“Keluar,” pekik Nana sesaat sepeninggalan Bella.
“Dik-“ belum selesai Burhan berucap tubuhnya telah didorong keluar dan pintu dibanting sangat kuat. Menimbul suara yang keras, memancing semua penghuni rumah mengerumuninya.
Sorot mata penuh tanya dan selidik seakan mengulitinya hidup-hidup. Menyadari yang menjadi sasaran lagi tidak bersahabat. Satu persatu meninggalkan tempat itu tanpa ada yang mengeluarkan suara.
Menyisakan wanita paruh baya yang telah mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini. Berjalan mendekat dan berkata “Sabarlah, turunkan ego dan jangan cepat terpancing emosi.”
“Aku, Aku ntahlah Bi. Sulit untuk dijelaskan,” ucap Burhan melabuhkan tubuhnya pada anak
“Kenapa saya yang dilimpahkan, saya tidak tahu apa-apa. Suami istri kok aneh,” timpal Bella.“Suamimu juga tu,” tunjuk Nana. “Berdosa jika mengabaikannya. Ambil tuh.”“Hehe, Kakak aja dech. Aku mau kekamar,” elak Bella.“Kamu saja. Aku masih ingin istirahat,” ujar Nana melirik sang suami yang bingung karena perdebatan mereka.“Diam, emangnya Aku ini bola, main opor sana sini. Tetap ditempat kalian. Astaga, mengapa nasibku menyedihkan sekali,” gerutu Burhan. “ Aku sedang tidak ingin bersama siapapun.”“Alhamdulillah,” jawab mereka serentak membuat bola mata pria y
Hari baru telah terlahir menyisakan genangan air di sela rerumputan. Menandakan semalam langit memuntahkan kandungannya sangat dahsyat.Dua wanita beda generasi tengah sibuk berjibaku ditempat membuat pengisi lambung untuk mengawali hari. Mereka bangun kesiangan, sholat subuh hampir terlewat. Sesekali terdengar gelak tawa dari obrolan ringan pengusir jenuh yang menggelitik di pendengaran.“Selamat pagi,” sapa Nana yang baru turun dari lantai atas. Aroma parfum menguar seiring kedatangannya. Rambut hitam legam miliknya dibiarkan terurai menandakan baru dikeramas.“Hmm, Bi ternyata hujan bukan hanya diluar loh. Tapi di lantai atas juga,” sindir Bella memasang kembali penutup wajahnya yang sengaja dibuka.
“Mau sampai kapan kamu akan mengawasi rumah itu, Ka,” tanya Heru menyadarkan keponakannya itu dari lamunan.Setelah peristiwa Heru meminta Hamka menemani wanita bercadar tempo hari. Hamka lebih banyak melamun dan bicara hanya seperlunya. Membuat dia sedikit menyesal meminta mempertemukan dengan gadis itu.“Sampai aku memastikan bahwa gadis itu adalah yang aku cari selama ini. Jika benar dia, maka aku akan segera melamarnya,” jawab Hamka pelan.“Aku tidak ingin kehilangannya lagi,” sambungnya setelah beberapa saat.Heru tak dapat berkomentar banyak, kedatangan Hamka memang untuk mencari keberadaan gadis yang telah membawa lari hatinya.Setiap hari pria yang tidak pernah melepas penutup kepala itu terus mengawasi kediaman gadis yang dia duga sang pujaan hatinya. Alasan yang dia berikan pada pria yang ada di rumah besar itu hanyalah akalannya saja untuk mengetahui alamat tepat gadis itu.“Apa tidak sebaiknya kita datangi saja dan tanyakan langsung,” saran Heru. “Untung satpam disana Pak
Tidak lama orang yang dia tunggu muncul dari balik gerbang. Terlihat dia sedikit bingung saat melihat mobil yang parkir.Dengan raut muka yang sulit dijelaskan gadis itu masuk kedalam mobil. Mobil itu segera melaju agak kencang menuju jalan arah kediamannya.Pengintaian sore ini cukup sampai disini. Hatinya lega tahu gadis penuh misteri itu pulang bersama orang yang menampung selama ini.Dalam mobil Bella masih terlihat kesal. Karna sebelum naik tadi Burhan mengatakan bahwa mulai hari ini dan seterusnya mereka akan pulang dan pergi bersama.Apa ini pertanda bahwa laki-laki aneh itu telah menerimanya. Dia tiba-tiba tergidik membayangkan akan melewati malam pertama mereka.“Itu muka kenapa dilipat-lipat,” tanya Burhan yang tidak sengaja melihat penumpang gelisah dari kaca spion tengah.“Gak ada, Aku hanya lelah. Hari ini ada dia anak yang diadopsi jadi banyak berkas yang harus diurus,” jawab Bella acuh.“Alhamdulillah, semoga mereka dapat orang tua yang baik,” ujar Burhan.“Bang, apa in
Dia mematut dirinya di depan cermin. Tubuh yang nyaris sempurna tanpa celah. Cantik, kulit putih bak porselen, meski terbilang kurus untuk bagian aset terpentingnya masih padat berisi.Hanya satu kurangnya, tidak memiliki rahim. Dia meraba perut langsingnya. Apakah akan ada keajaiban suatu hari nanti akan tumbuh benih di dalam sana. Benih dari buah cintanya dengan sang suami. Merasakan fase hamil dari trimester pertama, kedua dan ketiga. Serta merasakan sakit dan detik-detik kelahiran sang buah hati.Menangis bahagia saat tangis malaikat kecil memenuhi pendengaran. Begitu bayi mungil itu menghirup oksigen secara langsung.Bulir bening kembali mengalir dari mata indahnya. Seharusnya dia bisa lebih bersabar mencari kebenaran tentang rahimnya.Penyesalan selalu datang di bagian akhir. Jika di awal bukan penyesalan tapi pendaftaran.“Na, makan malam yuk.” Bi Siti membuka pintu.“Tolong bawakan kesini saja, Bi,” pintanya.“Baiklah.” Bi Siti tidak jadi melangkah masuk. Dia berbalik kembali
“Jangan gunakan lagi penutup kepalamu saat dalam rumah,” ucap Burhan tiba-tiba setelah dia menyelesaikan sholat.“Hah, kalau ada laki-laki lain yang masuk bagaimana?” tanya bella yang terkejut.“Mulai hari ini Aku akan melarang satpam masuk dalam rumah. Makan siang mereka biar Bi Siti yang antar kepos saja. Mang Ujang pun tidak boleh masuk tanpa izin darimu,” papar Burhan.“Baiklah, terima kasih,” sahut Bella mengulas senyum.“Eit, jangan GR. Ini hanya bagian dari rencana. Agar Nana mengira kita telah melakukannya saat melihat rambutmu basah,” lanjut Burhan.“Tau, tapi Aku bahagia karena Aban
Entah bagaimana awalnya seketika dia berniat masuk kedalam kamar yang diyakininya. Menjadi tempat untuk suaminya mencapai hasrat kelelakiannya.Begitu pintu kamar terbuka lebar. Dia sangat terkejut melihat tali merah yang membagi tempat tidur king size itu menjadi dua.Tepat di bawahnya berjajar empat guling. Yang cukup untuk mempertegas itu adalah batas. Ditambah lagi lipatan selimut di masing-masing bagian. Ini sudah membuktikan bahwa yang dilihatnya selama ini kebohongan.Seharian dia tidak karuan. Berharap waktu cepat berputar. Meminta penjelasan dua manusia yang terang-terangan menipunya.Sengaja dia tidak menutup kembali pintu kamar Bella. Agar mereka tidak bisa berkilah lagi. Dengan alabi yang mereka anggap m
Astaga, gadis itu memukul kepalanya. Berdosa wanita bersuami memikirkan laki-laki lain. Dia tahu dan paham tapi, entah mengapa selalu diulangi lagi dan lagi.Dia menatap lekat rahang tegas milik laki-laki yang tengah terlelap di ranjangnya. Menyusuri setiap incinya.Tidak terlalu buruk untuk seorang laki-laki yang hampir menginjak kepala empat itu. Hatinya yang sulit untuk melengserkan sang ustadz. Menjadikan keadaan kian rumit. Tekadnya sudah bulat, dia akan mundur dan meninggalkan tempat ini.Malam kian larut, keheningan menyelimuti bumi. Keheningan yang begitu menyakitkan untuk jiwa yang tengah berjuang menerjemahkan setiap baris takdir.Makan malam dalam kebisuan hingga tertidur pulas tanpa saling menyapa