Refleks dia membalas menimbulkan kegaduhan. Memancing Burhan dan Amel ikutan yang semakin ribut. Tidak akan berhenti jika marwa tidak menghentikan dengan jurus andalan. Memukul mereka satu persatu dengan tangkai sapu.Lalu mereka lari kocar-kacir menghindari serangannya sang mama.“Ini minumlah nak,” Bi Siti memberi segelas jus jeruk membuyarkan lamunannya.“Oh, terima kasih. Bi.” Nana meneguknya hingga setengah gelas. “Apa Bella dan Bang Burhan sudah tidur sekamar?”“Kayaknya tidak pernah. Orang Burhan selalu marah dan menyalahkan Bella. Setiap bertemu pasti adu mulut.”“Jadi, mereka belum-““Hihi, itu Bibi tidak tahu.”“Ah, Bibi mah gitu.”“Tapi, belakangan Burhan selalu pulang larut. Yang terakhir itu dia pulang pagi. Malamnya ribut ama Bella. Paginya nyonya datang. Dia mabuk sama merokok.”“Kok bisa, Bi?”“Frustasi, karna kamu pergi.”“Sehancur itu.”“Ho’oh, Bibi sama Bella terpaksa minta tolong nak Ferdi. Hampir tiap hari kami meneleponnya. Urusan perkebunan pun Bella serahkan pa
Nana yang mengetahui bahwa sang suami sudah pulang. Sengaja menunggu dikamar, banyak hal yang harus diselesaikan.Burhan membuka pintu kamar melihat wanita yang sangat dicintainya itu berdiri menatap pantulan wajahnya di cermin.“Abang kangen, Dik,” bisik Burhan tangannya melingkar di pinggang ramping sang istri.Nana memejamkan mata membuang getaran halus yang mengharapkan lebih dari ini.“Apa yang Abang lakukan selama Aku tidak ada?” Nana melepaskan dekapannya dan berbalik menatapnya penuh selidik.Burhan tidak menyiakan kesempatan, mengabaikan pertanyaan Nana. Mengecup bibir ranum dihadapannya yang dua minggu tidak dilakukan.“Lepas." Nana mendorong tubuhnya hingga terjatuh ke kasur. Karna tidak menjaga keseimbangan tubuh Nana ikutan terjatuh menimpanya.“Sok, marah. Tapi dia yang mulai duluan,” goda Burhan tersenyum nakal.“Abang jangan lakukan jalan curang untuk mengelabuiku. Ingat, kita tidak boleh tidur sekamar selama istri mudamu belum hamil." Nana buru-buru berdiri. Pipinya m
“Trus dimana? Ya udah dikamar Kakak aja,” timpal Burhan.“Ya dikamar istri mudamu. Enak sambil istirahat bisa celup-celup,” cicit Sopie tersenyum.“Iii, ogah.” Burhan tergidik.“Loh kenapa. Bukannya barusan kamu ditolak Nana. Tuntaskan saja dengan yang lebih legit,” saran Sopie. Membuat mama dan adiknya tertawa ngakak.“Bodo amat. Jika kalian ingin kalian aja sama dia. Aku gak mau.” Burhan tetap melangkah menuju kamar yang ditempati Amel.“Mari kita hitung satu, dua dan-“ kata Amel yang terhenti.“Amel !!!” teriak B
“Jawab Bang, jangan diam saja,” lanjut Nana.“Iya, dan itu semua salahmu, Dik,” jawab Burhan pasrah.“Ternyata seperti itu wajah asli suami yang selalu aku banggakan,” tuduh Nana sengit.“Dan ini wajah asli istriku yang berhati mulia. Memaksa suami menikah tapi dia yang kabur,” timbal Burhan yang tak mau kalah.“Jadi Abang menyalahkan Aku?” hardik Nana.“Semua ini berawal darimu, Dik. Andai tidak ada pernikahannya itu. Kamu tidak kabur. Dan Aku juga tidak akan seperti itu. Mengerti? Atau perlu diulangi,” terang Burhan.
“Keluar,” pekik Nana sesaat sepeninggalan Bella.“Dik-“ belum selesai Burhan berucap tubuhnya telah didorong keluar dan pintu dibanting sangat kuat. Menimbul suara yang keras, memancing semua penghuni rumah mengerumuninya.Sorot mata penuh tanya dan selidik seakan mengulitinya hidup-hidup. Menyadari yang menjadi sasaran lagi tidak bersahabat. Satu persatu meninggalkan tempat itu tanpa ada yang mengeluarkan suara.Menyisakan wanita paruh baya yang telah mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini. Berjalan mendekat dan berkata “Sabarlah, turunkan ego dan jangan cepat terpancing emosi.”“Aku, Aku ntahlah Bi. Sulit untuk dijelaskan,” ucap Burhan melabuhkan tubuhnya pada anak
“Kenapa saya yang dilimpahkan, saya tidak tahu apa-apa. Suami istri kok aneh,” timpal Bella.“Suamimu juga tu,” tunjuk Nana. “Berdosa jika mengabaikannya. Ambil tuh.”“Hehe, Kakak aja dech. Aku mau kekamar,” elak Bella.“Kamu saja. Aku masih ingin istirahat,” ujar Nana melirik sang suami yang bingung karena perdebatan mereka.“Diam, emangnya Aku ini bola, main opor sana sini. Tetap ditempat kalian. Astaga, mengapa nasibku menyedihkan sekali,” gerutu Burhan. “ Aku sedang tidak ingin bersama siapapun.”“Alhamdulillah,” jawab mereka serentak membuat bola mata pria y
Hari baru telah terlahir menyisakan genangan air di sela rerumputan. Menandakan semalam langit memuntahkan kandungannya sangat dahsyat.Dua wanita beda generasi tengah sibuk berjibaku ditempat membuat pengisi lambung untuk mengawali hari. Mereka bangun kesiangan, sholat subuh hampir terlewat. Sesekali terdengar gelak tawa dari obrolan ringan pengusir jenuh yang menggelitik di pendengaran.“Selamat pagi,” sapa Nana yang baru turun dari lantai atas. Aroma parfum menguar seiring kedatangannya. Rambut hitam legam miliknya dibiarkan terurai menandakan baru dikeramas.“Hmm, Bi ternyata hujan bukan hanya diluar loh. Tapi di lantai atas juga,” sindir Bella memasang kembali penutup wajahnya yang sengaja dibuka.
“Mau sampai kapan kamu akan mengawasi rumah itu, Ka,” tanya Heru menyadarkan keponakannya itu dari lamunan.Setelah peristiwa Heru meminta Hamka menemani wanita bercadar tempo hari. Hamka lebih banyak melamun dan bicara hanya seperlunya. Membuat dia sedikit menyesal meminta mempertemukan dengan gadis itu.“Sampai aku memastikan bahwa gadis itu adalah yang aku cari selama ini. Jika benar dia, maka aku akan segera melamarnya,” jawab Hamka pelan.“Aku tidak ingin kehilangannya lagi,” sambungnya setelah beberapa saat.Heru tak dapat berkomentar banyak, kedatangan Hamka memang untuk mencari keberadaan gadis yang telah membawa lari hatinya.Setiap hari pria yang tidak pernah melepas penutup kepala itu terus mengawasi kediaman gadis yang dia duga sang pujaan hatinya. Alasan yang dia berikan pada pria yang ada di rumah besar itu hanyalah akalannya saja untuk mengetahui alamat tepat gadis itu.“Apa tidak sebaiknya kita datangi saja dan tanyakan langsung,” saran Heru. “Untung satpam disana Pak