare nya, besok aku kasih jatah lebih deh buat kamu, mmuach!"  

Sekar lantas menyimpan ponsel Sandi. Ia tak mampu lagi untuk meneruskan membaca chat suaminya itu dengan perempuan bernama Aura itu. Rasanya ingin sekali ia melihat seperti apa perempuan yang sudah membuat suaminya tega menghina istrinya sendiri didepan perempuan lain.

"Apa aku seburuk itu didepan mu Mas?" Lirih Sekar kembali. Air mata yang semula sudah berhenti menetes, kini kembali mengalir, bahkan kali ini lebih deras dari sebelumnya.

"Aku akan menjauhimu dengan perlahan, agar jika suatu saat nanti kamu memang benar-benar pergi, aku tak akan merasa kehilangan lagi," batin Sekar dan berusaha memejamkan matanya.

Bab terkait

  • Istri Pajangan   Memulai Hal Baru

    Keesokan hari, Sekar seperti biasa melakukan kewajibannya melayani suami. Kali ini, ia bangun lebih shubuh dari sebelumnya. Ada hal yang sedang ia rencanakan. Sekar ingin mencari tahu, siapa Aura. Perempuan yang sudah membuat Sandi berpaling darinya. Entah apa saja yang sudah mereka lakukan dibelakangnya, yang jelas, Sekar kini menjalani hari-hari hanya untuk menuntaskan kewajibannya saja. Setelah ia tahu seperti apa hubungan suaminya dan Perempuan itu, maka ia akan melepaskan suaminya. Tak rela rasanya jika ia harus berbagi suami, dengan janda gatal kesayangan Sandi."Bu, tumben sudah mandi?"Masih dengan tatapan lurus pada pakaian yang menumpuk yang sedang ia lipat, kini Sekar sedikit menoleh ke arah Sandi."Mandi pagi salah, enggak mandi salah juga. Aku harus gimana Yah?""Mau kemana sudah mandi?""Hari ini ada jadwal ngajar,""Oh iya lupa. Kamu sudah siapkan sarapan? Ayah mau berangkat agak pagi juga. Soalnya takut jalanan macet. Kamu naik gojek aja ya," Seketika Sekar menyimpan

  • Istri Pajangan   Mulai Sadar

    Sekar terus berjalan, tanpa lagi menoleh ke belakang. Ia berusaha untuk tidak peduli pada Sandi, karena ras sakit yang dihadapinya. sedang Sandi kini sedang merasa kesal, karena Aura tengah menghubunginya, saat ia sedang berusaha membujuk istrinya. Ternyata Sandi takut juga jika Sekar akan meninggalkannya."Ada apa?" tanya Sandi sewot. ia tak semanis seperti biasanya."kamu kenapa sih Mas? Lama sekali angkat teleponnya? Kamu sudah berangkat belum? Aku ini dah nunggu lama, kok kamu enggak datang-datang. Kita jadi berangkat kan?" "Untuk sementara waktu, kamu jangan hubungi aku dulu, istriku sudah tahu hubungan kita. Aku takut kalau dia pergi dari rumah," Aura menyeringai. Dia sangat senang mendengar hal itu."Ya syukurlah kalau begitu. Sekalian aja suruh dia pergi, kita kan bisa nikah Mas," celetuk Aura memanas-manasi Sandi."Omong kosong apa kamu Aura? tidak, tidak! Aku sama sekali tak akan membiarkan istri dan anakku pergi. Aku lebih baik kehilangan kamu, daripada harus kehilangan me

  • Istri Pajangan   Aku pun Sanggup Mas

    Sandi meletakkan semua belanjaan yang ia bawa disampingnya. Ia sengaja akan menunggu Sekar pulang dari mengajarnya, karena memang biasanya istrinya itu pulang tengah hari begini. Namun setelah hampir setengah jam ia menunggu, belum juga Sekar menampakkan batang hidungnya, sehingga membuat Sandi harus kembali Ke kantor, karena jam istirahat nya sudah habis."Aku balik aja dulu ke kantor, soalnya udah habis juga nih waktu istirahat," kata Sandi yang kembali bangkit dari duduknya, dan melihat jam di tangannya. Baru saja ia bangun dari duduknya, ia melihat kalau sebuah mobil terparkir didepan halaman rumahnya."Siapa itu?" Tanya Sandi penasaran. Ia lekas mendekati pintu dan melihat siapa yang turun dari mobil tersebut. "Sekar? Dia naik mobil siapa? Senyum-senyum begitu, siapa sih yang nganter Sekar pulang?" Tanya Sandi mulai tak nyaman. Segera ia keluar dan berdiri di teras rumahnya, melihat mobil itu melaju dan menatap dengan tak suka pada Sekar. Sedang Sekar yang semakin tersenyum, kin

  • Istri Pajangan   Ingin Pergi

    Setelah membereskan semua barang yang ia gunakan memuaskan, Sekar lantas masuk kedalam kamarnya, dan membereskan semua pakaiannya dan pakaian anak-anaknya. Sepertinya ia sangat terpancing dengan perkataan Aura, yang menyudutkan dirinya. Ia merasa menjadi perempuan yang tak punya harga diri, karena suaminya sendiri ternya suka menghinanya di belakangnya. Dan parahnya, ia menghina istrinya sendiri didepan perempuan pujaannya. Apa Sekar masih punya alasan untuk bertahan jika sudah seperti ini?Tanpa berpikir lagi, Sekar kini sudah berkemas dan tinggal memakaikan kedua anaknya jaket saja. Jika Sandi pulang nanti, ia akan berpamitan dan pergi sejauh mungkin dari rumah ini. Rumah yang mereka tempati bersama, dari semenjak mereka menikah. Rumah yang begitu banyak kenangan, antara dirinya dan Sandi."Kau bahkan tak pernah berpikir bagaimana perasaanku, andai aku mengetahui semua apa yang kau katakan pada selingkuhanmu itu Mas?.Kamu sudah buta karena cinta yang salah," keluhnya lagi ***Sandi

  • Istri Pajangan   Kepergian Sekar

    "Sekar! Kau sudah berani melawanku sekarang ya? Pergi saja sana, pergi kalau kau mau! Aku bisa mencari seribu perempuan yang lebih darimu, sombong kau! Memangnya kau punya apa? Harta? Kecantikan? Semua kau tak punya. Paling yang ada, nanti kau akan menjadi gelandangan, karena sudah berani meninggalkanku!" Teriak Sandi, mencela Sekar dalam amarahnya. Sekar hanya memejamkan matanya, menguatkan langkahnya, tak ingin lagi kembali dengan seseorang yang kali ini benar-benar telah meluluh lantahkan semua rasa cintanya."Kau sudah terlalu sering mengeluarkan kata kotor Mas. Bukan hanya kali ini saja kau menghina ku seperti ini, tapi setiap kali kau marah, maka kau akan menghinaku dengan segala sebutan yang kau mau. Aku tak ingin lagi di rendahkan. Aku juga punya harga diri!" Kata Sekar, sembari mengayunkan langkahnya, menyusuri setiap inci jalan yang ia tapaki. Langkah kecil kaki mungil anak sulungnya terhenti, dan itu membuat Sekar ikut juga menghentikan kakinya."Ada apa nak? Kenapa berhent

  • Istri Pajangan   Belum Berani Berterus Terang

    "kenapa? Kalian baik-baik saja kan?" Tanya Bu Warti merasa ada hal aneh pada anak dan mantunya itu. Tak ingin jika orang tuanya merasa khawatir dengan keadaannya, Sekar hanya tersenyum, menyembunyikan rasa sakit yang sebenarnya tengah ia nikmati."Terus kenapa kalian tidak bareng kemari? Dan...Bu Warti melihat tas besar yang Sekar bawa. Ia mengernyitkan keningnya yang sudah keriput, merasa ada hal yang aneh memang pada Sekar."Kamu mau menginap lama di sini?" Selidik Bu Warti."Aah, iya bu. Mungkin beberapa hari saja. Boleh kan?" Tanya Sekar memastikan."Iya tentu saja nak. Ini kan rumahmu juga. Aduh ini cucu ibu gemes sekali, ayo masuk dulu sayang! Kasihan anakmu, ibu bawa minum dulu ya, mau minum yang dingin?" Bu Warti menawarkan minuman pada anaknya yang terlihat sangat kelelahan."Aah tidak Bu, terimakasih. Nanti Sekar ambil sendiri saja kalau mau. Tadi Sekar sudah membeli minuman di jalan, jadi tidak haus,""Ya sudah, masuk kamar sana! Susuin dulu anakmu itu, kasihan Lo, kayakny

  • Istri Pajangan   Kesialan Sandi

    Muka Sandi terlihat sangat kusut. Berbeda dengan biasanya yang selalu nampak segar, kali ini Sandi bisa disebut seperti orang yang tak mandi sama sekali."Kenapa sih kamu? Mukamu kusut banget sumpah, kalo enggak semangat ya udah, nggak usah kerja kali! Enek aku liat kamu kerja enggak ada semangat-semangatnya," kata Deni, niatnya bercanda, tapi justru malah membuat Sandi semakin murung dan tak berniat membalas candaan kawannya itu."Den, kali ini aku pusing banget. Hubunganku dengan istriku semakin kacau, aku bahkan tak menemukan keberadaan mereka. Pusing banget kepalaku," Sandi akhirnya mengungkapkan perasaannya yang tersimpan.Deni mendekati Sandi, dan mencoba menenangkan kawannya itu."Mereka pergi?""Iya, sudah satu malam mereka pergi. Bahkan Sekar ingin agar aku mengurus perceraian dengannya. Aku tak pernah berpikir untuk pisah dengannya, aku selingkuh hanya untuk hiburan saja, tapi kenapa istriku sangat marah?" Kali ini Sandi. Berbicaralah sambil menatap hampa ke depan."Kamu yan

  • Istri Pajangan   Balas Dendam

    Sandi kini sudah sampai dirumahnya. Ia lekas masuk ke dalam kamarnya."Aah ya Tuhan, apa ini sebuah karma untukku? Belum juga apa-apa, aku sudah dipecat. Aku ini difitnah! Kenapa Bos malah percuma pada perempuan itu, daripada padaku? Padahal aku ini adalah anak buahnya, sudah lama aku ikut bersamanya. Sial!" Umpat Sandi sambil melemparkan semua benda yang ada didepan matanya. Sandi benar-benar kalap, merasa menjadi orang yang paling tersiksa. Ia lupa, kalau sudah membuat sakit hati istrinya selama pernikahannya dengan Sekar. Selalu membandingkan Sekar dengan perempuan lain, selalu menuntut Sekar menjadi seorang perempuan yang sempurna, sementara dirinya tak pernah membantu sedikit pun kesulitan Sekar. Kerap kali Sandi meninggalkan Sekar sendirian, merasa seperti terkurung dirumah, tak pernah memuji kebaikan istrinya itu."Sekar!! Pulanglah!! Aku rindu pada kalian, kalian dimana?" Tiba-tiba Sandi ingat akan Sekar dan kedua anaknya. Perempuan itu selalu ada untuknya, selalu mendukung ap

Bab terbaru

  • Istri Pajangan   Tegas

    Sekar sedikit mendorong tubuh Sandi dengan lengannya saat ia berlalu meninggalkan Sandi yang mematung. Sandi hanya menelan saliva, kala ia mendapat perlakuan yang tak menyenangkan hatinya dari Sekar.ia kepalkan tangannya, menahan emosi yang hampir mencuat dalam dadanya. Kemudian ia acak rambutnya dengan kasar, lalu kembali merapikannya. ia ingat kalau ada Nida yang sedang menunggunya.langkahnya ia perlambat saat ia mulai memasuki ruangan tamu. Ia tak berani menatap Andre dan Sekar serta anak sulungnya yang kali ini tengah tertawa melihat Nida yang mencoba menaiki mainan motor pemberian Andre."Ibu, aku kayak ibu ya, bisa naik motor sendiri," kata Nida dengan senangnya. Sekar hanya mengulas senyumnya, mendengar perkataan anak perempuannya itu."Kamu suka sayang?" tanya Sekar kembali. Nida tak membalas, ia hanya senyum. Senyum yang seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan bagi seorang Ayah, kini hanya membawa luka bagi Sandi. Ia kini tengah berdiri diambang pintu, ingin berpamitan pada p

  • Istri Pajangan   Cemburu

    "Ayah, kenapa diam, ayo kita main lagi!" ajak Nida sambil menarik narik celana Sandi."Oh iya sayang. Ayo kita main lagi. Maaf ya, tadi Ayah istirahat sebentar. Ayah capek," Sandi berbohong. Mata teduh Nida kini menatap Ayahnya. "Ayah mau minum? Ayah haus ya, dari tadi pegangin sepeda Nida?" tanya Nida, dengan nada khas kekanakan nya. Sandi mengusap lembut rambut anaknya."Ayah enggak haus nak, Ayah cuma panas aja,""Panas Ayah?" tanya Nida kembali. Maksud Sandi adalah panas hatinya, bukan panas cuacanya. Nida mana tahu kalau Ayahnya sekarang sedang cemburu melihat Andre yang datang ke rumah dengan disambut baik oleh Ibunya."Ya sudah kalau Ayah panas, kita masuk saja yu yah. Nanti Ayah sakit kalau kepanasan," ajak anak sulungnya kembali. Sandi hanya mengangguk. Ia memang ingin masuk ke rumah itu, ingin bertegur sapa dengan Andre, yang saat ini tengah bersama Sekar."Assalamualaikum," sapa Sandi saat ia masuk ke ruangan tamu, sambil menggendong Nida. Andre yang tadinya tengah melamu

  • Istri Pajangan   Menyesal

    Mengapa jawaban yang Sekar berikan sangat menusuk tajam di hatinya. Bukankah kata-kata itu yang dulu sangat ia harapkan dari Sekar, agar ia bisa segera menikahi kekasihnya? Tapi pada saatnya, Allah maha mudah membalikkan hati hamba-nya. Sandi merasa tersiksa dengan kata-kata yang Sekar ucapkan."Saya permisi dulu Mas. Silahkan kalau Mas mau main lagi sama anak-anak," pamit Sekar, meninggalkan Sandi. Ia bergegas membersihkan diri, karena siang ini ia ada keperluan. Ya, uang dari sisa membeli motor akan ia belikan untuk membeli sebidang tanah yang kebetulan dijual di pinggir jalan. Daripada uangnya dipakai untuk hal yang tak jelas, ia pakai untuk membeli tanah, dan nantinya akan ia bangun rumah disana.Saat Sekar baru saja selesai mandi, tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Nama Andre tertera disana. Sekar hanya mengernyitkan keningnya."untuk apa dia menghubungiku lagi? Ada perlu apa ya?" batin Sekar, dan segera mengangkat panggilan temannya itu."Iya, Wa'alaikumsalam Andre. Ada apa?

  • Istri Pajangan   Aku Hanya Ingin Sendirian

    "Ia masih menarik seperti dulu. Aku masih menyimpan perasaan ini padanya. aku kira setelah semua ini aku tak akan lagi jatuh cinta padanya. Namun nyatanya, ia masih menjadi primadona di hatiku," batin Andre, memuji Sekar. Ia terus tersenyum mengingat pertemuan singkat barusan."Kamu kenapa Ndre? kelihatannya seneng banget?" Tanya Tio, temannya bekerja."Enggak ah. Aku lagi seneng aja. Mau tahu aja sih kamu?""Cie elah, Kamu ketemu perempuan cantik ya? Mana dong? sini aku mau tahu,""Iih apaan sih? Mau tahu urusan orang aja sih lu?""Nih, gua kasih tahu ya, jangan biarin perempuan yang lu cintai diambil orang buat kedua kalinya lagi, lu kejar! entar nangis lagi baru tahu rasa lu!" sumpah Tio, pada Andre."Bener juga kata lu. Entar deh, gua kasih jurus biar dia mau sama gue, hahaha!" canda Andre pada temannya. ***Sekar sangat menikmati perjalanan ini. Ia ingin kalau urusan keluarganya bisa segera selesai. sangat lelah rasanya batinnya, jika mengingat masalah ini semua.Teringat kemba

  • Istri Pajangan   Takdir Tuhan Siapa Tahu?

    Sekar lantas menolehkan tubuhnya. Ia mencari keberadaan seseorang yang sudah memanggil namanya tadi. "Siapa yang sudah manggil aku ya, kok nggak ada orangnya?" batin Sekar sambil terus matanya menjelajah ke sana kemari. "Hhei aku di sini," suara seorang laki-laki mengagetkannya. Sekar hanya mengerutkan keningnya, ketika melihat laki-laki itu berjalan mendekatinya. Seorang laki-laki bertubuh tegap dengan pakaian seragam batik yang melekat di tubuh atletisnya."Hai apa kabarmu?" tanya laki-laki tersebut sambil menyodorkan tangannya. Bau wangi parfum tercium begitu sangat wangi karena jarak mereka tak terlalu jauh. "Sebentar, ini siapa ya?" tanya Sekar tak lantas menerima sodoran tangan dari laki-laki tersebut. Lupa-lupa ingat dengan sosok didepannya."Masa kamu sudah lupa sih, aku Andre teman kuliah kamu. Inget nggak?" Laki-laki itu mencoba mengingatkan Sekar pada masa kuliahnya beberapa tahun silam. Tiba-tiba Sekar tersenyum karena dia mulai mengingat kejadian apa saja yang terjadi

  • Istri Pajangan   Semua Karena Sekar

    "Kamu masuk yuk! Jangan tidur diluar, nanti sakit. Udara diluar sangat dingin sekali," ajak Ibunya Aura, sembari memberikan sebuah selimut tebal pada mantunya itu."terimakasih banyak bu. Tapi Sandi disini saja. Ayah juga tak mengijinkan Sandi masuk,""Tak usah dengarkan apa kata Aura dan Ayah. Kamu masuk saja, ayo!" Ibu masih berusaha untuk membujuk Sandi agar mau masuk kerumah. Sangat tak tega rasanya melihat anak mantunya diperlakukan seperti itu.Usaha Ibu sama sekali tak membuahkan hasil. Sandi lebih memilih tidur diluar saja dari pada harus tidur didalam kamar bersama Aura."Aku lebih baik diam disini saja. Daripada aku harus tidur bersama perempuan yang tak aku cintai," ucap Sandi pelan. Ia kemudian tutupkan selimut itu pada seluruh tubuhnya.***Keesokan harinya, Sekar sudah bersiap untuk pergi. Tapi kali ini, bukan untuk pergi ke sekolah atau menjalankan bisnis yang lainnya, melainkan ia akan pergi ke pengadilan Agama. Baginya tak adalagi yang perlu dipertahankan dari Sandi.

  • Istri Pajangan   Diusir

    "Lalu? Kamu tak sanggup membelikannya untuk Aura?" tanya Ayahnya Aura dengan sengit."Pak, bapak sendiri kan tahu, kalau saya sekarang tidak bekerja. Saya hanya pengangguran. Bagaimana saya bisa membelikan apa yang Aura mau?" keluh Sandi mengusap keringat di keningnya."Seharusnya kamu bekerja! Cari uang yang banyak!" timpal Ayahnya lagi. Sandi seperti seekor sapi yang diperah tenaganya. Baru sehari jadi suami Aura, dia diperlakukan dengan tidak baik oleh mereka. Sangat jauh dengan apa yang selalu ia dapatkan dari keluarga Sekar dulu. Dia selalu dihormati, diperlakukan dengan sangat baik. Tapi sekarang itu semua hanya tinggal kenangan. Semua berakhir karena kesalahannya sendiri. Sandi hanya bisa menyesali semuanya.Sandi berjalan masuk ke rumahnya. Namun tangan kekar mertuanya menghalalkan Sandi di gawang pintu."Siapa suruh masuk? Saya tak mengijinkan kamu masuk sebelum keinginan anakku kamu kabulkan!" ucapnya dengan datar."Apa? Yang benar saja ? Ayah kira mudah cari uang jutaan unt

  • Istri Pajangan   Tak Mau Berpisah

    Semua kerjasama sudah selesai.Sekar sudah mendapatkan bayaran untuk novelnya, dan Tuan Antoni akan segera memulai membuat film tersebut. Mereka kini pulang masing-masing ke tempat tujuan mereka sendiri.Serly hanya membuang mukanya, merasa tak suka jika Antoni bekerja sama dengan Sekar.Antoni yang tak paham akan hal itu, malah terus menerus menceritakan guru baik itu didepan istrinya."Mas. Apa kau tak ada lagi cerita lain selain cerita tentang Sekar?" tanya Serly yang merasa kupingnya panas mendengar cerita membosankan tentang Sekar."Lo, memangnya kenapa? Ada yang salah kalau Mas cerita tentang Sekar? Dia itu perempuan yang hebat. Mas acungkan jempol untuk perempuan mandiri seperti dia," puji Antoni lagi, untuk Sekar.Serly memutar bola matanya dengan malas. Sungguh rasa cemburu itu membuatnya merasa sangat tersiksa.***Sekar langsung pulang ke rumahnya. Ia rebahkan tubuhnya diatas ranjang keras yang terbuat dari kayu jati, milik ibunya.Rasanya hari ini begitu sangat melelahkan b

  • Istri Pajangan   Cembung Buta

    Antoni meninggalkan Serly bersama rasa kepenasarannya. Ia berlari mengikuti Antoni yang terus berjalan dengan cepat. Dunia seolah berubah bagi Serly. Dulu, dirinya lah yang selalu sibuk dengan semua urusannya. Seringkali Antoni meminta waktu untuk berdua, atau bertiga bersama anaknya, tapi Serly selalu menyibukkan dirinya. Dan saat ini, semu berbanding terbalik. Antoni kini sedang fokus pada bisnisnya. Ia sudah lupa bagaimana rasanya punya seorang istri."Mas. Tunggu aku. Jangan cepet-cepet Begitu dong jalannya!" teriak Serly dengan terengah.Tapi Antoni masih tetap berjalan meninggalkan istrinya yang kesusahan berjalan. Ia memasuki sebuah ruangan, dimana tak ada orang lain yang bisa masuk selain hanya yang berkepentingan saja."Stop bu. Jangan ikut masuk. Di dalam sedang ada rapat besar, jadi mohon ibu tak ikut masuk,""Apa? Kau berani melarang ku masuk? Kau satpam baru disini, jadi tak tahu siapa saya hah?""Tak penting bagi saya anda itu siapa. Tugas saya hanya mengamankan Bos saya

DMCA.com Protection Status