“Kamu sudah kembali, Na,” tanya Sopie yang baru keluar kamar. Rambutnya acak-acakan sepertinya baru bangun tidur.“Hei, ada apa dengan kalian semua. Kemarin kalian menjadikan aku seperti terpidana mati. Tapi, dia kalian tutup mata. Seakan tidak terjadi apa-apa,” racau Burhan yang merasa aneh akan sikap keluarganya.“Tolong bawa kakakmu ke kamar temani dia,” perintah Marwa pada Bella.Dia mengangguk dan membawa Nana menuju kamarnya.“Untuk saat ini jangan ada yang membahas hal yang membuat Nana tidak nyaman. Atau kalian semua ingin dia pergi lagi,” ancam Marwa berlalu meninggalkan ketiga anaknya yang belum mengerti maksudnya.“Apa mereka sudah mengetahui tentang pernikahanmu,” tanya Nana mendaratkan bokongnya di kasur.“Tahu kak, Bang Burhan yang mengatakannya. Sebelum Kakak datang tadi,” jawab Bella.“Apa Kak Sopie menyakitimu?” selidik Nana setelah tanda di wajah Bella sesaat penutupnya dilepas. “Berkatalah sejujurnya Bel, aku sangat paham wataknya. Dia tidak segan melakukan apapun
Serendah itukan dirinya demi uang rela menyewa rahim. Dia masih dapat mentolerir jika disebut pelakor tapi ini lebih menyakitkan.“Mama, dia juga tidak menginginkan hal ini bahkan dia sempat meminta membatalkannya. Dia gadis baik, tidak serendah itu,” sela Nana menggenggam erat tangan gadis yang telah menjadi madunya.“Jadi apa alasan kamu menerimanya. Kamu bisa saja menolak. Atau kabur sekalian. Jangan jadi duri dalam daging,” cerocos Marwa sengaja menyudutkan menantu barunya itu lebih tepatnya menantu yang tidak diinginkan.Jauh dalam hatinya, dia juga ingin cucu dari anak laki-laki semata wayangnya. Tetapi, bukan seperti ini jalannya. Toh, selama ini Nana belum pernah periksa, hanya mendengarkan dari ibu tirinya.“Saya hanya tidak ingin mengecewakan kak Nana,” jawab Bella singkat.“Baiklah, Mama punya satu syarat untuk kalian bertiga.” Marwa menatap Nana, Bella dan Burhan bergantian.“Syarat?” sanggah Burhan yang sedari tadi tidak berniat untuk mendengar pembicaraan. Lebih memilih
“Apa Aku pelakor, Kak,” ungkap Bella mencari pembenaran dalam manik wanita yang telah mengubah nasibnya.Mengambil tas usang miliknya. Tekadnya sudah bulat. Tetap bertahan akan membuat semua orang membencinya.“Aku mohon Bel, jangan. Jangan tinggalkan Aku. Apa kau lupa pada janjimu? Untuk tetap bertahan apapun yang terjadi," Nana memohon dan merebut tas di tangannya.“Maaf kak, aku tidak bisa. Tolong biarkan aku pergi.” Bella memalingkan wajah.“Demi aku, yang telah menjadi saudaramu. Jangan pergi. Aku tidak punya saudara selain kamu. Jika kamu pergi pada siapa lagi Aku akan berbagi. Dari kecil aku hidup sendiri. Orang tuaku telah berpulang. Hanya Bi Siti yang setia menemaniku. Memiliki harta berlimpah bukan berarti Aku tidak kesepian. Apa kau ingin aku mengulang masa itu kembali,” terang Nana.“Aku tidak mau menjadi perusak rumah tangga Kakak. Seperti yang dikatakan Kak Sopie. Aku pelakor. Pelakor, Kak,” imbuh Bella terisak.“Tidak, tidak. Kamu tidak pelakor. Aku yang memintanya. Hub
Refleks dia membalas menimbulkan kegaduhan. Memancing Burhan dan Amel ikutan yang semakin ribut. Tidak akan berhenti jika marwa tidak menghentikan dengan jurus andalan. Memukul mereka satu persatu dengan tangkai sapu.Lalu mereka lari kocar-kacir menghindari serangannya sang mama.“Ini minumlah nak,” Bi Siti memberi segelas jus jeruk membuyarkan lamunannya.“Oh, terima kasih. Bi.” Nana meneguknya hingga setengah gelas. “Apa Bella dan Bang Burhan sudah tidur sekamar?”“Kayaknya tidak pernah. Orang Burhan selalu marah dan menyalahkan Bella. Setiap bertemu pasti adu mulut.”“Jadi, mereka belum-““Hihi, itu Bibi tidak tahu.”“Ah, Bibi mah gitu.”“Tapi, belakangan Burhan selalu pulang larut. Yang terakhir itu dia pulang pagi. Malamnya ribut ama Bella. Paginya nyonya datang. Dia mabuk sama merokok.”“Kok bisa, Bi?”“Frustasi, karna kamu pergi.”“Sehancur itu.”“Ho’oh, Bibi sama Bella terpaksa minta tolong nak Ferdi. Hampir tiap hari kami meneleponnya. Urusan perkebunan pun Bella serahkan pa
Nana yang mengetahui bahwa sang suami sudah pulang. Sengaja menunggu dikamar, banyak hal yang harus diselesaikan.Burhan membuka pintu kamar melihat wanita yang sangat dicintainya itu berdiri menatap pantulan wajahnya di cermin.“Abang kangen, Dik,” bisik Burhan tangannya melingkar di pinggang ramping sang istri.Nana memejamkan mata membuang getaran halus yang mengharapkan lebih dari ini.“Apa yang Abang lakukan selama Aku tidak ada?” Nana melepaskan dekapannya dan berbalik menatapnya penuh selidik.Burhan tidak menyiakan kesempatan, mengabaikan pertanyaan Nana. Mengecup bibir ranum dihadapannya yang dua minggu tidak dilakukan.“Lepas." Nana mendorong tubuhnya hingga terjatuh ke kasur. Karna tidak menjaga keseimbangan tubuh Nana ikutan terjatuh menimpanya.“Sok, marah. Tapi dia yang mulai duluan,” goda Burhan tersenyum nakal.“Abang jangan lakukan jalan curang untuk mengelabuiku. Ingat, kita tidak boleh tidur sekamar selama istri mudamu belum hamil." Nana buru-buru berdiri. Pipinya m
“Trus dimana? Ya udah dikamar Kakak aja,” timpal Burhan.“Ya dikamar istri mudamu. Enak sambil istirahat bisa celup-celup,” cicit Sopie tersenyum.“Iii, ogah.” Burhan tergidik.“Loh kenapa. Bukannya barusan kamu ditolak Nana. Tuntaskan saja dengan yang lebih legit,” saran Sopie. Membuat mama dan adiknya tertawa ngakak.“Bodo amat. Jika kalian ingin kalian aja sama dia. Aku gak mau.” Burhan tetap melangkah menuju kamar yang ditempati Amel.“Mari kita hitung satu, dua dan-“ kata Amel yang terhenti.“Amel !!!” teriak B
“Jawab Bang, jangan diam saja,” lanjut Nana.“Iya, dan itu semua salahmu, Dik,” jawab Burhan pasrah.“Ternyata seperti itu wajah asli suami yang selalu aku banggakan,” tuduh Nana sengit.“Dan ini wajah asli istriku yang berhati mulia. Memaksa suami menikah tapi dia yang kabur,” timbal Burhan yang tak mau kalah.“Jadi Abang menyalahkan Aku?” hardik Nana.“Semua ini berawal darimu, Dik. Andai tidak ada pernikahannya itu. Kamu tidak kabur. Dan Aku juga tidak akan seperti itu. Mengerti? Atau perlu diulangi,” terang Burhan.
“Keluar,” pekik Nana sesaat sepeninggalan Bella.“Dik-“ belum selesai Burhan berucap tubuhnya telah didorong keluar dan pintu dibanting sangat kuat. Menimbul suara yang keras, memancing semua penghuni rumah mengerumuninya.Sorot mata penuh tanya dan selidik seakan mengulitinya hidup-hidup. Menyadari yang menjadi sasaran lagi tidak bersahabat. Satu persatu meninggalkan tempat itu tanpa ada yang mengeluarkan suara.Menyisakan wanita paruh baya yang telah mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini. Berjalan mendekat dan berkata “Sabarlah, turunkan ego dan jangan cepat terpancing emosi.”“Aku, Aku ntahlah Bi. Sulit untuk dijelaskan,” ucap Burhan melabuhkan tubuhnya pada anak
Hati Maya kembali tersayat entah untuk keberapa kalinya.“Tunggu sebentar Nduk,” sahut Mbah Ipeh yang sedang melayani pasiennya dari dalam gubuknya.Tempat Nana terjatuh memang tidak begitu jauh dari tempat tinggal wanita tua itu.Itu sebabnya Maya membawanya kesana. Untuk mendapatkan pertolongan pertama. Sebelum nanti dibawa kerumah sakit yang berjarak cukup jauh dari desa.Maya sudah yang sudah beberapa kali kesana. Tentu sangat hapal jalannya yang masih dipenuhi semak belukar.Ya, wanita itu juga salah satu pasien dukun kampung itu. Yang terkenal mempunyai ilmu hitam yang tinggi.Dalam satu kedipan mata bisa membunuh korbannya. Mereka yang datang kesana pasti mempunyai dendam.“Ini siapa Maya,” tanya Mbah Ipeh keluar menemuinya yang duduk diamben menangku Nana.Sesaat pengguna jasanya pergi dari sana. Dari penampilan bisa ditebak wanita itu merupakan bukan wanita yang baik.“Ini anak tiri saya, Mbah. Itu tadi siapa?” tanya Maya penasaran.“Dia itu yang kerja diwarung dekat kebun it
“Sudah Tante, ayo kita pulang. Jangan buat keributan disini,” bisik Tary yang masih mencekal lengan Maya.“Iya bawa Tantemu, pergi dari sini,” celetuk Bella.“Tunggu dulu Tary, urusanku belum selesai. Burhan harus bertanggung jawab pada apa yang terjadi padamu,” tolak Maya.Burhan melirik kearah Tary, benar dipergelangan tangan kirinya ada luka yang masih diperban.Maya tidak bohong, tapi untuk apa gadis itu melukai diri sendiri. Sebesar apa harapan gadis itu yang dia patahkan.Bella mencubit perut Burhan, saat tahu mata Burhan tidak beralih dari gadis baru datang itu.“Sakit tau,” bisik Burhan menggosok bekas cubitan Bella.“Itu akibatnya tidak bisa menjaga mata,” tekan Bella nada sepelan mungkin.Tary menggunakan seluruh tenaganya untuk membawa Maya pergi dari sana. Maya pun yang hampir terpojok pasrah mengikutinya.Nana berbalik dan merangkul Bi Siti. Pertahanannya roboh seiring perginya Maya dan Tary.“Menangislah luapkan semua kesedihanmu saat ini. Esok kau harus berjanji tidak a
“Maya Cahayadiningrat , saya Nayla Rahmawati binti Abdul Razak. Putri tunggal dari ibu Rahayu. Apa anda mengenali saya. Mama Maya yanby terhormat,” sanggah Nana menggeram.Nana sudah tidak tahan lagi untuk tidak mengangkat suara. Wanita yang dia panggil Mama itu. Semakin mengelunjak tidak berpikir kalimatnya melukai banyak orang.“Nayla Rahmawati, Nanaku sayang Nanaku malang. Kamu mengenali Mama, Nak,” tanya Maya mata mengarah pada wanita yang berusaha tenang.“Apa kurang cukup yang Mama berbuat pada saya dulu, hingga sekarang Mama ingin merampas suami saya.” Nana berdiri mengikis jarak dengan wanita yang dikiranya malaikat.“Baguslah kau sudah tahu, jadi tolong minta suamimu menikahi Tary. Sama yang kau lakukan pada pelakor itu, Mama yakin kalian akan bisa hidup damai. Mama tidak merampas, kau cukup berbagi saja.” Maya menyentuh pipi mulus Nana.“Kembalikan rahim saya,” tekan Nana singkat menepis tangan Maya.“Na, kamu sayang Mama-kan. Bisa kamu mengabulkan permintaan Mama ini,” buju
Tary dari tadi bolak balik dibrankar. Dia SEO diri diruang itu sang Tante sedang mencari makan.“Kita sudah bisa pulangkan, Tante. Aku bosan berada disini,” rutuk Tary saat Maya baru masuk ditangan menenteng kantong plastik. Berisi makanan dan buah yang dibelinya. Pada pedagang yang menjajakan jualannya sekitar rumah sakit.“Harusnya sebelum kau mengiris nadimu. Siapkan mentalmu untuk betah berada disini,” ketus Maya. “Ini makanlah, agar kau punya banyak tenaga untuk menghadapi perceraian orang tuamu.”“Mereka akan berpisah, Tante. Mereka sungguh tidak menganggap keberadaanku,” lirih Tary meraih mangkuk berisi bubur ayam yang sodorkan Maya.“Kamu harus buktikan pada ayah dan ibumu. Kamu bisa sukses tanpa campur tangan mereka,” ungkap Maya membangun semangat dari putri semata wayang kakaknya.“Aku harus membujuk Burhan untuk menyemangati Tary. Tak masalah jika harus memohon asal dia bersedia membantu,” batin Maya.Maya mengatakan pada Tary akan pulang sebentar. Dia harus segera bicara
“Selamat pagi nenek,” sapa Bella mengendong bayinya melintasi dapur.Bayi mungil itu akan berjemur dibawah cahaya matahari pagi.“Eh, cucu nenek sudah wangi,” sahut Bi Siti mendekati Bella.“Yang lain belum bangun, Bi.” Tanya Bella.“Belum, hawa dingin enak buat tidur. Tapi Bibi gak bisa bangun ninggi hari.” Bi Siti mengambil alih baby Zizi.“Aku juga. Makanya kami sudah wangi, Nek.”“Biar Bibi yang jemur cucu sayang ini, Bundanya mamam dulu. Isi bensin yang banyak supaya mik Zizi banyak.” Bi Siti mengecup pipi gembul bayi mungil itu.Bi Siti berjalan kehalaman belakang. Tempat yang lantang terkena sinar matahari.Sedang Bella menikmatinya sarapannya. Yang hambar dilidahnya, seret ditelan.Pikiran tertuju pada Nana, wanita sebaik itu harus mengalami banyak cobaan. Semalam hanya beberapa jam saja dia dapat terlelap.Mandul, kata itu terus mengusiknya. Dia sangat prihatin, andai bisa. Ingin dia donorkan rahimnya untuk Nana.Kakak madunya itu telah memberikan banyak. Namun dia tidak mamp
Nana harus bisa punya anak walau hanya satu orang. Anak itu adalah ahli waris sah atas harta peninggalan mendiang orang tua Kakak madunya ini.Bella sangat paham anaknya tidak ada hak untuk mendapatkan semua ini. Baby Zizi tidak ada hubungan darah dengan sang pemilik harta.“Selain itu dia pesan apa lagi?” tanya Burhan menengahi.“Gak ada hanya itu, dia mengatakan kalau bisa secepatnya. Mengingat umur Nana yang tidak muda lagi. Usia produktifnya tinggal sedikit lagi,” jelas Ferdi.“Menurutmu bagaimana, Dik. Abang rasa sebaiknya kita periksa saja. Kamu mau ya,” ujar Burhan penuh harap.“Aku akan pikirkan lagi, Aku sudah tidak berharap lagi. Toh, sekarang sudah ada Zizi. Dan itu sudah cukup,” timpal Nana berusaha meredam perasaannya.‘MANDUL'Rangkaian lima huruf sangat horor bagi mereka yang dapatkan predikatnya.Tidak terkecuali Nana, nyalinya seketika menciut. Kehadiran anak bagi orang yang telah berumah tangga.Hal yang paling penting, saat bertemu dengan siapa pun yang pertama dita
Maya mulai mengukur dan menghitung. Banyaknya derita hidup yang harus ditanggung Nana. Karna dendam yang tak pernah mendatangkan kepuasan.Maya masih ingin lagi dan lagi menikmati kesengsaraan Nana. Untung untuknya nyatanya juga tidak ada.“Ta-tante.” suara Tary terdengar lemah membuyarkan lamunan Maya.“Kamu sudah sadar,” tanya Maya mengulas senyum.“Aku dimana? Mengapa Tante ada disini. Apa Aku sudah mati.” Tary memindai ruangan ini.“Kamu dirumah sakit. Tadi Tante mendapatkan kamu tergelak dilantai.”“Harusnya Tante biarkan saja Aku mati.” Sudut matanya mengalir cairan bening.“Kalau kau ingin mati jangan dirumahku. Aku tidak ingin disalahkan orang tuamu atas kematianmu,” cecar Maya.“Tidak akan. Mereka saja lupa punya anak. Orang tuaku tidak pernah peduli, Tante,” lirih Tary.“Mereka bukan lupa, hanya sibuk-““Sibuk dengan selingkuhannya masing-masingkan, Tante,” sanggah Tary menghentikan ucapan Maya.“Tary, jangan lakukan hal bodoh. Jangan lukai dirimu sendiri lagi. Tante mohon,”
“Dia diruang kerja. Mau guyur-guyur, nunggu cover boy selesai lama,” sindir Bella menyusui baby Zizi menghadap tembok.“Nak, Mami dan Bundamu jahat. Membiarkan Papi terjebak dengan manusia planet itu,” ucap Burhan yang ingin menyentuh pipi gembul putrinya. Tapi langsung ditepis Nana.“Jangan sentuh anak kita selama masih ada bekas gadis itu. Sana mandi dulu,” sembur Nana.“Iya, sana mandi dulu,” sambung Bella.“Nanti saja, Abang mau tahu ada angin apa gadis itu berani kesini.” Burhan mendaratkan tubuhnya dikarpet. Tulang punggungnya terasa pegal, terlalu lama berdiri.Bella menceritakan semuanya tapi dia tidak serta-merta mengatakan kekesalannya.“Tapi perlu Abang tahu Bundanya Zizi marah sekali, Bang. Dia tidak mau suaminya diambil orang,” ledek Nana.“Siapa yang tidak emosi. Dia dengan yakin mengatakan akan menjadi yang ketiga. Enak saja, gak sudi,” sembur Bella.“Lalu Kakak Nana tercinta apa yang dia lakukan. Oo, Abang tahu, pasti dia diam sambil menahan senyum,” sindir Burhan.“Ko
Botol bekas minumnya dibuangnya asal kelantai. Dia sengaja memancing amarah Nana. Sebatas mana kesabaran wanita yang sangat disanjung Burhan itu.“Lihat tampilanmu yang begitu, lalat saja akan berpikir untuk hinggap.” Bella semakin geram.Bella ingin tahu berasal dari planet mana gadis ini. Tidak ada malu-malunya padahal dia sudah menghinanya.Ini kali pertama seorang Bella yang santun dan lemah lembut bicara kasar. Orang tuanya tak bosan mengingatkannya untuk menjaga nada bicara saat marah sekalipun.“Dalam kamar juga kau melepaskan semua itukan. Kalau tidak, mana bisa bayi itu lahir.” Tary menunjuk pakaian yang dikenakan Bella dan melirik pada baby Zizi berada dalam gendongan Nana.“Kau, cepat pergi dari sini. Atau Aku akan memanggil security menyeretmu keluar,” usir Bella.“Apa hakmu mengusirku, sedang yang punya rumah ini saja tidak terganggu dengan kehadiranku. Dimana-mana memang pelakor itu selalu ingin menguasai,” papar Tary.“Aku nyonya dirumah ini. Dan Aku tidak suka kau mene