Sekar terus berjalan, tanpa lagi menoleh ke belakang. Ia berusaha untuk tidak peduli pada Sandi, karena ras sakit yang dihadapinya. sedang Sandi kini sedang merasa kesal, karena Aura tengah menghubunginya, saat ia sedang berusaha membujuk istrinya. Ternyata Sandi takut juga jika Sekar akan meninggalkannya.
"Ada apa?" tanya Sandi sewot. ia tak semanis seperti biasanya."kamu kenapa sih Mas? Lama sekali angkat teleponnya? Kamu sudah berangkat belum? Aku ini dah nunggu lama, kok kamu enggak datang-datang. Kita jadi berangkat kan?""Untuk sementara waktu, kamu jangan hubungi aku dulu, istriku sudah tahu hubungan kita. Aku takut kalau dia pergi dari rumah," Aura menyeringai. Dia sangat senang mendengar hal itu."Ya syukurlah kalau begitu. Sekalian aja suruh dia pergi, kita kan bisa nikah Mas," celetuk Aura memanas-manasi Sandi."Omong kosong apa kamu Aura? tidak, tidak! Aku sama sekali tak akan membiarkan istri dan anakku pergi. Aku lebih baik kehilangan kamu, daripada harus kehilangan mereka,""Lah, kata kamu istri kamu sudah enggak enak kan? Sudah tak bisa membuat kamu nyaman, lantas untuk apa kamu pertahankan lagi? Ada aku yang akan mengurus dan memanjakan matamu Mas,""Sudah ah, kamu jangan ngaco! Aku mau berangkat kerja saja. Kita batalin dulu acaranya. Lain kali saja," kata Sandi yang langsung menutup panggilannya. Ia segera berlari mengejar Sekar dan kedua anaknya. Namun sayang, ia sudah tertinggal jauh, sepertinya mereka sudah naik kendaraan lain, dan uang yang Sandi berikan tadi pun, tidak Sekar ambil. Ia memilih menggunakan uangnya sendiri saja."Sepertinya mereka sudah berangkat," decaknya sambil kembali dan segera naik kedalam mobilnya.***Sandi kini sudah sampai di tempatnya bekerja. Dengan wajah yang lusuh, ia terpaksa melakukan pekerjaannya. Biasanya, walaupun ia selalu bersemangat setiap kali bekerja."Kamu kenapa San? Mukamu ditekuk begitu?""Lagi pusing gue!""Kenapa? istri Lo lagi?""Iya, dia tahu kalau gue selingkuh. Dia marah banget,""Kurang hebat sih Lo! Kan gue udah bilang dari awal, Lo tuh masih ngeyel. Jangan pernah coba-coba sama yang namanya selingkuh, kalau ketahuan bisa tambah ribet tahu!""Iya kan awalnya gue cuma iseng aja. Cari seneng aja. Enggak tahu bakal begini. Gue takut istri sama anak gue pergi. Nanti gue gimana?""Itu tandanya Lo masih sayang sama istri Lo, harusnya Lo bisa Nerima dia apa adanya dong. Lo koreksi diri, kenapa istri Lo bisa berubah jadi kucel. Lo suka kasih ia uang buat nyalon?"Sandi menggelengkan kepalanya. Memang dia tak pernah memberi Sekar uang lebih..Uang untuk sehari-hari saja kadang dia beri."Lo kasih dia uang buat beli baju? parfum?" Sandi menggeleng lagi."Gila Lo! Istri Lo kasian banget. Sudah Lo terlantarkan, masih Lo selingkuhin? Masih untung kalo dia balik lagi ke rumah. Kalo enggak? Enggak bakal Lo nemu lagi perempuan macam istri Lo itu," kata Deni, teman Sandi. Sandi mengentikan seketika pekerjaannya, dan menatap ke arah Deni. Betul juga apa yang sahabatnya itu katakan."Terus lho udah bikin dia bahagia? Dan cukupi semua kebutuhannya, sehingga Lo banyak nuntut dia gitu?"Sandi menggelengkan kepalanya lagi. Memang dia tak pernah memberi Sekar uang lebih. Uang untuk sehari-hari saja kadang dia kasih seingatnya saja. Selama ini ia memang tak pernah bersikap baik pada istrinya. Sandi bahkan selalu menuntut Sekar untuk menjadi perempuan yang bisa segalanya. Mencari uang, mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus kedua anaknya sendirian. Lalu apa gunanya Sandi dirumah?"Asli, Lo laki pea banget Sandi! Mending Lo minta maaf deh sama istri Lo. Kasihan tahu!""Nanti istirahat, aku ijin pulang dulu boleh gak ya?" Tanya sandi seketika pada Deni."Memangnya kamu mau kemana?" Deni mengernyitkan keningnya."Aku mau pulang dulu, bener juga apa yang kamu bilang. Aku mau minta maaf pada istriku. Aku ngerasa bersalah banget,"Deni hanya tersenyum."Baguslah kalau Lo sadar, gue ikut bahagia dengernya. Perbaikin sebelum terlambat!" Kata Deni sambil memukul pundak Sandi. Kemudian ia pergi meninggalkan Sandi, dan sedikit merasa lega, karena akhirnya sahabatnya itu sadar juga dengan semua kelakuan salahnya."Sekarang kan sudah jam istirahat nih, mending aku pulang aja dulu. Kalau perlu aku beliin parfum buat Sekar, sekalian beliin skincare juga," kata Sandi segera berkemas.Jam istirahat pun sudah tiba dengan tergesa sandi segera keluar dari ruangan kantornya dan menaiki mobilnya. Ia jalankan mobil itu dengan begitu cepatnya. Tak ingin membuang waktu, Sandi segera menepikan mobilnya saat ia sudah sampai disebuah toko pakaian, dimana kemarin ia juga beli pakaian disana untuk Aura."Mau belanja lagi pak?" Tanya pegawai toko itu dengan ramah."Iya, Carikan saya pakaian yang bagus, yang mahal sekalian, buat istri saya,""Buak pak," pelayan toko itu segera mencari pakaian yang dia kira bagus. Tak lama ia pun datang, dengan membawa beberapa potong pakaian ditangannya."Ini barangkali ada yang cocok untuk istri bapak," kata Pelayan tadi, menyerahkan beberapa pakaian itu. Dengan cepat Sandi mengambilnya dan melihat-lihat pakaian itu. Ia mengerutkan keningnya, merasa sangat tak pas untuk Sekar."Apa ada yang ukuran M? Soalnya istri saya kurus,""Aah, maaf pak. Bukannya istri bapak yang kemarin ikut kemari bukan? Itu mah besar kalo menurut aku sih pak. Enggak kurus," Sandi hanya menelan saliva, karena memang ia belum pernah mengajak Sekar ke tempat ini. Justru Aura lah yang sudah ia ajak beberapa kali datang ke tempat ini."Aah, bukan. Itu adik saya. Saya memang belum pernah mengajak istri saya kemari. Jadi kalau ada tolong Carikan yang agak kecilan ya," kata Sandi dengan terbata. Ia merasa malu sendiri dengan perlakuannya. Suami macam apa yang malah mengajak Perempuan lain memilih pakaian, sedangkan istrinya sendiri tak pernah ia belikan.Setelah terpilih beberapa buah pakaian, Sandi langsung menaiki kembali mobilnya. Ia setir mobilnya itu dengan sangat cepat. Ia ingin segera menemui istrinya, dan meminta maaf padanya. Serta banyak barang yang sudah ia beli, sebagai permintaan maaf pada Sekar."Assalamualaikum Bu!" Teriak Sandi sambil menenteng banyak belanjaan. Tak ada sahutan, sehingga membuat Sandi masuk saja kedalam. Dilihatnya setiap ruangan didalam rumahnya, namun ternyata Sekar belum pulang."Ini kan sudah dzhur? Biasanya kan dia sudah pulang ngajar ya? Kok ini belum ya?" Batin Sandi, merasa penasaran. Lantas ia segera membuka ponselnya, berniat menghubungi Sekar. Namun segera ia kembali teringat. Kalau Sekar bahkan tak punya data. Tadi malam, sebelum ia menyakiti hatinya, Sekar yang bermanja-manja padanya, meminta diisikan kuota, tapi Sandi bahkan sama sekali tak menggubrisnya. Lantas ia segera menelpon nomor Sekar tanpa melalui W******p.Tuuuutt...tuttt... Sekar tak juga mengangkat teleponnya.Sandi meletakkan semua belanjaan yang ia bawa disampingnya. Ia sengaja akan menunggu Sekar pulang dari mengajarnya, karena memang biasanya istrinya itu pulang tengah hari begini. Namun setelah hampir setengah jam ia menunggu, belum juga Sekar menampakkan batang hidungnya, sehingga membuat Sandi harus kembali Ke kantor, karena jam istirahat nya sudah habis."Aku balik aja dulu ke kantor, soalnya udah habis juga nih waktu istirahat," kata Sandi yang kembali bangkit dari duduknya, dan melihat jam di tangannya. Baru saja ia bangun dari duduknya, ia melihat kalau sebuah mobil terparkir didepan halaman rumahnya."Siapa itu?" Tanya Sandi penasaran. Ia lekas mendekati pintu dan melihat siapa yang turun dari mobil tersebut. "Sekar? Dia naik mobil siapa? Senyum-senyum begitu, siapa sih yang nganter Sekar pulang?" Tanya Sandi mulai tak nyaman. Segera ia keluar dan berdiri di teras rumahnya, melihat mobil itu melaju dan menatap dengan tak suka pada Sekar. Sedang Sekar yang semakin tersenyum, kin
Setelah membereskan semua barang yang ia gunakan memuaskan, Sekar lantas masuk kedalam kamarnya, dan membereskan semua pakaiannya dan pakaian anak-anaknya. Sepertinya ia sangat terpancing dengan perkataan Aura, yang menyudutkan dirinya. Ia merasa menjadi perempuan yang tak punya harga diri, karena suaminya sendiri ternya suka menghinanya di belakangnya. Dan parahnya, ia menghina istrinya sendiri didepan perempuan pujaannya. Apa Sekar masih punya alasan untuk bertahan jika sudah seperti ini?Tanpa berpikir lagi, Sekar kini sudah berkemas dan tinggal memakaikan kedua anaknya jaket saja. Jika Sandi pulang nanti, ia akan berpamitan dan pergi sejauh mungkin dari rumah ini. Rumah yang mereka tempati bersama, dari semenjak mereka menikah. Rumah yang begitu banyak kenangan, antara dirinya dan Sandi."Kau bahkan tak pernah berpikir bagaimana perasaanku, andai aku mengetahui semua apa yang kau katakan pada selingkuhanmu itu Mas?.Kamu sudah buta karena cinta yang salah," keluhnya lagi ***Sandi
"Sekar! Kau sudah berani melawanku sekarang ya? Pergi saja sana, pergi kalau kau mau! Aku bisa mencari seribu perempuan yang lebih darimu, sombong kau! Memangnya kau punya apa? Harta? Kecantikan? Semua kau tak punya. Paling yang ada, nanti kau akan menjadi gelandangan, karena sudah berani meninggalkanku!" Teriak Sandi, mencela Sekar dalam amarahnya. Sekar hanya memejamkan matanya, menguatkan langkahnya, tak ingin lagi kembali dengan seseorang yang kali ini benar-benar telah meluluh lantahkan semua rasa cintanya."Kau sudah terlalu sering mengeluarkan kata kotor Mas. Bukan hanya kali ini saja kau menghina ku seperti ini, tapi setiap kali kau marah, maka kau akan menghinaku dengan segala sebutan yang kau mau. Aku tak ingin lagi di rendahkan. Aku juga punya harga diri!" Kata Sekar, sembari mengayunkan langkahnya, menyusuri setiap inci jalan yang ia tapaki. Langkah kecil kaki mungil anak sulungnya terhenti, dan itu membuat Sekar ikut juga menghentikan kakinya."Ada apa nak? Kenapa berhent
"kenapa? Kalian baik-baik saja kan?" Tanya Bu Warti merasa ada hal aneh pada anak dan mantunya itu. Tak ingin jika orang tuanya merasa khawatir dengan keadaannya, Sekar hanya tersenyum, menyembunyikan rasa sakit yang sebenarnya tengah ia nikmati."Terus kenapa kalian tidak bareng kemari? Dan...Bu Warti melihat tas besar yang Sekar bawa. Ia mengernyitkan keningnya yang sudah keriput, merasa ada hal yang aneh memang pada Sekar."Kamu mau menginap lama di sini?" Selidik Bu Warti."Aah, iya bu. Mungkin beberapa hari saja. Boleh kan?" Tanya Sekar memastikan."Iya tentu saja nak. Ini kan rumahmu juga. Aduh ini cucu ibu gemes sekali, ayo masuk dulu sayang! Kasihan anakmu, ibu bawa minum dulu ya, mau minum yang dingin?" Bu Warti menawarkan minuman pada anaknya yang terlihat sangat kelelahan."Aah tidak Bu, terimakasih. Nanti Sekar ambil sendiri saja kalau mau. Tadi Sekar sudah membeli minuman di jalan, jadi tidak haus,""Ya sudah, masuk kamar sana! Susuin dulu anakmu itu, kasihan Lo, kayakny
Muka Sandi terlihat sangat kusut. Berbeda dengan biasanya yang selalu nampak segar, kali ini Sandi bisa disebut seperti orang yang tak mandi sama sekali."Kenapa sih kamu? Mukamu kusut banget sumpah, kalo enggak semangat ya udah, nggak usah kerja kali! Enek aku liat kamu kerja enggak ada semangat-semangatnya," kata Deni, niatnya bercanda, tapi justru malah membuat Sandi semakin murung dan tak berniat membalas candaan kawannya itu."Den, kali ini aku pusing banget. Hubunganku dengan istriku semakin kacau, aku bahkan tak menemukan keberadaan mereka. Pusing banget kepalaku," Sandi akhirnya mengungkapkan perasaannya yang tersimpan.Deni mendekati Sandi, dan mencoba menenangkan kawannya itu."Mereka pergi?""Iya, sudah satu malam mereka pergi. Bahkan Sekar ingin agar aku mengurus perceraian dengannya. Aku tak pernah berpikir untuk pisah dengannya, aku selingkuh hanya untuk hiburan saja, tapi kenapa istriku sangat marah?" Kali ini Sandi. Berbicaralah sambil menatap hampa ke depan."Kamu yan
Sandi kini sudah sampai dirumahnya. Ia lekas masuk ke dalam kamarnya."Aah ya Tuhan, apa ini sebuah karma untukku? Belum juga apa-apa, aku sudah dipecat. Aku ini difitnah! Kenapa Bos malah percuma pada perempuan itu, daripada padaku? Padahal aku ini adalah anak buahnya, sudah lama aku ikut bersamanya. Sial!" Umpat Sandi sambil melemparkan semua benda yang ada didepan matanya. Sandi benar-benar kalap, merasa menjadi orang yang paling tersiksa. Ia lupa, kalau sudah membuat sakit hati istrinya selama pernikahannya dengan Sekar. Selalu membandingkan Sekar dengan perempuan lain, selalu menuntut Sekar menjadi seorang perempuan yang sempurna, sementara dirinya tak pernah membantu sedikit pun kesulitan Sekar. Kerap kali Sandi meninggalkan Sekar sendirian, merasa seperti terkurung dirumah, tak pernah memuji kebaikan istrinya itu."Sekar!! Pulanglah!! Aku rindu pada kalian, kalian dimana?" Tiba-tiba Sandi ingat akan Sekar dan kedua anaknya. Perempuan itu selalu ada untuknya, selalu mendukung ap
Sandi kini sudah sampai dirumahnya. Ia lekas masuk ke dalam kamarnya."Aah ya Tuhan, apa ini sebuah karma untukku? Belum juga apa-apa, aku sudah dipecat. Aku ini difitnah! Kenapa Bos malah percuma pada perempuan itu, daripada padaku? Padahal aku ini adalah anak buahnya, sudah lama aku ikut bersamanya. Sial!" Umpat Sandi sambil melemparkan semua benda yang ada didepan matanya. Sandi benar-benar kalap, merasa menjadi orang yang paling tersiksa. Ia lupa, kalau sudah membuat sakit hati istrinya selama pernikahannya dengan Sekar. Selalu membandingkan Sekar dengan perempuan lain, selalu menuntut Sekar menjadi seorang perempuan yang sempurna, sementara dirinya tak pernah membantu sedikit pun kesulitan Sekar. Kerap kali Sandi meninggalkan Sekar sendirian, merasa seperti terkurung dirumah, tak pernah memuji kebaikan istrinya itu."Sekar!! Pulanglah!! Aku rindu pada kalian, kalian dimana?" Tiba-tiba Sandi ingat akan Sekar dan kedua anaknya. Perempuan itu selalu ada untuknya, selalu mendukung ap
"Eeh ternyata nak Sandi, ibu kira siapa," ujar Ibu saat melihat anak mantunya datang."Ibu sehat Bu?" Sandi berbasa-basi."Iya, Alhamdulillah. Duduk nak!" ibu Warti menyuruh Sandi duduk, dan lekas ke dapur mengambil air minum untuk Sandi. Sementara Sekar masih betah berada diruang tengah, bermain dengan kedua anaknya, tanpa keinginan sedikit pun untuk menemui suaminya itu."Kamu ini Sekar, ada suamimu kenapa diam saja? Temui sebentar saja Sekar," "Sekar minta maaf Bu, Sekar tak bisa lagi berbaik hati pada Mas Sandi,""Mungkin dia merasa menyesal sudah melakukan Kesalahan kemarin, apa kamu tak mau juga memberikan maaf pada suamimu?" Ibu masih berusaha agar Sekar berbaik hati pada Sandi, karena Sekar tak menceritakan semua salah yang Sandi lakukan. Ia hanya bercerita kalau Sandi selalu menghina dan menuntunnya saja. Namun Ia menutup aib Sandi yang berselingkuh dengan Aura, si janda anak satu itu."Maafkan aku Bu. Sekar belum bisa bertemu dengan mas Sandi," sekali lagi Sekar menolak nasi
Sekar sedikit mendorong tubuh Sandi dengan lengannya saat ia berlalu meninggalkan Sandi yang mematung. Sandi hanya menelan saliva, kala ia mendapat perlakuan yang tak menyenangkan hatinya dari Sekar.ia kepalkan tangannya, menahan emosi yang hampir mencuat dalam dadanya. Kemudian ia acak rambutnya dengan kasar, lalu kembali merapikannya. ia ingat kalau ada Nida yang sedang menunggunya.langkahnya ia perlambat saat ia mulai memasuki ruangan tamu. Ia tak berani menatap Andre dan Sekar serta anak sulungnya yang kali ini tengah tertawa melihat Nida yang mencoba menaiki mainan motor pemberian Andre."Ibu, aku kayak ibu ya, bisa naik motor sendiri," kata Nida dengan senangnya. Sekar hanya mengulas senyumnya, mendengar perkataan anak perempuannya itu."Kamu suka sayang?" tanya Sekar kembali. Nida tak membalas, ia hanya senyum. Senyum yang seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan bagi seorang Ayah, kini hanya membawa luka bagi Sandi. Ia kini tengah berdiri diambang pintu, ingin berpamitan pada p
"Ayah, kenapa diam, ayo kita main lagi!" ajak Nida sambil menarik narik celana Sandi."Oh iya sayang. Ayo kita main lagi. Maaf ya, tadi Ayah istirahat sebentar. Ayah capek," Sandi berbohong. Mata teduh Nida kini menatap Ayahnya. "Ayah mau minum? Ayah haus ya, dari tadi pegangin sepeda Nida?" tanya Nida, dengan nada khas kekanakan nya. Sandi mengusap lembut rambut anaknya."Ayah enggak haus nak, Ayah cuma panas aja,""Panas Ayah?" tanya Nida kembali. Maksud Sandi adalah panas hatinya, bukan panas cuacanya. Nida mana tahu kalau Ayahnya sekarang sedang cemburu melihat Andre yang datang ke rumah dengan disambut baik oleh Ibunya."Ya sudah kalau Ayah panas, kita masuk saja yu yah. Nanti Ayah sakit kalau kepanasan," ajak anak sulungnya kembali. Sandi hanya mengangguk. Ia memang ingin masuk ke rumah itu, ingin bertegur sapa dengan Andre, yang saat ini tengah bersama Sekar."Assalamualaikum," sapa Sandi saat ia masuk ke ruangan tamu, sambil menggendong Nida. Andre yang tadinya tengah melamu
Mengapa jawaban yang Sekar berikan sangat menusuk tajam di hatinya. Bukankah kata-kata itu yang dulu sangat ia harapkan dari Sekar, agar ia bisa segera menikahi kekasihnya? Tapi pada saatnya, Allah maha mudah membalikkan hati hamba-nya. Sandi merasa tersiksa dengan kata-kata yang Sekar ucapkan."Saya permisi dulu Mas. Silahkan kalau Mas mau main lagi sama anak-anak," pamit Sekar, meninggalkan Sandi. Ia bergegas membersihkan diri, karena siang ini ia ada keperluan. Ya, uang dari sisa membeli motor akan ia belikan untuk membeli sebidang tanah yang kebetulan dijual di pinggir jalan. Daripada uangnya dipakai untuk hal yang tak jelas, ia pakai untuk membeli tanah, dan nantinya akan ia bangun rumah disana.Saat Sekar baru saja selesai mandi, tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Nama Andre tertera disana. Sekar hanya mengernyitkan keningnya."untuk apa dia menghubungiku lagi? Ada perlu apa ya?" batin Sekar, dan segera mengangkat panggilan temannya itu."Iya, Wa'alaikumsalam Andre. Ada apa?
"Ia masih menarik seperti dulu. Aku masih menyimpan perasaan ini padanya. aku kira setelah semua ini aku tak akan lagi jatuh cinta padanya. Namun nyatanya, ia masih menjadi primadona di hatiku," batin Andre, memuji Sekar. Ia terus tersenyum mengingat pertemuan singkat barusan."Kamu kenapa Ndre? kelihatannya seneng banget?" Tanya Tio, temannya bekerja."Enggak ah. Aku lagi seneng aja. Mau tahu aja sih kamu?""Cie elah, Kamu ketemu perempuan cantik ya? Mana dong? sini aku mau tahu,""Iih apaan sih? Mau tahu urusan orang aja sih lu?""Nih, gua kasih tahu ya, jangan biarin perempuan yang lu cintai diambil orang buat kedua kalinya lagi, lu kejar! entar nangis lagi baru tahu rasa lu!" sumpah Tio, pada Andre."Bener juga kata lu. Entar deh, gua kasih jurus biar dia mau sama gue, hahaha!" canda Andre pada temannya. ***Sekar sangat menikmati perjalanan ini. Ia ingin kalau urusan keluarganya bisa segera selesai. sangat lelah rasanya batinnya, jika mengingat masalah ini semua.Teringat kemba
Sekar lantas menolehkan tubuhnya. Ia mencari keberadaan seseorang yang sudah memanggil namanya tadi. "Siapa yang sudah manggil aku ya, kok nggak ada orangnya?" batin Sekar sambil terus matanya menjelajah ke sana kemari. "Hhei aku di sini," suara seorang laki-laki mengagetkannya. Sekar hanya mengerutkan keningnya, ketika melihat laki-laki itu berjalan mendekatinya. Seorang laki-laki bertubuh tegap dengan pakaian seragam batik yang melekat di tubuh atletisnya."Hai apa kabarmu?" tanya laki-laki tersebut sambil menyodorkan tangannya. Bau wangi parfum tercium begitu sangat wangi karena jarak mereka tak terlalu jauh. "Sebentar, ini siapa ya?" tanya Sekar tak lantas menerima sodoran tangan dari laki-laki tersebut. Lupa-lupa ingat dengan sosok didepannya."Masa kamu sudah lupa sih, aku Andre teman kuliah kamu. Inget nggak?" Laki-laki itu mencoba mengingatkan Sekar pada masa kuliahnya beberapa tahun silam. Tiba-tiba Sekar tersenyum karena dia mulai mengingat kejadian apa saja yang terjadi
"Kamu masuk yuk! Jangan tidur diluar, nanti sakit. Udara diluar sangat dingin sekali," ajak Ibunya Aura, sembari memberikan sebuah selimut tebal pada mantunya itu."terimakasih banyak bu. Tapi Sandi disini saja. Ayah juga tak mengijinkan Sandi masuk,""Tak usah dengarkan apa kata Aura dan Ayah. Kamu masuk saja, ayo!" Ibu masih berusaha untuk membujuk Sandi agar mau masuk kerumah. Sangat tak tega rasanya melihat anak mantunya diperlakukan seperti itu.Usaha Ibu sama sekali tak membuahkan hasil. Sandi lebih memilih tidur diluar saja dari pada harus tidur didalam kamar bersama Aura."Aku lebih baik diam disini saja. Daripada aku harus tidur bersama perempuan yang tak aku cintai," ucap Sandi pelan. Ia kemudian tutupkan selimut itu pada seluruh tubuhnya.***Keesokan harinya, Sekar sudah bersiap untuk pergi. Tapi kali ini, bukan untuk pergi ke sekolah atau menjalankan bisnis yang lainnya, melainkan ia akan pergi ke pengadilan Agama. Baginya tak adalagi yang perlu dipertahankan dari Sandi.
"Lalu? Kamu tak sanggup membelikannya untuk Aura?" tanya Ayahnya Aura dengan sengit."Pak, bapak sendiri kan tahu, kalau saya sekarang tidak bekerja. Saya hanya pengangguran. Bagaimana saya bisa membelikan apa yang Aura mau?" keluh Sandi mengusap keringat di keningnya."Seharusnya kamu bekerja! Cari uang yang banyak!" timpal Ayahnya lagi. Sandi seperti seekor sapi yang diperah tenaganya. Baru sehari jadi suami Aura, dia diperlakukan dengan tidak baik oleh mereka. Sangat jauh dengan apa yang selalu ia dapatkan dari keluarga Sekar dulu. Dia selalu dihormati, diperlakukan dengan sangat baik. Tapi sekarang itu semua hanya tinggal kenangan. Semua berakhir karena kesalahannya sendiri. Sandi hanya bisa menyesali semuanya.Sandi berjalan masuk ke rumahnya. Namun tangan kekar mertuanya menghalalkan Sandi di gawang pintu."Siapa suruh masuk? Saya tak mengijinkan kamu masuk sebelum keinginan anakku kamu kabulkan!" ucapnya dengan datar."Apa? Yang benar saja ? Ayah kira mudah cari uang jutaan unt
Semua kerjasama sudah selesai.Sekar sudah mendapatkan bayaran untuk novelnya, dan Tuan Antoni akan segera memulai membuat film tersebut. Mereka kini pulang masing-masing ke tempat tujuan mereka sendiri.Serly hanya membuang mukanya, merasa tak suka jika Antoni bekerja sama dengan Sekar.Antoni yang tak paham akan hal itu, malah terus menerus menceritakan guru baik itu didepan istrinya."Mas. Apa kau tak ada lagi cerita lain selain cerita tentang Sekar?" tanya Serly yang merasa kupingnya panas mendengar cerita membosankan tentang Sekar."Lo, memangnya kenapa? Ada yang salah kalau Mas cerita tentang Sekar? Dia itu perempuan yang hebat. Mas acungkan jempol untuk perempuan mandiri seperti dia," puji Antoni lagi, untuk Sekar.Serly memutar bola matanya dengan malas. Sungguh rasa cemburu itu membuatnya merasa sangat tersiksa.***Sekar langsung pulang ke rumahnya. Ia rebahkan tubuhnya diatas ranjang keras yang terbuat dari kayu jati, milik ibunya.Rasanya hari ini begitu sangat melelahkan b
Antoni meninggalkan Serly bersama rasa kepenasarannya. Ia berlari mengikuti Antoni yang terus berjalan dengan cepat. Dunia seolah berubah bagi Serly. Dulu, dirinya lah yang selalu sibuk dengan semua urusannya. Seringkali Antoni meminta waktu untuk berdua, atau bertiga bersama anaknya, tapi Serly selalu menyibukkan dirinya. Dan saat ini, semu berbanding terbalik. Antoni kini sedang fokus pada bisnisnya. Ia sudah lupa bagaimana rasanya punya seorang istri."Mas. Tunggu aku. Jangan cepet-cepet Begitu dong jalannya!" teriak Serly dengan terengah.Tapi Antoni masih tetap berjalan meninggalkan istrinya yang kesusahan berjalan. Ia memasuki sebuah ruangan, dimana tak ada orang lain yang bisa masuk selain hanya yang berkepentingan saja."Stop bu. Jangan ikut masuk. Di dalam sedang ada rapat besar, jadi mohon ibu tak ikut masuk,""Apa? Kau berani melarang ku masuk? Kau satpam baru disini, jadi tak tahu siapa saya hah?""Tak penting bagi saya anda itu siapa. Tugas saya hanya mengamankan Bos saya